Ular gadung
Ular gadung
| |
---|---|
Ahaetulla prasina | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 176329 |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Spesies | Ahaetulla prasina F. Boie, 1827 |
Ular gadung adalah jenis ular pucuk yang paling sering dijumpai. Ular ini tersebar luas di Asia Selatan hingga kepulauan Nusantara. Disebut ular gadung karena penampang tubuh ular ini yang menyerupai pucuk tanaman gadung (Dioscorea hispida). Istilah "ular pucuk" (tanpa tanda kutip) sendiri biasanya mengaju pada jenis ini. Nama-nama lokal ular ini di antaranya "oray pucuk" (Sunda), "ula gadung" (Jawa), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Oriental whip-snake.[1]
Pengenalan
[sunting | sunting sumber]Panjang tubuh ular gadung mencapai 2 meter, namun yang sering ditemui panjangnya antara 1 hingga 1.5 meter saja. Kepala berbentuk runcing seperti anak panah. Mata berukuran agak besar dengan pupil mendatar (horizontal), seolah-olah sedang memejamkan mata. Ekornya panjang dan berfungsi sebagai "pencengkram" ranting, seperti halnya ular pohon lainnya. Tubuh bagian atas berwarna hijau daun atau hijau kelabu, dengan tepian sisik pada sisi badannya berwarna hitam, putih, atau biru pucat. Bagian bawah tubuh berwarna lebih pucat atau hijau kekuningan, dengan garis tipis berwarna kuning di kedua sisinya.[2]
Penyebaran
[sunting | sunting sumber]Ular gadung tersebar luas mulai dari India bagian timur, Bangladesh, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, kepulauan Nusantara (Sumatra, Nias, Simeulue, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan sebagian Maluku), dan Filipina (Palawan, Calamian, Panay, Cebu).[3]
Habitat dan Perilaku
[sunting | sunting sumber]Habitat ular gadung adalah hutan terbuka dan perkebunan. Ular ini tinggal di pepohonan, tanaman, dan semak-semak liar yang subur. Ular ini juga sering dijumpai di pekarangan rumah. Makanan utama ular ini adalah cecak pohon, kadal pohon, dan katak pohon. Ular ini kadang-kadang juga memangsa anak burung yang ditinggal induknya. Jika merasa terganggu, ular ini akan melengkungkan lehernya hingga membentuk seperti huruf "S" lalu memipihkan lehernya, sehingga akan terlihat tepian sisik yang berwarna hitam, putih, dan/atau biru pucat supaya pengganggunya menjauh dan pergi. Ular gadung berkembangbiak dengan melahirkan, dengan jumlah anak antara 4 hingga 10 ekor yang masing-masing berukuran panjang antara 24 hingga 49 cm.[2]
Galeri
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Thy, N.; Nguyen, T.Q.; Golynsky, E.; Demegillo, A.; Diesmos, A.C. & Gonzalez, J.C. (2012). "Ahaetulla prasina". The IUCN Red List of Threatened Species. IUCN. 2012: e.T176329A1439072. doi:10.2305/IUCN.UK.2012-1.RLTS.T176329A1439072.en. Diakses tanggal 26 December 2017.
- ^ a b Ular Asli Indonesia: Ular Pucuk (Ahaetulla prasina)
- ^ Ahaetulla prasina | The Reptile Database
- David, P. & G. Vogel. 1997. The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history notes. Edition Chimaira. Frankfurt.
- Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu.
- Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. The Singapore National Printers. Singapore
- (Inggris) Ahaetulla prasina @ Reptile Database
- (Inggris) Ecology Asia, Snakes of Southeast Asia: Oriental Whip Snake