Lompat ke isi

Bani Salamah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
Baris 93: Baris 93:
*[[Abdullah bin Amr bin Haram]]
*[[Abdullah bin Amr bin Haram]]
*[[Jabir bin Abdullah]]
*[[Jabir bin Abdullah]]
*[[Bisyr bin Al Barra']] bin Ma'rur
*[[Bisyr bin Al Barra']] [[Al Barra' bin Ma'rur|bin Ma'rur]]
*[[Abu Qatadah]] [[Bani Salamah|As Salami]] [[Anshar|Al Anshari]]
*[[Abu Qatadah]] [[Bani Salamah|As Salami]] [[Anshar|Al Anshari]]



Revisi terkini sejak 14 Juli 2024 09.37

Bani Salamah atau Banu Salamah ( Bahasa Arab : بني سلمة - بنو سلمة ) ialah salah satu suku atau klan Azadi atau Azd (Qahtani - Qahtan) yang mendiami daerah dekat kota Madinah. Tepatnya, di bagian Utara kota Madinah, dekat Gunung Sala' yang berjarak sekitar 700 meter dari Masjid Nabawi. Mereka memiliki masjid yang terkenal yang disebut dengan Masjid Qiblatain (Masjid Banu Salamah).

Banu Salamah (Bani Salamah)
بنو سلمة
Masjid Qiblatain di kota Madinah, salah satu peninggalan Bani Salamah
Suku - Klan - Kabilah
NisbahSalami - As Salami
Khazraji ( bagian dari bani Khazraj ) - ( السلمي )
Lokasi asal leluhurMadinah, Hijaz, Arab Saudi
Diturunkan dariAzd (Bani Khazraj)
Suku indukAzd, Bani Khazraj
AgamaIslam

Sejarah/Histori[sunting | sunting sumber]

Bani Salamah merupakan klan yang diturunkan langsung dari Bani Khazraj bin Haritsah bin Tsa'labah bin Amr Muzaiqiya Al Azadi Al Kahlani Al Qahtani.

Pendiri klan ini, Salamah merupakan putra dari Sa'ad bin Ali Al Azdi. Nasab lengkapnya sampai kepada Al Khazraj ialah "Salamah bin Sa'ad bin Ali bin Asad bin Rasyid bin Yazid bin Tazd bin Jashm bin Al-Khazraj Al Azdi Al Qahtani".

Mereka awalnya merupakan para penyembah berhala dan melakukan berbagai macam aktivitas paganisme lainnya sebelum Islam datang. Namun, setelah Islam datang, mereka semua berbondong-bondong masuk Islam setelah peristiwa Baiat Aqabah 1 dan 2 dilakukan.

Sahabat Nabi yang terkenal yang berasal dari suku ini, salah satunya ialah "Amru bin al-Jamuh" yang syahid di perang Uhud atau dapat dikatakan sebagai syuhada Uhud. Selain itu, ada juga Sahabat Nabi lainnya yang menjadi elit-petinggi Bani Salamah, Al Barra bin Ma'rur yang terkenal sebagai orang yang ikut Baiat Aqabah 2 dan menginfaq-kan sepertiga hartanya untuk Rasulullah. Dan ada anaknya, Bisyr bin Al Barra', seorang syuhada Khaibar. Ada juga, Abdullah bin Amr bin Haram As Salami Al Khazraji, seorang petinggi Bani Salamah, dan anaknya yang bernama Jabir bin Abdullah As Salami, seorang redaktur hadis terkenal.[1]

Genealogi/Nasab[sunting | sunting sumber]

Bani Salamah merupakan kabilah atau suku di Madinah yang merupakan keturunan dari Bani Khazraj. Karena merupakan keturunan dari Al Khazraj, maka mereka termasuk ke dalam bagian dari Arab Qahtaniyah atau Arab asli yang berasal dari Yaman. Mereka masuk ke dalam jalur Arab Qahtaniyah melalui salah satu keturunan besar arab Qahtani, yakni Kahlan.

Secara genealogis, mereka bersaudara atau berkerabat dengan Bani Himyar dan Bani Jurhum yang merupakan keturunan dari sosok bernama Qahthan.

Nasab Kahlan ialah "Kahlan bin Saba' bin Ya'rub bin Yashjub bin Qahthan".

Peran Bani Salamah dalam Islam[sunting | sunting sumber]

Bani Salamah merupakan bagian dari Khazraj, yang dalam Sirah sendiri Bani Khazraj dan para penduduk Madinah lainnya memberikan dukungan dan menyatakan masuk Islam dan siap melindungi Rasulullah dari segala ancaman luar yang ada.

Bani Salamah sendiri memiliki banyak fortifikasi dan benteng-benteng pertahanan di daerah mereka. Secara tidak langsung, perkampungan Bani Salamah merupakan pertahanan kota Madinah di bagian barat laut dan utara.

Hubungan Bani Salamah dengan Al-Baqarah ayat 144[sunting | sunting sumber]

Karena Masjid Qiblatain merupakan masjid yang berada di perkampungan Bani Salamah, dan juga bangunannya bekas rumah dari salah satu orang Bani Salamah, secara tidak langsung Bani Salamah memperoleh keistimewaan tersendiri. Kisah suku mereka secara tidak langsung berhubungan dengan Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 144 tentang pengubahan kiblat shalat yang awalnya menghadap Baitul Maqdis menujur Baitul Haram atau Ka'bah.

Ada ibrah tersendiri tentang kisah pemindahan kiblat ini, yakni tentang 'ketaatan' dan 'kepatuhan' serta 'kesetiaan' dan keteguhan iman seorang Muslim dan mu'min kepada Allah dan Rasul-Nya.

Konsep sami'na wa atha'na sangat terkait sekali dengan kejadian Akbar ini, sekaligus menjadi ujian bagi kaum muslimin tentang ketaatan mereka terhadap perintah Allah.[2]

Secara kronologis, Wahyu tentang pemindahan kiblat itu turun saat Rasul tengah melaksanakan shalat Zuhur di Masjid Qiblatain di perkampungan Bani Salamah pada sekitar tahun 2 Hijriyah atau sekitar tahun 624 M. Sesuai dengan kisahnya, usai rakaat ke-2, rasul mendapatkan Wahyu itu (Q.S Al Baqarah ayat 144) dari Jibril Alaihissalam, seketika rasul pun membalikkan arah kiblatnya menuju Baitul Haram (Ka'bah).[3]

Bani Salamah dalam Hadis[sunting | sunting sumber]

Dalam sebuah kisah Sirah, melalui rawian Sahabat Nabi, Jabir bin Abdullah, Bani Salamah pernah ingin merelokasi tempat tinggal mereka dekat dengan Masjid Nabawi dengan tujuan agar lebih dekat dengan Rasulullah dan lebih dekat menuju pusatnya Masjid di kota Madinah itu.

حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ النَّضْرِ التَّيْمِيُّ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ كَهْمَسًا يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ يَتَحَوَّلُوا إِلَى قُرْبِ الْمَسْجِدِ قَالَ وَالْبِقَاعُ خَالِيَةٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا بَنِي سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ فَقَالُوا مَا كَانَ يَسُرُّنَا أَنَّا كُنَّا تَحَوَّلْنَا

Telah menceritakan kepada kami ['Ashim bin Nadar At Taimi] telah menceritakan kepada kami [Mu'tamir] katanya; Aku mendengar [Kahmas] menceritakan dari [Abu Nadlrah] dari [Jabir bin Abdullah] katanya; Bani Salamah berkeinginan pindah ke dekat masjid. Jabir melanjutkan; "Ketika itu, ada beberapa lahan yang masih kosong. Ketika berita ini sampai ke Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu bersabda; "Wahai Bani Salamah, Pertahankanlah rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat." Selanjutnya mereka berkata; "Setelah itu kami tak ingin lagi pindah rumah."[4]

Dalam redaksi hadis lainnya, rasul bahkan sempat berdialog dengan mereka secara langsung dan berusaha mengonfirmasikan kabar kepindahan tersebut, dan mereka pun mengiyakannya.

عن جابر رضي الله عنه قال: أراد بنو سلمة أن ينتقلوا للسكن قرب المسجد فبلغ ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال لهم: «إنه قد بلغني أنكم تُريدون أن تنتقلوا قُرب المسجد؟» فقالوا: نعم، يا رسول الله قد أردنا ذلك، فقال: «بَنِي سَلِمَة، دِيارَكُم، تُكتب آثارُكُم، ديارَكُم تُكتب آثاركُم». وفي رواية: «إن بكلِّ خَطْوَة درجة». [صحيح] - [رواه مسلم بروايتيه، ورواه البخاري بمعناه من حديث أنس-رضي الله عنه]

Dari Jābir -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Bani Salamah ingin pindah ke dekat masjid, lantas hal itu sampai kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau bersabda kepada mereka, "Sesungguhnya aku mendengar berita bahwa kalian ingin pindah ke dekat masjid?" Mereka berkata, "Benar, wahai Rasulullah, kami menginginkan itu." Beliau bersabda, "Bani Salamah, tetaplah di tempat tinggal kalian, langkah-langkah kalian dicatat! Tetaplah di tempat tinggal kalian, langkah-langkah kalian dicatat!". Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya setiap langkah itu bernilai satu derajat." ( Rawaah Bukhari - Shahih Bukhari ).[5]

Alasan Rasul menyuruh mereka tetap tinggal di lokasi mereka semula selain karena Fadilah yang akan mereka dapatkan, juga karena langkah strategis rasul dalam membuat kota Madinah menjadi besar dan memiliki titik-titik teritorial yang merata dan secara tidak langsung, juga meningkatkan pertahanan kota Madinah.

Lokasi Perkampungan Bani Salamah[sunting | sunting sumber]

Lokasi perkampungan dan benteng dari Bani Salamah ialah berada sekitar 7 kilometer (7.000 meter) arah barat laut dari Masjid Nabawi. Masjid Qiblatain dulunya merupakan salah satu rumah dari sahabat Nabi Bani Salamah yang diubah menjadi masjid.

Lokasi mereka secara geografis berada di barat laut Madinah, di areal Harrah Wabarah ( di area perbukitan ) - ( Harrah Gharbiyyah ) dan juga area barat kota Madinah. (Area timur Madinah disebut Harrah Waqim atau Harrah Syarqiyyah).

وعن علي بن أبي طالب قال قل رسول الله المدينة 
                .حرم ما بين عير إلى ثور 
                         (رواه مسلم)

Artinya : Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Madinah itu tanah haram antara ‘Air dan Tsaur.” (HR. Muslim) [HR. Bukhari, no. 6755 dan Muslim, no. 1370]

Dari sini, perkampungan Bani Salamah dapat dikatakan sebagai bagian dari wilayah Haram atau yang di sini konteksnya ialah wilayah yang spesial.

Artinya, pepohonan di dalamnya tidak boleh dirusak, tidak membunuh hewan di dalamnya dan merupakan kota yang aman sebagai bagian dari wilayah Haramain dan juga orang Kafir dilarang memasuki wilayah haram ini.[6]

Tokoh[sunting | sunting sumber]

Beberapa tokoh terkenal dari Bani Salamah yang diketahui memiliki banyak kontribusi terhadap Islam sekaligus sosok figur Sahabat Nabi yang dipenuhi dengan banyak kisah dan Ibrah ialah :

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ [1]"بنو سلمة"
  2. ^ [2]"Faedah Sirah Nabi: Ini Kisah Pemindahan Arah Kiblat dari Masjidil Aqsa ke Kabah"
  3. ^ [3]"Kisah Pemindahan Arah Kiblat"
  4. ^ [4]"Hadits Muslim Nomor 1069"
  5. ^ [5]"Hadis: Bani Salamah, tetaplah di tempat tinggal kalian, langkah-langkah kalian dicatat!"
  6. ^ [6]"Kemuliaan dan Batas Kota Madinah - www.rumaysho.com"