Umpatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Emoji yang digunakan di jejaring sosial untuk mengekspresikan kemarahan atau frustrasi pengirim. Tergantung pada desain masing-masing platform, itu mungkin terdiri dari wajah memerah, mengerutkan kening dan simbol-simbol acak berwarna putih (seperti @#$%&, yang mewakili umpatan) di atas bilah hitam yang menutupi mulut, menunjukkan seseorang yang mengeluarkan sumpah serapah atau kata-kata penghinaan.

Umpatan, kata-kata kotor/kasar, ucapan jorok, sumpah serapah, caci-maki, atau ungkapan tidak senonoh adalah ungkapan bahasa yang secara sosial bersifat menyerang, menghina, menistakan, atau merendahkan orang lain.[1]

Dalam hal ini, umpatan adalah bahasa yang umumnya secara budaya bersifat sangat tidak sopan, kasar, atau menyinggung. Umumnya terkait dengan penghinaan terhadap orang lain, atau berkait dengan perasaan yang kuat terhadap sesuatu.

Dalam pengertiannya yang lebih tua dan lebih harfiah, "umpatan" terkadang juga merujuk pada istilah yang bersifat suci, yang menyiratkan sesuatu yang layak dihormati, namun digunakan untuk menghilangkan kesucian ucapan tersebut atau menyebabkan penistaan agama.[2]

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Kata profane "umpatan" berasal dari bahasa Latin klasik profanus, secara harfiah berarti "(di luar) tempat ibadah". Hal ini kelak dimaknai sebagai "menodai kesucian" atau "bertujuan untuk sekularisme" sejak 1450-an.[3][4] Profanity menunjukkan ketidakpedulian kaum sekuler terhadap agama atau tokoh agama, sementara blasphemy "penistaan" adalah serangan yang lebih ofensif terhadap agama dan tokoh agama, dianggap berdosa, dan merupakan pelanggaran terhadap Sepuluh Perintah Allah. Sementara itu, banyak ayat Alkitab menjelaskan larangan mengumpat.[5]

Bahasa Inggris[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan umpatan dalam bahasa Inggris berasal dari kata-kata dalam bahasa berumpun Jermanik, bukan Latin.[6][riset asli?] Shit berasal dari bahasa Jermanik,[7] begitu pula fuck.[8] Alternatif lainnya justru lebih banyak berasal dari bahasa Latin, seperti defecate atau excrete "buang air", maupun fornicate atau copulate "berhubungan seks", banyak digunakan dalam konteks yang bersifat teknis. Oleh karena itu, umpatan seringkali disebut dalam ragam informal sebagai "Anglo-Saxon".[9] Hal ini tidak selalu mengikuti. Misalnya, kata wanker dianggap umpatan, namun hanya sampai pertengahan abad ke-20.[10][11]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Umpatan dalam bahasa Inggris mulai banyak digunakan sebagai bagian dari bahasa lisan pada abad pertengahan. Kata fuck digunakan dalam bahasa Inggris pada abad ke-15, meskipun penggunaan di awal abad ke-13 tidak digunakan untuk tujuan memaki orang. Kata shit adalah umpatan tertua yang digunakan, merujuk dari bahasa-bahasa Jerman dan Skandinavia.[12]

Penelitian[sunting | sunting sumber]

Analisis rekaman percakapan menunjukkan bahwa kurang lebih 80–90 kata yang diucapkan orang setiap hari—0,5–0,7% dari semua kata—adalah umpatan, dengan penggunaan dari 0–3,4%. Sebagai perbandingan, kata ganti orang pertama jamak (kami dan kita) membentuk 1% dari kalimat yang diucapkan.[13]

Jajak pendapat terhadap tiga negara yang dilakukan oleh Angus Reid Public Opinion pada Juli 2010 menemukan bahwa orang Kanada lebih sering mengumpat daripada orang Amerika dan Inggris ketika berbicara dengan teman-temannya, tetapi orang Inggris lebih banyak mendengar orang asing mengumpat saat bercakap daripada orang Kanada maupun Amerika.[14]

Metode penelitian didasarkan pada pengaruh psikologi, serta menggunakan mekanisme linguistik dan neurologis. "Perilaku fungsional serupa dapat diamati pada simpanse, dan dapat berkontribusi pada pemahaman kita," catat penulis New York Times, Natalie Angier.[15] Angier juga mencatat bahwa mengumpat adalah teknik mengelola amarah yang tersebar luas tetapi mungkin kurang dihargai; bahwa "Laki-laki pada umumnya lebih suka mengumpat daripada perempuan, sementara petinggi perguruan tinggi lebih banyak mengumpat daripada pustakawan atau stafnya."[15] Mengumpat umumnya berakar dari kebiasaan mengucap cabul yang tidak disengaja atau lebih suka memberi komentar yang secara sosial dianggap tidak pantas dan merendahkan orang lain.

Peneliti dari Universitas Keele, Stephens, Atkins, dan Kingston membuktikan bahwa mengumpat dapat mengurangi pengaruh gangguan fisik dan psikis.[16] Stephens berkata, "Saya akan menyarankan orang untuk mengumpat, jika mereka melukai diri mereka sendiri".[17] Namun, terlalu sering menggunakan kata-kata umpatan justru mengurangi pengaruh ini.[17] Tim peneliti Keele memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian Ig pada tahun 2010 untuk penelitian mereka .

Sejumlah orang yang tergabung dalam tim ahli saraf dan psikolog di Easton Centre for Alzheimer's Disease Research, University of California, Los Angeles, menyebut bahwa mengumpat dapat membantu membedakan penyakit Alzheimer dari demensia frontotemporal.[18]

Ahli saraf Antonio Damasio mencatat bahwa meskipun orang dapat kehilangan kata-kata karena kerusakan pada wilayah otak yang mengontrol bahasa, pasien masih dapat mengumpat.[19]

Sekelompok peneliti dari Wright State University mempelajari alasan orang bersumpah di dunia maya dengan mengumpulkan cuitan yang dikirim melalui media sosial twitter. Mereka menemukan bahwa umpatan dikaitkan dengan emosi negatif seperti kesedihan (21,83%) dan kemarahan (16,79%) sehingga menunjukkan orang-orang di dunia maya banyak menggunakan umpatan untuk mengekspresikan kesedihan dan kemarahan mereka kepada orang lain.[20][21]

Tim peneliti interdisipliner dari Universitas Warsawa menyelidiki umpatan dwibahasa: "Mengapa lebih mudah mengumpat dalam bahasa asing?" Mereka mengungkapkan bahwa bilingual (orang-orang yang dapat berbicara dua bahasa) dapat berkata lebih kasar ketika mereka beralih ke bahasa kedua mereka, tetapi dapat menghaluskan ucapan ketika beralih ke bahasa ibu mereka, tetapi hanya signifikan dalam kasus etnofaulisme (cercaan etnis) membuat ilmuwan menyimpulkan bahwa beralih ke bahasa kedua membebaskan bilingual dari norma-norma dan tekanan sosial (baik dari dirinya sendiri maupun yang dipaksakan) seperti norma-norma politik, sehingga membuat mereka rentan mengumpat dan menyinggung perasaan orang lain.[22]

Jenis-jenis umpatan[sunting | sunting sumber]

Menurut Steven Pinker, ada lima fungsi mengumpat: [23]

  • Penghinaan, bertujuan untuk menyinggung, mengintimidasi, atau menyebabkan gangguan atau kerusakan secara emosional atau psikologis
  • Katarsis, digunakan sebagai ungkapan rasa sakit atau penderitaan
  • Disfemistik, digunakan untuk menyampaikan bahwa pembicara berpikiran negatif terhadap materi pembelajaran, dan membuat pendengar melakukan hal yang sama
  • Empatik, bertujuan untuk menarik perhatian terhadap orang lain apa yang dianggap layak untuk diperhatikan
  • Idiomatik, digunakan tanpa tujuan khusus lainnya, tetapi umumnya dilakukan dalam percakapan informal

Eufemisme[sunting | sunting sumber]

Eufemisme dibuat dengan mengubah atau menghilangkan kata-kata dan ekspresi yang bersifat mengumpat agar tidak diketahui masyarakat sebagai "tidak sopan". Meskipun eufemisme sering diterima dalam situasi yang tidak boleh ada kata-kata tersebut (termasuk radio), beberapa orang masih menganggapnya sebagai umpatan. Pada tahun 1941, seorang hakim mengancam seorang pengacara dengan penghinaan terhadap pengadilan karena menggunakan kata darn.[24][25]

Pengaruh terhadap masyarakat[sunting | sunting sumber]

Penelitian oleh Jeffrey Bowers pada tahun 2011 menjelaskan bahwa penggunaan ungkapan-ungkapan kasar berdampak terhadap sekaligus mengubah perilaku kita.[26] Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari relativitas linguistik berkait dengan umpatan dan eufemisme. Dalam penelitian ini, dua puluh empat sukarelawan antara usia 18 hingga 26 tahun dengan usia rata-rata 21 tahun menjadi sasaran percobaan selama 20 menit yang melibatkan respons mereka pada kata-kata makian yang diucapkan dengan keras dan tanggapan mereka dicatat. Selain itu, aktivitas elektrodermal diukur menggunakan peranti yang mengukur perubahan tahanan kulit sebagai respons terhadap kata-kata umpatan.[27]

Studi lain[28] di Stanford pada tahun 2016 menjelaskan adanya hubungan langsung antara kata-kata kotor dan tingkat integritas (kejujuran). Berdasarkan penelitian terhadap 307 peserta ini, dua negara bagian AS (Connecticut dan New Jersey) yang teratas dalam penggunaan umpatan ternyata juga tertinggi dalam hal integritas. Pengertian terdahulu tentang "banyak anak yang mengumpat belajar dari perilaku orang dewasa" ternyata salah ketika telah dibuktikan bahwa mereka belajar mengumpat sebagai bagian dari perilaku menyesuaikan diri.[29]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Definition of Profanity". Merriam-Webster Online Dictionary. Diakses tanggal 2014-08-31. 
  2. ^ "Definition of profanity". Longman Dictionary of Contemporary English – online. Diakses tanggal 11 September 2014. 
  3. ^ Oxford English Dictionary Online, "profane", retrieved 2012-02-14
  4. ^ Harper, Douglas. "profane". Online Etymology Dictionary. 
  5. ^ "Bad Words [in the Bible]". OpenBible.info. Diakses tanggal 30 April 2015. 
  6. ^ "Swear words, etymology, and the history of English | OxfordWords blog". OxfordWords blog. 17 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-02. Diakses tanggal 2 October 2018. 
  7. ^ Harper, Douglas. "shit". Online Etymology Dictionary. 
  8. ^ Harper, Douglas. "fuck". Online Etymology Dictionary. 
  9. ^ "Definition of Anglo-Saxon". Oxford Dictionaries. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-27. Diakses tanggal 27 October 2018. 
  10. ^ A Dictionary of Slang and Unconventional English: Colloquialisms and Catch Phrases, Fossilised Jokes and Puns, General Nicknames, Vulgarisms and Such Americanisms As Have Been Naturalised. Eric Partridge, Paul Beale. Routledge, 15 Nov 2002
  11. ^ wank. Online Etymology Dictionary.
  12. ^ Wiles, Kate (2014-02-23). "Swearing: The Fascinating History of Our Favorite Four-Letter Words". The New Republic. ISSN 0028-6583. Diakses tanggal 2019-03-18. 
  13. ^ Jay, T. (2009). "The Utility and Ubiquity of Taboo Words" (PDF). Perspectives on Psychological Science. 4 (2): 153–161. doi:10.1111/j.1745-6924.2009.01115.x. Diakses tanggal 2012-11-19. 
  14. ^ Reid, Angus (2010). "Canadians Swear More Often Than Americans and British" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2012-11-19. 
  15. ^ a b Angier, Natalie (2005-09-25), "Cursing is a normal function of human language, experts say", New York Times, diakses tanggal 2012-11-19 
  16. ^ Richard Stephens; John Atkins & Andrew Kingston (2009). "Swearing as a Response to Pain". 20 (12): 1056–60. doi:10.1097/wnr.0b013e32832e64b1. 
  17. ^ a b Joelving, Frederik (2009-07-12), "Why the #$%! Do We Swear? For Pain Relief", Scientific American, diakses tanggal 2012-11-19 
  18. ^ Ringman, JM, Kwon, E, Flores, DL, Rotko, C, Mendez, MF & Lu, P (2010). "The Use of Profanity During Letter Fluency Tasks in Frontotemporal Dementia and Alzheimer Disease". 23 (3): 159–164. doi:10.1097/wnn.0b013e3181e11392. PMC 3594691alt=Dapat diakses gratis. PMID 20829665. 
  19. ^ Damasio, Antonio (1994) Descartes' Error: Emotion, Reason, and the Human Brain. ISBN 978-0-399-13894-2
  20. ^ "#Cursing Study: 10 Lessons About How We Use Swear Words on Twitter". Retrieved 2015-01-05.
  21. ^ "Cursing in English on Twitter" Diarsipkan 2015-01-05 di Wayback Machine.. Retrieved 2015-01-05.
  22. ^ "Second language as an exemptor from sociocultural norms. Emotion-Related Language Choice revisited". PLoS ONE. 8 (12): e8122. 2013. doi:10.1371/journal.pone.0081225. PMC 3859501alt=Dapat diakses gratis. PMID 24349044. 
  23. ^ Pinker, Steven (2007) The Stuff of Thought. Viking Press. ISBN 978-0-670-06327-7
  24. ^ Montagu, Ashley (2001). The Anatomy of Swearing. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. hlm. 298. ISBN 0-8122-1764-0. 
  25. ^ "Minced oath". The Phrase Finder. 
  26. ^ Pleydell-Pearce, Christopher W.; Bowers, Jeffrey S. (2011-07-20). "Swearing, Euphemisms, and Linguistic Relativity". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 6 (7): e22341. doi:10.1371/journal.pone.0022341. ISSN 1932-6203. 
  27. ^ Pleydell-Pearce, Christopher W.; Bowers, Jeffrey S. (2011-07-20). "Swearing, Euphemisms, and Linguistic Relativity". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 6 (7): e22341. doi:10.1371/journal.pone.0022341. ISSN 1932-6203. 
  28. ^ Feldman, Gilald (Oct 2016). "Profanity and honesty" (PDF). Stanford: 44. 
  29. ^ Hughes, Geoffrey (2015-03-26). An Encyclopedia of Swearing: The Social History of Oaths, Profanity, Foul Language, and Ethnic Slurs in the English-speaking World (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781317476788. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hughes, Geoffrey (1998-03-26). Swearing: A Social History of Foul Language, Oaths and Profanity in English (dalam bahasa Inggris). Penguin UK. ISBN 9780141954325.