Lompat ke isi

Wanita hilang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Muhammad Afif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Aggi Elsa Nelle (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(34 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
Istilah "'''Wanita Hilang'''" atau "perempuan yang hilang'''"''' menunjukkan berkurangnya jumlah perempuan karena berbagai sebab di suatu wilayah atau negara. Hal ini diukur berdasarkan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan. Menurut teori yang berkembang, hal ini disebabkan oleh [[Aborsi selektif jenis kelamin|seks-selektif aborsi]], pembunuhan bayi perempuan, kesehatan dan gizi buruk bagi anak-anak perempuan. Para ahli berpendapat bahwa teknologi yang memungkinkan memilih jenis kelamin sebelum kelahiran bayi yang telah diperdagangkan sejak tahun 1970-an, adalah penyebab terbesar menurunnya jumlah anak-anak perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=A|year=2003|title=Missing women--revisited: reduction in female mortality has been counterbalanced by sex selective abortions|journal=British Medical Journal|volume=327|issue=7427|pages=1297–1299|doi=10.1136/bmj.327.7427.1297|pmc=286281|pmid=14656808}}</ref>
{{inuse}}
Istilah "'''perempuan yang hilang"''' menunjukkan kekurangan dalam jumlah perempuan relatif terhadap jumlah yang diharapkan dari perempuan di suatu wilayah atau negara. Hal ini paling sering diukur melalui laki-laki untuk perempuan rasio jenis kelamin, dan berteori disebabkan oleh [[Aborsi selektif jenis kelamin|seks-selektif aborsi]], pembunuhan bayi perempuan, dan yang tidak memadai, kesehatan dan gizi bagi anak-anak perempuan. Ia berpendapat bahwa teknologi yang memungkinkan prenatal pemilihan jenis kelamin, yang telah tersedia secara komersial sejak tahun 1970-an, adalah dorongan besar untuk hilang anak-anak perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=A|year=2003|title=Missing women--revisited: reduction in female mortality has been counterbalanced by sex selective abortions|journal=British Medical Journal|volume=327|issue=7427|pages=1297–1299|doi=10.1136/bmj.327.7427.1297|pmc=286281|pmid=14656808}}</ref>


Fenomena ini pertama kali dicatat oleh India [[Nobel Ekonomi|Nobel Prize]]–winning [[ekonom]] [[Amartya Sen]] dalam sebuah esai di ''[[The New York Review of Books]]'' pada tahun 1990,<ref name="Sen">{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|author-link=Amartya Sen|date=20 December 1990|title=More Than 100 Million Women Are Missing|url=http://ucatlas.ucsc.edu/gender/Sen100M.html|dead-url=yes|journal=New York Review of Books|volume=37|issue=20|archive-url=https://web.archive.org/web/20130504072819/http://ucatlas.ucsc.edu/gender/Sen100M.html|archive-date=4 May 2013}}</ref> dan dikembangkan lagi dalam bukunya berikutnya karya akademis. Sen awalnya diperkirakan bahwa lebih dari seratus juta perempuan yang "hilang." Kemudian para peneliti menemukan angka yang berbeda, dengan yang paling baru-baru ini memperkirakan sekitar sembilan hingga 101 juta wanita. efek Ini terkonsentrasi di negara-negara yang biasanya di [[Asia]], [[Timur Tengah]] dan utara [[Afrika]]. Namun, perbedaan juga telah ditemukan di Cina dan India [[Imigrasi|imigran]] komunitas di [[Amerika Serikat]], meskipun jauh lebih kecil daripada di Asia. Diperkirakan 2000 Cina dan India laki-laki yang belum lahir anak-anak yang dibatalkan antara tahun 1991 dan 2004, dan kekurangan dapat ditelusuri kembali sejauh 1980.<ref>https://www.aeaweb.org/articles.php?doi=10.1257/app.1.2.1</ref> Beberapa negara di [[Negara-negara bekas Uni Soviet|bekas Uni Soviet]] juga melihat penurunan dalam wanita kelahiran setelah [[Revolusi 1989|revolusi tahun 1989]], khususnya di [[Kaukasus]] wilayah.<ref>https://www.economist.com/news/europe/21586617-son-preference-once-suppressed-reviving-alarmingly-gendercide-caucasus</ref>
Fenomena ini pertama kali dicatat oleh [[ekonom]] [[Amartya Sen]], salah seorang peraih [[Nobel Ekonomi]] asal India. Dia menuliskan dalam sebuah esai di ''[[The New York Review of Books]]'' pada tahun 1990,<ref name="Sen">{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|author-link=Amartya Sen|date=20 December 1990|title=More Than 100 Million Women Are Missing|url=http://ucatlas.ucsc.edu/gender/Sen100M.html|dead-url=yes|journal=New York Review of Books|volume=37|issue=20|archive-url=https://web.archive.org/web/20130504072819/http://ucatlas.ucsc.edu/gender/Sen100M.html|archive-date=4 May 2013}}</ref> dan dikembangkan lagi dalam sebuah bukunya. Sen memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 100 juta perempuan yang "hilang." Kemudian para peneliti lain menemukan angka yang berbeda. Dugaan terbaru memperkirakan sekitar 90 hingga 101 juta wanita telah hilang. Sebagian besar terkonsentrasi di negara-negara berkembang seperti [[Asia]], [[Timur Tengah]] dan [[Afrika]] Utara. Sepanjang tahun 1991 dan 2004, di Cina dan India diperkirakan terjadi aborsi yang mengakibatkan 2000 anak perempuan batal lahir.<ref>https://www.aeaweb.org/articles.php?doi=10.1257/app.1.2.1</ref> Beberapa negara [[Negara-negara bekas Uni Soviet|bekas Uni Soviet]] juga menunjukkan tren penurunan wanita kelahiran setelah [[Revolusi 1989|revolusi tahun 1989]], khususnya di wilayah [[Kaukasus]].<ref>https://www.economist.com/news/europe/21586617-son-preference-once-suppressed-reviving-alarmingly-gendercide-caucasus</ref>


Ekonom lain, terutama Emily Oster, telah mempertanyakan Sen penjelasan, dan berpendapat bahwa kekurangan adalah karena prevalensi yang lebih tinggi dari [[hepatitis B]] virus di Asia tengah dibandingkan dengan Eropa; namun, dia kemudian penelitian menetapkan bahwa Hepatitis B tidak dapat menjelaskan lebih dari signifikan sebagian kecil dari perempuan yang hilang. para Peneliti juga berpendapat bahwa penyakit lainnya, [[AIDS|HIVS/AIDS]], alami, dan perempuan penculikan juga bertanggung jawab untuk perempuan yang hilang. Namun, anak preferensi, serta terkait alasan perawatan untuk laki-laki kesejahteraan atas perempuan, kesejahteraan, masih dianggap sebagai penyebab utama.<ref>John, Mary E., Ravinder Kaur, Rajni Palriwala, Sarawati Raju, and Alpana Sagar. 2008. ''Planning Families, Planning Gender: The Adverse Child Sex Ratio in Selected Districts of Madhya Pradesh, Rajasthan, Himachal Pradesh, Haryana, and Punjab''. New Delhi: Action
Ekonom lain, Emily Oster, mempertanyakan penjelasan Sen. Dia berpendapat bahwa kekurangan tersebut disebabkan virus [[hepatitis B]] yang cukup tinggi dan merata di Asia tengah dibandingkan [[Eropa]]. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa Hepatitis B bukanlah penyebab hilangnya perempuan. Para Peneliti juga berpendapat bahwa penyakit lainnya, [[AIDS|HIVS/AIDS]], dan penculikan perempuan juga bertanggung jawab atas hilangnya wanita. Namun, pemilihan anak laki-laki serta berbagai alasan yang berhubungan dengan kesejahteraan laki-laki lebih utama dibandingkan kesejahteraan perempuan masih dianggap sebagai penyebab utama.<ref>John, Mary E., Ravinder Kaur, Rajni Palriwala, Sarawati Raju, and Alpana Sagar. 2008. ''Planning Families, Planning Gender: The Adverse Child Sex Ratio in Selected Districts of Madhya Pradesh, Rajasthan, Himachal Pradesh, Haryana, and Punjab''. New Delhi: Action
Aid/IDRC</ref> Selain untuk kesehatan dan kesejahteraan perempuan, fenomena perempuan hilang telah menyebabkan jumlah laki-laki jauh lebih banyak dalam masyarakat dan pola pernikahan yang tidak seimbang.
Aid/IDRC</ref>


Para peneliti berpendapat bahwa meningkatkan kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja pada perempuan dapat membantu mengurangi jumlah wanita yang hilang. Namun dampak dari solusi kebijakan ini sangat berbeda antar negara karena tingkat perbedaan seksualitas antara budaya. Berbagai langkah-langkah internasional telah dilakukan untuk memerangi masalah perempuan yang hilang. Misalnya, untuk menyadarkan publik terhadap masalah perempuan yang hilang, [[Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi|OECD]] mengukur jumlah perempuan yang hilang melalui parameter "Son preference" atau "pilihan anak" di indeks [[SIGI.]]
Selain untuk kesehatan dan kesejahteraan perempuan, perempuan yang hilang fenomena yang telah menyebabkan kelebihan dari laki-laki dalam masyarakat dan tidak seimbang pernikahan pasar. Karena asosiasi perempuan yang hilang dengan perempuan mengabaikan, negara-negara dengan tingkat yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang juga cenderung memiliki tingkat yang lebih tinggi dari perempuan dalam kesehatan yang buruk, yang mengarah ke tingkat yang lebih tinggi dari bayi dalam kesehatan yang buruk.


== Latar Belakang ==
Peneliti berpendapat bahwa peningkatan pendidikan perempuan dan wanita peluang kerja dapat membantu mengurangi jumlah perempuan yang hilang, tapi efek dari kebijakan ini solusi yang sangat berbeda antara negara karena tingkat yang berbeda dari mendarah daging seksisme antara budaya. Berbagai langkah-langkah internasional telah dilembagakan untuk memerangi masalah perempuan yang hilang. misalnya, untuk membawa kesadaran terhadap masalah perempuan yang hilang, [[Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi|OECD]] mengukur jumlah perempuan yang hilang melalui "Anak preferensi" parameter di SIGI indeks.
Menurut Sen, meskipun wanita merupakan mayoritas dari populasi dunia, proporsi populasi perempuan di masing-masing negara bervariasi. Beberapa negara memiliki jumlah perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. Hal Ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih baik daripada laki-laki meskipun memiliki jumlah nutrisi dan perhatian medis yang sama.<ref name=":0">{{cite journal|last=Waldron|first=Ingrid|year=1983|title=Sex differences in human mortality: The role of genetic factors|url=http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6VBF-4665DFS-NT&_user=1047253&_coverDate=12%2F31%2F1983&_rdoc=1&_fmt=high&_orig=gateway&_origin=gateway&_sort=d&_docanchor=&view=c&_searchStrId=1708949007&_rerunOrigin=google&_acct=C000050919&_version=1&_urlVersion=0&_userid=1047253&md5=8bc4a448ab82f1c5a46dad1c803f2e00&searchtype=a|journal=Social Science & Medicine|volume=17|issue=6|pages=321–333|doi=10.1016/0277-9536(83)90234-4|accessdate=7 April 2011|archive-date=2020-04-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20200414043656/https://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6VBF-4665DFS-NT&_user=1047253&_coverDate=12%2F31%2F1983&_rdoc=1&_fmt=high&_orig=gateway&_origin=gateway&_sort=d&_docanchor=&view=c&_searchStrId=1708949007&_rerunOrigin=google&_acct=C000050919&_version=1&_urlVersion=0&_userid=1047253&md5=8bc4a448ab82f1c5a46dad1c803f2e00&searchtype=a|dead-url=yes}}</ref> Untuk mengetahui perbedaan ini dari rasio seks alami, hitungan "wanita hilang" diukur sebagai perbandingan jenis kelamin pria ke wanita atau sebaliknya dibandingkan dengan rasio jenis kelamin alami. Tidak seperti tingkat kematian perempuan, perkiraan "wanita yang hilang" mencakup jumlah aborsi, yang menurut Sen sebagai faktor besar yang berkontribusi terhadap perbedaan rasio jenis kelamin di berbagai negara. Selanjutnya, tingkat kematian perempuan gagal memperhitungkan efek antargenerasi dari diskriminasi perempuan, sementara perbandingan rasio jenis kelamin suatu negara dengan rasio seks alami akan meningkat.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|date=2003|title=Missing women: Revisiting the Debate|url=|journal=Feminist Economics|issue=9(2-3)|pages=263–299|doi=|pmid=}}</ref>


Penelitian asli Sen menemukan bahwa walaupun ada lebih banyak wanita daripada laki-laki di negara-negara Eropa dan Amerika Utara (sekitar 0,98 pria sampai 1 wanita di sebagian besar negara), rasio jenis kelamin negara-negara berkembang di Asia, dan juga Timur Tengah, jauh lebih tinggi (dalam jumlah laki-laki untuk masing-masing perempuan). Misalnya, di China, perbandingan pria terhadap wanita adalah 1,06, jauh lebih tinggi daripada negara lainnya. Perbandingan ini jauh lebih tinggi daripada yang lahir setelah tahun 1985, ketika [[Ultrasonik|USG]] teknologi tersedia secara luas. Dengan menggunakan data termutakhir, menunjukkan bahwa di China terdapat 50 juta wanita "hilang" - yang seharusnya ada tapi tidak ada. Ditambahkan dengan jumlah yang sama dari [[Asia Selatan]] dan Barat menghasilkan sejumlah wanita "hilang" lebih dari 100 juta orang. Menurut Sen, "Angka-angka ini memberi tahu kita, secara diam-diam, sebuah kisah mengerikan tentang ketidaksetaraan dan kelalaian yang menyebabkan kematian manusia secara berlebihan."
== Masalah dan prevalensi ==
Menurut Sen, meskipun wanita membuat mayoritas dari populasi dunia, proporsi perempuan di masing-masing negara populasi bervariasi secara drastis dari satu negara ke negara, dengan berbagai negara yang memiliki perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. hal Ini bertentangan dengan penelitian bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat kelangsungan hidup dari laki-laki, mengingat jumlah yang sama nutrisi dan medis.<ref name=":0">{{cite journal|last=Waldron|first=Ingrid|year=1983|title=Sex differences in human mortality: The role of genetic factors|url=http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6VBF-4665DFS-NT&_user=1047253&_coverDate=12%2F31%2F1983&_rdoc=1&_fmt=high&_orig=gateway&_origin=gateway&_sort=d&_docanchor=&view=c&_searchStrId=1708949007&_rerunOrigin=google&_acct=C000050919&_version=1&_urlVersion=0&_userid=1047253&md5=8bc4a448ab82f1c5a46dad1c803f2e00&searchtype=a|journal=Social Science & Medicine|volume=17|issue=6|pages=321–333|doi=10.1016/0277-9536(83)90234-4|accessdate=7 April 2011}}</ref> Untuk menangkap perbedaan ini dari alam rasio seks, hitungan "perempuan yang hilang" diukur sebagai perbandingan dari suatu negara laki-laki (atau perempuan-ke-laki-laki) rasio jenis kelamin dibandingkan dengan alami sex ratio. Tidak seperti perempuan tingkat kematian, perkiraan "perempuan yang hilang" termasuk hitungan seks-spesifik aborsi, yang Sen mengutip sebagai besar faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan jenis kelamin rasio dari satu negara ke negara. Selain itu, perempuan tingkat mortalitas gagal untuk memperhitungkan antargenerasi efek dari diskriminasi perempuan, sedangkan perbandingan dari suatu negara rasio jenis kelamin alami untuk seks rasio.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|date=2003|title=Missing women: Revisiting the Debate|url=|journal=Feminist Economics|issue=9(2-3)|pages=263–299|doi=|pmid=}}</ref>


=== Prediksi Jumlah Wanita Hilang ===
Sen asli penelitian menemukan bahwa sementara biasanya ada lebih banyak perempuan daripada laki-laki di Eropa dan negara-negara Amerika Utara ([[Daftar negara menurut perbandingan gender dalam populasi|di sekitar 0.98 pria 1 wanita untuk sebagian besar negara]]), rasio jenis kelamin dari negara-negara berkembang di Asia, serta Timur Tengah, jauh lebih tinggi (dalam jumlah laki-laki untuk setiap perempuan). Misalnya, di Cina, rasio pria terhadap wanita adalah 1,06, jauh lebih tinggi dari sebagian besar negara. Rasio ini jauh lebih tinggi daripada mereka yang lahir setelah tahun 1985, ketika [[Ultrasonik|usg]] teknologi menjadi tersedia secara luas. Menggunakan angka-angka yang sebenarnya, ini berarti bahwa di China saja, ada 50 juta wanita "hilang" - yang harus ada tetapi tidak. Menambahkan nomor yang sama dari Asia Selatan dan Asia Barat hasil dalam jumlah yang "hilang" wanita lebih tinggi dari 100 juta.
Sejak penelitian asli Sen, penelitian lanjutan di lapangan telah menghasilkan perkiraan yang bervariasi mengenai jumlah total wanita yang hilang. Sebagian besar variasi ini disebabkan oleh asumsi yang mendasari rasio kelahiran bayi "normal" dan tingkat kematian pasca melahirkan.


Perhitungan Sen menggunakan data tahun 1980-an dan 1990-an untuk wanita hilang dengan rasio jenis kelamin rata-rata di Eropa Barat dan Amerika Utara sebagai rasio jenis kelamin alami. Dengan mengasumsikan bahwa di negara-negara ini, pria dan wanita mendapat perawatan yang sama. Setelah penelitian lebih lanjut, dia memperbarui angka-angka ini dengan rasio seks Afrika Sub-Sahara. Dengan menggunakan rasio seks di negara-negara ini sebagai data dasar dan populasi pria-wanita dari negara lain sebagai data, dia menyimpulkan bahwa lebih dari 100 juta wanita hilang, terutama di Asia.<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|year=1990|title=More than 100 million women are missing.|journal=The New York Review of Books|volume=37}}</ref> Namun, belakangan menunjukkan bahwa Eropa cenderung memiliki tingkat mortalitas laki-laki yang lebih tinggi karena banyak perang dan umumnya merupakan perilaku berisiko. Hal ini disebabkan oleh pekerja laki-laki bermigrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan, ke luar negeri, dan perang dunia. Budaya "maskulinitas tinggi" ada di negara-negara ini, sementara di sisi lain, negara seperti India, tradisi mengenai perlakuan diskriminatif terhadap anak perempuan lebih kuat dari akhir 1950 sampai pertengahan 1980-an.<ref name=":2">{{cite journal|last=Coale|first=Ansley|year=1991|title=Excess Female Mortality and the Balance of the Sexes in the Population: An Estimate of the Number of "Missing Females|url=https://archive.org/details/sim_population-and-development-review_1991-09_17_3/page/517|journal=Population and Development review|series=3|volume=17|pages=517–523|doi=10.2307/1971953}}</ref>
Menurut Sen, "angka-angka Ini memberitahu kita, diam-diam, cerita yang mengerikan dari ketimpangan dan mengabaikan yang mengarah ke kelebihan kematian perempuan."


Sebagai hasil dari perbedaan antara negara-negara ini, demograf Amerika, Coale kembali memperkirakan jumlah asli wanita yang hilang dari Sen menggunakan metodologi yang berbeda. Dengan menggunakan data dari Tabel Kehidupan Model Regional (Regional Model Life Tables) yang merupakan metode buatannya. Coale menemukan bahwa rasio jenis kelamin pria ke wanita alami, yang memperhitungkan tingkat kesuburan dan keadaan negara yang berbeda, memiliki nilai yang diharapkan sebesar 1,059. Dengan menggunakan nomor tersebut, dia kemudian mencapai perkiraan 60 juta wanita hilang, jauh lebih rendah dari perkiraan asli Sen. Namun, beberapa tahun kemudian, [http://wiki-goettingen.de/index.php?title=Stephan_Klasen Klasen] menghitung ulang jumlah perempuan yang hilang menggunakan metode Coale dengan data yang diperbarui. Ia menemukan 69.3 juta perempuan yang hilang. Lebih tinggi dari Coale ini perkiraan semula.<ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|date=1994|title="Missing Women" reconsidered|journal=Word Development|issue=22(7)|pages=1061–1071}}</ref> Dia juga mencatat masalah dengan Model Model Life Tables; didasari pada negara-negara dengan tingkat kematian perempuan yang lebih tinggi, yang membuat Coale kehilangan jumlah wanita hilang lebih sedikit. Klasen dan Wink mencatat bahwa metodologi Sen dan Coale cacat karena Sen dan Coale berasumsi bahwa rasio seks yang optimal konstan sepanjang waktu dan ruang, yang sering kali tidak mereka rasakan.
=== Perkiraan dari perempuan yang hilang ===
Sejak Sen penelitian asli, melanjutkan penelitian di lapangan telah menyebabkan berbagai perkiraan total jumlah perempuan yang hilang. Banyak dari variasi ini adalah karena asumsi-asumsi yang mendasari untuk "normal" kelahiran seks rasio-rasio dan diharapkan pasca-kelahiran tingkat kematian untuk laki-laki dan perempuan.


Klasen dan Wink melakukan penelitian pada tahun 2003 dengan data sensus yang diperbarui. Dengan menggunakan harapan hidup untuk instrumen rasio seks saat lahir (yang memperhitungkan rasio seks non-konstan serta bias dari Tabel Kehidupan Model Regional), mereka memperkirakan 101 juta wanita hilang di seluruh dunia. Kesimpulannya, mereka menemukan tren yang menunjukkan bahwa Asia Barat, Afrika Utara dan sebagian besar Asia Selatan memiliki rasio seks yang setara, sedangkan rasio China dan Korea Selatan memburuk. Faktanya, Klasen dan Wink mencatat bahwa China bertanggungjawab atas 80% kenaikan perempuan yang hilang antara tahun 1994 dan 2003. Aborsi selektif digunakan sebagai alasan karena ketiadaan perbaikan di India dan China, sementara peluang pendidikan dan ketenagakerjaan perempuan meningkat sebagai alasan untuk peningkatan rasio di negara-negara dengan rasio rendah lainnya seperti Sri Lanka.<ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Claudia Wink|date=2002|title=A turning point in gender bias in mortality? An update on the number of missing women|url=https://archive.org/details/sim_population-and-development-review_2002-06_28_2/page/285|journal=Population and Development Review|series=2|volume=28|pages=285–312|doi=10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x}}</ref> Klasen dan Wink juga mencatat bahwa ada hal yang serupa dengan hasil Sen dan Coale, Pakistan memiliki persentase perempuan hilang terbanyak di dunia dibandingkan dengan total populasi wanita pra-dewasa.<ref>{{Cite journal|last=Klausen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|year=2003|title=Missing Women: Revisiting the Debate|journal=Feminist Economics|volume=9|page=270|doi=10.1080/1354570022000077999}}</ref>
Sen asli perhitungan yang menggunakan tahun 1980-an dan 1990-an data untuk hilang wanita yang diindeks menggunakan rata-rata sex ratio di Eropa Barat dan Amerika Utara sebagai alam rasio jenis kelamin, melalui asumsi bahwa di negara-negara laki-laki dan perempuan menerima perawatan yang sama. Setelah penelitian lebih lanjut, dia diperbarui angka-angka ini dengan Sub-Sahara Afrika seks rasio. Menggunakan negara-negara ini' seks rasio-rasio sebagai dasar dan laki-laki populasi dari negara-negara lain sebagai data, ia menyimpulkan bahwa lebih dari 100 juta perempuan yang hilang, terutama di Asia.<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|year=1990|title=More than 100 million women are missing.|journal=The New York Review of Books|volume=37}}</ref> Namun, kemudian penulis menunjukkan bahwa Eropa cenderung memiliki tingkat yang lebih tinggi dari angka kematian laki-laki karena beberapa perang dan umumnya perilaku berisiko. Karena pekerja laki-laki yang bermigrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, [[imigrasi]], dan perang dunia, budaya tinggi "maskulinitas" ada di negara-negara ini, sementara di sisi lain, di negara lain seperti India, tradisi mengenai perlakuan diskriminatif dari anak-anak perempuan yang lebih kuat dari akhir 1950-an sampai pertengahan 1980-an.<ref name=":2">{{cite journal|last=Coale|first=Ansley|year=1991|title=Excess Female Mortality and the Balance of the Sexes in the Population: An Estimate of the Number of "Missing Females|journal=Population and Development review|series=3|volume=17|pages=517–523|doi=10.2307/1971953}}</ref>


Perkiraan selanjutnya cenderung memiliki jumlah wanita hilang yang lebih banyak. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada tahun 2005 memperkirakan bahwa lebih dari 90 juta perempuan "hilang" dari populasi yang diharapkan di [[Afganistan|Afghanistan]], [[Bangladesh]], [[Republik Rakyat Tiongkok|Cina]], [[India]], [[Pakistan]], [[Korea Selatan]] dan [[Republik Tiongkok|Taiwan]].<ref name="hudsonboer">VALERIE M. HUDSON and ANDREA M. DEN BOER [http://kar.kent.ac.uk/11409/1/WW-missingwomen-05.pdf Missing Women and Bare Branches: Gender Balance and Conflict] ECSP Report, Issue 11</ref> Di sisi lain, Guilmoto dalam laporannya tahun 2010 menggunakan data terbaru (kecuali untuk Pakistan), dan memperkirakan jumlah gadis hilang yang jauh lebih rendah di negara-negara Asia dan non-Asia, tetapi mencatat bahwa rasio seks yang lebih tinggi di banyak negara telah menciptakan gender kesenjangan (kekurangan anak perempuan) pada kelompok usia 0-19 tahun. Tabel di bawah ini merupakan hasilnya:
Akibatnya, disparitas antara negara-negara, Amerika demografi Coale re-estimasi Sen asli jumlah perempuan yang hilang dengan menggunakan metodologi yang berbeda. Menggunakan data dari Regional Model Life Tables, Coale menemukan bahwa alam laki-laki untuk perempuan rasio jenis kelamin, akuntansi untuk negara yang berbeda tingkat kesuburan dan keadaan, memiliki nilai yang diharapkan dari 1,059. Menggunakan nomor tersebut, ia kemudian tiba di sebuah perkiraan dari 60 juta perempuan yang hilang, jauh lebih rendah dari Sen perkiraan semula. Namun, beberapa tahun kemudian, [http://wiki-goettingen.de/index.php?title=Stephan_Klasen Klasen] dihitung ulang jumlah perempuan yang hilang menggunakan Coale metodologi dengan data yang diperbarui. Ia menemukan 69.3 juta perempuan yang hilang, yang lebih tinggi dari Coale ini perkiraan semula.<ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|date=1994|title="Missing Women" reconsidered|journal=Word Development|issue=22(7)|pages=1061–1071}}</ref> Dia juga mencatat masalah dengan Regional Model Life Tables; mereka didasarkan pada negara-negara dengan tingkat kematian perempuan, yang akan bias Coale ini jumlah perempuan yang hilang ke bawah. Selain itu, Klasen dan Mengedipkan mata mencatat bahwa kedua Sen dan Coale ini metodologi yang cacat karena Sen dan Coale berasumsi bahwa yang optimal seks rasio-rasio yang konstan melintasi ruang dan waktu, yang mereka sering tidak.

Klasen dan Mengedipkan mata dilakukan sebuah studi pada tahun 2003 yang diperbarui dengan data sensus. Menggunakan angka harapan hidup untuk instrumen untuk rasio jenis kelamin saat lahir (yang akan account untuk non-konstan rasio jenis kelamin serta bias dari Regional Model Life Tables), mereka diperkirakan 101 juta hilang wanita di seluruh dunia. secara Keseluruhan, mereka menemukan tren yang menunjukkan bahwa sementara Asia Barat, Afrika Utara dan sebagian Asia Selatan lihat lebih sama dengan seks rasio, China dan Korea Selatan rasio memburuk. Bahkan, Klasen dan Mengedipkan mata mencatat bahwa China bertanggung jawab untuk 80% dari kenaikan perempuan yang hilang dari antara tahun 1994 dan 2003. Seks-selektif aborsi yang diberikan sebagai alasan untuk kurangnya perbaikan di India dan China, sementara perempuan di bidang pendidikan dan kesempatan kerja yang dikutip sebagai alasan untuk rasio perbaikan lainnya yang sebelumnya rendah rasio negara-negara seperti Sri Lanka.<ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Claudia Wink|date=2002|title=A turning point in gender bias in mortality? An update on the number of missing women|journal=Population and Development Review|series=2|volume=28|pages=285–312|doi=10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x}}</ref> Klasen dan Mengedipkan mata juga mencatat bahwa yang mirip dengan kedua Sen dan Coale hasil, Pakistan telah tertinggi di dunia persentase dari gadis-gadis yang hilang relatif terhadap total pra-dewasa penduduk perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Klausen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|year=2003|title=Missing Women: Revisiting the Debate|journal=Feminist Economics|volume=9|page=270|doi=10.1080/1354570022000077999}}</ref>

Kemudian perkiraan cenderung memiliki angka yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang. Sebagai contoh, sebuah studi tahun 2005 diperkirakan bahwa lebih dari 90 juta perempuan yang "hilang" dari populasi yang diharapkan di [[Afganistan|Afghanistan]], [[Bangladesh]], [[Republik Rakyat Tiongkok|Cina]], [[India]], [[Pakistan]], [[Korea Selatan]] dan [[Republik Tiongkok|Taiwan]] saja.<ref name="hudsonboer">VALERIE M. HUDSON and ANDREA M. DEN BOER [http://kar.kent.ac.uk/11409/1/WW-missingwomen-05.pdf Missing Women and Bare Branches: Gender Balance and Conflict] ECSP Report, Issue 11</ref> Di sisi lain, Guilmoto di tahun 2010 laporan menggunakan data terakhir (kecuali untuk Pakistan), dan perkiraan yang jauh lebih rendah jumlah gadis-gadis yang hilang di Asia dan non-negara Asia, tetapi catatan bahwa semakin tinggi rasio seks di berbagai negara telah menciptakan kesenjangan gender - kekurangan-gadis - di 0-19 kelompok usia. Sebuah tabel yang merangkum hasil-nya adalah di bawah ini:
{| class="wikitable sortable" style="margin-bottom: 10px;"
{| class="wikitable sortable" style="margin-bottom: 10px;"
! '''Negara'''
! '''Negara'''
! '''Kesenjangan Gender'''<br>
! '''Kesenjangan Gender'''<br>
0-19 kelompok umur (tahun 2010)<ref name="czg">Christophe Z Guilmoto, [https://www.unfpa.org/webdav/site/global/shared/documents/Guilmoto_Revised_presentation_Hanoi_Oct2011.pdf Sex imbalances at birth Trends, consequences and policy implications] Error in webarchive template: Check <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;url=</code> value. Empty.
0-19 kelompok umur (tahun 2010)<ref name="czg">Christophe Z Guilmoto, [https://www.unfpa.org/webdav/site/global/shared/documents/Guilmoto_Revised_presentation_Hanoi_Oct2011.pdf Sex imbalances at birth Trends, consequences and policy implications] {{Webarchive|url=https://wayback.archive-it.org/all/20120604063319/https://www.unfpa.org/webdav/site/global/shared/documents/Guilmoto_Revised_presentation_Hanoi_Oct2011.pdf |date=2012-06-04 }} Error in webarchive template: Check <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;url=</code> value. Empty.
United Nations Population Fund, Hanoi (October 2011)</ref>
[[Kategori:Webarchive template errors]]
United Nations Population Fund, Hanoi (October 2011)</ref>
! %<br>
! %<br>
perempuan
perempuan
Baris 74: Baris 68:
|}
|}


=== Perbedaan dalam negara/negara ===
=== Perbedaan di berbagai negara ===
Bahkan di dalam negara, prevalensi perempuan yang hilang dapat bervariasi secara drastis. Das Gupta mengamati bahwa preferensi untuk anak laki-laki dan mengakibatkan kekurangan gadis itu lebih jelas dalam lebih berkembang [[Haryana]] dan [[Punjab (India)|Punjab]] daerah India daripada di daerah-daerah miskin. Prasangka ini adalah yang paling umum di antara lebih terdidik dan makmur wanita dan ibu-ibu di dua daerah. Di wilayah Punjab, gadis-gadis tidak menerima perawatan rendah jika seorang gadis dilahirkan sebagai anak pertama dalam keluarga, ketika orang tua masih memiliki harapan tinggi untuk mendapatkan anak nanti. Namun, kelahiran berikutnya dari gadis-gadis yang tak diinginkan, karena masing-masing seperti kelahiran berkurang kesempatan dari keluarga yang memiliki seorang putra. Karena lebih kaya dan berpendidikan wanita akan memiliki lebih sedikit anak, mereka oleh karena itu di bawah lebih akut tekanan untuk menghasilkan anak sedini mungkin. Sebagai pencitraan usg dan teknik lainnya semakin diperbolehkan awal prediksi jenis kelamin anak, lebih makmur keluarga memilih untuk melakukan aborsi. Atau, jika gadis itu lahir, keluarga yang akan mengurangi kesempatannya untuk bertahan hidup dengan tidak memberikan cukup medis atau perawatan gizi. Akibatnya, di India ada lebih banyak perempuan yang hilang dalam mengembangkan daerah perkotaan, daripada di daerah pedesaan.<ref name="Rosenberg">[https://www.nytimes.com/2009/08/23/magazine/23FOB-idealab-t.html?_r=1&scp=1&sq=The%20Daughter%20Deficit&st=cse "The Daughter Deficit"] by Tina Rosenberg, The New York Times Magazine, August 23, 2009.</ref><ref>{{Cite journal|last=Das Gupta|first=Monica|date=2005|title=Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data|journal=Population and development review|issue=31(3)|pages=529–535}}</ref>
Bahkan di dalam negara, perempuan yang hilang dapat bervariasi secara drastis. Das Gupta mengamati bahwa anak laki-laki dan kekurangan anak perempuan yang dihasilkan lebih terasa di daerah seperti [[Haryana]] dan [[Punjab (India)|Punjab]], India yang lebih maju dibandingkan daerah-daerah miskin lainnya. Prasangka ini paling banyak terjadi di kalangan wanita dan ibu berpendidikan dan makmur di dua wilayah tersebut. Di wilayah Punjab, anak perempuan tidak mendapat perlindungan ketat jika seorang gadis lahir sebagai anak pertama di keluarga tertentu. Pada saat itu orang tua masih memiliki harapan tinggi untuk mendapatkan anak laki-laki. Namun, kelahiran anak perempuan berikutnya tidak disukai, karena setiap kelahiran tersebut mengurangi kesempatan keluarga memiliki anak laki-laki. Karena lebih banyak wanita kaya dan berpendidikan akan memiliki keturunan lebih sedikit. Sejak munculnya USG dan teknik lainnya semakin memungkinkan memprediksi lebih awal jenis kelamin anak, keluarga yang lebih makmur memilih aborsi jika perkiraan menunjukkan anaknya perempuan. Bahkan ketika anak perempuan itu lahir, keluarga tersebut akan mengurangi kesempatan bertahannya dengan tidak menyediakan perawatan medis atau gizi yang memadai. Akibatnya, di India ada lebih banyak perempuan hilang di daerah perkotaan yang sedang berkembang, daripada di daerah pedesaan.<ref name="Rosenberg">[https://www.nytimes.com/2009/08/23/magazine/23FOB-idealab-t.html?_r=1&scp=1&sq=The%20Daughter%20Deficit&st=cse "The Daughter Deficit"] by Tina Rosenberg, The New York Times Magazine, August 23, 2009.</ref><ref>{{Cite journal|last=Das Gupta|first=Monica|date=2005|title=Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data|journal=Population and development review|issue=31(3)|pages=529–535}}</ref>


Di sisi lain, di Cina, di daerah pedesaan yang lebih besar dari perempuan yang hilang masalah dari daerah perkotaan. China perbedaan regional menyebabkan sikap yang berbeda terhadap kebijakan satu-anak. Daerah perkotaan telah ditemukan untuk menjadi lebih mudah untuk menegakkan kebijakan, karena danwei sistem, umumnya lebih berpendidikan penduduk perkotaan pemahaman bahwa salah satu anak-anak lebih mudah untuk merawat dan menjaga kesehatan dari dua. Di banyak daerah pedesaan di mana pertanian adalah tenaga kerja-intensif dan pasangan tergantung pada keturunan laki-laki untuk merawat mereka di usia tua, anak-anak laki-laki yang disukai wanita.
Di sisi lain, daerah pedesaan di China memiliki masalah perempuan yang hilang lebih besar daripada di daerah perkotaan. hal itu juga didukung oleh program Pemerintah China atas kebijakan satu anak. Daerah perkotaan telah terbukti lebih mudah untuk menerapkan kebijakan tersebut karena sistem Danwei, populasi perkotaan umumnya berpendidikan - memahami bahwa satu anak lebih mudah dirawat dan tetap sehat daripada dua. Di daerah pedesaan dimana pertanian dan pasangan bergantung pada keturunan laki-laki untuk merawatnya di usia tua, anak laki-laki lebih disukai perempuan.


Bahkan negara-negara maju menghadapi masalah dengan perempuan yang hilang. Bias terhadap gadis-gadis ini sangat jelas di kalangan relatif sangat berkembang, kelas menengah yang didominasi negara-negara ([[Republik Tiongkok|Taiwan]], [[Korea Selatan]], [[Singapura]], [[Armenia]], [[Azerbaijan]], [[Georgia]]) dan imigran Asia masyarakat di [[Amerika Serikat]] dan [[Britania Raya|Inggris]]. Hanya baru-baru ini dan di beberapa negara (khususnya Korea Selatan) memiliki perkembangan dan kampanye pendidikan mulai mengubah air pasang, sehingga lebih normal rasio jenis kelamin.
Bahkan [[negara maju]] menghadapi masalah dengan wanita yang hilang. Bias terhadap anak perempuan sangat nyata di kalangan negara-negara yang didominasi kelas menengah yang relatif maju ([[Republik Tiongkok|Taiwan]], [[Korea Selatan]], [[Singapura]], [[Armenia]], [[Azerbaijan]], [[Georgia]]) dan imigran masyarakat Asia di [[Amerika Serikat]] dan [[Britania Raya|Inggris]]. Hanya baru-baru ini dan di beberapa negara (terutama Korea Selatan) memiliki kampanye pengembangan dan pengajaran mulai berubah arah, menghasilkan rasio gender yang lebih normal.


=== Bawah-pelaporan ===
=== Upaya Mengelabui Data ===
Beberapa bukti menunjukkan bahwa di Asia, terutama di Cina dengan [[Kebijakan satu anak|kebijakan satu-anak]], tambahan kesuburan perilaku, kematian bayi, dan laki-laki kelahiran informasi yang mungkin tersembunyi atau tidak dilaporkan. Bukan kebijakan memperluas wanita peluang untuk mendapatkan pekerjaan kebijakan, dari tahun 1979 dan seterusnya kebijakan satu anak telah ditambahkan pada anak preferensi menyebabkan jumlah terbesar dari perempuan yang hilang di negara manapun.<ref>{{Cite journal|last=Bulte|first=Erwin|last2=Nico Heenrink|last3=Xiaobo Zhang|date=2011|title=China's One‐Child Policy and ‘the Mystery of Missing Women': Ethnic Minorities and Male‐Biased Sex Ratios*.|journal=Oxford Bulletin of Economics and Statistics|series=1|volume=73|pages=21–39|doi=10.1111/j.1468-0084.2010.00601.x}}</ref>
Beberapa bukti menunjukkan bahwa di Asia, terutama di Cina dengan [[Kebijakan satu anak|kebijakan satu-anak]], perilaku kesuburan, kematian bayi, dan informasi kelahiran perempuan mungkin disembunyikan atau tidak dilaporkan. Alih-alih kebijakan memperluas kesempatan perempuan untuk mendapatkan kebijakan ketenagakerjaan yang menguntungkan, dari tahun 1979 dan seterusnya, kebijakan satu anak telah menambahkan preferensi anak laki-laki yang menyebabkan jumlah perempuan hilang terbanyak di negara manapun.<ref>{{Cite journal|last=Bulte|first=Erwin|last2=Nico Heenrink|last3=Xiaobo Zhang|date=2011|title=China's One‐Child Policy and ‘the Mystery of Missing Women': Ethnic Minorities and Male‐Biased Sex Ratios*.|journal=Oxford Bulletin of Economics and Statistics|series=1|volume=73|pages=21–39|doi=10.1111/j.1468-0084.2010.00601.x}}</ref>
Sebagai orang tua yang ingin memiliki anak laki-laki dan diperbolehkan hanya satu anak, beberapa pertama lahir perempuan tidak dilaporkan dengan harapan bahwa mereka berikutnya anak akan menjadi anak.<ref>{{Cite journal|last=Merli|first=Giovanna|last2=Adrian E. Raftery|year=2000|title=Are births underreported in rural China? Manipulation of statistical records in response to China's population policies.|journal=Demography|series=1|volume=37|issue=1|pages=109–126|doi=10.2307/2648100|pmid=10748993}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Goodkind|first=Daniel|year=2011|title=Child underreporting, fertility, and [[sex ratio]] imbalance in [[China]].|journal=Demography|series=1|volume=48|pages=291–316|doi=10.1007/s13524-010-0007-y}}</ref> Hidup anak-anak yang tinggal tidak dilaporkan menderita dengan tidak memiliki akses ke [[asuransi kesehatan]], menurunkan kemungkinan menerima dan pendidikan, dan sering hidup dengan perasaan bahwa mereka adalah beban bagi keluarga mereka.
Karena orang tua sangat ingin memiliki anak laki-laki dan hanya diperbolehkan satu anak, beberapa wanita kelahiran pertama tidak dilaporkan dengan harapan anak mereka berikutnya akan menjadi anak laki-laki.<ref>{{Cite journal|last=Merli|first=Giovanna|last2=Adrian E. Raftery|year=2000|title=Are births underreported in rural China? Manipulation of statistical records in response to China's population policies.|url=https://archive.org/details/sim_demography_2000-02_37_1/page/109|journal=Demography|series=1|volume=37|issue=1|pages=109–126|doi=10.2307/2648100|pmid=10748993}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Goodkind|first=Daniel|year=2011|title=Child underreporting, fertility, and [[sex ratio]] imbalance in [[China]].|journal=Demography|series=1|volume=48|pages=291–316|doi=10.1007/s13524-010-0007-y}}</ref> Anak-anak yang bertahan hidup yang tidak dilaporkan menderita karena tidak memiliki akses terhadap [[asuransi kesehatan]], kesempatan menerima dan pendidikan yang lebih rendah dan sering hidup dengan perasaan bahwa mereka membebani keluarga mereka.


== Perbedaan Argumen ==
Di arah lain, migrasi, terutama untuk negara-negara GCC, telah menjadi masalah yang lebih besar untuk rasio jenis kelamin perkiraan. Karena banyak laki-laki migran bergerak melintasi perbatasan tanpa keluarga mereka, ada gelombang besar jumlah laki-laki, yang akan bias jenis kelamin rasio terhadap lebih banyak perempuan yang hilang, bahkan ketika ada yang tidak.


== Penyebab ==
=== Pendapat Sen ===
Sen berpendapat bahwa perbedaan rasio jenis kelamin di negara-negara Asia Timur seperti India, China, dan Korea bila dibandingkan dengan Amerika Utara dan Eropa, seperti yang terlihat pada tahun 1992, hanya dapat dijelaskan oleh pengurangan gizi dan kesehatan yang disengaja terhadap perempuan dan anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh mekanisme budaya, seperti tradisi dan nilai yang bervariasi antar negara dan bahkan wilayah di dalam negara.<ref name="Sen update">{{Cite web|url=http://www.frontline.in/static/html/fl1822/18220040.htm|title=MANY FACES OF GENDER INEQUALITY|last=Sen|first=Amartya|publisher=Frontline|access-date=2014-03-28}}</ref> Karena anggapan memiliki anak laki-laki lebih utama telah melekat di berbagai negara, maka anak perempuan, jika terlahir tidak diberikan hak yang sama dengan anak laki-laki khususnya dalam perawatan medis. Begitu pula dengan prioritas makanan dalam sebuah keluarga, laki-laki lebih diutamakan. Hal itu menyebabkan tingkat kelangsungan hidup lebih rendah pada perempuan.<ref>{{Cite news|url=http://www.nybooks.com/articles/archives/1990/dec/20/more-than-100-million-women-are-missing/|title=More Than 100 Million Women Are Missing|last=Sen|first=Amartya|date=1990-12-20|work=The New York Review of Books|newspaper=The New York Review of Books|issn=0028-7504|access-date=2015-09-15}}More than one of <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;work=</code> dan <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;newspaper=</code> specified ([[Bantuan:CS1 errors#redundant parameters|bantuan]])
</ref>


=== Sen asli argumen ===
==== Menurunnya jumlah wanita ====
[[Berkas:Sex_ratio_over_65_per_country_smooth_2.png|jmpl|450x450px|Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di atas 65 tahun. Warna merah merupakan negara-negara yang memiliki penduduk mayoritas perempuan, sedangkan warna biru merupakan negara-negara yang memiliki penduduk laki-laki.]]
Sen berpendapat bahwa perbedaan dalam rasio jenis kelamin di negara-negara Asia timur seperti India, Cina, dan Korea bila dibandingkan dengan Amerika Utara dan Eropa, seperti yang terlihat pada tahun 1992, hanya bisa dijelaskan dengan sengaja gizi dan kesehatan perampasan terhadap perempuan dan anak-anak perempuan. Ini kekurangan yang disebabkan oleh mekanisme budaya, seperti tradisi dan nilai-nilai yang berbeda-beda antar negara dan bahkan regional dalam negara.<ref name="Sen update">{{Cite web|url=http://www.frontline.in/static/html/fl1822/18220040.htm|title=MANY FACES OF GENDER INEQUALITY|last=Sen|first=Amartya|publisher=Frontline|access-date=2014-03-28}}</ref> Karena bias yang melekat terhadap anak laki-laki di banyak negara-negara ini, anak-anak perempuan, jika lahir meskipun banyak kasus seks-selektif aborsi, lahir tanpa pengertian yang sama tentang prioritas diberikan kepada laki-laki. Hal ini terutama berlaku dalam perawatan medis yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, serta mengutamakan yang mendapat makanan di keluarga kurang mampu, yang mengarah ke tingkat kelangsungan hidup lebih rendah daripada jika kedua jenis kelamin diperlakukan sama.<ref>{{Cite news|url=http://www.nybooks.com/articles/archives/1990/dec/20/more-than-100-million-women-are-missing/|title=More Than 100 Million Women Are Missing|last=Sen|first=Amartya|date=1990-12-20|work=The New York Review of Books|newspaper=The New York Review of Books|issn=0028-7504|access-date=2015-09-15}}More than one of <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;work=</code> dan <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;newspaper=</code> specified ([[Bantuan:CS1 errors#redundant parameters|bantuan]])
Menurut model konflik kooperatif Sen,<ref name="Model">{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|year=1987|title=Gender and cooperative conflicts.|journal=Helsinki: World Institute for Development Economics Research}}</ref> hubungan dalam rumah tangga dicirikan oleh kerjasama dan konflik: kerja sama dalam penambahan sumber daya dan konflik dalam pembagian sumber daya di antara rumah tangga. Proses intra-rumah tangga ini dipengaruhi oleh persepsi kepentingan, kontribusi dan kesejahteraan seseorang.
[[Kategori:Pages with citations having redundant parameters]]</ref>


Biasanya, laki-laki yang memiliki hak kepemilikan tanah, lebih berpeluang dalam hal ekonomi dan tidak banyak bersentuhan dalam mengurus anak. Posisi ini lebih baik daripada posisi wanita yang bergantung pada suaminya untuk mendapatkan tanah dan pendapatan. Menurut kerangka kerja ini, ketika perempuan tidak memiliki persepsi akan kepentingan pribadi dan memiliki kepedulian yang lebih besar terhadap ketidaksetaraan gender keluarga mereka dipertahankan. Menurut kerangka kerja ini, perempuan tidak memiliki persepsi akan kepentingan pribadi dan tidak memiliki kepedulian terhadap [[kesetaraan gender]] dalam keluarga mereka. Sen berpendapat bahwa rendahnya daya tawar perempuan dalam keputusan rumah tangga berpengaruh terhadap kekurangan populasi perempuan di Asia Timur..
==== Perempuan yang hilang: orang dewasa ====
[[Berkas:Sex_ratio_over_65_per_country_smooth_2.png|jmpl|450x450px|Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di atas 65. Merah mewakili lebih banyak perempuan, biru lebih banyak laki-laki daripada rata-rata dunia 0.79 laki-laki/perempuan.]]
Menurut Sen kooperatif model konflik,<ref name="Model">{{Cite journal|last=Sen|first=Amartya|year=1987|title=Gender and cooperative conflicts.|journal=Helsinki: World Institute for Development Economics Research}}</ref> hubungan di dalam rumah tangga yang dicirikan oleh kedua kerjasama dan konflik: kerjasama dalam penambahan sumber daya dan konflik dalam pembagian sumber daya antara rumah tangga. Ini intra-proses rumah tangga dipengaruhi oleh persepsi dari kepentingan diri sendiri, kontribusi dan kesejahteraan. Seseorang jatuh kembali posisi adalah situasi untuk masing-masing pihak setelah proses tawar-menawar telah gagal dan juga menentukan kemampuan dari masing-masing pihak untuk bertahan hidup di luar hubungan.


==== Hilangnya anak-anak perempuan ====
Biasanya, jatuh kembali posisi bagi laki-laki yang memiliki hak kepemilikan tanah, lebih banyak peluang ekonomi dan perawatan yang kurang pekerjaan yang berhubungan dengan anak-anak lebih baik dari wanita jatuh kembali posisi, yang tergantung pada suaminya untuk lahan dan pendapatan. Menurut kerangka ini, ketika perempuan kurangnya persepsi dari kepentingan pribadi dan memiliki perhatian yang lebih besar untuk kesejahteraan keluarga ketidaksetaraan gender yang berkelanjutan. Sen berpendapat bahwa perempuan lebih rendah daya tawar dalam rumah tangga keputusan memberikan kontribusi terhadap kekurangan dalam populasi perempuan di Asia timur.
[[Berkas:Sex_ratio_below_15_per_country_smooth_2.png|jmpl|450x450px|Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di bawah 15 tahun. Warna merah mewakili lebih banyak perempuan, Warna biru mewakili lebih banyak laki-laki.]]
Sen menyarankan bahwa di daerah dengan proporsi wanita hilang yang tinggi, perawatan dan gizi pada anak perempuan selalu berhubungan dengan pandangan masyarakat. Orang tua, bahkan ibu, sering menghindari anak perempuan karena budaya patriarki tradisional di negara-negara dimana penghapusan perempuan berlangsung. Anak laki-laki lebih dihargai di daerah ini karena mereka dipandang memiliki masa depan yang produktif secara ekonomi sedangkan perempuan tidak. Seiring bertambahnya usia orang tua, mereka dapat mengharapkan lebih banyak bantuan dan dukungan dari putra mereka daripada anak perempuan. Bahkan jika anak perempuandididik dan menghasilkan pendapatan yang signifikan, mereka tetap memiliki kemampuan terbatas untuk berinteraksi dengan keluarga mereka. Wanita juga sering kali tidak mendapatkan warisan.


Karena penilaian orang tua yang selektif terhadap anak perempuan, meskipun wanita mampu memperoleh kesehatan dan peluang ekonomi yang lebih baik di luar rumah, masalah wanita tetap ada. Khususnya, teknologi ultrasound telah memperburuk masalah kehilangan anak perempuan. Perawatan ultrasound memungkinkan orang tua untuk menyaring janin wanita yang tidak diinginkan sebelum mereka terlahir. Sen menyimpulkan bahwa bias terhadap wanita begitu "mengakar" sehingga perbaikan ekonomi dalam kehidupan rumah tangga hanya memungkinkan jika orang tua menolak memiliki anak perempuan. Sen kemudian berpendapat bahwa alih-alih hanya meningkatkan hak ekonomi perempuan dan kesempatan dapat berkembang di luar rumah, upaya untuk meningkatkan kesadaran dan menghapuskan ketidaksetaraan gender terhadap anak perempuan perlu digalakkan.
Sen berpendapat bahwa kecenderungan perempuan lebih rendah daya tawar yang dapat berkorelasi positif ke luar daya produktif dan arti dari kontribusi perempuan bila dibandingkan dengan laki-laki. Namun, tidak semua bentuk-bentuk di luar pekerjaan memberikan kontribusi yang sama pada wanita meningkatkan daya tawar dalam rumah tangga; jenis di luar pekerjaan perempuan yang tidak memiliki bantalan pada mereka hak dan jatuh kembali posisi. Wanita dapat menjadi dua kali lipat dimanfaatkan dalam beberapa kasus: di Narsapur,{{Ambigu|date=November 2017}} India, renda-pembuat tidak hanya wajah yang lebih rendah daya tawar dalam rumah tangga, tetapi sering bekerja untuk exploitatively upah yang rendah. Sejak renda-pembuatan dilakukan di rumah, itu dianggap hanya sebagai pelengkap untuk laki-laki bekerja daripada yang menguntungkan di luar kontribusi. Di sisi lain, di Allahabad, India, wanita membuat rokok naik independen sumber penghasilan dan peningkatan dalam pandangan masyarakat mereka dianggap memiliki kontribusi untuk rumah tangga.

==== Perempuan yang hilang: anak-anak ====
[[Berkas:Sex_ratio_below_15_per_country_smooth_2.png|jmpl|450x450px|Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di bawah 15. Merah mewakili lebih banyak perempuan, biru lebih banyak laki-laki daripada rata-rata dunia 1.06 laki-laki/perempuan.]]
Sen menunjukkan bahwa di daerah dengan proporsi yang tinggi dari perempuan yang hilang, perawatan dan gizi anak-anak perempuan menerima terikat kepada pandangan masyarakat tentang pentingnya mereka. Orang tua, bahkan ibu-ibu, sering menghindari anak-anak perempuan karena adat budaya patriarki di negara-negara di mana penghapusan betina berlangsung. Anak laki-laki lebih berharga di wilayah ini karena mereka dipandang sebagai memiliki ekonomi produktif di masa depan, sementara perempuan tidak. Sebagai orang tua tumbuh dewasa mereka dapat mengharapkan banyak bantuan dan dukungan dari mereka independen anak-anak, dari anak-anak perempuan, yang pasca-pernikahan fungsional yang menjadi milik suami mereka' keluarga. Bahkan jika anak perempuan ini dididik dan menghasilkan pendapatan yang signifikan, mereka memiliki kemampuan yang terbatas untuk berinteraksi dengan mereka natal keluarga. Wanita juga sering praktis tidak dapat mewarisi real estate, sehingga ibu-janda akan kehilangan keluarganya (pada kenyataannya almarhum suaminya) sebidang tanah dan menjadi miskin jika dia memiliki anak-anak perempuan. Keluarga miskin di pedesaan memiliki sedikit sumber daya untuk mendistribusikan di antara anak-anak mereka, yang mengurangi kesempatan untuk melakukan diskriminasi terhadap perempuan.

Karena selektif orangtua penilaian dari anak-anak perempuan, bahkan perempuan yang mampu membayar layanan kesehatan yang lebih baik dan peluang ekonomi di luar rumah, perempuan yang hilang masalah masih berlanjut. Terutama, [[Ultrasonik|usg]] teknologi telah memperburuk masalah hilang anak-anak perempuan. Pengobatan usg memungkinkan orang tua untuk layar yang tidak diinginkan janin perempuan sebelum mereka lahir. Sen mengacu pada ketimpangan ini sebagai "high tech [[seksisme]]." Ia menyimpulkan bahwa ini bias terhadap perempuan yang jadi "bercokol" yang bahkan relatif perbaikan ekonomi dalam kehidupan rumah tangga yang hanya memungkinkan orang-orang tua yang berbeda avenue untuk menolak anak-anak perempuan mereka. Sen kemudian berpendapat bahwa bukan hanya meningkatkan ekonomi perempuan hak dan kesempatan yang luar rumah penekanan yang lebih besar dibutuhkan untuk ditempatkan pada peningkatan kesadaran untuk memberantas sangat bias terhadap anak-anak perempuan.


==== Peran kesuburan ====
==== Peran kesuburan ====
Alam rasio jenis kelamin saat lahir adalah sekitar 105 laki-laki untuk 100 perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Guilmoto|first=C. Z.|year=2012|title=Skewed sex ratios at birth and future marriage squeeze in China and India, 2005–2100|journal=Demography|volume=49|issue=1|pages=77–100|doi=10.1007/s13524-011-0083-7}}</ref> Namun, karena seks-selektif aborsi, rasio jenis kelamin pada kelahiran di negara-negara dengan proporsi yang tinggi dari perempuan yang hilang berkisar 108.5 di India untuk 121.2 di Cina. akibatnya, jumlah perempuan yang hilang sering hilang karena ke anak-anak perempuan.
Rasio jenis kelamin alami saat lahir adalah sekitar 105 laki-laki berbanding 100 wanita.<ref>{{Cite journal|last=Guilmoto|first=C. Z.|year=2012|title=Skewed sex ratios at birth and future marriage squeeze in China and India, 2005–2100|url=https://archive.org/details/sim_demography_2012-02_49_1/page/77|journal=Demography|volume=49|issue=1|pages=77–100|doi=10.1007/s13524-011-0083-7}}</ref> Namun, karena aborsi, rasio jenis kelamin saat lahir di negara-negara dengan proporsi kehilangan wanita berkisar antara 108,5 di India hingga 121,2 di China. Karenanya, jumlah wanita yang hilang sering kali karena kehilangan anak perempuan.


Berbagai peneliti berpendapat bahwa penurunan kesuburan memberikan kontribusi untuk mengintensifkan masalah perempuan yang hilang.<ref name=":8">Klasen, S. 2008. Missing Women: Some Recent Controversies on Levels and Trends in Gender Bias in Mortality. Ibero America Institute Discussion Paper No. 168. Forthcoming in Basu, K. and R. Kanbur (eds.) Arguments for a better world: Essays in honour of Amartya Sen. Oxford: Oxford University Press (forthcoming).</ref> hal Ini karena keluarga memiliki preferensi untuk anak-anak; penurunan kesuburan akan berarti bahwa keluarga tidak lagi memiliki anak-anak dari beberapa jenis kelamin, melainkan satu anak laki-laki. Namun, Klasen penelitian telah menemukan bahwa lain daripada di negara-negara di mana kebijakan-kebijakan yang sangat membatasi keluarga berencana (yaitu China akibat [[Kebijakan satu anak|Kebijakan Satu Anak]]), kesuburan tidak sering dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang. hal Ini karena menurunnya kesuburan endogen dengan perbaikan lain perempuan baik-menjadi seperti meningkatkan pendidikan, meningkatkan kerja perempuan, dan penurunan bias gender. Bahkan, sebagai Klasen catatan, "di negara-negara Di mana penurunan kesuburan telah menjadi terbesar, pangsa perempuan yang hilang telah jatuh."
Berbagai peneliti berpendapat bahwa menurunnya kesuburan juga berpengaruh terhadap masalah perempuan yang hilang secara intensif.<ref name=":8">Klasen, S. 2008. Missing Women: Some Recent Controversies on Levels and Trends in Gender Bias in Mortality. Ibero America Institute Discussion Paper No. 168. Forthcoming in Basu, K. and R. Kanbur (eds.) Arguments for a better world: Essays in honour of Amartya Sen. Oxford: Oxford University Press (forthcoming).</ref> Hal ini karena keluarga lebih menginginkan anak laki-laki. Penurunan kesuburan berarti keluarga tidak ingin memiliki anak dengan banyak jenis kelamin, tetapi hanya anak laki-laki tunggal. Meskipun demikian, penelitian Klasen telah menemukan bahwa selain di negara-negara yang mendukung keluarga berencana (yaitu China akibat [[Kebijakan satu anak|Kebijakan Satu Anak]]), kesuburan jarang dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang. Klasen mencatat bahwa "di negara-negara di mana terjadi penurunan kesuburan yang sangat besar berarti telah menghilangkan wanita."


Selanjutnya, dalam sebuah penelitian yang membandingkan India dan Bangladesh, para peneliti menemukan bahwa kesuburan India yang menurun menyebabkan intensifikasi yang besar pada preferensi anak laki-laki. Hal tersebut meningkatkan jumlah wanita yang hilang, sementara penurunan kesuburan di Bangladesh menyebabkan penurunan perempuan yang hilang.
Namun, hal ini bervariasi antara negara-negara. Das Gupta menemukan bahwa di Korea Selatan, laki-laki untuk perempuan rasio jenis kelamin berduri dari 1.07 untuk 1.15 antara tahun 1980-an dan 1990-an karena meningkatnya prevalensi teknologi usg untuk menggunakan seks-selektif aborsi, tetapi menurun setelah itu antara tahun 1990 dan 2000 karena meningkatnya modernisasi, pendidikan, dan kesempatan ekonomi.<ref>Chung, W. and M. Das Gupta, M. 2007. Why is son preference declining in South Korea?
Population and Development Review (forthcoming).</ref> Selain itu, dalam sebuah penelitian yang kontras India dan Bangladesh, para peneliti menemukan bahwa India kesuburan menurun disebabkan besar intensifikasi pada anak preferensi dan dengan demikian peningkatan jumlah perempuan yang hilang, sementara penurunan kesuburan di Bangladesh menyebabkan kurang perempuan yang hilang.


=== Virus Hepatitis B penjelasan ===
=== Hubungan Virus Hepatitis B dalam penurunan jumlah perempuan ===
Dalam disertasi PhD di [[Universitas Harvard|Harvard]], Emily Oster berpendapat bahwa Sen hipotesis tidak memperhitungkan tingkat yang berbeda dari prevalensi virus Hepatitis B antara Asia dan bagian dunia lainnya.<ref name="phd">{{Cite journal|last=Oster|first=Emily|year=2005|title=Hepatitis B and the Case of the Missing Women|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/hepb.pdf|journal=Journal of Political Economy|volume=113|issue=6|pages=1163&ndash;1216|doi=10.1086/498588|access-date=2007-08-01}}</ref> daerah-Daerah dengan tingkat yang lebih tinggi dari infeksi Hepatitis B cenderung memiliki rasio yang lebih tinggi dari laki-laki ke perempuan kelahiran untuk alasan biologis yang belum dimengerti dengan baik, tapi yang telah banyak didokumentasikan.
Dalam disertasinya di [[Universitas Harvard|Harvard]], Emily Oster berpendapat bahwa hipotesis Sen tidak memperhitungkan tingkat prevalensi yang berbeda dari virus Hepatitis B antara Asia dan bagian lain dunia.<ref name="phd">{{Cite journal|last=Oster|first=Emily|year=2005|title=Hepatitis B and the Case of the Missing Women|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/hepb.pdf|journal=Journal of Political Economy|volume=113|issue=6|pages=1163–1216|doi=10.1086/498588|access-date=2007-08-01|archive-date=2007-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20070703224905/http://home.uchicago.edu/~eoster/hepb.pdf|dead-url=yes}}</ref> Kawasan dengan tingkat infeksi Hepatitis B yang lebih tinggi cenderung memiliki rasio kelahiran laki-laki dan perempuan yang lebih tinggi karena alasan biologis yang belum dipahami dengan baik namun telah dipublikasikan secara luas.


Sementara penyakit ini cukup jarang terjadi di AS dan Eropa, itu adalah endemik di Cina dan sangat umum di bagian lain di Asia. Oster berpendapat bahwa perbedaan dalam prevalensi penyakit bisa mencapai sekitar 45% dari seharusnya "perempuan yang hilang", dan bahkan setinggi 75% dari orang-orang di China. Selain itu, Oster menunjukkan bahwa pengenalan vaksin Hepatitis B telah tertinggal efek dari penyetaraan gender rasio terhadap apa yang akan terjadi jika faktor-faktor lain yang tidak bermain peran.
Penyakit ini cukup jarang terjadi di AS dan Eropa. Penyakit ini mewabah di China dan sangat umum terjadi di wilayah lain di Asia. Oster berpendapat bahwa perbedaan prevalensi penyakit ini dapat mencapai sekitar 45% dari perkiraan "wanita yang hilang", dan bahkan mencapai 75% di China.


==== Penelitian berikutnya ====
==== Pembantahan Teori Oster ====
Beberapa peneliti membantah teori Oster. Diantaranya Avraham Ebenstein, Skewness, dan Das Gupta.<ref name="avi">{{Cite journal|last=Ebenstein|first=Avraham Y.|date=February 2007|title=Fertility Choices and Sex Selection in Asia: Analysis and Policy|url=http://www.demog.berkeley.edu/~ebenstei/Ebenstein_Avraham_JM1.pdf|access-date=19 May 2009|journal=|archive-date=2007-07-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20070708071949/http://www.demog.berkeley.edu/~ebenstei/Ebenstein_Avraham_JM1.pdf|dead-url=yes}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Oster|first=Emily|author-link=Emily Oster|date=September 2005|title=Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data – Comment|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/dasgupta.pdf|journal=Population and Development Review|volume=31|issue=3|pages=529, 535|doi=10.1111/j.1728-4457.2005.00082.x|access-date=19 May 2009|archive-date=2008-08-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20080830045057/http://home.uchicago.edu/~eoster/dasgupta.pdf|dead-url=yes}}</ref> Namun, dalam sebuah penelitian tahun 2008 yang dipublikasikan di ''The American Economic Review'', Lin dan Luoh menggunakan data mengenai hampir 3 juta kelahiran di Taiwan dalam jangka waktu yang lama dan menemukan bahwa kemungkinan efek infeksi Hepatitis B pada kelahiran laki-laki sangat kecil. Hanya 0,25%.<ref>{{Cite journal|last=Lin|first=Ming-Jen|last2=Luoh|first2=Ming-Ching|year=2008|title=Can Hepatitis B Mothers Account for the Number of Missing Women? Evidence from Three Million Newborns in Taiwan|url=https://archive.org/details/sim_american-economic-review_2008-12_98_5/page/2259|journal=American Economic Review|volume=98|issue=5|pages=2259–73|doi=10.1257/aer.98.5.2259}}</ref> Hal ini menunjukkan bahwa tingkat infeksi Hepatitis B pada ibu-ibu hamil tidak dapat menjelaskan menurunnya jumlah wanita.
Oster tantangan bertemu dengan counter argumen sendiri sebagai peneliti mencoba untuk memilah-milah data yang tersedia dan kontrol untuk yang lain mungkin faktor pembaur. Avraham Ebenstein mempertanyakan Oster kesimpulan didasarkan pada kenyataan bahwa di antara anak sulung rasio jenis kelamin lebih dekat dengan alam. Itu adalah miring perempuan-laki-laki rasio antara kedua dan ketiga lahir anak-anak yang account untuk sebagian besar perbedaan. Dengan kata lain, jika Hepatitis B bertanggung jawab untuk rasio miring maka salah satu akan berharap untuk menjadi benar di antara semua anak, terlepas dari urutan kelahiran.


Lin dan Luoh berpendapat bahwa infeksi yang terjadi pada para suami adalah penyebab tingginya perbedaan rasio kelahiran antara anak laki-laki dan perempuan. Data tersebut membuat Oester melakukan kolaborasi penelitian lanjutan bersama Lin dan Luoh. Mereka memeriksa 67.000 data kelahiran. 15% di antaranya mengalami penyakit Hepatitis B namun tidak menemukan adanay efek dari infeksi yang ditularkan oleh ayah maupun ibu dari para bayi tersebut. Akhirnya Oster menarik hipotesisnya.<ref name="revision">{{Cite web|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/hbvnotecon.pdf|title=Hepatitis B Does Not Explain Male-Biased Sex Ratios in China|last=Oster|first=Emily|authorlink=Emily Oster|last2=Chen|first2=Gang|year=2008|access-date=19 May 2009|last3=Yu|first3=Xinsen|last4=Lin|first4=Wenyao|archive-date=2010-01-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20100118130724/http://home.uchicago.edu/~eoster/hbvnotecon.pdf|dead-url=yes}}</ref>
Namun, fakta bahwa skewness muncul kurang antara yang kemudian lahir dari kalangan anak sulung, menyarankan bahwa faktor-faktor lain dari penyakit terlibat.<ref name="avi">{{Cite journal|last=Ebenstein|first=Avraham Y.|date=February 2007|title=Fertility Choices and Sex Selection in Asia: Analysis and Policy|url=http://www.demog.berkeley.edu/~ebenstei/Ebenstein_Avraham_JM1.pdf|access-date=19 May 2009}}</ref>


=== Penyakit lainnya ===
Das Gupta menunjukkan bahwa perempuan-laki-laki rasio berubah dalam kaitannya dengan rata-rata pendapatan rumah tangga dengan cara yang konsisten dengan Sen hipotesis tetapi tidak Oster. Secara khusus, menurunkan pendapatan rumah tangga akhirnya mengarah ke yang lebih tinggi boy/girl rasio. Selain itu, Das Gupta didokumentasikan bahwa jenis kelamin, urutan kelahiran berbeda secara signifikan tergantung pada jenis kelamin anak pertama.
Dalam sebuah penelitian pada tahun 2008, Anderson dan Ray mengklaim bahwa ada penyakit lain yang dapat menjelaskan "pelonjakan kematian perempuan" di Asia dan sub-Sahara Afrika.<ref name="Diseases">{{Cite journal|last=Anderson|first=Siwan|last2=Debraj Ray|year=2010|title=Missing women: age and disease.|url=http://restud.oxfordjournals.org/content/77/4/1262.short|journal=The Review of Economic Studies|series=4|volume=77|issue=4|pages=1262–1300|doi=10.1111/j.1467-937x.2010.00609.x}}</ref> Dengan membandingkan tingkat kematian relatif perempuan dengan laki-laki di negara maju ke negara yang bersangkutan, Anderson dan Ray menemukan bahwa 37% hingga 45% wanita yang hilang di China dapat dilacak pada faktor penghentian kelahiran dan pada saat kelahiran, sedangkan hanya sekitar 11 % wanita India yang hilang disebabkan oleh faktor yang sama. Mereka menemukan bahwa pada umumnya penyebab utama kematian perempuan di India adalah [[penyakit kardiovaskular]]. "Cedera" adalah nomor dua penyebab kematian perempuan di India. Kedua penyebab ini jauh lebih besar daripada angka kematian ibu melahirkan dan [[Gugur kandungan|aborsi]] janin.


Temuan mereka di China juga menghubungkan wanita usia tua yang meninggal dengan penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular lainnya, yang menyebabkan melonjaknya kematian wanita. Namun, kelompok terbesar kematian perempuan adalah kelompok usia 0 hingga 4 tahun. Hal ini sesuai dengan Teori Sen.
Jika anak pertama adalah laki-laki, maka jenis kelamin anak-anak berikutnya cenderung untuk mengikuti reguler, yang ditentukan secara biologis pola seks (laki-laki lahir dengan probabilitas 0.512, gadis yang lahir dengan probabilitas 0.488). Namun, jika anak pertama adalah perempuan, selanjutnya anak-anak memiliki kemungkinan jauh lebih tinggi dari laki-laki, yang menunjukkan bahwa sadar pilihan orang tua terlibat dalam menentukan jenis kelamin anak. Baik dari fenomena ini dapat dijelaskan dengan prevalensi Hepatitis B.


Di sub-Sahara Afrika, Anderson dan Ray memiliki perbedaan data dengan Sen dalam menemukan sejumlah besar perempuan yang hilang. Sen menggunakan rasio jenis kelamin dari 1.022 orang di sub-Sahara Afrika. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2001. Sama seperti yang diyakini Sen, dalam penelitian itu mereka mereka tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa wanita yang hilang tersebut melakukan aborsi. Untuk menghitung tingginya jumlah wanita muda yang hilang mereka menemukan bahwa [[AIDS|HIV/AIDS]] adalah penyebab utamanya, melebihi [[malaria]] dan kematian ibu. Anderson dan Ray memperkirakan tingkat kematian perempuan setiap tahunnya sebanyak 600.000 karena HIV / AIDS saja. Kelompok usia dengan jumlah wanita hilang terbanyak adalah rentang usia 20 tahun hingga 24 tahun dan 25 tahun hingga 29 tahun. Tingginya prevalensi HIV / AIDS tampaknya menunjukkan ketidakseimbangan akses perempuan terhadap perawatan kesehatan serta perbedaan sikap tentang norma seksual dan budaya..
Mereka, bagaimanapun, konsisten dengan Sen anggapan bahwa itu adalah tujuan tindakan manusia - dalam bentuk aborsi selektif dan bahkan mungkin [[Infantisida|pembunuhan bayi]] dan bayi-bayi perempuan mengabaikan - yang merupakan penyebab bias gender rasio.<ref>{{Cite journal|last=Oster|first=Emily|author-link=Emily Oster|date=September 2005|title=Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data &ndash; Comment|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/dasgupta.pdf|journal=Population and Development Review|volume=31|issue=3|pages=529, 535|doi=10.1111/j.1728-4457.2005.00082.x|access-date=19 May 2009}}</ref>


Dalam sebuah artikel pada tahun 2008, Eileen Stillwaggon, menunjukkan bahwa tingkat HIV / AIDS yang lebih tinggi adalah konsekuensi dari ketidaksetaraan gender yang mengakar di sub-Sahara Afrika. Di negara-negara di mana wanita tidak dapat memiliki hak properti, mereka berada dalam posisi lemah yang lebih genting, memiliki kekuatan tawar-menawar yang lebih sedikit untuk "bersikeras melakukan seks yang aman tanpa adanya bahaya ditinggalkan" oleh suami mereka.<ref name="Stillwaggon">{{Cite journal|last=Stillwaggon|first=Eileen|date=2008|title=Race, sex, and the neglected risks for women and girls in sub-Saharan Africa.|journal=Feminist Economics|series=4|volume=14|pages=67–86|doi=10.1080/13545700802262923}}</ref> Stillwaggon berpendapat bahwa wanita di sub-Sahara Afrika harus fokus meningkatkan sanitasi dan gizi bukan hanya memikirkan seks yang aman. Dengan demikian, perempuan menjadi lebih sehat serta kemungkinan terinfeksi HIV dan menularkan HIV ke pasangan pria menurun secara signifikan.
==== Oster teori membantah ====
Bagian dari kesulitan dalam membedakan antara dua hipotesis bersaing adalah fakta bahwa sementara hubungan antara Hepatitis B dan kemungkinan yang lebih tinggi dari laki-laki kelahiran telah didokumentasikan, ada sedikit informasi yang tersedia pada kekuatan dari link ini dan bagaimana hal itu bervariasi yang orang tua adalah mobil keluarga. Selain itu, sebagian besar sebelum penelitian medis tidak menggunakan cukup tinggi jumlah pengamatan untuk meyakinkan estimasi besarnya hubungan.


=== Penyebab alami perbedaan rasio jenis kelamin ===
Namun, dalam sebuah studi 2008 yang diterbitkan dalam ''American Economic Review'', Lin dan Luoh dimanfaatkan data pada hampir 3 juta kelahiran di [[Republik Tiongkok|Taiwan]] selama jangka waktu yang panjang dan menemukan bahwa efek dari ibu Hepatitis B infeksi pada probabilitas kelahiran laki-laki itu sangat kecil, sekitar seperempat dari satu persen.<ref>{{Cite journal|last=Lin|first=Ming-Jen|last2=Luoh|first2=Ming-Ching|year=2008|title=Can Hepatitis B Mothers Account for the Number of Missing Women? Evidence from Three Million Newborns in Taiwan|journal=American Economic Review|volume=98|issue=5|pages=2259&ndash;73|doi=10.1257/aer.98.5.2259}}</ref> Ini berarti bahwa tingkat infeksi Hepatitis B di kalangan ibu-ibu tidak bisa account untuk sebagian besar perempuan yang hilang.
Cendekiawan lainnya mempertanyakan asumsi rasio seks normal dengan mengungkap sejumlah data historis dan geografis yang menunjukkan bahwa rasio seks bervariasi secara alami di setiap masa dan setiap tempat karena alasan yang tidak dipahami dengan benar. William James dan lainnya memberikan asumsi-asumsi konvensional seperti Jumlah kromosom X dan Y yang sama pada sperma mamalia dan hal-hal yang berhubungan dengan proses pembuahan pada manusia.<ref name="James-JournalofEndocrinology">{{Cite journal|last=James W.H.|date=July 2008|title=Hypothesis:Evidence that Mammalian Sex Ratios at birth are partially controlled by parental hormonal levels around the time of conception|url=http://joe.endocrinology-journals.org/content/198/1/3.full.pdf+html|journal=Journal of Endocrinology|volume=198|issue=1|pages=3–15|doi=10.1677/JOE-07-0446|pmid=18577567}}</ref><ref>see:
</ref>


James memperingatkan bahwa bukti ilmiah yang ada bertentangan dengan asumsi dan kesimpulan di atas. Dia melaporkan bahwa ada kelebihan laki-laki saat lahir pada hampir semua populasi manusia dan rasio jenis kelamin alami saat lahir biasanya antara 102 berbanding 108. Namun, rasio tersebut dapat menyimpang secara signifikan dari kisaran ini dengan alasan alami seperti pernikahan dini dan kesuburan, ibu usia remaja, usia ibu rata-rata saat lahir, usia ayah, perbedaan usia antara ayah dan ibu, kelahiran akhir, etnisitas, stres sosial dan ekonomi, peperangan, efek lingkungan dan hormonal.<ref name="rjhmam">R. Jacobsen, H. Møller and A. Mouritsen, Natural variation in the human sex ratio, Hum. Reprod. (1999) 14 (12), pp 3120-3125</ref><ref name="tvlkjt">{{Cite journal|last=T Vartiainen|last2=L Kartovaara|last3=J Tuomisto|last-author-amp=yes|year=1999|title=Environmental chemicals and changes in sex ratio: analysis over 250 years in finland|journal=Environmental Health Perspectives|volume=107|issue=10|pages=813–815|doi=10.1289/ehp.99107813|pmc=1566625|pmid=10504147}}</ref> Mereka menyarankan agar data-data aborsi dikumpulkan dan dipelajari, mereka justru tidak menarik kesimpulan dari rasio jenis kelamin seperti yang dilakukan Sen dan yang lainnya.
Sisanya kemungkinan adalah bahwa itu adalah infeksi di antara bapak-bapak yang bisa menyebabkan miring kelahiran rasio. Namun, Oster, bersama-sama dengan Chen Yu dan Lin, dalam tindak lanjut penelitian untuk Lin dan Luoh diperiksa data set 67,000 kelahiran (15% di antaranya Hepatitis B carrier) dan tidak menemukan efek dari infeksi pada kelahiran yang terlalu baik untuk ibu atau ayah. Akibatnya, Oster ditarik sebelumnya dia hipotesis.<ref name="revision">{{Cite web|url=http://home.uchicago.edu/~eoster/hbvnotecon.pdf|title=Hepatitis B Does Not Explain Male-Biased Sex Ratios in China|last=Oster|first=Emily|authorlink=Emily Oster|last2=Chen|first2=Gang|year=2008|access-date=19 May 2009|last3=Yu|first3=Xinsen|last4=Lin|first4=Wenyao}}</ref>


Hipotesis James didukung oleh data rasio kelahiran berdasarkan sejarah sebelum penemuan teknologi untuk skrining kelamin menggunakan ultrasonografi yang diperdagangkan pada tahun 1960-an dan 1970-an, juga oleh rasio seks terbalik yang saat ini diamati di Afrika. Michel Garenne melaporkan bahwa banyak negara Afrika telah menyaksikan perbandingan kelahiran menurut jenis kelami antara anak laki-laki dna anak perempuan adalah di bawah 100 dengan jumlah anak perempuan lebih banyakdaripada anak laki-laki.<ref>Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), pp. 91-96</ref> [[Angola]], [[Botswana]] dan [[Namibia]] telah melaporkan rasio seks kelahiran berkisar antara 94: 99 yang awalnya diperkirakan 104: 106 sebagai rasio jenis kelamin manusia alami.<ref>Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), page 95</ref> John Graunt mencatat bahwa di London lebih dari 35 tahun pada abad ke-17 (1628-1662),<ref>RB Campbell, [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11512687 John Graunt, John Arbuthnott, and the human sex ratio], Hum Biol. 2001 Aug;73(4):605-610</ref> kelahiran rasio jenis kelamin adalah 1.07; sementara catatan sejarah Korea menunjukkan rasio kelahiran seks 1,13, berdasarkan 5 juta kelahiran, pada tahun 1920 selama periode 10 tahun.<ref>Ciocco, A. (1938), Variations in the ratio at birth in USA, Human Biology, 10:36–64</ref>
=== Penyakit lainnya ===
Dalam sebuah penelitian di tahun 2008, Anderson dan Ray mengklaim bahwa penyakit lain yang dapat menjelaskan "kelebihan kematian perempuan" di Asia dan sub-Sahara Afrika.<ref name="Diseases">{{Cite journal|last=Anderson|first=Siwan|last2=Debraj Ray|year=2010|title=Missing women: age and disease.|url=http://restud.oxfordjournals.org/content/77/4/1262.short|journal=The Review of Economic Studies|series=4|volume=77|issue=4|pages=1262–1300|doi=10.1111/j.1467-937x.2010.00609.x}}</ref> Dengan membandingkan relatif tingkat kematian dari perempuan ke laki-laki di negara-negara maju ke negara tersebut, Anderson dan Ray menemukan bahwa 37 sampai 45% dari perempuan yang hilang di Cina dapat ditelusuri ke pra-kelahiran dan masa bayi tahap terminasi faktor, sedangkan hanya sekitar 11% dari India wanita hilang disebabkan oleh faktor yang sama, menunjuk pada fakta bahwa kerugian yang tersebar di berbagai usia. Mereka menemukan bahwa pada umumnya, penyebab utama kematian perempuan di India adalah [[penyakit kardiovaskular]]. "Cedera" adalah nomor dua penyebab kematian perempuan di India. Kedua penyebab ini jauh lebih besar daripada angka kematian ibu melahirkan dan [[Gugur kandungan|aborsi]] janin, meskipun "Luka" dapat berhubungan langsung dengan diskriminasi gender.

Temuan mereka untuk China juga atribut yang hilang wanita dari usia yang lebih tua untuk kardiovaskular dan penyakit tidak menular, akuntansi untuk sebagian besar kelebihan laki-laki kematian. Namun, yang terbesar bracket perempuan yang hilang dalam 0-4 kelompok umur, menunjukkan diskriminasi faktor-faktor di tempat kerja sesuai dengan Sen asli teori-teori.

Di sub-Sahara Afrika, berbeda dengan Sen perselisihan dan rata-rata statistik, Anderson dan Ray menemukan sejumlah besar perempuan yang hilang. Sen digunakan rasio jenis kelamin dari 1.022 untuk sub-Sahara Afrika di pekerjaan yang dilakukan pada tahun 2001, untuk menghindari membandingkan negara-negara maju untuk mengembangkan orang-orang. Hanya sebagai Sen diyakini, dalam studi mereka, mereka tidak menemukan bukti untuk menyalahkan perempuan yang hilang untuk melahirkan diskriminasi seperti seks-selektif aborsi atau mengabaikan. Untuk memperhitungkan tingginya jumlah wanita muda yang hilang mereka menemukan bahwa [[AIDS|HIV/AIDS]] adalah penyebab utama, melebihi [[malaria]] dan kematian ibu. Anderson dan Ray diperkirakan tahunan kelebihan perempuan tingkat kematian 600,000 karena HIV/AIDS saja. Kelompok usia dengan angka tertinggi dari perempuan yang hilang adalah 20 - 24 25 - 29 tahun berkisar. Tingginya prevalensi HIV/AIDS tampaknya menunjukkan, menurut Anderson dan Ray, ketidakseimbangan dalam akses perempuan terhadap layanan kesehatan serta sikap yang berbeda tentang seksual dan norma-norma budaya.

Dalam sebuah artikel pada tahun 2008, Eileen Stillwaggon, menunjukkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi dari HIV/AIDS adalah konsekuensi yang mendalam-berakar ketimpangan gender di sub-Sahara Afrika. Di negara-negara dimana wanita tidak dapat memiliki properti mereka secara lebih genting jatuh kembali posisi, setelah kurang daya tawar untuk "bersikeras seks yang aman tanpa risiko ditinggalkan" oleh suami mereka.<ref name="Stillwaggon">{{Cite journal|last=Stillwaggon|first=Eileen|date=2008|title=Race, sex, and the neglected risks for women and girls in sub-Saharan Africa.|journal=Feminist Economics|series=4|volume=14|pages=67–86|doi=10.1080/13545700802262923}}</ref> Dia mengklaim bahwa seseorang kerentanan terhadap HIV tergantung pada kesehatan mereka secara keseluruhan, dan sebagai salah informasi praktek, seperti keyakinan bahwa berhubungan seks dengan wanita yang perawan akan menyembuhkan seorang laki-laki dari AIDS, seks kering, dan kegiatan rumah tangga yang mengekspos perempuan untuk penyakit berkontribusi terhadap melemahnya perempuan memiliki sistem kekebalan tubuh yang mengarah ke HIV yang lebih tinggi tingkat kematian. Stillwaggon berpendapat untuk meningkatkan fokus pada sanitasi dan gizi bukan hanya [[Abstinensi|pantang]] atau seks yang aman. Sebagai wanita menjadi lebih sehat kemungkinan perempuan yang terinfeksi menularkan HIV ke pasangan laki-laki menurun secara signifikan.

=== Penyebab alami untuk tinggi atau rendah rasio jenis kelamin manusia ===
Ulama lain pertanyaan yang diasumsikan normal rasio jenis kelamin, dan kekayaan sejarah dan geografis data yang menunjukkan rasio seks bervariasi secara alami dari waktu ke waktu dan tempat, untuk alasan yang tidak dipahami dengan baik. William James dan lain-lain<ref name="James-JournalofEndocrinology">{{Cite journal|last=James W.H.|date=July 2008|title=Hypothesis:Evidence that Mammalian Sex Ratios at birth are partially controlled by parental hormonal levels around the time of conception|url=http://joe.endocrinology-journals.org/content/198/1/3.full.pdf+html|journal=Journal of Endocrinology|volume=198|issue=1|pages=3–15|doi=10.1677/JOE-07-0446|pmid=18577567}}</ref><ref>see:
</ref> menunjukkan bahwa asumsi-asumsi konvensional telah:
* ada jumlah yang sama dari kromosom X dan Y pada mamalia sperma
* X dan Y berdiri kesempatan yang sama untuk mencapai pembuahan
* oleh karena itu jumlah yang sama dari laki-laki dan perempuan zigot terbentuk, dan yang
* oleh karena itu setiap variasi rasio jenis kelamin saat lahir adalah karena pemilihan jenis kelamin antara konsepsi dan kelahiran.
Yakobus memperingatkan bahwa bukti ilmiah yang tersedia berdiri melawan atas asumsi-asumsi dan kesimpulan. Dia melaporkan bahwa ada kelebihan laki-laki lahir di hampir semua populasi manusia, dan alam rasio jenis kelamin saat lahir adalah biasanya antara 102 dan 108. Namun rasio dapat menyimpang secara signifikan dari kisaran ini untuk alasan alami seperti pernikahan dini dan kesuburan, ibu remaja, rata-rata umur ibu pada saat lahir, ayah usia, usia kesenjangan antara ayah dan ibu, akhir kelahiran, etnis, sosial dan tekanan ekonomi, peperangan, lingkungan dan efek hormonal.<ref>JAN GRAFFELMAN and ROLF F. HOEKSTRA, A Statistical Analysis of the Effect of Warfare on the Human Secondary Sex Ratio, Human Biology, Vol. 72, No. 3 (June 2000), pp. 433-445</ref> sekolah Ini ulama dukungan mereka alternatif hipotesis dengan data historis ketika seks modern-pilihan teknologi yang tersedia, serta kelahiran rasio jenis kelamin di sub-daerah, dan berbagai kelompok etnis dari negara maju.<ref name="rjhmam">R. Jacobsen, H. Møller and A. Mouritsen, Natural variation in the human sex ratio, Hum. Reprod. (1999) 14 (12), pp 3120-3125</ref><ref name="tvlkjt">{{Cite journal|last=T Vartiainen|last2=L Kartovaara|last3=J Tuomisto|last-author-amp=yes|year=1999|title=Environmental chemicals and changes in sex ratio: analysis over 250 years in finland|journal=Environmental Health Perspectives|volume=107|issue=10|pages=813–815|doi=10.1289/ehp.99107813|pmc=1566625|pmid=10504147}}</ref> Mereka menunjukkan bahwa langsung aborsi data yang harus dikumpulkan dan dipelajari, bukan menarik kesimpulan secara tidak langsung dari rasio jenis kelamin sebagai Sen dan lain-lain telah dilakukan.

James hipotesis ini didukung oleh sejarah kelahiran rasio jenis kelamin data sebelum teknologi untuk ultrasonographic seks-skrining ditemukan dan dikomersialkan pada tahun 1960-an dan 1970-an, dan juga terbalik dengan rasio jenis kelamin saat ini diamati di Afrika. Michel Garenne laporan bahwa banyak negara-negara Afrika memiliki, selama puluhan tahun, menyaksikan kelahiran sex rasio di bawah 100, yaitu lebih banyak anak perempuan yang lahir dari anak laki-laki.<ref>Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), pp. 91-96</ref> [[Angola]], [[Botswana]] dan [[Namibia]] telah melaporkan kelahiran seks rasio antara 94, 99, yang cukup berbeda dari yang diduga 104 hingga 106 alami manusia lahir rasio jenis kelamin.<ref>Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), page 95</ref> John Graunt mencatat bahwa di London lebih dari 35 tahun pada abad ke-17 (1628-1662),<ref>RB Campbell, [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11512687 John Graunt, John Arbuthnott, and the human sex ratio], Hum Biol. 2001 Aug;73(4):605-610</ref> kelahiran rasio jenis kelamin adalah 1.07; sementara Korea catatan sejarah menunjukkan kelahiran seks rasio 1.13, berdasarkan 5 juta kelahiran, di tahun 1920-an selama periode 10-tahun.<ref>Ciocco, A. (1938), Variations in the ratio at birth in USA, Human Biology, 10:36–64</ref>


=== Perempuan penculikan dan penjualan ===
=== Penculikan dan penjualan perempuan ===
Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang hilang mungkin karena alasan lain dari seks-selektif aborsi atau perempuan migran bekerja. Secara khusus, wanita, bayi, anak-anak dan wanita telah menjadi korban [[perdagangan manusia]]. Di Cina keluarga kurang bersedia untuk menjual bayi laki-laki meskipun mereka membawa harga yang lebih tinggi di perdagangan. Perempuan yang lahir melebihi kebijakan satu-anak dapat dijual kepada keluarga kaya sedangkan orang tua mengaku menjual bayi perempuan mereka lebih baik dari alternatif lainnya.<ref name="N1">{{Cite book|title="A Broken Compact." China's Deep Reform: Domestic Politics in Transition|last=Pearson|first=Veronica|date=2006|page=431}}</ref>
Bukti lain yang menunjukkan bahwa jumlah wanita yang hilang mungkin karena alasan lain selain aborsi atau pekerjaan migran perempuan. Secara khusus, bayi perempuan, anak perempuan dan wanita telah menjadi mangsa dalam [[perdagangan manusia]]. Di Cina, keluarga kurang bersedia untuk menjual bayi laki-laki meskipun mereka membawa harga yang lebih tinggi dalam perdagangan. Wanita yang lahir melebihi kebijakan satu anak dapat dijual ke keluarga yang lebih kaya sementara orang tua mengklaim menjual bayi perempuan mereka lebih baik daripada alternatif lainnya.<ref name="N1">{{Cite book|title="A Broken Compact." China's Deep Reform: Domestic Politics in Transition|last=Pearson|first=Veronica|date=2006|page=431}}</ref>


Di luar negeri adopsi layanan untuk anak-anak Cina telah terlibat dalam perdagangan bayi untuk menuai keuntungan dari sumbangan dari asing pengadopsi.<ref name="N3">{{Cite journal|last=Meier|first=Patricia J.|last2=Xiaole Zhang|date=2008|title=Sold into adoption: the Hunan baby trafficking scandal exposes vulnerabilities in Chinese adoptions to the United States|url=http://www.childtrafficking.com/Docs/meier_08_sold_adoption_1009.pdf|journal=Cumberland Law Review|volume=39|issue=87}}</ref> Satu studi mencatat bahwa antara tahun 2002 dan tahun 2005 sekitar 1000 diperdagangkan bayi ditempatkan dengan mengadopsi orang tua, masing-masing bayi seharga $3000.<ref name="N2">{{Cite news|url=https://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2006/03/11/AR2006031100942.html|title=Stealing Babies for Adoption: With U.S. Couples Eager to Adopt, Some Infants Are Abducted and Sold in China|last=Goodman|first=Peter S.|date=Mar 12, 2006|work=Washington Post|newspaper=Washington Post|access-date=4/11/14}}More than one of <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;work=</code> dan <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;newspaper=</code> specified ([[Bantuan:CS1 errors#redundant parameters|bantuan]])
Bahkan layanan adopsi di luar negeri untuk anak-anak China telah terlibat dalam perdagangan bayi berusaha mendapatkan keuntungan dari pengadopsian ini.<ref name="N3">{{Cite journal|last=Meier|first=Patricia J.|last2=Xiaole Zhang|date=2008|title=Sold into adoption: the Hunan baby trafficking scandal exposes vulnerabilities in Chinese adoptions to the United States|url=http://www.childtrafficking.com/Docs/meier_08_sold_adoption_1009.pdf|journal=Cumberland Law Review|volume=39|issue=87|access-date=2017-11-29|archive-date=2014-04-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20140413145141/http://www.childtrafficking.com/Docs/meier_08_sold_adoption_1009.pdf|dead-url=yes}}</ref> Suatu studi mencatat bahwa antara tahun 2002 hingga 2005 sekitar 1000 bayi yang diperdagangkan dalam bentuk adopsi, masing-masing bayi dijual seharga $ 3.000.00.<ref name="N2">{{Cite news|url=https://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2006/03/11/AR2006031100942.html|title=Stealing Babies for Adoption: With U.S. Couples Eager to Adopt, Some Infants Are Abducted and Sold in China|last=Goodman|first=Peter S.|date=Mar 12, 2006|work=Washington Post|newspaper=Washington Post|access-date=4/11/14}}More than one of <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;work=</code> dan <code style="color:inherit; border:inherit; padding:inherit;">&#x7C;newspaper=</code> specified ([[Bantuan:CS1 errors#redundant parameters|bantuan]])
[[Kategori:Pages with citations having redundant parameters]]</ref> Untuk menjaga pasokan untuk adopsi anak yatim, panti asuhan dan panti jompo mempekerjakan perempuan sebagai bayi pengedar.
</ref> Untuk menjaga pasokan pengadopsian anak yatim tetap tersedia, panti asuhan dan rumah jompo mempekerjakan wanita sebagai pedagang bayi.


Secara keseluruhan, pelaporan dan perdagangan mungkin terlalu kecil untuk memperhitungkan angka-angka mengejutkan perempuan yang hilang di selatan-timur Asia dan sub-Sahara Afrika meskipun mereka mungkin terkait dengan faktor penyebab.{{Synthesis-inline|date=October 2015}}
Secara keseluruhan, pelaporan dan perdagangan mungkin terlalu kecil untuk memperhitungkan jumlah mengejutkan dari wanita hilang di Asia Tenggara dan Afrika sub-Sahara meskipun hal ini mungkin saja terkait dalam berbagai faktor penyebab.


== Berbagai efek yang muncul ==
== Konsekuensi ==
Beberapa penelitian juga telah mencatat bahwa pada pertengahan 1990-an terbalik dimulai pada tren yang diamati di wilayah Asia dimana awalnya laki-laki/perempuan rasio yang tinggi. Sejalan dengan studi Das Gupta yang dijelaskan di atas, karena pendapatan meningkat bias dalam rasio jenis kelamin terhadap anak laki-laki menurun.
Beberapa penelitian juga mencatat bahwa pada pertengahan 1990-an, tren sebaliknya terjadi di wilayah Asia dimana rasio laki-laki terhadap perempuan pada awalnya tinggi. Namun perlahan jumlah perbandingan laki-laki menurun terhadap perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Das Gupta.


=== Kesehatan masyarakat ===
=== Kesehatan masyarakat ===
Perempuan diskriminasi dan pengabaian ini tidak hanya mempengaruhi anak perempuan dan wanita. Sen menggambarkan efek dari perempuan [[Malagizi|malnutrisi]] dan bentuk-bentuk lain dari diskriminasi pada kesehatan pria. Sebagai wanita hamil menderita gizi mengabaikan janin menderita, yang menyebabkan berat badan lahir rendah untuk laki-laki maupun bayi perempuan. Penelitian medis telah menemukan hubungan erat dengan berat badan lahir rendah dan [[penyakit kardiovaskular]] pada tahap selanjutnya dalam hidup. Sedangkan berat badan bayi perempuan beresiko untuk melanjutkan kekurangan gizi, ironisnya, Sen menunjukkan bahwa bahkan puluhan tahun setelah kelahiran, "laki-laki menderita secara tidak proporsional lebih lanjut dari penyakit kardiovaskular."
Diskriminasi dan pengabaian perempuan tidak hanya mempengaruhi para perempuan. Sen menggambarkan efek [[Malagizi|malnutrisi]] perempuan dan bentuk diskriminasi lainnya terhadap kesehatan pria. Karena wanita hamil menderita kelalaian gizi, janin menderita, menyebabkan berat lahir rendah untuk bayi laki-laki dan perempuan. Studi medis telah menemukan hubungan yang dekat dengan berat lahir rendah dan [[penyakit kardiovaskular]] pada tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sementara bayi perempuan dengan berat badan rendah berisiko mengalami kekurangan gizi. Ironisnya, Sen menunjukkan bahwa dalam beberapa dekade setelah kelahiran pria menderita penyakit kardiovaskular yang tidak proporsional.


Dengan pertumbuhan pendapatan per kapita di banyak bagian India dan Cina selama akhir 1990-an dan 2000-an, laki-laki/perempuan rasio telah mulai bergeser ke tingkat "normal".<ref>{{Cite journal|last=Dyson|first=Tim|year=2001|title=The Preliminary Demography of the 2001 Census of India|journal=Population and Development Review|volume=27|issue=2|pages=341&ndash;356|doi=10.1111/j.1728-4457.2001.00341.x}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|year=2002|title=A Turning Point in Gender Bias in Mortality? an update on the number of missing women|journal=Population and Development Review|volume=28|issue=2|pages=285&ndash;312|doi=10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x}}</ref> Namun, di India dan China, hal ini tampaknya karena jatuh pada orang dewasa laki-laki tingkat kematian, relatif terhadap laki-laki dewasa, daripada perubahan dalam rasio jenis kelamin antara anak-anak dan bayi yang baru lahir.
Dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi di banyak bagian di India dan China selama akhir 1990an dan 2000an, rasio laki-laki / perempuan telah mulai beralih ke tingkat "normal".<ref>{{Cite journal|last=Dyson|first=Tim|year=2001|title=The Preliminary Demography of the 2001 Census of India|url=https://archive.org/details/sim_population-and-development-review_2001-06_27_2/page/341|journal=Population and Development Review|volume=27|issue=2|pages=341–356|doi=10.1111/j.1728-4457.2001.00341.x}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Klasen|first=Stephan|last2=Wink|first2=Claudia|year=2002|title=A Turning Point in Gender Bias in Mortality? an update on the number of missing women|url=https://archive.org/details/sim_population-and-development-review_2002-06_28_2/page/285|journal=Population and Development Review|volume=28|issue=2|pages=285–312|doi=10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x}}</ref> Namun, untuk India dan China, ini tampaknya disebabkan oleh penurunan tingkat kematian perempuan dewasa, relatif terhadap orang dewasa laki-laki, dan bukan perubahan rasio jenis kelamin di antara anak-anak dan bayi yang baru lahir.


Secara umum, kondisi ini jumlah luas perampasan perempuan di Asia Timur dan Selatan. Menurut Nussbaum Kemampuan Pendekatan, seperti jutaan perempuan yang didiskriminasi mereka sedang kehilangan kemampuan penting untuk kehidupan, kesehatan tubuh dan integritas tubuh, antara lain. Sesuai kerangka ini, kebijakan harus fokus pada peningkatan kemampuan perempuan bahkan pada biaya mengubah lama memegang tradisi.<ref name="nussbaum">{{Cite journal|last=Nussbaum|first=Martha|year=1999|title=Women and equality: the capabilities approach.|url=http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1564-913X.1999.tb00386.x/pdf|journal=International Labour Review|series=3|volume=138|pages=227–245|doi=10.1111/j.1564-913X.1999.tb00386.x}}</ref>
Secara umum, kondisi ini berarti meluasnya perampasan wanita di Asia Timur dan Selatan. Menurut Nussbaum's Capabilities Approach, karena jutaan perempuan didiskriminasikan mereka seperti kehilangan kemampuan penting mereka antara lain kehidupan, kesehatan tubuh dan integritas tubuh. Menurut kerangka kerja ini, kebijakan harus berfokus pada peningkatan kemampuan perempuan bahkan harus mengubah tradisi lama yang dipegang teguh.<ref name="nussbaum">{{Cite journal|last=Nussbaum|first=Martha|year=1999|title=Women and equality: the capabilities approach.|url=http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1564-913X.1999.tb00386.x/pdf|journal=International Labour Review|series=3|volume=138|pages=227–245|doi=10.1111/j.1564-913X.1999.tb00386.x}}</ref>


=== Pengantin yang hilang ===
=== Pengantin yang hilang ===
Beberapa telah berspekulasi bahwa perbedaan dalam rasio jenis kelamin dapat mempengaruhi pernikahan pasar sedemikian rupa sehingga dapat mengubah air pasang dari perempuan yang hilang.<ref name="brides">{{Cite journal|last=d'Albis|first=Hippolyte|last2=David De La Croix|year=2012|title=Missing daughters, missing brides?.|journal=Economics Letters|series=3|volume=116|pages=358–360|doi=10.1016/j.econlet.2012.03.032}}</ref> David De La Croix dan Hippolyte d'albis dikembangkan Pengantin Hilang Indeks dan model matematika menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, seperti yang kaya dan keluarga kaya melanjutkan untuk menggugurkan bayi perempuan dan membesarkan anak laki-laki dan kurang dari keluarga kaya memiliki anak perempuan, lebih banyak laki-laki akan lebih makmur dan prospek bagi perempuan untuk menikah akan meningkat. Mereka memprediksi bahwa prospek untuk anak perempuan di pasar pernikahan dapat menjadi sangat menguntungkan bahwa bearing anak-anak perempuan dapat dilihat sebagai positif daripada negatif.<ref>{{Cite journal|last=Kaur|first=Ravinder|year=2008|title=Missing women and brides from faraway: Social consequences of the skewed sex ratio in India.|journal=AAS (Austrian Academy of Sciences) Working Papers in Social Anthropology, Approbated|pages=1–13}}</ref>
Beberapa orang berspekulasi bahwa perbedaan rasio jenis kelamin dapat mempengaruhi pasar perkawinan sedemikian rupa sehingga bisa mengubah arus perempuan yang hilang..<ref name="brides">{{Cite journal|last=d'Albis|first=Hippolyte|last2=David De La Croix|year=2012|title=Missing daughters, missing brides?.|journal=Economics Letters|series=3|volume=116|pages=358–360|doi=10.1016/j.econlet.2012.03.032}}</ref> David De La Croix dan Hippolyte d'albis mengembangkan Missing Bride Index dan model matematika yang menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, keluarga-keluarga kaya dan makmur terus menggugurkan bayi perempuan dan membesarkan anak laki-laki. Mereka beranggapan bahwa memiliki lebih banyak anak laki-laki akan membuat mereka lebih kaya lagi ke depannya.<ref>{{Cite journal|last=Kaur|first=Ravinder|year=2008|title=Missing women and brides from faraway: Social consequences of the skewed sex ratio in India.|journal=AAS (Austrian Academy of Sciences) Working Papers in Social Anthropology, Approbated|pages=1–13}}</ref>


=== Kelebihan laki-laki ===
=== Meningkatnya rasio laki-laki ===
Sejak munculnya seks-selektif aborsi melalui [[Ultrasonik|usg]] dan prosedur medis lainnya di tahun 1980-an, diskriminasi gender yang telah menyebabkan "perempuan yang hilang" telah secara bersamaan yang dihasilkan kohort kelebihan laki-laki. Banyak yang berspekulasi bahwa kelompok ini kelebihan laki-laki akan menyebabkan gangguan sosial seperti kejahatan dan perilaku seksual yang abnormal tanpa kesempatan untuk menikah. Dalam sebuah studi 2011, Hesketh ditemukan [[Pidana|kejahatan]] tarif tidak berbeda secara signifikan dari area dengan populasi yang lebih tinggi dari kelebihan laki-laki. Dia menemukan bahwa alih-alih menjadi rentan terhadap agresi ini laki-laki lebih mungkin untuk merasa terbuang dan menderita dari perasaan kegagalan, kesepian dan terkait masalah psikologis.<ref name="Hesketh">{{Cite journal|last=Hesketh|first=Therese|date=2011|title=Selecting sex: The effect of preferring sons.|journal=Early human development|volume=87|issue=11|pages=759–761|doi=10.1016/j.earlhumdev.2011.08.016}}</ref> orang Lain menggunakan [[emigrasi]] ke negara-negara lain seperti Amerika serikat atau Rusia sebagai solusi.
Sejak munculnya aborsi selektif seks melalui prosedur [[Ultrasonik|USG]] dan prosedur medis lainnya pada tahun 1980-an, diskriminasi gender yang menyebabkan "wanita yang hilang" secara bersamaan menghasilkan kohort kelebihan pria. Banyak yang menduga bahwa kelompok pria berlebih ini akan menyebabkan gangguan sosial seperti [[Pidana|kejahatan]] dan perilaku seksual yang tidak normal tanpa kesempatan untuk menikah. Dalam sebuah studi tahun 2011, Hesketh menemukan tingkat kejahatan tidak berbeda secara signifikan dari daerah dengan populasi laki-laki yang berlebihan. Hesketh menemukan bahwa orang-orang ini cenderung merasa terbuang dan menderita karena perasaan gagal, kesepian dan masalah psikologis yang terkait.<ref name="Hesketh">{{Cite journal|last=Hesketh|first=Therese|date=2011|title=Selecting sex: The effect of preferring sons.|journal=Early human development|volume=87|issue=11|pages=759–761|doi=10.1016/j.earlhumdev.2011.08.016}}</ref> Untuk mengatasi disparitas rasio jenis kelamin yang mengalami kelainan ini, Hesketh merekomendasikan kebijakan pemerintah untuk melakukan intervensi dengan melakukan aborsi selektif jenis kelamin ilegal dan mempromosikan kesadaran untuk melawan paradigma preferensi anak.

Untuk memerangi pelarian seks-rasio kesenjangan, Hesketh merekomendasikan kebijakan pemerintah untuk campur tangan dengan membuat seks selektif aborsi ilegal dan mempromosikan kesadaran untuk melawan anak preferensi paradigma.


=== Efek lain ===
=== Efek lain ===
Berbagai perkembangan yang terjadi di [[Korea Selatan]] yang pada awal 1990-an memiliki salah satu yang tertinggi laki-laki untuk perempuan rasio di dunia. Pada tahun 2007 namun, Korea Selatan, laki-laki untuk perempuan rasio sebanding dengan yang ditemukan di Eropa Barat, AS dan [[Afrika Sub-Sahara|Afrika sub-Sahara]].
Berbagai perkembangan yang terjadi di [[Korea Selatan]] yang pada awal 1990-an memiliki rasio laki-laki dan perempuan tertinggi di dunia. Pada tahun 2007, Korea Selatan memiliki rasio pria terhadap wanita yang sebanding dengan yang ditemukan di Eropa Barat, Amerika Serikat dan [[Afrika Sub-Sahara|Afrika sub-Sahara]].


Perkembangan ini ditandai dewasa rasio serta rasio antara kelahiran baru. Menurut Chung dan Das Gupta pesatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Korea Selatan telah menyebabkan perubahan besar dalam sikap sosial dan mengurangi preferensi untuk anak-anak.<ref>{{Cite journal|last=Chung|first=Woojin|last2=Das Gupta|first2=Monica|year=2007|title=The Decline of Son Preference in South Korea: the roles of development and public policy|journal=Population and Development Review|volume=33|issue=4|pages=757&ndash;783|doi=10.1111/j.1728-4457.2007.00196.x}}</ref> Das Gupta, Chung, dan Shuzhuo menyimpulkan bahwa itu adalah kemungkinan bahwa Cina dan India akan mengalami serupa pembalikan dalam tren menuju normal rasio jenis kelamin di masa depan jika mereka pembangunan ekonomi yang cepat, dikombinasikan dengan kebijakan yang berusaha untuk mempromosikan kesetaraan gender, terus berlanjut.<ref>{{Cite journal|last=Das Gupta|first=Monica|last2=Chung, Woojin|last3=Shuzhuo, Li|date=February 2009|title=Is There an Incipient Turnaround in Asia's 'Missing Girls' Phenomenon?|journal=World Bank Policy Research Working Paper|volume=4846|doi=10.1596/1813-9450-4846|ssrn=1354952}}</ref> pembalikan Ini telah ditafsirkan sebagai fase terbaru yang lebih kompleks siklus yang disebut "rasio jenis kelamin transisi".<ref>{{Cite journal|last=Guilmoto|first=Christophe Z.|year=2009|title=The Sex Ratio Transition in Asia|url=http://www.ceped.org/biblio/files/guilmoto/2009/95_Guilmoto2009.pdf|journal=CEPED Working Paper|volume=5|access-date=2009-11-19}}</ref>
Menurut Chung dan Das Gupta pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pembangunan di Korea Selatan telah menyebabkan perubahan sikap sosial dan mengurangi preferensi untuk anak laki-laki.<ref>{{Cite journal|last=Chung|first=Woojin|last2=Das Gupta|first2=Monica|year=2007|title=The Decline of Son Preference in South Korea: the roles of development and public policy|url=https://archive.org/details/sim_population-and-development-review_2007-12_33_4/page/757|journal=Population and Development Review|volume=33|issue=4|pages=757–783|doi=10.1111/j.1728-4457.2007.00196.x}}</ref> Das Gupta, Chung, dan Shuzhuo menyimpulkan bahwa ada kemungkinan China dan India akan mengalami perbaikan serupa dalam tren terhadap rasio jenis kelamin normal dalam waktu dekat jika perkembangan ekonomi mereka yang cepat dikombinasikan dengan kebijakan yang berusaha mempromosikan kesetaraan gender terus berlanjut.<ref>{{Cite journal|last=Das Gupta|first=Monica|last2=Chung, Woojin|last3=Shuzhuo, Li|date=February 2009|title=Is There an Incipient Turnaround in Asia's 'Missing Girls' Phenomenon?|journal=World Bank Policy Research Working Paper|volume=4846|doi=10.1596/1813-9450-4846|ssrn=1354952}}</ref> Pembalikan ini telah ditafsirkan sebagai fase terbaru dari siklus yang lebih kompleks yang disebut "transisi rasio jenis kelamin."<ref>{{Cite journal|last=Guilmoto|first=Christophe Z.|year=2009|title=The Sex Ratio Transition in Asia|url=http://www.ceped.org/biblio/files/guilmoto/2009/95_Guilmoto2009.pdf|journal=CEPED Working Paper|volume=5|access-date=2009-11-19|archive-date=2011-07-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20110725152329/http://www.ceped.org/biblio/files/guilmoto/2009/95_Guilmoto2009.pdf|dead-url=yes}}</ref>


== Solusi kebijakan ==
== Solusi dan kebijakan ==
Solusi kebijakan yang rumit oleh fakta bahwa pola "perempuan yang hilang" yang tidak seragam di semua bagian dari negara-negara berkembang. Studi menemukan variasi yang besar antara perempuan yang hilang.<ref>{{Cite web|url=http://www.nybooks.com/articles/1990/12/20/more-than-100-million-women-are-missing/|title=More Than 100 Million Women Are Missing|last=Sen|first=Amartya|date=20 December 1990|website=The New York Review|access-date=21 April 2016}}</ref> sebagai contoh, ada sebuah "kelebihan" perempuan di Sub-Sahara Afrika daripada defisit: rasio perempuan terhadap laki-laki adalah 1.02. Di sisi lain, ada tidak proporsional besar jumlah perempuan yang hilang di India dan China. Peneliti berpendapat bahwa prevalensi "perempuan yang hilang" ini sering terkait dengan budaya masyarakat dan sejarah, dan sebagai hasilnya, itu adalah sulit untuk membuat kebijakan yang luas solusi. Misalnya, Jafri berpendapat bahwa degradasi dari wanita untuk posisi inferior dalam masyarakat Muslim melanggengkan "perempuan yang hilang" masalah.<ref>Jafri, S. M. (2007). Missing Women: Trends, Protraction and Economic Development in Muslim Countries. Pakistan Horizon, 60(4), 1-25.</ref> Di sisi lain, ada bukti yang menunjukkan bahwa bahkan pada abad xvi melalui kesembilan belas abad, negara-negara Eropa Barat tidak menghadapi rasio seks seperti yang miring seperti yang kita lihat hari ini di berbagai negara berkembang.<ref>Lynch, K. A. (2011). Why weren't (many) European women ‘missing’?. The History of the Family,16(3), 250-266.</ref> Bahkan di antara India dan Bangladesh, dua negara dengan tingkat pendidikan dan jenis kelamin perbedaan hari ini, ada perbedaan dalam wanita hilang: langkah-langkah yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan di Bangladesh melakukan jauh lebih buruk di India.<ref name=":3">{{cite journal|last1=Kabeer|first1=N.|last2=Huq|first2=L.|last3=Mahmud|first3=S.|year=2014|title=Diverging stories of "missing women" in South Asia: Is son preference weakening in Bangladesh?|url=|journal=Feminist Economics|volume=20|issue=4|pages=138–163|doi=10.1080/13545701.2013.857423}}</ref> Kabeer berpendapat bahwa hal ini terjadi karena India adalah stratified oleh kasta sosial, sementara Bangladesh lebih homogen; sebagai akibatnya, ide-ide progresif seperti meningkatkan kesejahteraan perempuan dapat lebih mudah melakukan sosialisasi di Bangladesh.
Solusi untuk permasalahan ini diperumit oleh kenyataan bahwa pola "wanita hilang" tidak sama di setiap negara berkembang. Penelitian menemukan variasi besar antara wanita yang hilang.<ref>{{Cite web|url=http://www.nybooks.com/articles/1990/12/20/more-than-100-million-women-are-missing/|title=More Than 100 Million Women Are Missing|last=Sen|first=Amartya|date=20 December 1990|website=The New York Review|access-date=21 April 2016}}</ref> Misalnya, ada "kelebihan" perempuan di Afrika Sub-Sahara: rasio perempuan terhadap laki-laki adalah 1,02. Di sisi lain, sejumlah besar "wanita hilang" di India dan China tidak proporsional. Para peneliti berpendapat bahwa prevalensi "wanita hilang" sering kali dikaitkan dengan budaya dan sejarah masyarakat. Akibatnya sulit untuk menciptakan solusi kebijakan yang luas. Misalnya, Jafri berpendapat bahwa degradasi perempuan ke posisi inferior dalam masyarakat Muslim melestarikan isu "perempuan yang hilang".<ref>Jafri, S. M. (2007). Missing Women: Trends, Protraction and Economic Development in Muslim Countries. Pakistan Horizon, 60(4), 1-25.</ref> Di sisi lain, bukti yang menunjukkan bahwa di abad keenam belas hingga abad kesembilan belas, negara-negara Eropa Barat tidak menghadapi rasio seks yang tinggi seperti yang terjadi sekarang di berbagai negara berkembang.<ref>Lynch, K. A. (2011). Why weren't (many) European women ‘missing’?. The History of the Family,16(3), 250-266.</ref> Bahkan antara India dan Bangladesh, dua negara dengan tingkat pendidikan dan perbedaan gender yang sama saat ini, ada perbedaan pada perempuan yang hilang. Tindakan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan di India jauh lebih buruk dibandingkan Bangladesh.<ref name=":3">{{cite journal|last1=Kabeer|first1=N.|last2=Huq|first2=L.|last3=Mahmud|first3=S.|year=2014|title=Diverging stories of "missing women" in South Asia: Is son preference weakening in Bangladesh?|url=|journal=Feminist Economics|volume=20|issue=4|pages=138–163|doi=10.1080/13545701.2013.857423}}</ref> Kabeer berpendapat bahwa hal ini disebabkan India memiliki kasta sosial sedangkan Bangladesh lebih homogen. Akibatnya, gagasan progresif seperti meningkatkan kesejahteraan perempuan dapat lebih mudah tersebar luas di Bangladesh


=== Pendidikan ===
=== Pendidikan ===
Temuan dari Sensus India pada tahun 2001 menunjukkan bahwa perempuan meningkat tingkat pendidikan yang dikaitkan dengan kenaikan perempuan-ke-laki-laki sex ratio of India. Demikian pula, Dito penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa dalam keluarga di mana perempuan yang berpendidikan tinggi, memiliki banyak saudara, dan menutup di usia ke suami, wanita cenderung lebih baik-off, yang mengarah ke jumlah yang lebih rendah dari perempuan yang hilang.<ref>{{Cite journal|last=Dito|first=B. B.|year=2015|title=Women's Intrahousehold Decision-Making Power and Their Health Status: Evidence from Rural Ethiopia|journal=Feminist Economics|volume=21|issue=3|pages=168–190|doi=10.1080/13545701.2015.1007073}}</ref> dengan Demikian, di beberapa negara, meningkatkan akses terhadap pendidikan telah membantu
Sensus India pada tahun 2001 menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan perempuan berkaitan dengan kenaikan rasio jenis kelamin wanita-ke-laki-laki di India. Demikian pula, penelitian Dito di Ethiopia menunjukkan bahwa dalam sebuah keluarga di mana wanita berpendidikan tinggi memiliki banyak saudara laki-laki dan sudah dekat dengan suami mereka, wanita cenderung lebih kaya, menyebabkan jumlah wanita hilang yang lebih rendah.<ref>{{Cite journal|last=Dito|first=B. B.|year=2015|title=Women's Intrahousehold Decision-Making Power and Their Health Status: Evidence from Rural Ethiopia|journal=Feminist Economics|volume=21|issue=3|pages=168–190|doi=10.1080/13545701.2015.1007073}}</ref> Dengan demikian, peningkatan akses terhadap pendidikan di beberapa negara cukup membantu.


Di sisi lain, kemudian studi di India menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan benar-benar dapat memperburuk perempuan yang hilang fenomena. Meningkatkan pendidikan perempuan benar-benar dapat meningkatkan tingkat seks-selektif aborsi dan dengan demikian meningkatkan laki-laki untuk perempuan rasio jenis kelamin, karena semakin terdidik wanita dewasa menyadari bahwa peluang di masyarakat mereka untuk mereka anak laki-laki yang jauh lebih baik daripada kesempatan bagi anak-anak perempuan mereka. selain itu, anak-anak perempuan dipandang sebagai biaya pada keluarga karena kurangnya kesempatan kerja, membayar mas kawin, dan kemampuan mereka yang terbatas untuk memiliki properti. Mukherjee berpendapat bahwa hal ini lebih diperparah oleh kenyataan bahwa meskipun lebih tinggi pendidikan wanita di India, ada kelangkaan lapangan pekerjaan bagi perempuan yang berpendidikan tinggi, yang menunjukkan bahwa bahkan dengan pendidikan tinggi, tempat perempuan di masyarakat tidak berkembang banyak.<ref name=":4">{{cite journal|last1=Mukherjee|first1=S. S.|year=2013|title=Women's empowerment and gender bias in the birth and survival of girls in urban India|url=|journal=Feminist Economics|volume=19|issue=1|pages=1–28|doi=10.1080/13545701.2012.752312}}</ref>
Di sisi lain, penelitian di India menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan dapat memperburuk fenomena wanita yang hilang. Peningkatan pendidikan perempuan sebenarnya dapat meningkatkan tingkat aborsi selektif seks dan selanjutnya meningkatkan rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan orang dewasa berpendidikan lebih baik menyadari bahwa di mata masyarakat mereka, peluang untuk anak laki-laki jauh lebih baik daripada kesempatan bagi anak-anak perempuan. Selain itu, anak perempuan dipandang sebagai beban keluarga karena kurangnya kesempatan kerja, gaji, maskawin, dan kemampuan mereka untuk memiliki lahan dan properti. Mukherjee berpendapat bahwa hal ini semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa meskipun ada pendidikan perempuan yang lebih tinggi di India, ada kelangkaan pekerjaan untuk wanita berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan tinggi, perempuan di masyarakat tidak banyak berkembang.<ref name=":4">{{cite journal|last1=Mukherjee|first1=S. S.|year=2013|title=Women's empowerment and gender bias in the birth and survival of girls in urban India|url=|journal=Feminist Economics|volume=19|issue=1|pages=1–28|doi=10.1080/13545701.2012.752312}}</ref>


=== Peluang kerja ===
=== Peluang kerja ===
Sen berpendapat bahwa wanita kesempatan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja memberikan dia lebih banyak daya tawar dalam rumah. Di Sub-Sahara Afrika, di mana ada lebih sedikit perempuan yang hilang, wanita ini umumnya mampu untuk mendapatkan penghasilan dari luar rumah, meningkatkan kontribusi dia ke rumahnya dan memberikan kontribusi untuk berbeda pandangan keseluruhan nilai perempuan dibandingkan dengan yang dari Asia Tenggara dan Asia Timur. Namun, Sen perselisihan tentang yang menguntungkan bekerja di luar rumah telah menyebabkan beberapa perdebatan. Berik dan Bilginsoy diteliti Sen premis bahwa peningkatan ekonomi wanita peluang di luar rumah akan mengurangi disparitas rasio jenis kelamin di Turki. Mereka menemukan bahwa wanita lebih berpartisipasi dalam angkatan kerja dan mempertahankan tenaga kerja tidak dibayar rasio jenis kelamin perbedaan tumbuh, bertentangan dengan Sen asli prediksi.<ref>{{Cite journal|last=Berik|first=Günseli|last2=Cihan Bilginsoy|year=2000|title=Type of work matters: women's labor force participation and the child sex ratio in Turkey.|url=http://ac.els-cdn.com/S0305750X99001643/1-s2.0-S0305750X99001643-main.pdf?_tid=def80c20-b55c-11e3-80dc-00000aab0f26&acdnat=1395889803_3baae17ace5d3ad69903f49b1a6a904c|journal=World Development|series=5|volume=28|pages=861–878|doi=10.1016/s0305-750x(99)00164-3}}</ref> Di sisi lain, Sen mencatat bahwa di Narsapur, India, renda-pembuat kurang memiliki daya tawar dari kerja mereka karena renda-pembuatan dilakukan di rumah dan dianggap sebagai tambahan, daripada menguntungkan, tenaga kerja. Namun, wanita yang membuat rokok di Allahabad, India, yang dipandang sebagai memiliki menguntungkan tenaga kerja, yang membantu meningkatkan pandangan masyarakat tentang perempuan. Sebagai Sen berpendapat, hanya menguntungkan tenaga kerja ini berguna untuk membongkar fenomena perempuan yang hilang.
Sen berpendapat bahwa kesempatan seorang wanita untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja memberi daya tawar lebih di dalam rumah. Di Sub-Sahara Afrika, di mana terdaat lebih sedikit perempuan yang hilang, seorang wanita pada umumnya dapat memperoleh penghasilan dari luar rumah, meningkatkan kontribusinya ke rumah tangganya dan memberikan pandangan lain yang berbeda mengenai nilai perempuan dibandingkan dengan masyarakat Asia Tenggara dan Asia Timur. Namun, pendapat Sen tentang pekerjaan yang menguntungkan di luar rumah telah menghasilkan beberapa perdebatan. Berik dan Bilginsoy meneliti bahwa meningkatkan peluang ekonomi perempuan di luar rumah akan mengurangi disparitas rasio jenis kelamin di Turki. Mereka menemukan bahwa saat perempuan berpartisipasi lebih banyak dalam angkatan kerja dan mempertahankan persalinan mereka yang tidak dibayar, rasio jenis kelamin meningkat, bertentangan dengan prediksi Sen.<ref>{{Cite journal|last=Berik|first=Günseli|last2=Cihan Bilginsoy|year=2000|title=Type of work matters: women's labor force participation and the child sex ratio in Turkey.|url=http://ac.els-cdn.com/S0305750X99001643/1-s2.0-S0305750X99001643-main.pdf?_tid=def80c20-b55c-11e3-80dc-00000aab0f26&acdnat=1395889803_3baae17ace5d3ad69903f49b1a6a904c|journal=World Development|series=5|volume=28|pages=861–878|doi=10.1016/s0305-750x(99)00164-3}}</ref> Di sisi lain, Sen mencatat bahwa di Narsapur, India, pembuat renda memiliki daya tawar lebih sedikit dari pekerjaan mereka karena pembuatan renda dilakukan di rumah dan dianggap sebagai pekerjaan sampingan. Namun, wanita yang membuat rokok di Allahabad, India dipandang memiliki posisi yang menguntungkan dan tentu saja membantu meningkatkan pandangan masyarakat terhadap wanita. Hal ini sesuai dengan pendapat Sen bahwa hanya tenaga kerja yang bermanfaat yang dapat membongkar fenomena wanita yang hilang.


Qian menambah analisis ini dengan mencatat bahwa kenaikan laki-laki pendapatan tidak cukup untuk memecahkan perempuan yang hilang masalah; sebaliknya, kenaikan pendapatan perempuan harus relatif terhadap pendapatan laki-laki. Dalam penelitian di tahun 2008, Qian menunjukkan bahwa ketika perempuan di Cina mendapatkan 10% peningkatan pendapatan rumah tangga sementara laki-laki pendapatan konstan, laki-laki kelahiran turun 1,2 poin persentase. Perempuan ini-spesifik upah dorongan orang tua juga meningkatkan investasi di anak-anak perempuan, dengan anak-anak perempuan mendapatkan 0.25 tahun lebih banyak pendidikan. Akibatnya, peningkatan perempuan-spesifik produktivitas ekonomi membantu meningkatkan kelangsungan hidup dan investasi di anak-anak perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Qian|first=N|year=2008|title=Missing women and the price of tea in China: The effect of sex-specific earnings on sex imbalance|journal=The Quarterly Journal of Economics|volume=123|issue=3|pages=1251–1285|doi=10.1162/qjec.2008.123.3.1251}}</ref> dengan Demikian, jika wanita menjadi lebih ekonomis produktif sendiri, hal ini dapat mengubah pandangan anak-anak perempuan karena secara ekonomis tidak produktif juga. Hal ini dapat meningkatkan girls' kemungkinan bertahan untuk kelahiran dan menerima perawatan dan perhatian selama masa kanak-kanak yang mereka butuhkan.
Qian menambahkan analisis ini dengan mencatat bahwa kenaikan pendapatan perempuan tidak cukup untuk memecahkan masalah perempuan yang hilang; Sebaliknya, kenaikan pendapatan perempuan harus relatif terhadap pendapatan laki-laki. Dalam studinya pada tahun 2008, Qian menunjukkan bahwa ketika wanita di China mendapatkan kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 10% sementara pendapatan laki-laki tetap konstan, kelahiran laki-laki turun sebesar 1,2 poin persentase. Peningkatan upah khusus perempuan ini juga meningkatkan investasi orang tua pada anak perempuan. Anak perempuan memperoleh pendidikan lebih dini. Akibatnya, peningkatan produktivitas ekonomi spesifik perempuan membantu meningkatkan kelangsungan dan investasi pada anak perempuan.<ref>{{Cite journal|last=Qian|first=N|year=2008|title=Missing women and the price of tea in China: The effect of sex-specific earnings on sex imbalance|url=https://archive.org/details/sim_quarterly-journal-of-economics_2008-08_123_3/page/1251|journal=The Quarterly Journal of Economics|volume=123|issue=3|pages=1251–1285|doi=10.1162/qjec.2008.123.3.1251}}</ref> Jadi, jika perempuan lebih produktif secara ekonomi, hal itu dapat mengubah pandangan anak perempuan tidak produktif secara ekonomi. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan anak perempuan untuk bertahan hidup hingga kelahirannya dan menerima perawatan dan perhatian selama masa kecil yang mereka butuhkan.


=== Organisasi-organisasi internasional dan saat ini menerapkan kebijakan ===
=== Dukungan Organisasi Internasional ===
Meskipun variasi dalam studi pada kebijakan yang membantu mengurangi jumlah perempuan yang hilang, beberapa organisasi internasional dan negara-negara merdeka telah mengambil langkah-langkah untuk mencoba untuk membantu masalah. OECD meliputi "perempuan yang hilang" sebagai ukuran di bawah Anak preferensi parameter dari Inklusi Sosial dan Gender Index, membawa kesadaran untuk itu sebagai masalah.<ref name=":6">“Social Institutions & Gender Index”. OECD Development Center. http://www.genderindex.org/data</ref><ref name=":7">Boris Branisa, Stephan Klasen, Maria Ziegler, Denis Drechsler, and Johannes Jütting (2013): The institutional basis of gender inequality: the Social Institutions and Gender Index (SIGI). Feminist Economics, Published online: 11 Dec 2013.</ref> Selain itu, 1989 Konvensi hak-Hak Anak mencatat pentingnya anak-anak dalam mengukur suatu masyarakat tingkat kesetaraan, sementara Keempat Konferensi PBB untuk Perempuan pada tahun 1995 mengembangkan Beijing platform, yang mengakui hak-hak anak perempuan.<ref name=":5">Croll, E. J. (2001). Amartya Sen's 100 Million Missing Women. Oxford Development Studies,29(3), 225-244.</ref> selain itu, karena tekanan internasional, India, dan China memiliki kedua melarang penggunaan ultrasound untuk tujuan seks-selektif aborsi.
Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam studi tentang kebijakan yang membantu mengurangi jumlah perempuan yang hilang, beberapa organisasi internasional dan negara-negara maju telah mengambil langkah-langkah untuk membantu mengatasi masalah tersebut. salagh satunya adalah [[Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi|OECD]] yang merupakan organisasi di bidang ekonomi juga memasukkan "wanita yang hilang" dalam agenda utamanya.<ref name=":6">“Social Institutions & Gender Index”. OECD Development Center. http://www.genderindex.org/data</ref><ref name=":7">Boris Branisa, Stephan Klasen, Maria Ziegler, Denis Drechsler, and Johannes Jütting (2013): The institutional basis of gender inequality: the Social Institutions and Gender Index (SIGI). Feminist Economics, Published online: 11 Dec 2013.</ref> Selanjutnya, Konvensi Hak Anak tahun 1989 mencatat pentingnya anak-anak dalam mengukur tingkat kesetaraan suatu masyarakat. Dalam Konferensi PBB untuk Perempuan pada tahun 1995 mengembangkan platform Beijing, yang mengakui hak anak perempuan.<ref name=":5">Croll, E. J. (2001). Amartya Sen's 100 Million Missing Women. Oxford Development Studies,29(3), 225-244.</ref> Selain itu, karena tekanan internasional, India dan China sama-sama melarang penggunaan USG untuk tujuan aborsi selektif seks.


Pada tahun 2014, Kabeer, Huq, dan Mahmud digunakan perbandingan dari India dan Bangladesh untuk berpendapat bahwa budaya penyebaran ide-ide progresif meningkatkan tempat perempuan dalam masyarakat adalah kunci untuk memecahkan masalah perempuan yang hilang. Mereka menunjukkan bahwa LSM di Bangladesh, yang hadir di lebih dari tujuh puluh persen dari Bangladesh desa, dapat menjadi alat yang berguna untuk memobilisasi perubahan dan budaya. Di sisi lain, mereka berpendapat bahwa budaya dilembagakan ketidakadilan seperti India sistem kasta, yang stratifies masyarakat, mencegah penyebaran lebih lanjut ide-ide progresif, dan sebagai akibatnya, menyebabkan prevalensi yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang.
Pada tahun 2014, Kabeer, Huq, dan Mahmud menggunakan perbandingan India dan Bangladesh untuk memperdebatkan bahwa kunci untuk memecahkan masalah perempuan yang hilang adalah penyebaran gagasan progresif. Mereka menunjukkan bahwa LSM di Bangladesh yang hadir di lebih dari tujuh puluh persen desa di Bangladesh dapat menjadi alat yang sangat membantu untuk memobilisasi perubahan dan budaya. Di sisi lain, mereka berpendapat bahwa ketidakadilan yang diatur secara kultural seperti sistem kasta India, yang memberi stratifikasi pada masyarakatnya telah mencegah penyebaran gagasan yang lebih progresif dan menyebabkan prevalensi perempuan hilang yang lebih tinggi


== Lihat juga ==
== Lihat juga ==
* [[Demografi Asia]]
* [[Demografi Asia]]
* Perempuan yang hilang dari Cina
* Seksisme di India


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{reflist|2}}

[[Kategori:Halaman dengan rujukan yang memiliki parameter duplikat]]
[[Kategori:Gender]]
[[Kategori:Perempuan]]
[[Kategori:Penduduk]]
[[Kategori:Budaya]]
[[Kategori:Demografi]]

Revisi terkini sejak 20 Desember 2022 07.15

Istilah "Wanita Hilang" atau "perempuan yang hilang" menunjukkan berkurangnya jumlah perempuan karena berbagai sebab di suatu wilayah atau negara. Hal ini diukur berdasarkan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan. Menurut teori yang berkembang, hal ini disebabkan oleh seks-selektif aborsi, pembunuhan bayi perempuan, kesehatan dan gizi buruk bagi anak-anak perempuan. Para ahli berpendapat bahwa teknologi yang memungkinkan memilih jenis kelamin sebelum kelahiran bayi yang telah diperdagangkan sejak tahun 1970-an, adalah penyebab terbesar menurunnya jumlah anak-anak perempuan.[1]

Fenomena ini pertama kali dicatat oleh ekonom Amartya Sen, salah seorang peraih Nobel Ekonomi asal India. Dia menuliskan dalam sebuah esai di The New York Review of Books pada tahun 1990,[2] dan dikembangkan lagi dalam sebuah bukunya. Sen memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 100 juta perempuan yang "hilang." Kemudian para peneliti lain menemukan angka yang berbeda. Dugaan terbaru memperkirakan sekitar 90 hingga 101 juta wanita telah hilang. Sebagian besar terkonsentrasi di negara-negara berkembang seperti Asia, Timur Tengah dan Afrika Utara. Sepanjang tahun 1991 dan 2004, di Cina dan India diperkirakan terjadi aborsi yang mengakibatkan 2000 anak perempuan batal lahir.[3] Beberapa negara bekas Uni Soviet juga menunjukkan tren penurunan wanita kelahiran setelah revolusi tahun 1989, khususnya di wilayah Kaukasus.[4]

Ekonom lain, Emily Oster, mempertanyakan penjelasan Sen. Dia berpendapat bahwa kekurangan tersebut disebabkan virus hepatitis B yang cukup tinggi dan merata di Asia tengah dibandingkan Eropa. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa Hepatitis B bukanlah penyebab hilangnya perempuan. Para Peneliti juga berpendapat bahwa penyakit lainnya, HIVS/AIDS, dan penculikan perempuan juga bertanggung jawab atas hilangnya wanita. Namun, pemilihan anak laki-laki serta berbagai alasan yang berhubungan dengan kesejahteraan laki-laki lebih utama dibandingkan kesejahteraan perempuan masih dianggap sebagai penyebab utama.[5] Selain untuk kesehatan dan kesejahteraan perempuan, fenomena perempuan hilang telah menyebabkan jumlah laki-laki jauh lebih banyak dalam masyarakat dan pola pernikahan yang tidak seimbang.

Para peneliti berpendapat bahwa meningkatkan kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja pada perempuan dapat membantu mengurangi jumlah wanita yang hilang. Namun dampak dari solusi kebijakan ini sangat berbeda antar negara karena tingkat perbedaan seksualitas antara budaya. Berbagai langkah-langkah internasional telah dilakukan untuk memerangi masalah perempuan yang hilang. Misalnya, untuk menyadarkan publik terhadap masalah perempuan yang hilang, OECD mengukur jumlah perempuan yang hilang melalui parameter "Son preference" atau "pilihan anak" di indeks SIGI.

Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

Menurut Sen, meskipun wanita merupakan mayoritas dari populasi dunia, proporsi populasi perempuan di masing-masing negara bervariasi. Beberapa negara memiliki jumlah perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. Hal Ini bertentangan dengan penelitian yang menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih baik daripada laki-laki meskipun memiliki jumlah nutrisi dan perhatian medis yang sama.[6] Untuk mengetahui perbedaan ini dari rasio seks alami, hitungan "wanita hilang" diukur sebagai perbandingan jenis kelamin pria ke wanita atau sebaliknya dibandingkan dengan rasio jenis kelamin alami. Tidak seperti tingkat kematian perempuan, perkiraan "wanita yang hilang" mencakup jumlah aborsi, yang menurut Sen sebagai faktor besar yang berkontribusi terhadap perbedaan rasio jenis kelamin di berbagai negara. Selanjutnya, tingkat kematian perempuan gagal memperhitungkan efek antargenerasi dari diskriminasi perempuan, sementara perbandingan rasio jenis kelamin suatu negara dengan rasio seks alami akan meningkat.[7]

Penelitian asli Sen menemukan bahwa walaupun ada lebih banyak wanita daripada laki-laki di negara-negara Eropa dan Amerika Utara (sekitar 0,98 pria sampai 1 wanita di sebagian besar negara), rasio jenis kelamin negara-negara berkembang di Asia, dan juga Timur Tengah, jauh lebih tinggi (dalam jumlah laki-laki untuk masing-masing perempuan). Misalnya, di China, perbandingan pria terhadap wanita adalah 1,06, jauh lebih tinggi daripada negara lainnya. Perbandingan ini jauh lebih tinggi daripada yang lahir setelah tahun 1985, ketika USG teknologi tersedia secara luas. Dengan menggunakan data termutakhir, menunjukkan bahwa di China terdapat 50 juta wanita "hilang" - yang seharusnya ada tapi tidak ada. Ditambahkan dengan jumlah yang sama dari Asia Selatan dan Barat menghasilkan sejumlah wanita "hilang" lebih dari 100 juta orang. Menurut Sen, "Angka-angka ini memberi tahu kita, secara diam-diam, sebuah kisah mengerikan tentang ketidaksetaraan dan kelalaian yang menyebabkan kematian manusia secara berlebihan."

Prediksi Jumlah Wanita Hilang

[sunting | sunting sumber]

Sejak penelitian asli Sen, penelitian lanjutan di lapangan telah menghasilkan perkiraan yang bervariasi mengenai jumlah total wanita yang hilang. Sebagian besar variasi ini disebabkan oleh asumsi yang mendasari rasio kelahiran bayi "normal" dan tingkat kematian pasca melahirkan.

Perhitungan Sen menggunakan data tahun 1980-an dan 1990-an untuk wanita hilang dengan rasio jenis kelamin rata-rata di Eropa Barat dan Amerika Utara sebagai rasio jenis kelamin alami. Dengan mengasumsikan bahwa di negara-negara ini, pria dan wanita mendapat perawatan yang sama. Setelah penelitian lebih lanjut, dia memperbarui angka-angka ini dengan rasio seks Afrika Sub-Sahara. Dengan menggunakan rasio seks di negara-negara ini sebagai data dasar dan populasi pria-wanita dari negara lain sebagai data, dia menyimpulkan bahwa lebih dari 100 juta wanita hilang, terutama di Asia.[8] Namun, belakangan menunjukkan bahwa Eropa cenderung memiliki tingkat mortalitas laki-laki yang lebih tinggi karena banyak perang dan umumnya merupakan perilaku berisiko. Hal ini disebabkan oleh pekerja laki-laki bermigrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan, ke luar negeri, dan perang dunia. Budaya "maskulinitas tinggi" ada di negara-negara ini, sementara di sisi lain, negara seperti India, tradisi mengenai perlakuan diskriminatif terhadap anak perempuan lebih kuat dari akhir 1950 sampai pertengahan 1980-an.[9]

Sebagai hasil dari perbedaan antara negara-negara ini, demograf Amerika, Coale kembali memperkirakan jumlah asli wanita yang hilang dari Sen menggunakan metodologi yang berbeda. Dengan menggunakan data dari Tabel Kehidupan Model Regional (Regional Model Life Tables) yang merupakan metode buatannya. Coale menemukan bahwa rasio jenis kelamin pria ke wanita alami, yang memperhitungkan tingkat kesuburan dan keadaan negara yang berbeda, memiliki nilai yang diharapkan sebesar 1,059. Dengan menggunakan nomor tersebut, dia kemudian mencapai perkiraan 60 juta wanita hilang, jauh lebih rendah dari perkiraan asli Sen. Namun, beberapa tahun kemudian, Klasen menghitung ulang jumlah perempuan yang hilang menggunakan metode Coale dengan data yang diperbarui. Ia menemukan 69.3 juta perempuan yang hilang. Lebih tinggi dari Coale ini perkiraan semula.[10] Dia juga mencatat masalah dengan Model Model Life Tables; didasari pada negara-negara dengan tingkat kematian perempuan yang lebih tinggi, yang membuat Coale kehilangan jumlah wanita hilang lebih sedikit. Klasen dan Wink mencatat bahwa metodologi Sen dan Coale cacat karena Sen dan Coale berasumsi bahwa rasio seks yang optimal konstan sepanjang waktu dan ruang, yang sering kali tidak mereka rasakan.

Klasen dan Wink melakukan penelitian pada tahun 2003 dengan data sensus yang diperbarui. Dengan menggunakan harapan hidup untuk instrumen rasio seks saat lahir (yang memperhitungkan rasio seks non-konstan serta bias dari Tabel Kehidupan Model Regional), mereka memperkirakan 101 juta wanita hilang di seluruh dunia. Kesimpulannya, mereka menemukan tren yang menunjukkan bahwa Asia Barat, Afrika Utara dan sebagian besar Asia Selatan memiliki rasio seks yang setara, sedangkan rasio China dan Korea Selatan memburuk. Faktanya, Klasen dan Wink mencatat bahwa China bertanggungjawab atas 80% kenaikan perempuan yang hilang antara tahun 1994 dan 2003. Aborsi selektif digunakan sebagai alasan karena ketiadaan perbaikan di India dan China, sementara peluang pendidikan dan ketenagakerjaan perempuan meningkat sebagai alasan untuk peningkatan rasio di negara-negara dengan rasio rendah lainnya seperti Sri Lanka.[11] Klasen dan Wink juga mencatat bahwa ada hal yang serupa dengan hasil Sen dan Coale, Pakistan memiliki persentase perempuan hilang terbanyak di dunia dibandingkan dengan total populasi wanita pra-dewasa.[12]

Perkiraan selanjutnya cenderung memiliki jumlah wanita hilang yang lebih banyak. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada tahun 2005 memperkirakan bahwa lebih dari 90 juta perempuan "hilang" dari populasi yang diharapkan di Afghanistan, Bangladesh, Cina, India, Pakistan, Korea Selatan dan Taiwan.[13] Di sisi lain, Guilmoto dalam laporannya tahun 2010 menggunakan data terbaru (kecuali untuk Pakistan), dan memperkirakan jumlah gadis hilang yang jauh lebih rendah di negara-negara Asia dan non-Asia, tetapi mencatat bahwa rasio seks yang lebih tinggi di banyak negara telah menciptakan gender kesenjangan (kekurangan anak perempuan) pada kelompok usia 0-19 tahun. Tabel di bawah ini merupakan hasilnya:

Negara Kesenjangan Gender

0-19 kelompok umur (tahun 2010)[14]

%

perempuan

Afghanistan 265,000 3
Bangladesh 416,000 1.4
Cina 25,112,000 15
India 12,618,000 5.3
Nepal 125,000 1.8
Pakistan 206,000 0.5
Korea Selatan 336,000 6.2
Singapura 21,000 3.5
Vietnam 139,000 1

Perbedaan di berbagai negara

[sunting | sunting sumber]

Bahkan di dalam negara, perempuan yang hilang dapat bervariasi secara drastis. Das Gupta mengamati bahwa anak laki-laki dan kekurangan anak perempuan yang dihasilkan lebih terasa di daerah seperti Haryana dan Punjab, India yang lebih maju dibandingkan daerah-daerah miskin lainnya. Prasangka ini paling banyak terjadi di kalangan wanita dan ibu berpendidikan dan makmur di dua wilayah tersebut. Di wilayah Punjab, anak perempuan tidak mendapat perlindungan ketat jika seorang gadis lahir sebagai anak pertama di keluarga tertentu. Pada saat itu orang tua masih memiliki harapan tinggi untuk mendapatkan anak laki-laki. Namun, kelahiran anak perempuan berikutnya tidak disukai, karena setiap kelahiran tersebut mengurangi kesempatan keluarga memiliki anak laki-laki. Karena lebih banyak wanita kaya dan berpendidikan akan memiliki keturunan lebih sedikit. Sejak munculnya USG dan teknik lainnya semakin memungkinkan memprediksi lebih awal jenis kelamin anak, keluarga yang lebih makmur memilih aborsi jika perkiraan menunjukkan anaknya perempuan. Bahkan ketika anak perempuan itu lahir, keluarga tersebut akan mengurangi kesempatan bertahannya dengan tidak menyediakan perawatan medis atau gizi yang memadai. Akibatnya, di India ada lebih banyak perempuan hilang di daerah perkotaan yang sedang berkembang, daripada di daerah pedesaan.[15][16]

Di sisi lain, daerah pedesaan di China memiliki masalah perempuan yang hilang lebih besar daripada di daerah perkotaan. hal itu juga didukung oleh program Pemerintah China atas kebijakan satu anak. Daerah perkotaan telah terbukti lebih mudah untuk menerapkan kebijakan tersebut karena sistem Danwei, populasi perkotaan umumnya berpendidikan - memahami bahwa satu anak lebih mudah dirawat dan tetap sehat daripada dua. Di daerah pedesaan dimana pertanian dan pasangan bergantung pada keturunan laki-laki untuk merawatnya di usia tua, anak laki-laki lebih disukai perempuan.

Bahkan negara maju menghadapi masalah dengan wanita yang hilang. Bias terhadap anak perempuan sangat nyata di kalangan negara-negara yang didominasi kelas menengah yang relatif maju (Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Armenia, Azerbaijan, Georgia) dan imigran masyarakat Asia di Amerika Serikat dan Inggris. Hanya baru-baru ini dan di beberapa negara (terutama Korea Selatan) memiliki kampanye pengembangan dan pengajaran mulai berubah arah, menghasilkan rasio gender yang lebih normal.

Upaya Mengelabui Data

[sunting | sunting sumber]

Beberapa bukti menunjukkan bahwa di Asia, terutama di Cina dengan kebijakan satu-anak, perilaku kesuburan, kematian bayi, dan informasi kelahiran perempuan mungkin disembunyikan atau tidak dilaporkan. Alih-alih kebijakan memperluas kesempatan perempuan untuk mendapatkan kebijakan ketenagakerjaan yang menguntungkan, dari tahun 1979 dan seterusnya, kebijakan satu anak telah menambahkan preferensi anak laki-laki yang menyebabkan jumlah perempuan hilang terbanyak di negara manapun.[17] Karena orang tua sangat ingin memiliki anak laki-laki dan hanya diperbolehkan satu anak, beberapa wanita kelahiran pertama tidak dilaporkan dengan harapan anak mereka berikutnya akan menjadi anak laki-laki.[18][19] Anak-anak yang bertahan hidup yang tidak dilaporkan menderita karena tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan, kesempatan menerima dan pendidikan yang lebih rendah dan sering hidup dengan perasaan bahwa mereka membebani keluarga mereka.

Perbedaan Argumen

[sunting | sunting sumber]

Pendapat Sen

[sunting | sunting sumber]

Sen berpendapat bahwa perbedaan rasio jenis kelamin di negara-negara Asia Timur seperti India, China, dan Korea bila dibandingkan dengan Amerika Utara dan Eropa, seperti yang terlihat pada tahun 1992, hanya dapat dijelaskan oleh pengurangan gizi dan kesehatan yang disengaja terhadap perempuan dan anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh mekanisme budaya, seperti tradisi dan nilai yang bervariasi antar negara dan bahkan wilayah di dalam negara.[20] Karena anggapan memiliki anak laki-laki lebih utama telah melekat di berbagai negara, maka anak perempuan, jika terlahir tidak diberikan hak yang sama dengan anak laki-laki khususnya dalam perawatan medis. Begitu pula dengan prioritas makanan dalam sebuah keluarga, laki-laki lebih diutamakan. Hal itu menyebabkan tingkat kelangsungan hidup lebih rendah pada perempuan.[21]

[sunting | sunting sumber]
Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di atas 65 tahun. Warna merah merupakan negara-negara yang memiliki penduduk mayoritas perempuan, sedangkan warna biru merupakan negara-negara yang memiliki penduduk laki-laki.

Menurut model konflik kooperatif Sen,[22] hubungan dalam rumah tangga dicirikan oleh kerjasama dan konflik: kerja sama dalam penambahan sumber daya dan konflik dalam pembagian sumber daya di antara rumah tangga. Proses intra-rumah tangga ini dipengaruhi oleh persepsi kepentingan, kontribusi dan kesejahteraan seseorang.

Biasanya, laki-laki yang memiliki hak kepemilikan tanah, lebih berpeluang dalam hal ekonomi dan tidak banyak bersentuhan dalam mengurus anak. Posisi ini lebih baik daripada posisi wanita yang bergantung pada suaminya untuk mendapatkan tanah dan pendapatan. Menurut kerangka kerja ini, ketika perempuan tidak memiliki persepsi akan kepentingan pribadi dan memiliki kepedulian yang lebih besar terhadap ketidaksetaraan gender keluarga mereka dipertahankan. Menurut kerangka kerja ini, perempuan tidak memiliki persepsi akan kepentingan pribadi dan tidak memiliki kepedulian terhadap kesetaraan gender dalam keluarga mereka. Sen berpendapat bahwa rendahnya daya tawar perempuan dalam keputusan rumah tangga berpengaruh terhadap kekurangan populasi perempuan di Asia Timur..

Hilangnya anak-anak perempuan

[sunting | sunting sumber]
Rasio jenis kelamin oleh negara untuk penduduk berusia di bawah 15 tahun. Warna merah mewakili lebih banyak perempuan, Warna biru mewakili lebih banyak laki-laki.

Sen menyarankan bahwa di daerah dengan proporsi wanita hilang yang tinggi, perawatan dan gizi pada anak perempuan selalu berhubungan dengan pandangan masyarakat. Orang tua, bahkan ibu, sering menghindari anak perempuan karena budaya patriarki tradisional di negara-negara dimana penghapusan perempuan berlangsung. Anak laki-laki lebih dihargai di daerah ini karena mereka dipandang memiliki masa depan yang produktif secara ekonomi sedangkan perempuan tidak. Seiring bertambahnya usia orang tua, mereka dapat mengharapkan lebih banyak bantuan dan dukungan dari putra mereka daripada anak perempuan. Bahkan jika anak perempuandididik dan menghasilkan pendapatan yang signifikan, mereka tetap memiliki kemampuan terbatas untuk berinteraksi dengan keluarga mereka. Wanita juga sering kali tidak mendapatkan warisan.

Karena penilaian orang tua yang selektif terhadap anak perempuan, meskipun wanita mampu memperoleh kesehatan dan peluang ekonomi yang lebih baik di luar rumah, masalah wanita tetap ada. Khususnya, teknologi ultrasound telah memperburuk masalah kehilangan anak perempuan. Perawatan ultrasound memungkinkan orang tua untuk menyaring janin wanita yang tidak diinginkan sebelum mereka terlahir. Sen menyimpulkan bahwa bias terhadap wanita begitu "mengakar" sehingga perbaikan ekonomi dalam kehidupan rumah tangga hanya memungkinkan jika orang tua menolak memiliki anak perempuan. Sen kemudian berpendapat bahwa alih-alih hanya meningkatkan hak ekonomi perempuan dan kesempatan dapat berkembang di luar rumah, upaya untuk meningkatkan kesadaran dan menghapuskan ketidaksetaraan gender terhadap anak perempuan perlu digalakkan.

Peran kesuburan

[sunting | sunting sumber]

Rasio jenis kelamin alami saat lahir adalah sekitar 105 laki-laki berbanding 100 wanita.[23] Namun, karena aborsi, rasio jenis kelamin saat lahir di negara-negara dengan proporsi kehilangan wanita berkisar antara 108,5 di India hingga 121,2 di China. Karenanya, jumlah wanita yang hilang sering kali karena kehilangan anak perempuan.

Berbagai peneliti berpendapat bahwa menurunnya kesuburan juga berpengaruh terhadap masalah perempuan yang hilang secara intensif.[24] Hal ini karena keluarga lebih menginginkan anak laki-laki. Penurunan kesuburan berarti keluarga tidak ingin memiliki anak dengan banyak jenis kelamin, tetapi hanya anak laki-laki tunggal. Meskipun demikian, penelitian Klasen telah menemukan bahwa selain di negara-negara yang mendukung keluarga berencana (yaitu China akibat Kebijakan Satu Anak), kesuburan jarang dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi dari perempuan yang hilang. Klasen mencatat bahwa "di negara-negara di mana terjadi penurunan kesuburan yang sangat besar berarti telah menghilangkan wanita."

Selanjutnya, dalam sebuah penelitian yang membandingkan India dan Bangladesh, para peneliti menemukan bahwa kesuburan India yang menurun menyebabkan intensifikasi yang besar pada preferensi anak laki-laki. Hal tersebut meningkatkan jumlah wanita yang hilang, sementara penurunan kesuburan di Bangladesh menyebabkan penurunan perempuan yang hilang.

Hubungan Virus Hepatitis B dalam penurunan jumlah perempuan

[sunting | sunting sumber]

Dalam disertasinya di Harvard, Emily Oster berpendapat bahwa hipotesis Sen tidak memperhitungkan tingkat prevalensi yang berbeda dari virus Hepatitis B antara Asia dan bagian lain dunia.[25] Kawasan dengan tingkat infeksi Hepatitis B yang lebih tinggi cenderung memiliki rasio kelahiran laki-laki dan perempuan yang lebih tinggi karena alasan biologis yang belum dipahami dengan baik namun telah dipublikasikan secara luas.

Penyakit ini cukup jarang terjadi di AS dan Eropa. Penyakit ini mewabah di China dan sangat umum terjadi di wilayah lain di Asia. Oster berpendapat bahwa perbedaan prevalensi penyakit ini dapat mencapai sekitar 45% dari perkiraan "wanita yang hilang", dan bahkan mencapai 75% di China.

Pembantahan Teori Oster

[sunting | sunting sumber]

Beberapa peneliti membantah teori Oster. Diantaranya Avraham Ebenstein, Skewness, dan Das Gupta.[26][27] Namun, dalam sebuah penelitian tahun 2008 yang dipublikasikan di The American Economic Review, Lin dan Luoh menggunakan data mengenai hampir 3 juta kelahiran di Taiwan dalam jangka waktu yang lama dan menemukan bahwa kemungkinan efek infeksi Hepatitis B pada kelahiran laki-laki sangat kecil. Hanya 0,25%.[28] Hal ini menunjukkan bahwa tingkat infeksi Hepatitis B pada ibu-ibu hamil tidak dapat menjelaskan menurunnya jumlah wanita.

Lin dan Luoh berpendapat bahwa infeksi yang terjadi pada para suami adalah penyebab tingginya perbedaan rasio kelahiran antara anak laki-laki dan perempuan. Data tersebut membuat Oester melakukan kolaborasi penelitian lanjutan bersama Lin dan Luoh. Mereka memeriksa 67.000 data kelahiran. 15% di antaranya mengalami penyakit Hepatitis B namun tidak menemukan adanay efek dari infeksi yang ditularkan oleh ayah maupun ibu dari para bayi tersebut. Akhirnya Oster menarik hipotesisnya.[29]

Penyakit lainnya

[sunting | sunting sumber]

Dalam sebuah penelitian pada tahun 2008, Anderson dan Ray mengklaim bahwa ada penyakit lain yang dapat menjelaskan "pelonjakan kematian perempuan" di Asia dan sub-Sahara Afrika.[30] Dengan membandingkan tingkat kematian relatif perempuan dengan laki-laki di negara maju ke negara yang bersangkutan, Anderson dan Ray menemukan bahwa 37% hingga 45% wanita yang hilang di China dapat dilacak pada faktor penghentian kelahiran dan pada saat kelahiran, sedangkan hanya sekitar 11 % wanita India yang hilang disebabkan oleh faktor yang sama. Mereka menemukan bahwa pada umumnya penyebab utama kematian perempuan di India adalah penyakit kardiovaskular. "Cedera" adalah nomor dua penyebab kematian perempuan di India. Kedua penyebab ini jauh lebih besar daripada angka kematian ibu melahirkan dan aborsi janin.

Temuan mereka di China juga menghubungkan wanita usia tua yang meninggal dengan penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular lainnya, yang menyebabkan melonjaknya kematian wanita. Namun, kelompok terbesar kematian perempuan adalah kelompok usia 0 hingga 4 tahun. Hal ini sesuai dengan Teori Sen.

Di sub-Sahara Afrika, Anderson dan Ray memiliki perbedaan data dengan Sen dalam menemukan sejumlah besar perempuan yang hilang. Sen menggunakan rasio jenis kelamin dari 1.022 orang di sub-Sahara Afrika. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2001. Sama seperti yang diyakini Sen, dalam penelitian itu mereka mereka tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa wanita yang hilang tersebut melakukan aborsi. Untuk menghitung tingginya jumlah wanita muda yang hilang mereka menemukan bahwa HIV/AIDS adalah penyebab utamanya, melebihi malaria dan kematian ibu. Anderson dan Ray memperkirakan tingkat kematian perempuan setiap tahunnya sebanyak 600.000 karena HIV / AIDS saja. Kelompok usia dengan jumlah wanita hilang terbanyak adalah rentang usia 20 tahun hingga 24 tahun dan 25 tahun hingga 29 tahun. Tingginya prevalensi HIV / AIDS tampaknya menunjukkan ketidakseimbangan akses perempuan terhadap perawatan kesehatan serta perbedaan sikap tentang norma seksual dan budaya..

Dalam sebuah artikel pada tahun 2008, Eileen Stillwaggon, menunjukkan bahwa tingkat HIV / AIDS yang lebih tinggi adalah konsekuensi dari ketidaksetaraan gender yang mengakar di sub-Sahara Afrika. Di negara-negara di mana wanita tidak dapat memiliki hak properti, mereka berada dalam posisi lemah yang lebih genting, memiliki kekuatan tawar-menawar yang lebih sedikit untuk "bersikeras melakukan seks yang aman tanpa adanya bahaya ditinggalkan" oleh suami mereka.[31] Stillwaggon berpendapat bahwa wanita di sub-Sahara Afrika harus fokus meningkatkan sanitasi dan gizi bukan hanya memikirkan seks yang aman. Dengan demikian, perempuan menjadi lebih sehat serta kemungkinan terinfeksi HIV dan menularkan HIV ke pasangan pria menurun secara signifikan.

Penyebab alami perbedaan rasio jenis kelamin

[sunting | sunting sumber]

Cendekiawan lainnya mempertanyakan asumsi rasio seks normal dengan mengungkap sejumlah data historis dan geografis yang menunjukkan bahwa rasio seks bervariasi secara alami di setiap masa dan setiap tempat karena alasan yang tidak dipahami dengan benar. William James dan lainnya memberikan asumsi-asumsi konvensional seperti Jumlah kromosom X dan Y yang sama pada sperma mamalia dan hal-hal yang berhubungan dengan proses pembuahan pada manusia.[32][33]

James memperingatkan bahwa bukti ilmiah yang ada bertentangan dengan asumsi dan kesimpulan di atas. Dia melaporkan bahwa ada kelebihan laki-laki saat lahir pada hampir semua populasi manusia dan rasio jenis kelamin alami saat lahir biasanya antara 102 berbanding 108. Namun, rasio tersebut dapat menyimpang secara signifikan dari kisaran ini dengan alasan alami seperti pernikahan dini dan kesuburan, ibu usia remaja, usia ibu rata-rata saat lahir, usia ayah, perbedaan usia antara ayah dan ibu, kelahiran akhir, etnisitas, stres sosial dan ekonomi, peperangan, efek lingkungan dan hormonal.[34][35] Mereka menyarankan agar data-data aborsi dikumpulkan dan dipelajari, mereka justru tidak menarik kesimpulan dari rasio jenis kelamin seperti yang dilakukan Sen dan yang lainnya.

Hipotesis James didukung oleh data rasio kelahiran berdasarkan sejarah sebelum penemuan teknologi untuk skrining kelamin menggunakan ultrasonografi yang diperdagangkan pada tahun 1960-an dan 1970-an, juga oleh rasio seks terbalik yang saat ini diamati di Afrika. Michel Garenne melaporkan bahwa banyak negara Afrika telah menyaksikan perbandingan kelahiran menurut jenis kelami antara anak laki-laki dna anak perempuan adalah di bawah 100 dengan jumlah anak perempuan lebih banyakdaripada anak laki-laki.[36] Angola, Botswana dan Namibia telah melaporkan rasio seks kelahiran berkisar antara 94: 99 yang awalnya diperkirakan 104: 106 sebagai rasio jenis kelamin manusia alami.[37] John Graunt mencatat bahwa di London lebih dari 35 tahun pada abad ke-17 (1628-1662),[38] kelahiran rasio jenis kelamin adalah 1.07; sementara catatan sejarah Korea menunjukkan rasio kelahiran seks 1,13, berdasarkan 5 juta kelahiran, pada tahun 1920 selama periode 10 tahun.[39]

Penculikan dan penjualan perempuan

[sunting | sunting sumber]

Bukti lain yang menunjukkan bahwa jumlah wanita yang hilang mungkin karena alasan lain selain aborsi atau pekerjaan migran perempuan. Secara khusus, bayi perempuan, anak perempuan dan wanita telah menjadi mangsa dalam perdagangan manusia. Di Cina, keluarga kurang bersedia untuk menjual bayi laki-laki meskipun mereka membawa harga yang lebih tinggi dalam perdagangan. Wanita yang lahir melebihi kebijakan satu anak dapat dijual ke keluarga yang lebih kaya sementara orang tua mengklaim menjual bayi perempuan mereka lebih baik daripada alternatif lainnya.[40]

Bahkan layanan adopsi di luar negeri untuk anak-anak China telah terlibat dalam perdagangan bayi berusaha mendapatkan keuntungan dari pengadopsian ini.[41] Suatu studi mencatat bahwa antara tahun 2002 hingga 2005 sekitar 1000 bayi yang diperdagangkan dalam bentuk adopsi, masing-masing bayi dijual seharga $ 3.000.00.[42] Untuk menjaga pasokan pengadopsian anak yatim tetap tersedia, panti asuhan dan rumah jompo mempekerjakan wanita sebagai pedagang bayi.

Secara keseluruhan, pelaporan dan perdagangan mungkin terlalu kecil untuk memperhitungkan jumlah mengejutkan dari wanita hilang di Asia Tenggara dan Afrika sub-Sahara meskipun hal ini mungkin saja terkait dalam berbagai faktor penyebab.

Berbagai efek yang muncul

[sunting | sunting sumber]

Beberapa penelitian juga mencatat bahwa pada pertengahan 1990-an, tren sebaliknya terjadi di wilayah Asia dimana rasio laki-laki terhadap perempuan pada awalnya tinggi. Namun perlahan jumlah perbandingan laki-laki menurun terhadap perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Das Gupta.

Kesehatan masyarakat

[sunting | sunting sumber]

Diskriminasi dan pengabaian perempuan tidak hanya mempengaruhi para perempuan. Sen menggambarkan efek malnutrisi perempuan dan bentuk diskriminasi lainnya terhadap kesehatan pria. Karena wanita hamil menderita kelalaian gizi, janin menderita, menyebabkan berat lahir rendah untuk bayi laki-laki dan perempuan. Studi medis telah menemukan hubungan yang dekat dengan berat lahir rendah dan penyakit kardiovaskular pada tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sementara bayi perempuan dengan berat badan rendah berisiko mengalami kekurangan gizi. Ironisnya, Sen menunjukkan bahwa dalam beberapa dekade setelah kelahiran pria menderita penyakit kardiovaskular yang tidak proporsional.

Dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi di banyak bagian di India dan China selama akhir 1990an dan 2000an, rasio laki-laki / perempuan telah mulai beralih ke tingkat "normal".[43][44] Namun, untuk India dan China, ini tampaknya disebabkan oleh penurunan tingkat kematian perempuan dewasa, relatif terhadap orang dewasa laki-laki, dan bukan perubahan rasio jenis kelamin di antara anak-anak dan bayi yang baru lahir.

Secara umum, kondisi ini berarti meluasnya perampasan wanita di Asia Timur dan Selatan. Menurut Nussbaum's Capabilities Approach, karena jutaan perempuan didiskriminasikan mereka seperti kehilangan kemampuan penting mereka antara lain kehidupan, kesehatan tubuh dan integritas tubuh. Menurut kerangka kerja ini, kebijakan harus berfokus pada peningkatan kemampuan perempuan bahkan harus mengubah tradisi lama yang dipegang teguh.[45]

Pengantin yang hilang

[sunting | sunting sumber]

Beberapa orang berspekulasi bahwa perbedaan rasio jenis kelamin dapat mempengaruhi pasar perkawinan sedemikian rupa sehingga bisa mengubah arus perempuan yang hilang..[46] David De La Croix dan Hippolyte d'albis mengembangkan Missing Bride Index dan model matematika yang menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, keluarga-keluarga kaya dan makmur terus menggugurkan bayi perempuan dan membesarkan anak laki-laki. Mereka beranggapan bahwa memiliki lebih banyak anak laki-laki akan membuat mereka lebih kaya lagi ke depannya.[47]

Meningkatnya rasio laki-laki

[sunting | sunting sumber]

Sejak munculnya aborsi selektif seks melalui prosedur USG dan prosedur medis lainnya pada tahun 1980-an, diskriminasi gender yang menyebabkan "wanita yang hilang" secara bersamaan menghasilkan kohort kelebihan pria. Banyak yang menduga bahwa kelompok pria berlebih ini akan menyebabkan gangguan sosial seperti kejahatan dan perilaku seksual yang tidak normal tanpa kesempatan untuk menikah. Dalam sebuah studi tahun 2011, Hesketh menemukan tingkat kejahatan tidak berbeda secara signifikan dari daerah dengan populasi laki-laki yang berlebihan. Hesketh menemukan bahwa orang-orang ini cenderung merasa terbuang dan menderita karena perasaan gagal, kesepian dan masalah psikologis yang terkait.[48] Untuk mengatasi disparitas rasio jenis kelamin yang mengalami kelainan ini, Hesketh merekomendasikan kebijakan pemerintah untuk melakukan intervensi dengan melakukan aborsi selektif jenis kelamin ilegal dan mempromosikan kesadaran untuk melawan paradigma preferensi anak.

Efek lain

[sunting | sunting sumber]

Berbagai perkembangan yang terjadi di Korea Selatan yang pada awal 1990-an memiliki rasio laki-laki dan perempuan tertinggi di dunia. Pada tahun 2007, Korea Selatan memiliki rasio pria terhadap wanita yang sebanding dengan yang ditemukan di Eropa Barat, Amerika Serikat dan Afrika sub-Sahara.

Menurut Chung dan Das Gupta pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pembangunan di Korea Selatan telah menyebabkan perubahan sikap sosial dan mengurangi preferensi untuk anak laki-laki.[49] Das Gupta, Chung, dan Shuzhuo menyimpulkan bahwa ada kemungkinan China dan India akan mengalami perbaikan serupa dalam tren terhadap rasio jenis kelamin normal dalam waktu dekat jika perkembangan ekonomi mereka yang cepat dikombinasikan dengan kebijakan yang berusaha mempromosikan kesetaraan gender terus berlanjut.[50] Pembalikan ini telah ditafsirkan sebagai fase terbaru dari siklus yang lebih kompleks yang disebut "transisi rasio jenis kelamin."[51]

Solusi dan kebijakan

[sunting | sunting sumber]

Solusi untuk permasalahan ini diperumit oleh kenyataan bahwa pola "wanita hilang" tidak sama di setiap negara berkembang. Penelitian menemukan variasi besar antara wanita yang hilang.[52] Misalnya, ada "kelebihan" perempuan di Afrika Sub-Sahara: rasio perempuan terhadap laki-laki adalah 1,02. Di sisi lain, sejumlah besar "wanita hilang" di India dan China tidak proporsional. Para peneliti berpendapat bahwa prevalensi "wanita hilang" sering kali dikaitkan dengan budaya dan sejarah masyarakat. Akibatnya sulit untuk menciptakan solusi kebijakan yang luas. Misalnya, Jafri berpendapat bahwa degradasi perempuan ke posisi inferior dalam masyarakat Muslim melestarikan isu "perempuan yang hilang".[53] Di sisi lain, bukti yang menunjukkan bahwa di abad keenam belas hingga abad kesembilan belas, negara-negara Eropa Barat tidak menghadapi rasio seks yang tinggi seperti yang terjadi sekarang di berbagai negara berkembang.[54] Bahkan antara India dan Bangladesh, dua negara dengan tingkat pendidikan dan perbedaan gender yang sama saat ini, ada perbedaan pada perempuan yang hilang. Tindakan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan di India jauh lebih buruk dibandingkan Bangladesh.[55] Kabeer berpendapat bahwa hal ini disebabkan India memiliki kasta sosial sedangkan Bangladesh lebih homogen. Akibatnya, gagasan progresif seperti meningkatkan kesejahteraan perempuan dapat lebih mudah tersebar luas di Bangladesh

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Sensus India pada tahun 2001 menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan perempuan berkaitan dengan kenaikan rasio jenis kelamin wanita-ke-laki-laki di India. Demikian pula, penelitian Dito di Ethiopia menunjukkan bahwa dalam sebuah keluarga di mana wanita berpendidikan tinggi memiliki banyak saudara laki-laki dan sudah dekat dengan suami mereka, wanita cenderung lebih kaya, menyebabkan jumlah wanita hilang yang lebih rendah.[56] Dengan demikian, peningkatan akses terhadap pendidikan di beberapa negara cukup membantu.

Di sisi lain, penelitian di India menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan dapat memperburuk fenomena wanita yang hilang. Peningkatan pendidikan perempuan sebenarnya dapat meningkatkan tingkat aborsi selektif seks dan selanjutnya meningkatkan rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan orang dewasa berpendidikan lebih baik menyadari bahwa di mata masyarakat mereka, peluang untuk anak laki-laki jauh lebih baik daripada kesempatan bagi anak-anak perempuan. Selain itu, anak perempuan dipandang sebagai beban keluarga karena kurangnya kesempatan kerja, gaji, maskawin, dan kemampuan mereka untuk memiliki lahan dan properti. Mukherjee berpendapat bahwa hal ini semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa meskipun ada pendidikan perempuan yang lebih tinggi di India, ada kelangkaan pekerjaan untuk wanita berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan tinggi, perempuan di masyarakat tidak banyak berkembang.[57]

Peluang kerja

[sunting | sunting sumber]

Sen berpendapat bahwa kesempatan seorang wanita untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja memberi daya tawar lebih di dalam rumah. Di Sub-Sahara Afrika, di mana terdaat lebih sedikit perempuan yang hilang, seorang wanita pada umumnya dapat memperoleh penghasilan dari luar rumah, meningkatkan kontribusinya ke rumah tangganya dan memberikan pandangan lain yang berbeda mengenai nilai perempuan dibandingkan dengan masyarakat Asia Tenggara dan Asia Timur. Namun, pendapat Sen tentang pekerjaan yang menguntungkan di luar rumah telah menghasilkan beberapa perdebatan. Berik dan Bilginsoy meneliti bahwa meningkatkan peluang ekonomi perempuan di luar rumah akan mengurangi disparitas rasio jenis kelamin di Turki. Mereka menemukan bahwa saat perempuan berpartisipasi lebih banyak dalam angkatan kerja dan mempertahankan persalinan mereka yang tidak dibayar, rasio jenis kelamin meningkat, bertentangan dengan prediksi Sen.[58] Di sisi lain, Sen mencatat bahwa di Narsapur, India, pembuat renda memiliki daya tawar lebih sedikit dari pekerjaan mereka karena pembuatan renda dilakukan di rumah dan dianggap sebagai pekerjaan sampingan. Namun, wanita yang membuat rokok di Allahabad, India dipandang memiliki posisi yang menguntungkan dan tentu saja membantu meningkatkan pandangan masyarakat terhadap wanita. Hal ini sesuai dengan pendapat Sen bahwa hanya tenaga kerja yang bermanfaat yang dapat membongkar fenomena wanita yang hilang.

Qian menambahkan analisis ini dengan mencatat bahwa kenaikan pendapatan perempuan tidak cukup untuk memecahkan masalah perempuan yang hilang; Sebaliknya, kenaikan pendapatan perempuan harus relatif terhadap pendapatan laki-laki. Dalam studinya pada tahun 2008, Qian menunjukkan bahwa ketika wanita di China mendapatkan kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 10% sementara pendapatan laki-laki tetap konstan, kelahiran laki-laki turun sebesar 1,2 poin persentase. Peningkatan upah khusus perempuan ini juga meningkatkan investasi orang tua pada anak perempuan. Anak perempuan memperoleh pendidikan lebih dini. Akibatnya, peningkatan produktivitas ekonomi spesifik perempuan membantu meningkatkan kelangsungan dan investasi pada anak perempuan.[59] Jadi, jika perempuan lebih produktif secara ekonomi, hal itu dapat mengubah pandangan anak perempuan tidak produktif secara ekonomi. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan anak perempuan untuk bertahan hidup hingga kelahirannya dan menerima perawatan dan perhatian selama masa kecil yang mereka butuhkan.

Dukungan Organisasi Internasional

[sunting | sunting sumber]

Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam studi tentang kebijakan yang membantu mengurangi jumlah perempuan yang hilang, beberapa organisasi internasional dan negara-negara maju telah mengambil langkah-langkah untuk membantu mengatasi masalah tersebut. salagh satunya adalah OECD yang merupakan organisasi di bidang ekonomi juga memasukkan "wanita yang hilang" dalam agenda utamanya.[60][61] Selanjutnya, Konvensi Hak Anak tahun 1989 mencatat pentingnya anak-anak dalam mengukur tingkat kesetaraan suatu masyarakat. Dalam Konferensi PBB untuk Perempuan pada tahun 1995 mengembangkan platform Beijing, yang mengakui hak anak perempuan.[62] Selain itu, karena tekanan internasional, India dan China sama-sama melarang penggunaan USG untuk tujuan aborsi selektif seks.

Pada tahun 2014, Kabeer, Huq, dan Mahmud menggunakan perbandingan India dan Bangladesh untuk memperdebatkan bahwa kunci untuk memecahkan masalah perempuan yang hilang adalah penyebaran gagasan progresif. Mereka menunjukkan bahwa LSM di Bangladesh yang hadir di lebih dari tujuh puluh persen desa di Bangladesh dapat menjadi alat yang sangat membantu untuk memobilisasi perubahan dan budaya. Di sisi lain, mereka berpendapat bahwa ketidakadilan yang diatur secara kultural seperti sistem kasta India, yang memberi stratifikasi pada masyarakatnya telah mencegah penyebaran gagasan yang lebih progresif dan menyebabkan prevalensi perempuan hilang yang lebih tinggi

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Sen, A (2003). "Missing women--revisited: reduction in female mortality has been counterbalanced by sex selective abortions". British Medical Journal. 327 (7427): 1297–1299. doi:10.1136/bmj.327.7427.1297. PMC 286281alt=Dapat diakses gratis. PMID 14656808. 
  2. ^ Sen, Amartya (20 December 1990). "More Than 100 Million Women Are Missing". New York Review of Books. 37 (20). Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 May 2013. 
  3. ^ https://www.aeaweb.org/articles.php?doi=10.1257/app.1.2.1
  4. ^ https://www.economist.com/news/europe/21586617-son-preference-once-suppressed-reviving-alarmingly-gendercide-caucasus
  5. ^ John, Mary E., Ravinder Kaur, Rajni Palriwala, Sarawati Raju, and Alpana Sagar. 2008. Planning Families, Planning Gender: The Adverse Child Sex Ratio in Selected Districts of Madhya Pradesh, Rajasthan, Himachal Pradesh, Haryana, and Punjab. New Delhi: Action Aid/IDRC
  6. ^ Waldron, Ingrid (1983). "Sex differences in human mortality: The role of genetic factors". Social Science & Medicine. 17 (6): 321–333. doi:10.1016/0277-9536(83)90234-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-14. Diakses tanggal 7 April 2011. 
  7. ^ Klasen, Stephan; Wink, Claudia (2003). "Missing women: Revisiting the Debate". Feminist Economics (9(2-3)): 263–299. 
  8. ^ Sen, Amartya (1990). "More than 100 million women are missing". The New York Review of Books. 37. 
  9. ^ Coale, Ansley (1991). "Excess Female Mortality and the Balance of the Sexes in the Population: An Estimate of the Number of "Missing Females". Population and Development review. 3. 17: 517–523. doi:10.2307/1971953. 
  10. ^ Klasen, Stephan (1994). ""Missing Women" reconsidered". Word Development (22(7)): 1061–1071. 
  11. ^ Klasen, Stephan; Claudia Wink (2002). "A turning point in gender bias in mortality? An update on the number of missing women". Population and Development Review. 2. 28: 285–312. doi:10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x. 
  12. ^ Klausen, Stephan; Wink, Claudia (2003). "Missing Women: Revisiting the Debate". Feminist Economics. 9: 270. doi:10.1080/1354570022000077999. 
  13. ^ VALERIE M. HUDSON and ANDREA M. DEN BOER Missing Women and Bare Branches: Gender Balance and Conflict ECSP Report, Issue 11
  14. ^ Christophe Z Guilmoto, Sex imbalances at birth Trends, consequences and policy implications Diarsipkan 2012-06-04 di Archive-It Error in webarchive template: Check |url= value. Empty. United Nations Population Fund, Hanoi (October 2011)
  15. ^ "The Daughter Deficit" by Tina Rosenberg, The New York Times Magazine, August 23, 2009.
  16. ^ Das Gupta, Monica (2005). "Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data". Population and development review (31(3)): 529–535. 
  17. ^ Bulte, Erwin; Nico Heenrink; Xiaobo Zhang (2011). "China's One‐Child Policy and 'the Mystery of Missing Women': Ethnic Minorities and Male‐Biased Sex Ratios*". Oxford Bulletin of Economics and Statistics. 1. 73: 21–39. doi:10.1111/j.1468-0084.2010.00601.x. 
  18. ^ Merli, Giovanna; Adrian E. Raftery (2000). "Are births underreported in rural China? Manipulation of statistical records in response to China's population policies". Demography. 1. 37 (1): 109–126. doi:10.2307/2648100. PMID 10748993. 
  19. ^ Goodkind, Daniel (2011). "Child underreporting, fertility, and sex ratio imbalance in China". Demography. 1. 48: 291–316. doi:10.1007/s13524-010-0007-y. 
  20. ^ Sen, Amartya. "MANY FACES OF GENDER INEQUALITY". Frontline. Diakses tanggal 2014-03-28. 
  21. ^ Sen, Amartya (1990-12-20). "More Than 100 Million Women Are Missing". The New York Review of Books. ISSN 0028-7504. Diakses tanggal 2015-09-15.  More than one of |work= dan |newspaper= specified (bantuan)
  22. ^ Sen, Amartya (1987). "Gender and cooperative conflicts". Helsinki: World Institute for Development Economics Research. 
  23. ^ Guilmoto, C. Z. (2012). "Skewed sex ratios at birth and future marriage squeeze in China and India, 2005–2100". Demography. 49 (1): 77–100. doi:10.1007/s13524-011-0083-7. 
  24. ^ Klasen, S. 2008. Missing Women: Some Recent Controversies on Levels and Trends in Gender Bias in Mortality. Ibero America Institute Discussion Paper No. 168. Forthcoming in Basu, K. and R. Kanbur (eds.) Arguments for a better world: Essays in honour of Amartya Sen. Oxford: Oxford University Press (forthcoming).
  25. ^ Oster, Emily (2005). "Hepatitis B and the Case of the Missing Women" (PDF). Journal of Political Economy. 113 (6): 1163–1216. doi:10.1086/498588. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-07-03. Diakses tanggal 2007-08-01. 
  26. ^ Ebenstein, Avraham Y. (February 2007). "Fertility Choices and Sex Selection in Asia: Analysis and Policy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-07-08. Diakses tanggal 19 May 2009. 
  27. ^ Oster, Emily (September 2005). "Explaining Asia's "Missing Women": A New Look at the Data – Comment" (PDF). Population and Development Review. 31 (3): 529, 535. doi:10.1111/j.1728-4457.2005.00082.x. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-30. Diakses tanggal 19 May 2009. 
  28. ^ Lin, Ming-Jen; Luoh, Ming-Ching (2008). "Can Hepatitis B Mothers Account for the Number of Missing Women? Evidence from Three Million Newborns in Taiwan". American Economic Review. 98 (5): 2259–73. doi:10.1257/aer.98.5.2259. 
  29. ^ Oster, Emily; Chen, Gang; Yu, Xinsen; Lin, Wenyao (2008). "Hepatitis B Does Not Explain Male-Biased Sex Ratios in China" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-01-18. Diakses tanggal 19 May 2009. 
  30. ^ Anderson, Siwan; Debraj Ray (2010). "Missing women: age and disease". The Review of Economic Studies. 4. 77 (4): 1262–1300. doi:10.1111/j.1467-937x.2010.00609.x. 
  31. ^ Stillwaggon, Eileen (2008). "Race, sex, and the neglected risks for women and girls in sub-Saharan Africa". Feminist Economics. 4. 14: 67–86. doi:10.1080/13545700802262923. 
  32. ^ James W.H. (July 2008). "Hypothesis:Evidence that Mammalian Sex Ratios at birth are partially controlled by parental hormonal levels around the time of conception". Journal of Endocrinology. 198 (1): 3–15. doi:10.1677/JOE-07-0446. PMID 18577567. 
  33. ^ see:
  34. ^ R. Jacobsen, H. Møller and A. Mouritsen, Natural variation in the human sex ratio, Hum. Reprod. (1999) 14 (12), pp 3120-3125
  35. ^ T Vartiainen; L Kartovaara & J Tuomisto (1999). "Environmental chemicals and changes in sex ratio: analysis over 250 years in finland". Environmental Health Perspectives. 107 (10): 813–815. doi:10.1289/ehp.99107813. PMC 1566625alt=Dapat diakses gratis. PMID 10504147. 
  36. ^ Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), pp. 91-96
  37. ^ Michel Garenne, Southern African Journal of Demography, Vol. 9, No. 1 (June 2004), page 95
  38. ^ RB Campbell, John Graunt, John Arbuthnott, and the human sex ratio, Hum Biol. 2001 Aug;73(4):605-610
  39. ^ Ciocco, A. (1938), Variations in the ratio at birth in USA, Human Biology, 10:36–64
  40. ^ Pearson, Veronica (2006). "A Broken Compact." China's Deep Reform: Domestic Politics in Transition. hlm. 431. 
  41. ^ Meier, Patricia J.; Xiaole Zhang (2008). "Sold into adoption: the Hunan baby trafficking scandal exposes vulnerabilities in Chinese adoptions to the United States" (PDF). Cumberland Law Review. 39 (87). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 2017-11-29. 
  42. ^ Goodman, Peter S. (Mar 12, 2006). "Stealing Babies for Adoption: With U.S. Couples Eager to Adopt, Some Infants Are Abducted and Sold in China". Washington Post. Diakses tanggal 4/11/14.  More than one of |work= dan |newspaper= specified (bantuan)
  43. ^ Dyson, Tim (2001). "The Preliminary Demography of the 2001 Census of India". Population and Development Review. 27 (2): 341–356. doi:10.1111/j.1728-4457.2001.00341.x. 
  44. ^ Klasen, Stephan; Wink, Claudia (2002). "A Turning Point in Gender Bias in Mortality? an update on the number of missing women". Population and Development Review. 28 (2): 285–312. doi:10.1111/j.1728-4457.2002.00285.x. 
  45. ^ Nussbaum, Martha (1999). "Women and equality: the capabilities approach". International Labour Review. 3. 138: 227–245. doi:10.1111/j.1564-913X.1999.tb00386.x. 
  46. ^ d'Albis, Hippolyte; David De La Croix (2012). "Missing daughters, missing brides?". Economics Letters. 3. 116: 358–360. doi:10.1016/j.econlet.2012.03.032. 
  47. ^ Kaur, Ravinder (2008). "Missing women and brides from faraway: Social consequences of the skewed sex ratio in India". AAS (Austrian Academy of Sciences) Working Papers in Social Anthropology, Approbated: 1–13. 
  48. ^ Hesketh, Therese (2011). "Selecting sex: The effect of preferring sons". Early human development. 87 (11): 759–761. doi:10.1016/j.earlhumdev.2011.08.016. 
  49. ^ Chung, Woojin; Das Gupta, Monica (2007). "The Decline of Son Preference in South Korea: the roles of development and public policy". Population and Development Review. 33 (4): 757–783. doi:10.1111/j.1728-4457.2007.00196.x. 
  50. ^ Das Gupta, Monica; Chung, Woojin; Shuzhuo, Li (February 2009). "Is There an Incipient Turnaround in Asia's 'Missing Girls' Phenomenon?". World Bank Policy Research Working Paper. 4846. doi:10.1596/1813-9450-4846. SSRN 1354952alt=Dapat diakses gratis. 
  51. ^ Guilmoto, Christophe Z. (2009). "The Sex Ratio Transition in Asia" (PDF). CEPED Working Paper. 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-25. Diakses tanggal 2009-11-19. 
  52. ^ Sen, Amartya (20 December 1990). "More Than 100 Million Women Are Missing". The New York Review. Diakses tanggal 21 April 2016. 
  53. ^ Jafri, S. M. (2007). Missing Women: Trends, Protraction and Economic Development in Muslim Countries. Pakistan Horizon, 60(4), 1-25.
  54. ^ Lynch, K. A. (2011). Why weren't (many) European women ‘missing’?. The History of the Family,16(3), 250-266.
  55. ^ Kabeer, N.; Huq, L.; Mahmud, S. (2014). "Diverging stories of "missing women" in South Asia: Is son preference weakening in Bangladesh?". Feminist Economics. 20 (4): 138–163. doi:10.1080/13545701.2013.857423. 
  56. ^ Dito, B. B. (2015). "Women's Intrahousehold Decision-Making Power and Their Health Status: Evidence from Rural Ethiopia". Feminist Economics. 21 (3): 168–190. doi:10.1080/13545701.2015.1007073. 
  57. ^ Mukherjee, S. S. (2013). "Women's empowerment and gender bias in the birth and survival of girls in urban India". Feminist Economics. 19 (1): 1–28. doi:10.1080/13545701.2012.752312. 
  58. ^ Berik, Günseli; Cihan Bilginsoy (2000). "Type of work matters: women's labor force participation and the child sex ratio in Turkey" (PDF). World Development. 5. 28: 861–878. doi:10.1016/s0305-750x(99)00164-3. 
  59. ^ Qian, N (2008). "Missing women and the price of tea in China: The effect of sex-specific earnings on sex imbalance". The Quarterly Journal of Economics. 123 (3): 1251–1285. doi:10.1162/qjec.2008.123.3.1251. 
  60. ^ “Social Institutions & Gender Index”. OECD Development Center. http://www.genderindex.org/data
  61. ^ Boris Branisa, Stephan Klasen, Maria Ziegler, Denis Drechsler, and Johannes Jütting (2013): The institutional basis of gender inequality: the Social Institutions and Gender Index (SIGI). Feminist Economics, Published online: 11 Dec 2013.
  62. ^ Croll, E. J. (2001). Amartya Sen's 100 Million Missing Women. Oxford Development Studies,29(3), 225-244.