Lompat ke isi

? (film): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: en:? (film) adalah artikel bagus
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
 
(211 revisi perantara oleh 48 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{pp-semi-template|small=yes}}
{{Infobox Film
{{Infobox Film
| movie_name = ?
| name = ?
| image = ? film.jpg
| image = Question Mark Film Poster.jpg
| alt = Sebuah poster yang terdiri atas kolase foto beberapa wajah, beberapa di antaranya membentuk sebuah tanda tanya merah dengan latar belakang biru
| image_size = 250px
| caption = Poster film
| caption = Poster rilis teatrikal
| director = [[Hanung Bramantyo]]
| director = [[Hanung Bramantyo]]
| producer = [[Celerina Judisari]]<br />Hanung Bramantyo
| producer = Celerina Judisari<br />Hanung Bramantyo
| eproducer =
| eproducer =
| aproducer =
| aproducer =
| writer = [[Titien Wattimena]]
| screenplay = [[Titien Wattimena]]
| story = [[Hanung Bramantyo]]
| starring = [[Reza Rahadian]]<br />[[Revalina S. Temat]]<br />[[Agus Kuncoro]]<br />[[Endhita]]<br />[[Rio Dewanto]]<br />[[Hengky Solaiman]]<br />[[Deddy Sutomo]]
| starring = [[Reza Rahadian]]<br />[[Revalina S. Temat]]<br />[[Agus Kuncoro]]<br />[[Endhita]]<br />[[Rio Dewanto]]<br />[[Hengky Solaiman]]<br />[[Deddy Sutomo]]
| music = [[Tya Subiakto]]
| music = [[Tya Subiakto]]
| cinematography = [[Yadi Sugandi]]
| cinematography = [[Yadi Sugandi]]
| editing = [[Cesa David Luckmansyah]]
| editing = {{plainlist|
*Satrio Budiono
| distributor = [[Mahaka Pictures]] dan [[Dapur Film]]
*Saft Daultsyah
| released = [[7 April]] [[2011]]
}}
| distributor = {{plainlist|
*Dapur Film
*[[Mahaka Pictures]]
}}
| released = {{filmdate|2011|04|07}}
| runtime = 100 menit
| runtime = 100 menit
| country = [[Indonesia]]
| country = [[Indonesia]]
| awards =
| awards =
| movie_language = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
| language = [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
| budget =
| budget = Rp5.000.000.000{{sfn|Suara Merdeka 2011, Kolaborasi Hanung-Zaskia}}
| gross =
| gross =
| preceded_by =
| preceded_by =
Baris 27: Baris 35:
| imdb_id =
| imdb_id =
}}
}}
{{
'''''? : Masih Pentingkah Kita Berbeda''''' adalah [[film drama]] [[Indonesia]] yang dirilis pada [[7 April]] [[2011]] dengan disutradarai oleh [[Hanung Bramantyo]] yang dibintangi oleh [[Reza Rahadian]] dan [[Revalina S. Temat]].
Penghargaan film
|award1=[[Festival Film Indonesia 2011]]
|ket-award1=
* '''Sinematografi Terbaik''': [[Yadi Sugandi]]
}}


'''''?''''' (juga dikenal sebagai '''''Tanda Tanya''''') adalah [[film drama]] [[Indonesia]] yang disutradarai oleh [[Hanung Bramantyo]]. Film ini dibintangi oleh [[Revalina S. Temat]], [[Reza Rahadian]], [[Agus Kuncoro]], [[Endhita]], [[Rio Dewanto]], dan [[Hengky Solaiman]]. Tema dari film ini adalah [[pluralisme agama]] di [[Indonesia]] yang sering terjadi konflik antar keyakinan beragama, yang dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang berkisar pada interaksi dari tiga keluarga, satu [[Buddha]], satu [[Muslim]], dan satu [[Katolik]], setelah menjalani banyak kesulitan dan kematian beberapa anggota keluarga dalam kekerasan agama, mereka mampu untuk hidup berdamai.
== Sinopsis ==
Dikisahkan bahwa terdapat 3 keluarga dengan latar belakang yang berbeda. Keluarga Tan Kat Sun memiliki restoran masakan Cina yang tidak halal, Keluarga Soleh, dengan masalah Soleh sebagai kepala keluarga yang tidak bekerja namun memiliki istri yang cantik dan soleha, Keluarga Rika, seorang janda dengan seorang anak, yang berhubungan dengan Surya, pemuda yang belum pernah menikah. Hubungan antar keluarga ini dalam kaitannya dengan masalah perbedaan pandangan, status, agama dan suku.<ref>[http://www.21cineplex.com/tand,movie,2514.htm, Laman '''?'''], diakses pada 4 April 2011</ref>


Berdasarkan pengalaman Hanung sebagai seorang anak ras campuran, film ''?'' besutannya ini dimaksudkan untuk melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".{{sfn|Setiawati 2011, Is film censorship}} Namun, karena tema film ini diangkat dari masalah pluralisme agama dan inti cerita yang kontroversial, Hanung mengalami kesulitan dalam menemukan dukungan pendanaannya. Akhirnya Hanung berhasil menemukan perusahaan Mahaka Pictures yang bersedia memberikan dana sebesar Rp5 miliar guna membiayai proses produksi film ini, dan syuting perdana pun dimulai pada tanggal [[5 Januari]] [[2011]] di [[Semarang]].
== Produksi ==
Film ini mengangkat tema perbedaan keyakinan dan pandangan.<ref name="? (Tanda)">[http://www.21cineplex.com/slowmotion/tanda-tanya-saat-perbedaan-menjadi-halangan,2135.htm ‘?’ (Tanda Tanya): Saat Perbedaan Menjadi Halangan], diakses pada 4 April 2011.</ref> Kisah film ini diangkat berdasarkan sebuah kejadian nyata yang terjadi di [[Mojokerto]], [[Jawa Timur]].<ref name="? (Tanda)"></ref>


Ketika dirilis pada tanggal [[7 April]] 2011, film ''?'' selain sukses secara komersial, karena film ini menerima ulasan yang menguntungkan dan telah dilihat oleh lebih dari 550.000 orang, film ini juga tak luput dari beragam kritikan. Beberapa kelompok [[muslim]] Indonesia, seperti [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) dan [[Front Pembela Islam]] (FPI), memprotes keras film ini karena isi pesan pluralisnya. Film ''?'' yang diputar secara internasional ini mendapatkan nominasi pada sembilan kategori [[Piala Citra]] di [[Festival Film Indonesia 2011]] dan berhasil memenangkan satu di antaranya.
== Kuis ==
Sebenarnya, film ini belum diberi judul oleh [[Hanung Bramantyo]], selaku produser sekaligus sutradara film ini, Hanung sendiri bingung memberi nama situasi keberagamaan saat ini, oleh karena itu film ini diberi judul '''?'''.


== Alur cerita ==
Dari kebingungan itu, Hanung lantas mengajak penonton film untuk bersama-sama memberi judul bagi film barunya.
Film ''?'' memiliki fokus pada hubungan antar agama di Indonesia, sebuah negara tempat konflik agama menjadi hal yang umum, dan ada sejarah panjang kekerasan dan [[Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia|diskriminasi terhadap Tionghoa Indonesia]].{{sfn|Sidel|2006|pp=1–4}} Alur cerita film menceritakan tentang tiga keluarga yang tinggal di sebuah desa di [[Semarang]], [[Jawa Tengah]]: keluarga [[Tionghoa-Indonesia]] dan beragama [[Buddha]], Tan Kat Sun ([[Hengky Solaiman]]) dan anaknya Hendra ([[Rio Dewanto]]), pasangan muslim, Soleh ([[Reza Rahadian]]) dan Menuk ([[Revalina S. Temat]]), dan seorang konver [[Katolik]] Rika ([[Endhita]]) dan Abi anaknya yang seorang Muslim.
Ajakan itu bahkan kemudian dijadikan kuis sambil menggandeng sebuah operator selular dengan total hadiah Rp 100 juta. Judul yang menang akan dipakai di rilis DVD filmnya kelak.<ref>[http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/10596-mengapa-hanung-bramantyo-beri-judul-filmnya-qq-.html Mengapa Hanung Bramantyo Beri Judul Filmnya "?" ?]</ref>


Sun dan Hendra menjalankan sebuah rumah makan [[masakan Tionghoa]] yang menyajikan daging babi, yang dilarang bagi umat Islam, meskipun rumah makan itu memiliki klien dan staf Muslim. Untuk memastikan hubungan baik dengan karyawan muslim dan pelanggannya, Sun menggunakan peralatan khusus untuk mempersiapkan daging babi karena ia tidak mengizinkannya untuk digunakan untuk hidangan lainnya, dan memungkinkan stafnya memiliki waktu untuk shalat, ia juga memberi mereka liburan selama [[Idul Fitri]], hari libur Muslim yang terbesar. Salah satu karyawannya adalah Menuk, yang mendukung Soleh, suaminya yang menganggur. Rika adalah teman Menuk dan terlibat dengan seorang aktor muslim yang gagal, Surya ([[Agus Kuncoro]]).
==Dialog Terbuka dengan Sutradara - Hanung Bramantyo==


Pada usia 70-an, Sun jatuh sakit, dan rumah makan diambil alih oleh Hendra, yang memutuskan itu akan melayani secara eksklusif masakan dari daging babi dan mengasingkan pelanggan Muslimnya. Hendra masuk ke dalam konflik dengan Soleh atas Menuk, Hendra yang sebelumnya pernah menjadi kekasihnya. Menuk menjadi semakin tertekan setelah Soleh mengatakan kepadanya bahwa ia berencana untuk menceraikannya, dan mereka didorong untuk berpisah. Rika merasa stres karena bagaimana dia telah dirawat oleh tetangganya dan keluarganya yang telah berpindah agama ke Katolik dari Islam, Abi juga menghadapi pengucilan. Sementara itu, Surya dan Doni ([[Glenn Fredly]]) bersaing untuk kasih sayangnya. Surya marah atas kegagalan untuk menemukan pekerjaan akting yang baik.


Soleh bergabung dengan kelompok amal Islam, [[Nahdlatul Ulama]] (NU), berharap untuk mendapatkan kepercayaan. Meskipun ia awalnya enggan untuk melindungi keamanan gereja, ia akhirnya mengorbankan hidupnya ketika ia menemukan bom telah ditanam di sebuah gereja Katolik. Dia bergegas keluar dengan bom, yang meledak di luar gereja, membunuh Soleh tetapi jauh dari jemaat. Sun meninggal ketika rumah makan, yang saat itu tidak tutup untuk menghormati Idul Fitri, diserang oleh sekelompok umat Islam. Setelah serangan itu, Hendra membaca 99 Nama Allah dan memeluk Islam, ia mencoba untuk mendekati Menuk, meskipun tidak jelas apakah ia akan menerima dia. Surya menerima tawaran dari Rika untuk memainkan peran Yesus di gerejanya pada saat perayaan [[Natal]] dan [[Paskah]], karena ia menerima bayaran yang tinggi setelah ragu-ragu karena takut bahwa hal itu akan bertentangan dengan agamanya, setelah perayaan tersebut dia membaca Al-Ikhlas di dalam masjid. Rika mampu memperoleh restu orangtuanya untuk perpindahan agamanya. Pada momen ini menjadi titik emosional, saat orangtuanya mampu berdamai dengan iman yang diyakini oleh anaknya, dan ini menjadi titik awal Rika untuk belajar mengenai islam.
by [[Hanung Bramantyo]] Anugroho


== Pemeran ==
Dialog ini saya kutip dari inbox massage di Facebook saya tanpa adanya penambahan dan pengurangan. Kecuali jawaban atas pertanyaan tersebut saya edit dan sesuaikan.
[[Berkas:Glenn Fredly.jpg|jmpl|ka|lurus|Penyanyi [[Glenn Fredly]] merasa karakternya menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di [[Indonesia]].]]
* [[Revalina S. Temat]] sebagai Menuk, seorang wanita Muslim yang salehah, serta mengenakan hijab (jilbab) dan menikah dengan Soleh. Menuk bekerja di rumah makan milik Tan Kat Sun tempat ia akan dipinang oleh Hendra, anak Sun.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}} Menurut Temat, Menuk menikah dengan Soleh yang tidak ia cintai, bukannya Hendra, karena Soleh adalah Muslim.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=10:50-10:54}}
* [[Reza Rahadian]] sebagai Soleh, suami Menuk yang seorang Muslim dan menganggur, yang ingin menjadi pahlawan bagi keluarganya. Dia akhirnya bergabung dengan cabang Banser dari [[Nahdlatul Ulama]] (NU) dan bertugas melindungi tempat-tempat ibadah dari kemungkinan serangan teroris. Dia meninggal dalam proses mengeluarkan bom dari sebuah gereja yang dipenuhi jemaat.{{sfn|Official Website 2011, Press}} Menurut Hanung, pemeran Soleh terilhami dari [[Riyanto]], anggota [[Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama]] yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan sebuah gereja dari serangan bom Natal pada 24 Desember 2000.{{sfn|Hidayah 2011, Hanung Angkat}}
* [[Endhita]] sebagai Rika, seorang janda muda, ibu dari satu, dan seorang konver Katolik. Karena perceraian dan perpindahan agamanya, dia sering dipandang rendah oleh tetangganya. Dia juga masuk ke dalam konflik dengan anaknya Abi, yang tidak memeluk Katolik seperti dia, atas imannya.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}} Endhita masuk dalam nominasi [[Festival Film Indonesia]] tahun 2011 untuk ''Aktris Pembantu Terbaik'' atas perannya, tetapi dia dikalahkan oleh Dewi Irawan dari ''[[Sang Penari]]''.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya}}{{sfn|Kurniasari 2011, A vibrant year}}
* [[Agus Kuncoro]] sebagai Surya, seorang aktor muda Muslim dan pacar Rika. Ketidakmampuannya untuk mendapatkan lebih dari [[Figuran|peran kecil]] memprovokasi keputusasaan atas kondisi keuangannya dan mengalami krisis eksistensial.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}}{{sfn|Official Website 2011, Press}} Dia akhirnya mendarat peran utama sebagai [[Yesus]] pada saat perayaan [[Natal]] dan [[Paskah]] Rika.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}} Kuncoro menerima nominasi sebagai untuk ''Aktor Pembantu Terbaik'', tetapi dikalahkan oleh [[Mathias Muchus]] dari film ''[[Pengejar Angin]]''.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya}}{{sfn|Kurniasari 2011, A vibrant year}}
* [[Rio Dewanto]] sebagai Hendra (Ping Hen), putra Tan Kat Sun dan Lim Giok Lie. Dia terus-menerus bertengkar dengan orang tuanya, terutama tentang menjalankan rumah makan. Ia juga jatuh cinta dengan Menuk, tetapi dia menolak dia, karena dia bukan Muslim.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}} Setelah kematian ayahnya ia berpindah agama ke agama [[Islam]].{{sfn|Official Website 2011, Press}}
* [[Hengky Solaiman]] sebagai Tan Kat Sun, seorang [[Tionghoa-Indonesia]] dan pemilik rumah makan, suami dari Lie Giok Lim dan ayah dari Hendra. Sun memiliki kondisi kesehatan buruk, tetapi ia terus menjaga sikap positif.{{sfn|Official Website 2011, Cast & Crew}}
* Edmay sebagai Lim Giok Lie, istri dari Tan Kat Sun dan ibu dari Hendra. Dia selalu memberi nasihat kepada Menuk.{{sfn|Official Website 2011, Press}}
* [[Glenn Fredly]] sebagai Doni, seorang pemuda [[Katolik]] yang jatuh cinta pada Rika.{{sfn|Official Website 2011, Press}}
* [[David Chalik]] sebagai Wahyu, adalah seorang [[ustad]] dan juga penasihat dari Surya.{{sfn|Official Website 2011, Press}}
* Deddy Sutomo sebagai [[pastor]] di gereja Rika.{{sfn|Official Website 2011, Press}}


== Produksi ==
Awalnya massage ini tidak saya hiraukan, karena saya merasa orang tersebut salah dalam menafsir film saya. Tapi kemudian saya mempertibangkan baik-buruknya karena menyangkut pandangan miring atas film saya dan pribadi saya terhadap Islam. Saya sengaja mencantumkan inisial BH kepada orang tersebut demi menghargai beliau. Semoga dialog ini bermanfaat ….
[[Berkas:Hanung Bramantyo, Jogja-Netpac Asian Film Festival, 2017-12-04 02.jpg|jmpl|ka|lurus|''?'' disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang berketurunan Jawa-Tionghoa.]]
Film ''?'' disutradarai oleh Hanung Bramantyo,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} yang merupakan keturunan campuran dari [[Orang Jawa|Jawa]]-[[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]].{{sfn|Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama}} ia memutuskan untuk menyutradarai film bertema pluralis berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seorang anak [[multirasial]].{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Dia memilih judul ''?'' untuk menghindari protes pada saat perilisan film, mengatakan bahwa jika film itu berjudul ''Liberalisme'' atau ''Pluralisme'' akan ada protes oleh penentang ideologi tersebut,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} dan ia tidak dapat memikirkan judul yang lebih baik.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Karakter individu didasarkan pada orang-orang yang dikenal oleh Hanung atau yang ia baca tentang orang tersebut.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Tujuannya dalam membuat film adalah untuk "memperjelas argumen menyesatkan tentang Islam" dan melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".{{sfn|Setiawati 2011, Is film censorship}} Dalam konferensi pers pra-rilis, Hanung mengatakan bahwa ''?'' tidak dimaksudkan untuk menjadi komersial, tetapi untuk membuat sebuah pernyataan.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=2:20-2:25}} Film ini adalah film keempat belas, merupakan salah satu dari beberapa film bertema Islam yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, ''[[Ayat-Ayat Cinta]]'' (2008) dan film mengenai kisah hidup, ''[[Sang Pencerah]]'' (2009).{{sfn|Setiawati 2011, Questioning intolerance}}


Khawatir bahwa tema pluralisme dapat memicu konflik, beberapa investor meninggalkan komitmen mereka;{{sfn|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}} Hanung juga tidak dapat menemukan dukungan dari studio utama.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=7:20-7:45}} Sebelum film tersebut disensor di [[Lembaga Sensor Film]], beberapa adegan dipotong, termasuk sebuah adegan yang menampilkan kepala babi yang dipajang di jendela rumah makan milik Sun. Adegan lain yang berpotensi menimbulkan penolakan di kalangan masyarakat juga dipertahankan,{{sfn|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}} meskipun telah dipangkas.{{sfn|Setiawati 2011, Questioning intolerance}} Film ini lulus sensor dengan klasifikasi usia {{tooltip|R|remaja}} (kini 13+). Sebelum film dirilis, Hanung berkonsultasi dengan sekitar dua puluh orang termasuk beberapa tokoh agama dalam upaya untuk memastikan film itu tidak menyinggung pihak manapun.{{sfn|Maullana 2011, Hanung Menyentuh Isu}} Titien Wattimena dipekerjakan sebagai penulis naskah, ia lebih menekankan pada pesan toleransi.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=2:48-2:54}}
1. Film “?” yang anda sutradarai penuh dengan fitnah, kebencian dan merendahkan martabat Islam dan umat Islam. Film anda penuh dengan ajaran sesat pluralisme yang menjadi saudara kandung atheisme dan kemusyrikan.


Mahaka Pictures, yang dimiliki oleh kelompok yang sama dengan mayoritas Muslim ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'', melakukan produksi bersama film ini dengan Dapur Film. Direktur Mahaka Pictures [[Erick Thohir]] menyatakan bahwa perusahaannya telah dibantu dengan produksi karena ia "terganggu oleh fakta bahwa film Indonesia telah menurun dalam kualitas".{{sfn|Setiawati 2011, Hanung’s new film}} Dia bersedia untuk bekerja dengan Hanung, saat ia menemukan bahwa yang belakangan ini telah terbukti menjadi sutradara film religius yang terampil melalui hasil kerja sebelumnya.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=8:10-8:25}} Proses pembuatan film dimulai pada tanggal 5 Januari 2011 di Semarang;{{sfn|Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama}} Hanung kemudian menggambarkan kota ini sebagai contoh yang baik dari toleransi dalam kenyataannya.{{sfn|Armitrianto 2011, Ingatan Toleransi}} Film ini dilaporkan menghabiskan biaya sebesar Rp5.000.000.000.{{sfn|Suara Merdeka 2011, Kolaborasi Hanung-Zaskia}} Dua lagu dari band [[Sheila on 7]], "Pasti Kubisa" dan "Kamus Hidupku" dijadikan sebagai ''soundtrack'' film ini, sedangkan Satrio Budiono dan Saft Daultsyah menangani penyuntingan suara.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya}}{{sfn|Sofyan 2011, Sheila On 7}}
HB: Terima kasih sudah menyaksikan film saya sekaligus melakukan kritik atas film tersebut. Saya sangat menghargai pandangan anda. Sebagai sebuah tafsir atas ‘teks’ saya anggap pendapat anda syah. Sayangnya, anda tidak memberikan kemerdekaan bagi tafsir yang berbeda. Anda sudah terlanjur melakukan judgment berdasarkan ‘teks’ yg anda baca dan tafsirkan.


Mulyo Hadi Purnomo yang bekerja di Semarang ditugaskan untuk memilih pemain yang akan berperan dalam peran-peran kecil.{{sfn|Sudibyo 2011, Kalau Bayar Casting}} Hanung menghubungi anggota pemain utama secara langsung. Agus Kuncoro yang telah berperan dalam film ''Sang Pencerah'' dan dikenal karena berperan di film-film bertema Islam setuju untuk bermain sebagai Surya di film ''?'' segera setelah membaca naskah.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=2:30-2:34}}{{sfn|Setiawati 2011, Agus Kuncoro: His Life}} Penyanyi Glenn Fredly tertarik untuk bermain sebagai Doni karena ia menganggap karakternya seorang Katolik ultrakonservatif sebagai peran yang menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di Indonesia.{{sfn|Bramantyo|2012|loc=11:55-12:04}} Revalina S. Temat, yang juga bermain pada film Hanung, ''[[Perempuan Berkalung Sorban]]'', menemukan perannya sebagai Menuk menarik dan lebih serius daripada karya terbarunya di film horor.{{sfn|Suara Merdeka 2011, Revalina S Temat}} Endhita, yang dipanggil Hanung untuk memainkan peran ini, menyatakan minatnya begitu dia menerima garis-garis besar ceritanya.{{sfn|Kompas 2011, Meledak-ledak}}
2. Ketika pembukaan sudah menampilkan adegan penusukan terhadap pendeta, kemudian bagian akhir pengeboman terhadap Gereja. Jelas secara tersirat dan tersurat, anda menuduh pelakunya orang yang beragama Islam dan umat Islam identik dengan kekerasan dan teroris. Jelaskan!


== Tema dan gaya ==
HB: A. Tafsir anda mengatakan bahwa adegan kekerasan: penusukan pastur dan pengeboman dilakukan oleh orang Islam. Padahal sama sekali dalam dua adegan tersebut saya tidak menampilkan orang Islam (setidaknya orang berbaju putih-putih, bersorban atau berkopyah). Di adegan penusukan pastur, saya menampilkan seorang lelaki berjaket coklat memegang pisau dan seorang pengendara motor. Kalau itu ditafsir orang Islam, itu semata-mata tafsir anda.
Dalam Tabloid ''Bintang'', Ade Irwansyah mencatat bahwa film ini adalah "mikrokosmos" bagi [[Indonesia]], negeri yang memiliki banyak kelompok agama, dan kerap terjadi konflik dalam keberagamannya. Irwansyah menulis bahwa Hanung mengajak pemirsa untuk berpikir tentang konflik religius yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, dan bagaimana menghadapi perbedaan budaya dan keyakinan,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} sementara Hanung menyebut film ini sebagai interpretasi pribadinya terhadap situasi religius di negara ini.{{sfn|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}} Kritikus film, Eric Sasono mencatat bahwa hal itu terlihat dari slogan film tersebut, "Masih pentingkah kita berbeda?", dan menyatakan bahwa Hanung takut bahwa Indonesia telah menjadi negara monolitik.{{sfn|Sasono|2012|p=4}} Menurut Sasono, konflik dalam ''?'' diselesaikan ketika karakter mulai percaya bahwa semua agama adalah baik, dan semua memuji Tuhan, dengan demikian, semua konflik agama akan berakhir jika orang-orang sudi menerima kepercayaan lain.{{sfn|Sasono|2012|pp=9–10}}


''[[The Jakarta Globe]]'' menggambarkan film itu sebagai kajian peran dan negara Islam di masyarakat modern Indonesia.{{sfn|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}} Sasono mencatat bahwa mayoritas Muslim yang ditampilkan dalam film itu tidak menampilkan motif mereka secara gamblang, baik untuk penggunaan istilah rasis "{{lang|jv|Cino}}" maupun menyerang rumah makan milik Tan.{{sfn|Sasono|2012|p=5}} Setelah membandingkan tindakan kelompok Muslim dalam film ''?'' dan film [[Asrul Sani]], ''Al Kautsar'' (1977) dan ''[[Titian Serambut Dibelah Tujuh]]'', Sasono menyatakan bahwa Bramantyo mungkin telah mengungkapkan kekhawatiran bahwa kelompok-kelompok ini tidak lagi membutuhkan provokator untuk menyerang orang lain.{{sfn|Sasono|2012|p=6}} Dia mencatat bahwa adegan yang menampilkan seorang [[imam]] Katolik ditikam oleh dua pria mengendarai sepeda motor mencerminkan kasus September 2010 di [[Bekasi]], yang telah menjadi isu nasional.{{sfn|Sasono|2012|p=7}}{{sfn|The Jakarta Post 2010, Christian pastors attacked}} Dia lebih jauh menjelaskan bahwa sudut kameranya vulgar, mengabaikan kehalusan, tetapi mengemukakan bahwa mereka membuat karya ini lebih dramatis; ia menunjukkan bahwa ini tampak jelas pada suatu adegan ketika suatu bagian dari masjid hancur berantakan.{{sfn|Sasono|2012|p=8}}
B. Di awal Film saya justru menampilkan sekelompok remaja masjid (bukan orang tua) yang melakukan perawatan atas masjid. Bukankah dalam hadist dianjurkan seorang pemuda menghabiskan waktunya untuk mengelola dan merawat masjid? Jadi tidak ada pesan tersurat apapun yang manyatakan bahwa pelaku penusukan dan pengeboman adalah orang islam.


== Penayangan ==
3. Anda mendukung seorang menjadi Murtad. Menjadi murtad yang dilakukan oleh Endhita (Rika) adalah suatu pilihan hidup. Kalau semula kedua orangtua dan anaknya menentangnya, akhirnya mereka setuju. Padahal dalam Islam murtad adalah suatu perkara yang besar dimana hukumannya adalah qishash (hukuman mati), sama dengan zina yang dirajam.
''?'' memulai penayangan perdananya di [[Gandaria City]] di [[Jakarta Selatan]] pada tanggal 31 Maret 2011, dengan penayangan secara luas pada tanggal 7 April. Penayangan film ini bertepatan dengan kontes yang disponsori oleh penyedia layanan seluler lokal yang meminta pemirsa untuk memutuskan nama terbaik untuk menggambarkan peristiwa yang ditampilkan dalam film; dikatakan bahwa nama terbaik untuk disampaikan akan digunakan pada rilis DVD,{{sfn|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}} tetapi ini akhirnya tidak dilakukan.{{sfn|Liner notes for ''?''}} Dalam lima hari pemutaran perdananya, ''?'' telah dilihat oleh hampir 100.000 orang.{{sfn|Rakhmani 2011, Questioning religious divides}} ''?'' telah ditonton oleh lebih dari 550.000 orang pada pertengahan September.{{efn|Sebagai perbandingan, film Indonesia ''best selling'' 2011, ''[[Surat Kecil Untuk Tuhan]]'', telah dilihat oleh lebih dari 750.000 orang {{harv|Yazid 2011, 2011: The Year}}.}}{{sfn|Suara Merdeka 2011, "Tendangan dari Langit"}} Film ini juga ditayangkan di kancah internasional. Pada Festival Film Indonesia keenam di Australia, ''?'' diputar di seluruh bioskop pada tanggal 25 Agustus 2011 sebagai film penutup festival.{{sfn|Herman 2011, Masyarakat Australia}}{{sfn|IFF, '?' Question Mark}} Menurut Hanung, film ini juga diputar di [[Vancouver]] dan [[Paris]], dan menerima umpan balik positif.{{sfn|Dapur Film, Film Tanda Tanya}}


Sebuah novelisasi film berjudul ''Harmoni Dalam Tanda Tanya'' dan diterbitkan oleh Mahaka Publishing, dirilis pada Desember 2011. Novel yang ditulis oleh Melvi Yendra Dan Adriyanti ini lebih memperluas latar belakang film, termasuk hubungan antara Hendra dan Menuk.{{sfn|Khumaesi 2012, Novel 'Harmoni Dalam Tanda Tanya'}} Pada tanggal 21 Februari 2012, ''?'' dirilis pada DVD oleh Jive! Collection,{{sfn|Khumaesi 2012, DVD dan Novel}} setelah melewati badan sensor pada bulan Januari. DVD menonjolkan audio Indonesia, subjudul bahasa Indonesia dan Inggris, film dokumenter di belakang layar, dan galeri foto dari produksi.{{sfn|Liner notes for ''?''}} Dalam kata pengantar pada catatan DVD, Ronny P. Tjandra dari Jive! Collection menulis bahwa pemirsa harus melihat film dengan hati terbuka, karena konflik di dalamnya mencerminkan keadaan sebenarnya dalam masyarakat.{{sfn|Tjandra|2012|p=1}}
HB: Bahwa tafsir Rika murtad karena sakit hati dengan suaminya yang mengajak poligami saya benarkan. Tapi bukan berarti ‘teks’ tersebut mendukung pemurtadan. Sejak awal keputusan Rika sudah ditentang oleh Surya, anaknya dan orang tuanya. Bagian mana yang menyatakan dukungan? Saya akan menjelaskan berdasarkan shot-shot dalam filmnya:


== Penerimaan ==
PERTAMA, Coba perhatikan shotnya: Surya berdialog dengan Rika: Kamu menghianati 2 hal sekaligus: perkawinan dan Allah! kalau toh disitu Surya diam saja ketika Rika menyanggahnya, bukan berarti Surya mendukungnya. Tapi sikap menghargai pilihan Rika. Hal itu tertera dalam surat Al Hajj ayat 7 : ‘Sesungguhnya orang yang beriman, kaum Nasrani, Shaabi-iin, Majusi dan orang Musyrik, Allah akan memberikan keputusan diantara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu’
Ulasan kritikus terhadap film ''?'' tergolong cukup baik. Indah Setiawati dari ''[[The Jakarta Post]]'' menulis bahwa film ini adalah "upaya yang elegan untuk mempromosikan Islam moderat dan mengungkapkan isu-isu sensitif di negara ini dalam cara yang santai" dan bahwa pemirsa harus "bersiap-siap untuk meledak dalam tawa dan pecah dalam tangisan".{{sfn|Setiawati 2011, Questioning intolerance}} Aguslia, yang menulis untuk ''[[Tempo (majalah)|Tempo]]'', mengatakan film ini lebih baik daripada pemenang [[Piala Citra]] tahun 2010, ''[[3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta]]'', yang memiliki tema yang hampir sama.{{sfn|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}} Kartoyo DS, melakukan peninjauan untuk ''[[Suara Karya]]'' setelah ''press screening'', memuji alur cerita, visual, dan juga musik.{{sfn|Kartoyo DS 2011, Mengukur Kadar Kesadaran}}


Benny Benke yang menulis untuk harian ''[[Suara Merdeka]]'' menemukan Hanung menggunakan ''?'' untuk menggambarkan toleransi di Indonesia tanpa membuat subjek tampak klise, namun, ia menganggap beberapa adegan, seperti perpindahan agama Hendra yang dianggap berlebihan.{{sfn|Benke 2011, Merayakan Indonesia}} Frans Sartono, yang melakukan peninjauan untuk harian ''[[Kompas]]'', menganggap bahwa film ini merupakan film berat yang [[Didaktik metodik|bersifat mendidik]] tetapi akhirnya menarik karena komentar sosial yang sangat dibutuhkan, mengingat gejolak agama di Indonesia termasuk permasalahan yang serius. Dia juga mencatat bahwa karakter didorong atas tindakan mereka dengan kebutuhan duniawi dan bukan agama.{{sfn|Sartono 2011, Drama di Sekitar Warung China}}
Sikap Surya juga merupakan cerminan dari firman Allah : ‘Engkau (Muhammad) tidak diutus dengan mandat memaksa mereka beragama, tapi mengutus engkau untuk MEMBERI KABAR GEMBIRA yang orang mengakui kebenaran Islam dan kabar buruk dan ancaman bagi yang mengingkarinya.’


=== Kontroversi ===
KEDUA, Abi, anak Rika, juga tidak mendukung sikap Rika ‘yang Berubah’. Abi protes dengan ibunya dengan cara enggan bicara. Bahkan hanya sekedar minum susu dikala pagi saja Abi tidak mau menghabiskan di depan ibunya. Demikian halnya Abi juga tidak mau makan sarapan yang disajikan ibunya. Itu adalah sikap protes dia kepada sang Ibu yang murtad. Jika toh Abi kemudian bersikap seperti Surya, bukan berarti abi mendukungnya. Tapi sikap ,menghargai pilihan. Lihat dialog Abi saat bersama Rika: … Kata Pak Ustadz, orang islam gak boleh marah lebih dari tiga hari. Apakah dialog tersebut diartikan mendukung kemurtadan? Bukankah makna dari dialog tersebut adalah mencerminkan sikap orang muslim yang murah hati: Pemaaf dan bijaksana (jika marah tidak boleh lebih dari tiga hari).
Setelah film ''?'' ditayangkan, kelompok Islam konservatif [[Front Pembela Islam]] menentang film ini akibat pesan pluralisnya.{{sfn|The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel}} Banser, sayap pemuda NU, juga mengecam film ini karena adanya adegan yang menayangkan anggota Banser dibayar untuk melakukan [[sedekah|tugas-tugas amal]] mereka; mereka bersikeras bahwa hal tersebut tidaklah benar.{{sfn|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}} Sementara itu, Ketua [[Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) Pusat Bidang Seni dan Budaya Cholil Ridwan menyatakan bahwa "film ini jelas menyebarkan pluralisme agama",{{sfn|Rakhmani 2011, Questioning religious divides}} yang sebelumnya dinyatakan [[haram]] oleh MUI.{{sfn|Setiawati 2011, Hanung’s new film}} Protes juga muncul ketika [[SCTV]] mengumumkan rencana untuk menayangkan film ''?'' selama [[Idul Fitri]] pada tahun 2011; FPI mengadakan demonstrasi di depan kantor SCTV dan ratusan anggotanya meminta agar film tersebut dipotong.{{sfn|The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel}}{{sfn|The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized}} SCTV kemudian memutuskan untuk tidak menayangkan film ini,{{sfn|The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel}} yang mana banyak dikritik dan dianggap "menyerah" kepada FPI. {{efn|NU, yang sebelumnya keberatan dengan film tersebut, juga mengkritik keputusan ini {{harv|The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized}}.}}{{sfn|The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized}}


Dalam menanggapi kontroversi film ''?'', [[Daftar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia|Menteri Kebudayaan dan Pariwisata]] [[Jero Wacik]] mengungkapkan bahwa film ini lebih baik diberi judul "[[Bhinneka Tunggal Ika]]" dan agar penggambaran kebersamaan antarsuku dan agama dalam film tersebut mencerminkan "karakter nasional" Indonesia.{{sfn|Rakhmani 2011, Questioning religious divides}} [[Yenny Wahid]], seorang aktivis agama dan putri pluralis ternama sekaligus mantan [[Presiden Indonesia]] [[Abdurrahman Wahid]], mengatakan bahwa ''?'' "berhasil dalam menyampaikan ide-ide pluralisme di Indonesia", dan agar kritikus tidak melihatnya sepotong-potong.{{sfn|The Jakarta Post 2011, Hanung’s new film}} Meskipun pada awalnya cuitan-cuitan yang muncul dianggap sebagai promosi gratis,{{sfn|Setiawati 2011, Hanung’s new film}} Hanung nantinya berdiskusi dengan MUI dan sepakat untuk memotong beberapa adegan untuk menghindari protes.{{sfn|The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel}} Dalam sebuah wawancara pada Oktober 2011, ia menyatakan bahwa ia "bingung" karena film itu tidak diterima baik oleh umat Islam.{{sfn|Setiawati 2011, Is film censorship}}
KETIGA: Orang tua Rika juga menyatakan penolakan pada saat Rika menelphone Ibunya: … Bu, Rika sudah dibaptis. Mulai hari ini nama depan Rika Tereshia. Lalu si Ibu menutup telephonenya. Bagian mana yang menyatakan dukungan?


== Penghargaan ==
Di bagian akhir film, saya menampilkan orang tua Rika datang ke acara syukuran Khatam Quran cucunya. Kemudian Rika memeluk ibunya dengan haru. Tidak ada sedikitpun dialog yang menyatakan dukungan terhadap kemurtadan Rika. Adegan tersebut menampilkan hubungan emosional antara anak dengan ibunya, serta cucu dengan kakek-neneknya. Dimanakah pernyataan dukungan atas kemurtadan Rika?
''?'' mendapatkan 9 nominasi pada [[Festival Film Indonesia 2011]] dan memenangkan Piala Citra untuk [[Penghargaan FFI untuk Tata Sinematografi Terbaik|Sinematografi Terbaik]].{{sfn|Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya}} Bersama dengan ''[[Sang Penari]]'' karya [[Ifa Isfansyah]] dan ''[[Masih Bukan Cinta Biasa]]'' karya [[Benni Setiawan]], ''?'' merupakan film yang mendapatkan paling banyak nominasi pada tahun tersebut; namun dari antara tiga film tersebut ''?''-lah yang menerima paling sedikit penghargaan. ''Sang Penari'' memenangkan dua penghargaan yang juga dinominasikan untuk ''?'', termasuk Penyutradaraan Terbaik, sementara ''Masih Bukan Cinta Biasa'' memperoleh penghargaan Tata Suara Terbaik, dan ''[[The Mirror Never Lies]]'' karya [[Kamila Andini]] mengalahkan ''?'' untuk kategori Cerita Asli Terbaik.{{sfn|Kurniasari 2011, A vibrant year}}{{sfn|Maullana 2011, FFI 2011}} Pada tahun 2012 ''?'' dinominasikan untuk tiga penghargaan di [[Festival Film Bandung]], tetapi tidak memenangkan satupun penghargaan; semua penghargaan dimenangkan oleh ''The Mirror Never Lies''.{{sfn|KapanLagi.com 2012, Nominasi Festival Film Bandung}}{{sfn|Fikri 2012, Daftar Lengkap}}


{| class="wikitable" style="font-size: 95%;"
Jadi jika anda membaca ‘teks’ dalam adegan tersebut sebagai sebuah dukungan terhadap kemurtadan, maka itu tafsir anda. Bukan saya …
|-
! Penghargaan
! width=50|Tahun
! Kategori
! Penerima
! Hasil
|-
| rowspan="9" | [[Festival Film Indonesia]]
| rowspan="10" | 2011
| Penyutradaraan Terbaik
| [[Hanung Bramantyo]]
| {{Nom}}
|-
| Skenario Terbaik
| Titien Wattimena
| {{Nom}}
|-
| Cerita Asli Terbaik
| Hanung Bramantyo
| {{Nom}}
|-
| Tata Sinematografi Terbaik
| [[Yadi Sugandi]]
| {{Won}}
|-
| Tata Artistik Terbaik
| Fauzi
| {{Nom}}
|-
| Penyunting Gambar Terbaik
| Cesa David Luckmasyah
| {{Nom}}
|-
| Tata Suara Terbaik
| Satrio Budiono & Saft Daultsyah
| {{Nom}}
|-
| Pemeran Pendukung Pria Terbaik
| [[Agus Kuncoro]]
| {{Nom}}
|-
| Pemeran Pendukung Wanita Terbaik
| [[Endhita]]
| {{Nom}}
|-
|[[Jogja-NETPAC Asian Film Festival]] <ref>{{Citation|title=Tanda Tanya|url=https://www.imdb.com/title/tt1979169/?ref_=nv_sr_srsg_0|date=2011-04-07|accessdate=2023-01-20|archive-date=2023-01-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20230120053336/https://www.imdb.com/title/tt1979169/?ref_=nv_sr_srsg_0|dead-url=no}}</ref>
|Golden Hanoman Award
|?
|{{Nom}}
|-
| rowspan="3" | [[Festival Film Bandung]]
| rowspan="3" | 2012
| Sutradara Terbaik
| [[Hanung Bramantyo]]
| {{Nom}}
|-
| Sinematografi Terbaik
| [[Yadi Sugandi]]
| {{Nom}}
|-
| Poster Terbaik
|
| {{Nom}}
|-
|}


== Catatan ==
4. Jelaskan gambaran muslimah berjilbab, Menuk (Revalina S Temat) yang merasa nyaman bekerja di restoran Cina milik Tan Kat Sun (Hengki Sulaiman) yang ada masakan babinya. Anda ingin menggambarkan seolah-olah babi itu halal. Terbukti pada bulan puasa sepi, berarti restoran itu para pelanggannya umat Islam.
{{Notelist}}


== Referensi ==
HB: Menuk adalah perempuan muslimah. Dia nyaman bekerja di tempat pak Tan karena pak Tan adalah orang yang baik. Selalu mengingatkan karyawan muslimnya sholat. Bagian mana yang anda maksud bahwa babi itu halal?
;Catatan kaki
{{reflist|20em}}


;Daftar pustaka
Saya justru menggambarkan dengan tegas adegan yang membedakan Babi dan bukan babi lebih dari sekali adegan. Pertama, pada saat Pembeli berjilbab bertanya soal menu makanan restoran pak Tan. Menuk mengatakan bahwa panci dan wajan yang dipakai buat memasak babi berbeda dengan yang bukan babi. (di film terdapat shot wajan, dan shot Menuk yang dialog dengan ibu berjilbab. Dialog agak kepotong karena LSF memotongnya. Alasannya silakan tanyakan kepada LSF)
{{refbegin|colwidth=30em}}
* {{cite album-notes
|title=?
|last=Bramantyo
|first=Hanung (director)
|year=2012
|oclc=778369109
|type=DVD liner notes
|publisher=Jive! collection
|location=Jakarta
|ref={{sfnRef|Liner notes for ''?''}}
}}
* {{cite video
| last =Bramantyo
|first=Hanung (director)
| year =2012
| title =Behind the Scene{{sic|nolink=y}}
| publisher =Jive! collection
| location =Jakarta
| oclc =778369109
| ref =harv
}}
* {{cite book
|chapter='?' (Tanda Tanya): Pertanyaan Retoris Hanung
|title=?
|last=Sasono
|first=Eric
|year=2012
|oclc=778369109
|type=DVD liner notes
|publisher=Jive! collection
|location=Jakarta
|ref=harv
|pages=2–14
}}
* {{cite book
|last1 = Sidel
|first1 = John Thayer
|year=2006
|title = Riots, Pogroms, and Jihad: Religious Violence in Indonesia
|trans_title=Huru hara, Pogrom, dan Jihad: Kekerasan Berdasarkan Agama di Indonesia
|language=en
|publisher=Cornell University Press
|isbn = 978-0-8014-4515-6
|url =http://books.google.ca/books?id=SvVt8yyVi_4C
|ref =harv
|location= Ithaca
}}
* {{cite album-notes
|title=?
| notestitle = Tanda Tanya dari Jive Collection
|last=Tjandra
|first=Roni P.
|year=2012
|oclc=778369109
|type=DVD liner notes
|publisher=Jive! collection
|location=Jakarta
|ref=harv
|page=1
}}
{{refend}}


;Sumber daring
Kedua, pada saat Pak Tan mengajari Ping Hen (anaknya) mengelola restoran. Pak Tan dengan tegas menyatakan pembedaan antara babi dan bukan babi: … Ini sodet dengan tanda merah buat babi, dan yang tidak ada tanda merah bukan babi …
{{refbegin|colwidth=30em}}

* {{cite web
Jika saya menghalalkan Babi, tentunya saya tidak akan menggambarkan pemisahan yang tegas antara sodet, panci, pisau, dsb tersebut. Jadi tafsir anda yang mengatakan bahwa saya menghalalkan babi, semata-mata tafsir saya …
| title = '?' Question Mark (Tanda Tanya)

| publisher = Indonesian Film Festival
Dalam film ini, saya justru menggambarkan sikap Menuk sebagai Muslimah yang menolak pernikahan beda agama dengan cara lebih memilih menikah dengan soleh (yang muslim) meski jobless, dibanding hendra. Padahal cintanya kepada hendra: … Saya tahu kita pernah punya kisah yang mungkin buat mas menyakitkan. Tapi buat saya adalah hal yang indah … karena Tuhan mengajarkan arti cinta dalam agama yang berbeda … (Dialog Menuk kepada Hendra di malam Ramadhan)
| url = http://www.indonesianfilmfestival.com.au/2011/content/%E2%80%98%E2%80%99-question-mark-tanda-tanya

| accessdate = 10 June 2012
Dalam film ini juga, saya menggambarkan sikap pak Tan yang menghargai Asmaul Husna dengan cara meminjam buku 99 Nama Allah milik Menuk. Sikap pak Tan tersebut dinyatakan dalam dialog Hendra: … Sekarang Hen jadi mengerti kenapa papi bersikap baik dengan orang YANG BUKAN SEAGAMA dengan papi …
| ref = {{harvid|IFF, '?' Question Mark}}

| archiveurl = https://www.webcitation.org/68JbSHN0K?url=http://www.indonesianfilmfestival.com.au/2011/content/%E2%80%98%E2%80%99-question-mark-tanda-tanya
Dialog tersebut merupakan manifestasi dari ajaran Asmaul Husna : Ar Rahman – Ar Rahim … Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
| archivedate = 2012-06-10

| dead-url = yes
Kemudian Pada akhir film, Pak Tan membisikkan sesuatu kepada dimana atas dasar bisikian tersebut Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya: menjadi Mualaf dan merobah restorannya menjadi Halal. Lihat kata-kata isteri pak Tan di akhir film: … Pi, hari ini Hendra melakukan perubahan besar dalam hidupnya SEPERTI YANG PAPI MINTA …. (Dialog tersebut sebenarnya ungkapan tersirat buat hendra untuk berubah dari pak Tan melalui bisikannya. )
}}

* {{cite news
jadi tafsir Hendra pindah agama hanya ingin menikahi menuk adalah Tafsir anda.
|last1 = Aguslia

|first1 =
Lagipula, dalam film jelas-jelas tidak ada gambaran pernikahan antara Menuk dan Hendra. Ending Film saya justru menggambarkan Menuk menatap nama Soleh yang sudah menjadi nama Pasar … Darimana anda bisa menafsirkan bahwa Hendra pindah agama hanya karena ingin menikah sama menuk?
|date = 7 April 2011

|title = Sebuah Tanda Tanya dari Hanung Bramantyo
5. Seorang takmir masjid yang diperankan Surya (Agus Kuncoro) setelah dibujuk si murtadin Menuk, akhirnya bersedia berperan sebagai Yesus di Gereja pada perayaan Paskah. Apalagi itu dijalaninya setelah dia berkonsultasi dengan ustad muda yang berfikiran sesat menyesatkan pluralisme seperti anda yang diperakan David Chalik. Namun anehnya, setelah berperan menjadi Yesus demi mengejar bayaran tinggi, langsung membaca Surat Al Ikhlas di Masjid. Padahal Surat Al Ikhlas dengan tegas menolak konsep Allah mempunyai anak dan mengajarkan Tauhid. Apa anda ini kurang waras wahai si Hanung. Semoga pembalasan dari Allah atas diri anda.
|work = Tempo

|url = http://tempointeraktif.com/hg/film/2011/04/07/brk,20110407-325806,id.html
HB : dalam film saya menggamnbarkan Surya adalah seorang aktor figuran. Di awal Film dikatakan dengan tegas lewat dialog: … 10 tahun saya menjadi aktor cuma jadi figuran doang!!
|accessdate = 6 November 2011

|ref = {{harvid|Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya}}
Sebagai aktor yang hanya jadi figuran, dia frustasi. Hingga menganggap bahwa hidupnya cuma SEKEDAR NUMPANG LEWAT. Dia diusir dari kontrakan karena menunggak bayar. Rika membantunya dengan menawari pekerjaan sebagai Yesus dengan biaya Mahal (perhatikan dialognya di warung soto). Semula Surya menolak. Tapi dia menerima dengan alasan yang sangat manusiwai bagi orang yang berprofesi sebagai aktor (figuran) : SELAMA HIDUPNYA TIDAK PERNAH BERPERAN SEBAGAI JAGOAN. Namun alasan itu tidak begitu saja dia gunakan untuk melegitimasi pilihannya. Dia konsultasi dengan Ustadz Wahyu (David Khalik). Menurut Ustadz, Semua itu tergantung dari HATIMU, maka JAGALAH HATIMU. Dari perkataan Ustadz tersebut, adakah dia menyarankan atau mendorong Surya menjadi Yesus? Ustadz memberikan kebebasan buat Surya untuk melakukan pilihannya. Dan Surya sudah memilih. Ketika di Masjid, Ustadz mengulang bertanya: Gimana? Sudah mantap hatimu? Lalu dijawab oleh Surya: Insya Allah saya tetap Istiqomah. Dijawab oleh David Khalik: Amin …
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zj1q6ek?url=http://tempointeraktif.com/hg/film/2011/04/07/brk,20110407-325806,id.html

|archivedate = 2011-11-06
Setelah dialog tersebut, Surya kembali memantapkan hatinya denga bertafakur dimasjid. Matanya menatap hiasan dinding bertuliskan ASMA ALLAH diatas Mighrab.
|dead-url = no

}}
Dari adegan tersebut, adakah saya melecehkan Islam? Apakah dengan menghargai pilihan seseorang itu sama saja melecehkan Islam? Bukankah Ustdaz sudah melakukan tugasnya MENGINGATKAN surya di awal adegan?
* {{cite news

|last1 = Armitrianto
Jadi, tidak ada sedikitpun adegan yang menyatakan pelecehan terhadap agama Islam. Surya melakukan tugasnya sebagai aktor karena dia harus hidup. Bahkan untuk beli soto untuk sarapan saja dia tidak sanggup. Lagipula drama Paskah bukan ibadah. Tapi sebuah pertunjukan drama biasa. Ibadah Misa Jumat Agung dilaksanakan setelah pertunjukan Drama. Dalam hal ini Surya tidak melakukan ibadah bersama jemaah Kristiani di gereja. Namun oleh karena pesan Ustadz untuk senantiasa menguatkan hati, maka setelah memerankan drama Jesus, Surya membaca Surat Al Ikhlas berulang-ulang sambil menangis.
|first1 = Adhitia

|date = 9 April 2011
Adakah dari adegan tersebut saya melecehkan Islam? Silakan di cek lagi
|title = Ingatan Toleransi dalam ''Tanda Tanya''

|work = Suara Merdeka
6. Kelima, tampaknya anda memang sudah gila, masak pada hari raya Idul Fitri yang pebuh dengan silaturahmi dan maaf memaafkan, umat Islam melakukan penyerbuan dengan tindakan anarkhis terhadap restoran Cina yang tetap buka sehari setelah Lebaran. Bahkan sebagai akibat dari penyerbuan itu, akhirnya si pemilik Tan Kat Sun meninggal dunia. Setelah itu anaknya Ping Hen (Rio Dewanto) sadar dan masuk Islam demi menikahi Menuk setelah menjadi janda karena ditinggal mati suaminya Soleh (Reza Rahadian), seorang Banser yang tewas terkena bom setelah menjaga Gereja pada hari Natal. Jadi orang menjadi muslim niatnya untuk menikahi gadis cantik. Sebagaimana anda menjadi sutradara berfaham Sepilis dengan kejam menceraikan istri yang telah melahirkan satu anak demi untuk menikahi gadis cantik yang jadi pesinetron. Film ini kok seperti kehidupan anda sendiri ya ?
|url = http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/09/142835/Ingatan-Toleransi-dalam-Tanda-Tanya

|accessdate = 10 June 2012
HB: Saya benar-benar kagum dengan penafsiran anda soal adegan dalam film saya. Tidak heran anda menjadi seorang wartawan. Hehehe. Jika anda benar-benar mengamati adegan demi adegan, anda akan menemukan maksud dari penyerbuan tersebut.
|ref = {{sfnRef|Armitrianto 2011, Ingatan Toleransi}}

|archiveurl = https://www.webcitation.org/68JYU3ye1?url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/09/142835/Ingatan-Toleransi-dalam-Tanda-Tanya
Pertama, Penyerbuan itu didasari karena egositas dari hendra (ping Hend) yang hanya ingin mengejar keuntungan. Maka dari itu libur lebaran yang biasanya 5 hari, dipotong hanya sehari. Akibatnya, Menuk tidak bisa menemani keluarga jalan-jalan liburan lebaran.
|archivedate = 2012-06-10

|dead-url = yes
Kedua, Penyerbuan tersebut didasari oleh rasa dendam Soleh (yang di adegan sebelumnya berkelahi dengan Hendra) dan cemburu karena Menuk lebih memilih bekerja di hari lebaran daripada menemani soleh dan keluarganya jalan-jalan.
}}

* {{cite news
Dalam adegan tersebut jelas tergambar SIKAP CEMBURU, MEMBABI BUTA, BODOH dan TERGESA-GESA pada diri Soleh yang mengakibatkan Tan Kat Sun meninggal. Sikap tersebut membuat Soleh menjadi rendah di mata Menuk: Lihat adegan selanjutnya: Menuk bersikap diam kepada Soleh. Meski masih meladeni sarapan, Menuk tetap tidak HANGAT dengan SOLEH. Hingga Soleh meminta maaf kepada Menuk. Namun, lagi-lagi Menuk tidak menanggapi dengan serius (perhatikan dialognya) : …. Mas, jangan disini ya minta maafnya. Dirumah saja … Dijawab oleh Surya: Kamu dirumah terlalu sibuk dengan Mutia … Menuk menimpali: … dimana saja ASAL TIDAK DISINI …
|last=Benke

|first=Benny
Penolakan Menuk itu yang membuat Soleh akhirnya memutuskan untuk memeluk BOM dan menghancurkan dirinya. Tujuannya? …. Agar dia menjadi Berarti dimata ISTERINYA ….
|date=1 April 2011

|title=Merayakan Indonesia
Apakah adegan di Film menggambarkan Menuk bahagia dengan kematian Soleh, sehingga dengan begitu dia bebas menikah dengan Hendra? Apakah adegan di Film menggambarkan hendra juga bahagia dengan kematian Soleh sehingga hendra bisa punya kesempatan menikah sama Menuk?
|work=[[Suara Merdeka|Suara Merdeka Online]]

|url=http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen_cetak/2011/04/01/3187/Merayakan-Indonesia
Sungguh, saya kagum dengan tafsir anda. Hingga andapun bisa bebas sekali menafsirkan hidup saya. Semoga kita bisa menjalin silaturahmi lebih dekat sehingga anda bisa mengenal saya lebih baik, mas …
|accessdate=10 June 2012

|ref={{sfnRef|Benke 2011, Merayakan Indonesia}}
7. Si murtadin Endhita minta cerai gara-gara suaminya poligami. Karena dendam, kemudian dia menjadi murtad. Anda ingin mengajak penonton agar membenci poligami dan membolehkan murtad. Padahal Islam membolehkan poligami dan dibatasi hingga empat istri dan melarang dengan keras murtad dengan ancaman hukuman qishash. Seandainya anda setuju dan poligami dengan menikahi si pesinetron itu, anda tidak perlu menceraikan istri dan menelantarkan anak anda sendiri sehingga tanpa kasih sayang seorang ayah kandung dan dengan masa depan yang suram. Kasihan benar anak dan istri anda korban dari seorang ayah yang kejam penganut faham pluralisme dan anti poligami.
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JZDJAqD?url=http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen_cetak/2011/04/01/3187/Merayakan-Indonesia

|archivedate=2012-06-10
HB: Saya laki-laki yang tidak setuju dengan Poligami. Dalam pandangan saya, banyak umat Islam sudah menyelewengkan surat An Nisa sebagai sebuah legitimasi pelampiasan nafsu lelaki. Padahal sudah jelas didalam surat tersebut dikatakan : Wa inkhiftum alaa takdilu fa wakhidatan aumalakat aimanukum … Jika engkau TAKUT BERLAKU ADIL maka nikahilah seorang saja …
|dead-url=yes

}}
Jadi dalam melakukan poligami, syaratnya utamanya harus berlaku adil. Pertanyaan saya, bisakah manusia berlaku adil? Apakah lelaki bisa menjamin hati seorang wanita bisa ikhlas ketika dirinya di madu? Bukankah ketika kita menyakiti hati perempuan, maka itu sudah termasuk aniyaya?
* {{cite web

| title = Cast & Crew
Pendapat saya tidak didasari atas logika sebagaimana yang dituduhkan kepada orang-orang seperti saya: Memahami agama hanya dengan akal. Tapi pemahaman saya didasarkan pada pengalaman batin. Saya pernah hampir berpoligami. Disatu sisi saya merasa benar karena ada syariat. Disisi lain, saya melukai perasaan perempuan, perasaan anak-anak saya, keluarga dari pihak Isteri yang terpoligami dan juga masyarakat lingkungan isteri saya baik yang paling dekat maupun yang paling jauh. Apakah hanya karena syariat, maka keputusan saya menolak poligami adalah suatu sikap menentang syariat? Jika memang saya kemudian berpoligami, apakah saya juga akan mendapatkan jaminan sebagai manusia bersyariat sebagaimana yang anda harapkan? Apakah dengan saya berpoligami maka anak-anak saya akan hidup damai sejahtera sebagaimana bayangan anda? Alhamdulillah, anak saya sehat tidak kurang suatu apa tanpa saya harus berpoligami. Jika anda berkenan, silakan mengunjungi rumah saya dan saya kenalkan kepada anak-anak saya.
| language = Indonesian

| work = Official Website for ''?''
Sungguh, manusia adalah makhluk penuh kekurangan. Ijtihad adalah keniscayaan bagi manusia yang benar-benar memahami kekurangannya. Kebenaran Hanya di mata Allah …
| publisher = Mahaka Pictures

| url = http://filmtandatanya.com/cast-crew/
8. Anda menghina Allah SWT dengan bacaan Asmaul Husna di Gereja dan dibacakan seorang pendeta (Deddy Sutomo) dengan nada sinis dan melecehkan. Masya’ Allah !
| accessdate = 18 December 2011

| ref = {{sfnRef|Official Website 2011, Cast & Crew}}
HB: saya menyelipkan Asmaul Husna di adegan pembacaan ‘Kesaksian : Tuhan di Mataku’ sebagai pemaknaan atas nama Tuhan yang indah dan UNIVERSAL. Asmaul Husna merupakan nama ALLAH yang meliputi segala yang Indah di Bumi dan Langit. Tidak ada nama Indah selain diriNya yang dimiliki agama lain. Maka ketika Pastur Dedi Sutomo meminta Rika untuk menuliskan kesaksiannya, Rika kesulitan. Sebagai seorang penganut agama baru, Rika tidak memiliki pengetahuan terhadap Tuhan barunya, maka dia menuliskan asmaul Husna karena dalam tiap-tiap namaNya (Ar Rahman : Maha Pengasih, Ar Rahiim : Maha Penyayang, dst) memiliki arti yang UNIVERSAL. Apakah itu melecehkan Islam? Apakah dedi Sutomo dalam membacakan Asmaul Husna juga terlihat sinis? Silakan anda tonton kembali filmnya, perhatikan ekspresinya …
| archivedate = 2011-12-18

| archiveurl = https://www.webcitation.org/640htCcMd?url=http://filmtandatanya.com/cast-crew/
9. Anda menfitnah Islam sebagai agama penindas dan umat Islam sebagai umat yang kejam dan anti toleransi terhadap umat lain terutama Kristen dan Cina. Padahal sesungguhnya meski mayorits mutlak, umat Islam Indonesia dalam kondisi tertindas oleh Kristen dan Katolik serta China yang menguasai politik, ekonomi dan media massa. Anda tidak melihat kondisi umat Islam di negara lain yang minoritas seperti Filipina Selatan, Thailand Selatan, Myanmar, India, Cina, Asia Tengah, bahkan Eropa dan AS. Mereka sekarang dalam kondisi tertindas oleh mayoritas Kristen dan Katolik, Hindu, Budha dan Komunis. Jadi anda benar-benar subyektif dan dipenuhi dengaan hati penuh dendam terhadap umat Islam.
| dead-url = yes

}}
HB : Pertanyaan ini murni tafsir anda. Saya tahu, banyak sekali tragedy kemanusiaan di dunia ini atas nama agama. Saya tidak menutup mata terhadap serangan keji Israel terhadap rakyat Palestina. Saya pun turut mengutuk perbuatan tanpa manusiawi di Bosnia, Minoritas muslim di Eropa, Thailand< China sebagaimana yang anda sebutkan. Akan tetapi, tak perlu kita menilai sesuatu terlalu jauh. Begitupula dalam film ini. Jika anda bisa melihat sisi negatif, film ini, kenapa sisi positifnya luput dari perhatian anda? Bukankah di akhir film saya menampilkan adegan Hendra terkesan dengan Asmaul Husna, membacanya, kemudian dia masuk Islam? Lalu di akhir adegan, Ustadz Wahyu mengatakan didalam masjid kepada Hendra bahwa : Islam adalah agama yang mengajak manusia untuk terus menerus memperbaiki dirinya. Berusaha Ikhlas dan sabar. Menjadikan dirinya berarti bagi orang banyak ….
* {{cite news

|date=12 September 2010
10. Film ini mengajarkan kemusyrikan dimana semua agama itu pada hakekatnya sama untuk menuju tuhan yang sama. Kalau semua agama itu sama, maka orang tidak perlu beragama. Jadi film anda ini dengan sangat jelas mengajarkan faham atheisme dan komunisme.
|title=Christian pastors attacked in Bekasi, one stabbed

|work=The Jakarta Post
HB: Bagian mana saya menampilkan bahwa semua agama sama? Adakah dalam adegan tersebut saya menampilkan seorang Islam sembahyang di Gereja? Atau seorang Kristen sembahyang di Masjid?
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/09/12/two-reverends-hkbp-church-bekasi-attacked-one-being-stabbed.html

|accessdate=20 June 2010
Barangkali anda tidak jeli ketika melihat adegan Rika yang menyatakan : … Setiap manusia berjalan dalam setapaknya masing-masing. Mereka berjalan sendirian. Mereka bersama-sama berjalan kepada satu tujuan, yaitu … Tuhan.
|ref={{sfnref|The Jakarta Post 2010, Christian pastors attacked}}

|archiveurl=https://www.webcitation.org/68Y4I64BI?url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/09/12/two-reverends-hkbp-church-bekasi-attacked-one-being-stabbed.html
Coba perhatikan adegan tersebut dalam film: Apakah Rika menyatakan kata tersebut berdasarkan sebuah Kitab suci? … Rika hanya mengutip dari Novel yang akan diberikan kepada Surya sebagai hadiah Ulang Tahun. Perhatikan dialognya: … Ini ada Novel bagus buat kamu. Aku mau bacakan. Ini juga kado buat kamu …
|archivedate=2012-06-19

|dead-url=no
Jadi Anggapan bahwa saya melalui film ini sedang mencampur adukkan agama, sangat tidak relevan. Apakah mungkin seorang berpendapat (apalagi menyoal agama) hanya berdasarkan novel?
}}

* {{cite web
Disisi lain, Jika kata-kata Rika (mengutip Novel) tersebut kita renungkan. Apakah selama ini kaum Nasrani di gereja tidak sedang melakukan sembahyang kepada Tuhannya? Begitu juga kaum Budha, Hindu, Yahudi? Apakah mereka disetiap sembahyang baik di gereja, klentheng, Pura sedang melakukan pemujaan kepada Setan? Apakah saya menyebut dalam FILM bahwa Allah Subhana wata’ala sebagai Tuhan Kaum Nasrani, Budha, Yahudi? Lalu dimana saya melakukan penyamarataan agama? Silakan lihat sekali lagi adegan filmnya …
| title = Film Tanda Tanya Meraih Respon Positif di Festival Internasional

| publisher = Dapur Film
11. Nasehat saya, bertobatlah segera sebelum azab Allah SWT menimpa anda, karena hidup di dunia ini hanya sementara dan tidak abadi. Belajarlah kembali mengenai Islam yang benar sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah, bukan Islam yang diambil dari kaum Orientalis Barat dan para sineas berfaham sepilis yang sudah sangat jelas memusuhi Islam dan umat Islam.
| url = http://dapurfilm.com/2011/09/film-tanda-tanya-raih-respon-positif-di-festival-internasional/

| accessdate = 10 June 2012
HB: Disetiap akhir sholat, saya selalu menyatakan pertobatan kepada Allah dengan mengucap Istighfar. Begitupun disetiap saya melakukan kesalahan baik yang saya sengaja maupun tidak. Bagi saya, Film ini merupakan proses pembelajaran saya mengenal lebih dekat agama saya. Buat saya, belajar agama adalah belajar menjadi manusia. Saya mengagumi rosululloh bukan karena beliau utusan Allah semata-mata. Tapi karena Rosululloh memberikan tauladan kepada kita bagaimana menjadi manusia dalam keluarga, masyarakat dan Tuhannya.
| ref = {{sfnRef|Dapur Film, Film Tanda Tanya}}

| archivedate = 2012-06-10
Mari kita sama-sama terbuka. Kita saudara. Sama-sama pengikut Rosululloh. Sesama Muslim saling mengingatkan. Semoga diskusi ini bisa menjadi pembelajaran kita bersama. Amin ….
| archiveurl = https://www.webcitation.org/68JlNHNKU?url=http://dapurfilm.com/2011/09/film-tanda-tanya-raih-respon-positif-di-festival-internasional/

| dead-url = no
Salam
}}
Hanung Bramantyo
* {{cite news

|last = Fikri

|first = Ahmad

|date = 13 May 2012
== Pemeran ==
|title = Daftar Lengkap Pemenang Festival Film Bandung 2012
* Soleh - [[Reza Rahadian]]
|work = [[Tempo.co]]
* Menuk - [[Revalina S. Temat]]
|url = http://www.tempo.co/read/news/2012/05/13/111403594/Daftar-Lengkap-Pemenang-Festival-Film-Bandung-2012
* Surya - [[Agus Kuncoro]]
|accessdate = 23 January 2013
* Rika - [[Endhita]]
|ref = {{sfnRef|Fikri 2012, Daftar Lengkap}}
* Hendra (Ping Hen) - [[Rio Dewanto]]
|archiveurl = https://www.webcitation.org/6DsZS1KR1?url=http://www.tempo.co/read/news/2012/05/13/111403594/Daftar-Lengkap-Pemenang-Festival-Film-Bandung-2012
* Tan Kat Sun - [[Hengky Solaiman]]
|archivedate = 2013-01-23

|dead-url = no
== Referensi ==
}}
{{reflist}}
* {{cite news
|date=29 August 2011
|title=FPI pulls scalpel on Hanung Bramantyo's plurist film '?'
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/08/29/fpi-pulls-scalpel-hanung-bramantyos-plurist-film.html
|accessdate=6 November 2011
|ref={{sfnRef|The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/62zPRSoQZ?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/08/29/fpi-pulls-scalpel-hanung-bramantyos-plurist-film.html
|archivedate=2011-11-06
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|date=9 April 2011
|title=Hanung’s new film touches Yenni’s heart
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/09/hanung%E2%80%99s-new-film-touches-yenni%E2%80%99s-heart.html
|accessdate=6 November 2011
|ref={{harvid|The Jakarta Post 2011, Hanung’s new film}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/62zfj5EH0?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/09/hanung%E2%80%99s-new-film-touches-yenni%E2%80%99s-heart.html
|archivedate=2011-11-06
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|last1 = Herman
|first1 = Ami
|date = 8 October 2011
|title = Masyarakat Australia Menyukai Film-film Indonesia
|work = Suara Karya
|url = http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=288378
|accessdate = 10 June 2011
|ref = {{sfnRef|Herman 2011, Masyarakat Australia}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68JXPzhIU?url=http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=288378
|archivedate = 2012-06-10
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Irwansyah
|first1 = Ade
|date = 31 March 2011
|title = Mengapa Hanung Bramantyo Beri Judul Filmnya '?' ?
|work = Tabloid Bintang
|url = http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/10596-mengapa-hanung-bramantyo-beri-judul-filmnya-qq-.html
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zNvPhRo?url=http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/10596-mengapa-hanung-bramantyo-beri-judul-filmnya-qq-.html
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Kartoyo DS
|date = 3 January 2011
|title = Bikin Film Toleransi Agama
|work = Suara Karya
|url = http://tempointeraktif.com/hg/film/2011/04/07/brk,20110407-325806,id.html
|accessdate = 10 June 2012
|ref = {{sfnRef|Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68JX3XW77?url=http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=269540
|archivedate = 2012-06-10
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Kartoyo DS
|date = 2 April 2011
|title = Mengukur Kadar Kesadaran dan Toleransi Masyarakat
|work = Suara Karya
|url = http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=275874
|accessdate = 10 June 2012
|ref = {{sfnRef|Kartoyo DS 2011, Mengukur Kadar Kesadaran}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68JXuk6GF?url=http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=275874
|archivedate = 2012-06-10
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Khumaesi
|first1 = Aghia
|date = 22 February 2012
|title = DVD dan Novel Adaptasi Film 'Tanda Tanya' Telah Diluncurkan
|work = Republika
|url = http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/12/02/22/lzrosv-dvd-dan-novel-adaptasi-film-tanda-tanya-telah-diluncurkan
|accessdate = 10 June 2011
|ref = {{sfnRef|Khumaesi 2012, DVD dan Novel}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68JgetNK6?url=http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/12/02/22/lzrosv-dvd-dan-novel-adaptasi-film-tanda-tanya-telah-diluncurkan
|archivedate = 2012-06-10
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Khumaesi
|first1 = Aghia
|date = 22 February 2012
|title = Novel 'Harmoni Dalam Tanda Tanya' Jawaban atas Pertanyaan Penonton
|work = Republika
|url = http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/02/22/lzrpkh-novel-harmoni-dalam-tanda-tanya-jawaban-atas-pertanyaan-penonton
|accessdate = 10 June 2011
|ref = {{sfnRef|Khumaesi 2012, Novel 'Harmoni Dalam Tanda Tanya'}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68Jh76wV1?url=http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/02/22/lzrpkh-novel-harmoni-dalam-tanda-tanya-jawaban-atas-pertanyaan-penonton
|archivedate = 2012-06-10
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|date=25 February 2011
|title=Kolaborasi Hanung-Zaskia
|work=Suara Merdeka
|url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/25/138083/Kolaborasi-Hanung-Zaskia
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Suara Merdeka 2011, Kolaborasi Hanung-Zaskia}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JYf0DqH?url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/25/138083/Kolaborasi-Hanung-Zaskia
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|work=The Jakarta Post
|title=A vibrant year for the film industry
|trans_title=
|language=en
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/18/a-vibrant-year-film-industry.html
|last=Kurniasari
|first=Triwik
|date=18 December 2011
|accessdate=12 January 2012
|archivedate=2012-01-12
|archiveurl=https://www.webcitation.org/64dAu5NwZ?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/18/a-vibrant-year-film-industry.html
|ref={{sfnRef|Kurniasari 2011, A vibrant year}}
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|date=8 April 2011
|title=Making Movies With a Message
|work=Jakarta Globe
|url=http://www.thejakartaglobe.com/entertainment/making-movies-with-a-message/434260
|accessdate=6 November 2011
|ref={{harvid|The Jakarta Globe 2011, Making Movies With}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/62zQDW8BY?url=http://www.thejakartaglobe.com/entertainment/making-movies-with-a-message/434260
|archivedate=2011-11-06
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|date = 28 November 2011
|title = FFI 2011: '?', 'MBCB', dan 'Sang Penari', Terbanyak Dinominasikan
|work = [[Kompas.com]]
|url = http://female.kompas.com/read/2011/11/28/11400563/FFI.2011.MBCB.dan.Sang.Penari.Terbanyak.Dinominasikan
|accessdate = 18 August 2012
|ref = {{sfnRef|Maullana 2011, FFI 2011}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/6A08ezg01?url=http://female.kompas.com/read/2011/11/28/11400563/FFI.2011.MBCB.dan.Sang.Penari.Terbanyak.Dinominasikan
|archivedate = 2012-08-18
|dead-url = no
|first = Irfan
|last = Maullana
}}
* {{cite news
|date = 31 March 2011
|title = Hanung Menyentuh Isu Sensitif di Film '?'
|work = [[Kompas.com]]
|url = http://entertainment.kompas.com/read/2011/03/31/17500587/Hanung.Menyentuh.Isu.Sensitif.di.Film.
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Maullana 2011, Hanung Menyentuh Isu}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zgjjVf7?url=http://entertainment.kompas.com/read/2011/03/31/17500587/Hanung.Menyentuh.Isu.Sensitif.di.Film.
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = no
|first = Irfan
|last = Maullana
}}
* {{cite news
|date=10 April 2011
|title=Meledak-ledak
|work=[[Kompas.com]]
|url=http://nasional.kompas.com/read/2011/04/10/03551779/
|accessdate=10 June 2012
|ref={{harvid|Kompas 2011, Meledak-ledak}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JiRSWuu?url=http://nasional.kompas.com/read/2011/04/10/03551779/
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=no
}}
* {{cite web
|title=Nominasi Festival Film Bandung 2012
|url=http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/nominasi-festival-film-bandung-2012.html
|work=KapanLagi.com
|location=Jakarta
|date=1 May 2012
|accessdate=21 January 2013
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6Dq7JZ8Lf?url=http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/nominasi-festival-film-bandung-2012.html
|archivedate=2013-01-21
|ref={{sfnRef|KapanLagi.com 2012, Nominasi Festival Film Bandung}}
|dead-url=no
}}
* {{cite web
|title=Penghargaan Tanda Tanya
|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-t010-11-123312_tanda-tanya/award#.T9Rl71KVzMw
|work=filmindonesia.or.id
|publisher=Konfidan Foundation
|location=Jakarta
|accessdate=10 June 2012
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JTYUwaa?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-t010-11-123312_tanda-tanya/award#.T9Rl71KVzMw
|archivedate=2012-06-10
|ref={{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya}}
|dead-url=no
}}
* {{cite web
| title = Press
| trans_title =
| language = Indonesian
| work = Official Website for ''?''
| publisher = Mahaka Pictures
| url = http://filmtandatanya.com/press/
| accessdate = 18 December 2011
| ref = {{harvid|Official Website 2011, Press}}
| archivedate = 2011-12-18
| archiveurl = https://www.webcitation.org/640kTEVU4?url=http://filmtandatanya.com/press/
| dead-url = yes
}}
* {{cite news
|last1 = Rakhmani
|first1 = Inaya
|date = 3 October 2011
|title = Questioning religious divides
|work = Inside Indonesia
|url = http://www.insideindonesia.org/stories/questioning-religious-divides-02101477
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Rakhmani 2011, Questioning religious divides}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zeOsomW?url=http://www.insideindonesia.org/stories/questioning-religious-divides-02101477
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = yes
}}
* {{cite news
|date=2 April 2011
|title=Revalina S Temat Senang Jadi Menuk
|work=[[Suara Merdeka|Suara Merdeka Online]]
|url=http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=142058
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Suara Merdeka 2011, Revalina S Temat}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JaJ34wy?url=http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|last=Sartono
|first=Frans
|date=4 April 2011
|title=Drama di Sekitar Warung China
|work=[[Kompas.com]]
|url=http://nasional.kompas.com/read/2011/04/03/03374267/
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Sartono 2011, Drama di Sekitar Warung China}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JisU42I?url=http://nasional.kompas.com/read/2011/04/03/03374267/
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|date=29 August 2011
|title=SCTV Widely Criticized for Giving In to FPI
|work=Jakarta Globe
|url=http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/sctv-widely-criticized-for-giving-in-to-fpi/462322
|accessdate=6 November 2011
|ref={{harvid|The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/62zgOy03O?url=http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/sctv-widely-criticized-for-giving-in-to-fpi/462322
|archivedate=2011-11-06
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|title=Agus Kuncoro: His life for Films
|last=Setiawati
|first=Indah
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/17/agus-kuncoro-his-life-films.html
|date=17 April 2011
|ref={{sfnRef|Setiawati 2011, Agus Kuncoro: His Life}}
|accessdate=17 May 2012
|archivedate=2012-05-17
|archiveurl=https://www.webcitation.org/67inmkQi9?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/17/agus-kuncoro-his-life-films.html
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|last1 = Setiawati
|first1 = Indah
|date = 17 April 2011
|title = Hanung’s new film raises hard-line ire
|work = The Jakarta Post
|url = http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/17/hanung%E2%80%99s-new-film-raises-hard-line-ire.html
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Setiawati 2011, Hanung’s new film}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zahm1Pm?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/17/hanung%E2%80%99s-new-film-raises-hard-line-ire.html
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Setiawati
|first1 = Indah
|date = 23 October 2011
|title = Is film censorship necessary?
|work = The Jakarta Post
|url = http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/23/is-film-censorship-necessary.html
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Setiawati 2011, Is film censorship}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zbZIuAv?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/23/is-film-censorship-necessary.html
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last1 = Setiawati
|first1 = Indah
|date = 10 April 2011
|title = Questioning intolerance
|work = The Jakarta Post
|url = http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/10/questioning-intolerance.html
|accessdate = 6 November 2011
|ref = {{harvid|Setiawati 2011, Questioning intolerance}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/62zcT4Ej9?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/10/questioning-intolerance.html
|archivedate = 2011-11-06
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|last=Sofyan
|first=Eko Hendrawan
|date=2 April 2011
|title=Sheila On 7 Berjodoh dengan Film Terbaru Hanung
|work=[[Kompas.com]]
|url=http://entertainment.kompas.com/read/2011/04/02/08211813/Sheila.On.7.Berjodoh.dengan.Film.Terbaru.Hanung
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Sofyan 2011, Sheila On 7}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68Ji0nbvp?url=http://entertainment.kompas.com/read/2011/04/02/08211813/Sheila.On.7.Berjodoh.dengan.Film.Terbaru.Hanung
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|last=Sudibyo
|first=Anton
|date=14 April 2011
|title=Kalau Bayar Casting, Pasti Penipuan
|work=Suara Merdeka
|url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/14/143344/Kalau-Bayar-Casting-Pasti-Penipuan
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Sudibyo 2011, Kalau Bayar Casting}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JakjVvk?url=http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/14/143344/Kalau-Bayar-Casting-Pasti-Penipuan
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|date=18 September 2011
|title='Tendangan dari Langit' Terlaris
|work=[[Suara Merdeka|Suara Merdeka Online]]
|url=http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2011/09/18/4110/Tendangan-dari-Langit-Terlaris
|accessdate=10 June 2012
|ref={{sfnRef|Suara Merdeka 2011, "Tendangan dari Langit"}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/68JZUx1fr?url=http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2011/09/18/4110/Tendangan-dari-Langit-Terlaris
|archivedate=2012-06-10
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|last1 = Yazid
|first1 = Nauval
|date = 26 December 2011
|title = 2011: The Year Indonesia Forgot Movies
|work = Jakarta Globe
|url = http://www.thejakartaglobe.com/entertainment/2011-the-year-indonesia-forgot-movies/487119
|accessdate = 5 June 2012
|ref = {{sfnRef|Yazid 2011, 2011: The Year}}
|archiveurl = https://www.webcitation.org/68Bz9bcZP?url=http://www.thejakartaglobe.com/entertainment/2011-the-year-indonesia-forgot-movies/487119
|archivedate = 2012-06-05
|dead-url = no
}}
* {{cite news
|date = 1 April 2011
|title = Hanung Angkat Kisah Banser NU di Film Tanda Tanya
|work = [[Tempo.co]]
|url = https://seleb.tempo.co/read/324468/hanung-angkat-kisah-banser-nu-di-film-tanda-tanya
|accessdate = 30 Januari 2018
|ref = {{sfnRef|Hidayah 2011, Hanung Angkat}}
|first = Aguslia
|last = Hidayah
|archive-date = 2018-01-30
|archive-url = https://web.archive.org/web/20180130204204/https://seleb.tempo.co/read/324468/hanung-angkat-kisah-banser-nu-di-film-tanda-tanya
|dead-url = no
}}
{{refend}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{Portal|Film|Indonesia}}
* [http://filmtandatanya.com/ Situs Resmi]
* {{official website|http://web.archive.org/web/20110510033311/http://filmtandatanya.com/}}
* [http://www.21cineplex.com/tand,movie,2514.htm Ulasan di Cineplex]
* {{IMDB title|1979169|Question Mark}}

{{Hanung Bramantyo}}
{{Film-indo-stub}}
{{artikel pilihan}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Film berbahasa Indonesia]]
[[Kategori:Film berbahasa Indonesia]]
[[Kategori:Film drama Indonesia]]
[[Kategori:Film drama]]
[[Kategori:Film Indonesia]]
[[Kategori:Film Indonesia tahun 2011]]
[[Kategori:Film Indonesia tahun 2011]]
[[Kategori:Film yang disutradarai Hanung Bramantyo]]
{{Link GA|en}}

[[en:? (film)]]

Revisi terkini sejak 6 Mei 2023 13.47

?
Sebuah poster yang terdiri atas kolase foto beberapa wajah, beberapa di antaranya membentuk sebuah tanda tanya merah dengan latar belakang biru
Poster rilis teatrikal
SutradaraHanung Bramantyo
ProduserCelerina Judisari
Hanung Bramantyo
SkenarioTitien Wattimena
CeritaHanung Bramantyo
PemeranReza Rahadian
Revalina S. Temat
Agus Kuncoro
Endhita
Rio Dewanto
Hengky Solaiman
Deddy Sutomo
Penata musikTya Subiakto
SinematograferYadi Sugandi
Penyunting
  • Satrio Budiono
  • Saft Daultsyah
Distributor
Tanggal rilis
  • 07 April 2011 (2011-04-07)
Durasi100 menit
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
AnggaranRp5.000.000.000[1]
Penghargaan
Festival Film Indonesia 2011

? (juga dikenal sebagai Tanda Tanya) adalah film drama Indonesia yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini dibintangi oleh Revalina S. Temat, Reza Rahadian, Agus Kuncoro, Endhita, Rio Dewanto, dan Hengky Solaiman. Tema dari film ini adalah pluralisme agama di Indonesia yang sering terjadi konflik antar keyakinan beragama, yang dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang berkisar pada interaksi dari tiga keluarga, satu Buddha, satu Muslim, dan satu Katolik, setelah menjalani banyak kesulitan dan kematian beberapa anggota keluarga dalam kekerasan agama, mereka mampu untuk hidup berdamai.

Berdasarkan pengalaman Hanung sebagai seorang anak ras campuran, film ? besutannya ini dimaksudkan untuk melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".[2] Namun, karena tema film ini diangkat dari masalah pluralisme agama dan inti cerita yang kontroversial, Hanung mengalami kesulitan dalam menemukan dukungan pendanaannya. Akhirnya Hanung berhasil menemukan perusahaan Mahaka Pictures yang bersedia memberikan dana sebesar Rp5 miliar guna membiayai proses produksi film ini, dan syuting perdana pun dimulai pada tanggal 5 Januari 2011 di Semarang.

Ketika dirilis pada tanggal 7 April 2011, film ? selain sukses secara komersial, karena film ini menerima ulasan yang menguntungkan dan telah dilihat oleh lebih dari 550.000 orang, film ini juga tak luput dari beragam kritikan. Beberapa kelompok muslim Indonesia, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Front Pembela Islam (FPI), memprotes keras film ini karena isi pesan pluralisnya. Film ? yang diputar secara internasional ini mendapatkan nominasi pada sembilan kategori Piala Citra di Festival Film Indonesia 2011 dan berhasil memenangkan satu di antaranya.

Alur cerita

Film ? memiliki fokus pada hubungan antar agama di Indonesia, sebuah negara tempat konflik agama menjadi hal yang umum, dan ada sejarah panjang kekerasan dan diskriminasi terhadap Tionghoa Indonesia.[3] Alur cerita film menceritakan tentang tiga keluarga yang tinggal di sebuah desa di Semarang, Jawa Tengah: keluarga Tionghoa-Indonesia dan beragama Buddha, Tan Kat Sun (Hengky Solaiman) dan anaknya Hendra (Rio Dewanto), pasangan muslim, Soleh (Reza Rahadian) dan Menuk (Revalina S. Temat), dan seorang konver Katolik Rika (Endhita) dan Abi anaknya yang seorang Muslim.

Sun dan Hendra menjalankan sebuah rumah makan masakan Tionghoa yang menyajikan daging babi, yang dilarang bagi umat Islam, meskipun rumah makan itu memiliki klien dan staf Muslim. Untuk memastikan hubungan baik dengan karyawan muslim dan pelanggannya, Sun menggunakan peralatan khusus untuk mempersiapkan daging babi karena ia tidak mengizinkannya untuk digunakan untuk hidangan lainnya, dan memungkinkan stafnya memiliki waktu untuk shalat, ia juga memberi mereka liburan selama Idul Fitri, hari libur Muslim yang terbesar. Salah satu karyawannya adalah Menuk, yang mendukung Soleh, suaminya yang menganggur. Rika adalah teman Menuk dan terlibat dengan seorang aktor muslim yang gagal, Surya (Agus Kuncoro).

Pada usia 70-an, Sun jatuh sakit, dan rumah makan diambil alih oleh Hendra, yang memutuskan itu akan melayani secara eksklusif masakan dari daging babi dan mengasingkan pelanggan Muslimnya. Hendra masuk ke dalam konflik dengan Soleh atas Menuk, Hendra yang sebelumnya pernah menjadi kekasihnya. Menuk menjadi semakin tertekan setelah Soleh mengatakan kepadanya bahwa ia berencana untuk menceraikannya, dan mereka didorong untuk berpisah. Rika merasa stres karena bagaimana dia telah dirawat oleh tetangganya dan keluarganya yang telah berpindah agama ke Katolik dari Islam, Abi juga menghadapi pengucilan. Sementara itu, Surya dan Doni (Glenn Fredly) bersaing untuk kasih sayangnya. Surya marah atas kegagalan untuk menemukan pekerjaan akting yang baik.

Soleh bergabung dengan kelompok amal Islam, Nahdlatul Ulama (NU), berharap untuk mendapatkan kepercayaan. Meskipun ia awalnya enggan untuk melindungi keamanan gereja, ia akhirnya mengorbankan hidupnya ketika ia menemukan bom telah ditanam di sebuah gereja Katolik. Dia bergegas keluar dengan bom, yang meledak di luar gereja, membunuh Soleh tetapi jauh dari jemaat. Sun meninggal ketika rumah makan, yang saat itu tidak tutup untuk menghormati Idul Fitri, diserang oleh sekelompok umat Islam. Setelah serangan itu, Hendra membaca 99 Nama Allah dan memeluk Islam, ia mencoba untuk mendekati Menuk, meskipun tidak jelas apakah ia akan menerima dia. Surya menerima tawaran dari Rika untuk memainkan peran Yesus di gerejanya pada saat perayaan Natal dan Paskah, karena ia menerima bayaran yang tinggi setelah ragu-ragu karena takut bahwa hal itu akan bertentangan dengan agamanya, setelah perayaan tersebut dia membaca Al-Ikhlas di dalam masjid. Rika mampu memperoleh restu orangtuanya untuk perpindahan agamanya. Pada momen ini menjadi titik emosional, saat orangtuanya mampu berdamai dengan iman yang diyakini oleh anaknya, dan ini menjadi titik awal Rika untuk belajar mengenai islam.

Pemeran

Penyanyi Glenn Fredly merasa karakternya menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di Indonesia.
  • Revalina S. Temat sebagai Menuk, seorang wanita Muslim yang salehah, serta mengenakan hijab (jilbab) dan menikah dengan Soleh. Menuk bekerja di rumah makan milik Tan Kat Sun tempat ia akan dipinang oleh Hendra, anak Sun.[4] Menurut Temat, Menuk menikah dengan Soleh yang tidak ia cintai, bukannya Hendra, karena Soleh adalah Muslim.[5]
  • Reza Rahadian sebagai Soleh, suami Menuk yang seorang Muslim dan menganggur, yang ingin menjadi pahlawan bagi keluarganya. Dia akhirnya bergabung dengan cabang Banser dari Nahdlatul Ulama (NU) dan bertugas melindungi tempat-tempat ibadah dari kemungkinan serangan teroris. Dia meninggal dalam proses mengeluarkan bom dari sebuah gereja yang dipenuhi jemaat.[6] Menurut Hanung, pemeran Soleh terilhami dari Riyanto, anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan sebuah gereja dari serangan bom Natal pada 24 Desember 2000.[7]
  • Endhita sebagai Rika, seorang janda muda, ibu dari satu, dan seorang konver Katolik. Karena perceraian dan perpindahan agamanya, dia sering dipandang rendah oleh tetangganya. Dia juga masuk ke dalam konflik dengan anaknya Abi, yang tidak memeluk Katolik seperti dia, atas imannya.[4] Endhita masuk dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2011 untuk Aktris Pembantu Terbaik atas perannya, tetapi dia dikalahkan oleh Dewi Irawan dari Sang Penari.[8][9]
  • Agus Kuncoro sebagai Surya, seorang aktor muda Muslim dan pacar Rika. Ketidakmampuannya untuk mendapatkan lebih dari peran kecil memprovokasi keputusasaan atas kondisi keuangannya dan mengalami krisis eksistensial.[4][6] Dia akhirnya mendarat peran utama sebagai Yesus pada saat perayaan Natal dan Paskah Rika.[4] Kuncoro menerima nominasi sebagai untuk Aktor Pembantu Terbaik, tetapi dikalahkan oleh Mathias Muchus dari film Pengejar Angin.[8][9]
  • Rio Dewanto sebagai Hendra (Ping Hen), putra Tan Kat Sun dan Lim Giok Lie. Dia terus-menerus bertengkar dengan orang tuanya, terutama tentang menjalankan rumah makan. Ia juga jatuh cinta dengan Menuk, tetapi dia menolak dia, karena dia bukan Muslim.[4] Setelah kematian ayahnya ia berpindah agama ke agama Islam.[6]
  • Hengky Solaiman sebagai Tan Kat Sun, seorang Tionghoa-Indonesia dan pemilik rumah makan, suami dari Lie Giok Lim dan ayah dari Hendra. Sun memiliki kondisi kesehatan buruk, tetapi ia terus menjaga sikap positif.[4]
  • Edmay sebagai Lim Giok Lie, istri dari Tan Kat Sun dan ibu dari Hendra. Dia selalu memberi nasihat kepada Menuk.[6]
  • Glenn Fredly sebagai Doni, seorang pemuda Katolik yang jatuh cinta pada Rika.[6]
  • David Chalik sebagai Wahyu, adalah seorang ustad dan juga penasihat dari Surya.[6]
  • Deddy Sutomo sebagai pastor di gereja Rika.[6]

Produksi

? disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang berketurunan Jawa-Tionghoa.

Film ? disutradarai oleh Hanung Bramantyo,[10] yang merupakan keturunan campuran dari Jawa-Tionghoa.[11] ia memutuskan untuk menyutradarai film bertema pluralis berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seorang anak multirasial.[12] Dia memilih judul ? untuk menghindari protes pada saat perilisan film, mengatakan bahwa jika film itu berjudul Liberalisme atau Pluralisme akan ada protes oleh penentang ideologi tersebut,[10] dan ia tidak dapat memikirkan judul yang lebih baik.[12] Karakter individu didasarkan pada orang-orang yang dikenal oleh Hanung atau yang ia baca tentang orang tersebut.[12] Tujuannya dalam membuat film adalah untuk "memperjelas argumen menyesatkan tentang Islam" dan melawan penggambaran Islam sebagai "agama radikal".[2] Dalam konferensi pers pra-rilis, Hanung mengatakan bahwa ? tidak dimaksudkan untuk menjadi komersial, tetapi untuk membuat sebuah pernyataan.[13] Film ini adalah film keempat belas, merupakan salah satu dari beberapa film bertema Islam yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, Ayat-Ayat Cinta (2008) dan film mengenai kisah hidup, Sang Pencerah (2009).[14]

Khawatir bahwa tema pluralisme dapat memicu konflik, beberapa investor meninggalkan komitmen mereka;[15] Hanung juga tidak dapat menemukan dukungan dari studio utama.[16] Sebelum film tersebut disensor di Lembaga Sensor Film, beberapa adegan dipotong, termasuk sebuah adegan yang menampilkan kepala babi yang dipajang di jendela rumah makan milik Sun. Adegan lain yang berpotensi menimbulkan penolakan di kalangan masyarakat juga dipertahankan,[15] meskipun telah dipangkas.[14] Film ini lulus sensor dengan klasifikasi usia R (kini 13+). Sebelum film dirilis, Hanung berkonsultasi dengan sekitar dua puluh orang termasuk beberapa tokoh agama dalam upaya untuk memastikan film itu tidak menyinggung pihak manapun.[17] Titien Wattimena dipekerjakan sebagai penulis naskah, ia lebih menekankan pada pesan toleransi.[18]

Mahaka Pictures, yang dimiliki oleh kelompok yang sama dengan mayoritas Muslim Republika, melakukan produksi bersama film ini dengan Dapur Film. Direktur Mahaka Pictures Erick Thohir menyatakan bahwa perusahaannya telah dibantu dengan produksi karena ia "terganggu oleh fakta bahwa film Indonesia telah menurun dalam kualitas".[19] Dia bersedia untuk bekerja dengan Hanung, saat ia menemukan bahwa yang belakangan ini telah terbukti menjadi sutradara film religius yang terampil melalui hasil kerja sebelumnya.[20] Proses pembuatan film dimulai pada tanggal 5 Januari 2011 di Semarang;[11] Hanung kemudian menggambarkan kota ini sebagai contoh yang baik dari toleransi dalam kenyataannya.[21] Film ini dilaporkan menghabiskan biaya sebesar Rp5.000.000.000.[1] Dua lagu dari band Sheila on 7, "Pasti Kubisa" dan "Kamus Hidupku" dijadikan sebagai soundtrack film ini, sedangkan Satrio Budiono dan Saft Daultsyah menangani penyuntingan suara.[8][22]

Mulyo Hadi Purnomo yang bekerja di Semarang ditugaskan untuk memilih pemain yang akan berperan dalam peran-peran kecil.[23] Hanung menghubungi anggota pemain utama secara langsung. Agus Kuncoro yang telah berperan dalam film Sang Pencerah dan dikenal karena berperan di film-film bertema Islam setuju untuk bermain sebagai Surya di film ? segera setelah membaca naskah.[24][25] Penyanyi Glenn Fredly tertarik untuk bermain sebagai Doni karena ia menganggap karakternya seorang Katolik ultrakonservatif sebagai peran yang menarik, mengingat situasi religius yang sensitif di Indonesia.[26] Revalina S. Temat, yang juga bermain pada film Hanung, Perempuan Berkalung Sorban, menemukan perannya sebagai Menuk menarik dan lebih serius daripada karya terbarunya di film horor.[27] Endhita, yang dipanggil Hanung untuk memainkan peran ini, menyatakan minatnya begitu dia menerima garis-garis besar ceritanya.[28]

Tema dan gaya

Dalam Tabloid Bintang, Ade Irwansyah mencatat bahwa film ini adalah "mikrokosmos" bagi Indonesia, negeri yang memiliki banyak kelompok agama, dan kerap terjadi konflik dalam keberagamannya. Irwansyah menulis bahwa Hanung mengajak pemirsa untuk berpikir tentang konflik religius yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, dan bagaimana menghadapi perbedaan budaya dan keyakinan,[10] sementara Hanung menyebut film ini sebagai interpretasi pribadinya terhadap situasi religius di negara ini.[15] Kritikus film, Eric Sasono mencatat bahwa hal itu terlihat dari slogan film tersebut, "Masih pentingkah kita berbeda?", dan menyatakan bahwa Hanung takut bahwa Indonesia telah menjadi negara monolitik.[29] Menurut Sasono, konflik dalam ? diselesaikan ketika karakter mulai percaya bahwa semua agama adalah baik, dan semua memuji Tuhan, dengan demikian, semua konflik agama akan berakhir jika orang-orang sudi menerima kepercayaan lain.[30]

The Jakarta Globe menggambarkan film itu sebagai kajian peran dan negara Islam di masyarakat modern Indonesia.[15] Sasono mencatat bahwa mayoritas Muslim yang ditampilkan dalam film itu tidak menampilkan motif mereka secara gamblang, baik untuk penggunaan istilah rasis "Cino" maupun menyerang rumah makan milik Tan.[31] Setelah membandingkan tindakan kelompok Muslim dalam film ? dan film Asrul Sani, Al Kautsar (1977) dan Titian Serambut Dibelah Tujuh, Sasono menyatakan bahwa Bramantyo mungkin telah mengungkapkan kekhawatiran bahwa kelompok-kelompok ini tidak lagi membutuhkan provokator untuk menyerang orang lain.[32] Dia mencatat bahwa adegan yang menampilkan seorang imam Katolik ditikam oleh dua pria mengendarai sepeda motor mencerminkan kasus September 2010 di Bekasi, yang telah menjadi isu nasional.[33][34] Dia lebih jauh menjelaskan bahwa sudut kameranya vulgar, mengabaikan kehalusan, tetapi mengemukakan bahwa mereka membuat karya ini lebih dramatis; ia menunjukkan bahwa ini tampak jelas pada suatu adegan ketika suatu bagian dari masjid hancur berantakan.[35]

Penayangan

? memulai penayangan perdananya di Gandaria City di Jakarta Selatan pada tanggal 31 Maret 2011, dengan penayangan secara luas pada tanggal 7 April. Penayangan film ini bertepatan dengan kontes yang disponsori oleh penyedia layanan seluler lokal yang meminta pemirsa untuk memutuskan nama terbaik untuk menggambarkan peristiwa yang ditampilkan dalam film; dikatakan bahwa nama terbaik untuk disampaikan akan digunakan pada rilis DVD,[10] tetapi ini akhirnya tidak dilakukan.[36] Dalam lima hari pemutaran perdananya, ? telah dilihat oleh hampir 100.000 orang.[37] ? telah ditonton oleh lebih dari 550.000 orang pada pertengahan September.[a][38] Film ini juga ditayangkan di kancah internasional. Pada Festival Film Indonesia keenam di Australia, ? diputar di seluruh bioskop pada tanggal 25 Agustus 2011 sebagai film penutup festival.[39][40] Menurut Hanung, film ini juga diputar di Vancouver dan Paris, dan menerima umpan balik positif.[41]

Sebuah novelisasi film berjudul Harmoni Dalam Tanda Tanya dan diterbitkan oleh Mahaka Publishing, dirilis pada Desember 2011. Novel yang ditulis oleh Melvi Yendra Dan Adriyanti ini lebih memperluas latar belakang film, termasuk hubungan antara Hendra dan Menuk.[42] Pada tanggal 21 Februari 2012, ? dirilis pada DVD oleh Jive! Collection,[43] setelah melewati badan sensor pada bulan Januari. DVD menonjolkan audio Indonesia, subjudul bahasa Indonesia dan Inggris, film dokumenter di belakang layar, dan galeri foto dari produksi.[36] Dalam kata pengantar pada catatan DVD, Ronny P. Tjandra dari Jive! Collection menulis bahwa pemirsa harus melihat film dengan hati terbuka, karena konflik di dalamnya mencerminkan keadaan sebenarnya dalam masyarakat.[44]

Penerimaan

Ulasan kritikus terhadap film ? tergolong cukup baik. Indah Setiawati dari The Jakarta Post menulis bahwa film ini adalah "upaya yang elegan untuk mempromosikan Islam moderat dan mengungkapkan isu-isu sensitif di negara ini dalam cara yang santai" dan bahwa pemirsa harus "bersiap-siap untuk meledak dalam tawa dan pecah dalam tangisan".[14] Aguslia, yang menulis untuk Tempo, mengatakan film ini lebih baik daripada pemenang Piala Citra tahun 2010, 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, yang memiliki tema yang hampir sama.[12] Kartoyo DS, melakukan peninjauan untuk Suara Karya setelah press screening, memuji alur cerita, visual, dan juga musik.[45]

Benny Benke yang menulis untuk harian Suara Merdeka menemukan Hanung menggunakan ? untuk menggambarkan toleransi di Indonesia tanpa membuat subjek tampak klise, namun, ia menganggap beberapa adegan, seperti perpindahan agama Hendra yang dianggap berlebihan.[46] Frans Sartono, yang melakukan peninjauan untuk harian Kompas, menganggap bahwa film ini merupakan film berat yang bersifat mendidik tetapi akhirnya menarik karena komentar sosial yang sangat dibutuhkan, mengingat gejolak agama di Indonesia termasuk permasalahan yang serius. Dia juga mencatat bahwa karakter didorong atas tindakan mereka dengan kebutuhan duniawi dan bukan agama.[47]

Kontroversi

Setelah film ? ditayangkan, kelompok Islam konservatif Front Pembela Islam menentang film ini akibat pesan pluralisnya.[48] Banser, sayap pemuda NU, juga mengecam film ini karena adanya adegan yang menayangkan anggota Banser dibayar untuk melakukan tugas-tugas amal mereka; mereka bersikeras bahwa hal tersebut tidaklah benar.[15] Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Seni dan Budaya Cholil Ridwan menyatakan bahwa "film ini jelas menyebarkan pluralisme agama",[37] yang sebelumnya dinyatakan haram oleh MUI.[19] Protes juga muncul ketika SCTV mengumumkan rencana untuk menayangkan film ? selama Idul Fitri pada tahun 2011; FPI mengadakan demonstrasi di depan kantor SCTV dan ratusan anggotanya meminta agar film tersebut dipotong.[48][49] SCTV kemudian memutuskan untuk tidak menayangkan film ini,[48] yang mana banyak dikritik dan dianggap "menyerah" kepada FPI. [b][49]

Dalam menanggapi kontroversi film ?, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengungkapkan bahwa film ini lebih baik diberi judul "Bhinneka Tunggal Ika" dan agar penggambaran kebersamaan antarsuku dan agama dalam film tersebut mencerminkan "karakter nasional" Indonesia.[37] Yenny Wahid, seorang aktivis agama dan putri pluralis ternama sekaligus mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid, mengatakan bahwa ? "berhasil dalam menyampaikan ide-ide pluralisme di Indonesia", dan agar kritikus tidak melihatnya sepotong-potong.[50] Meskipun pada awalnya cuitan-cuitan yang muncul dianggap sebagai promosi gratis,[19] Hanung nantinya berdiskusi dengan MUI dan sepakat untuk memotong beberapa adegan untuk menghindari protes.[48] Dalam sebuah wawancara pada Oktober 2011, ia menyatakan bahwa ia "bingung" karena film itu tidak diterima baik oleh umat Islam.[2]

Penghargaan

? mendapatkan 9 nominasi pada Festival Film Indonesia 2011 dan memenangkan Piala Citra untuk Sinematografi Terbaik.[8] Bersama dengan Sang Penari karya Ifa Isfansyah dan Masih Bukan Cinta Biasa karya Benni Setiawan, ? merupakan film yang mendapatkan paling banyak nominasi pada tahun tersebut; namun dari antara tiga film tersebut ?-lah yang menerima paling sedikit penghargaan. Sang Penari memenangkan dua penghargaan yang juga dinominasikan untuk ?, termasuk Penyutradaraan Terbaik, sementara Masih Bukan Cinta Biasa memperoleh penghargaan Tata Suara Terbaik, dan The Mirror Never Lies karya Kamila Andini mengalahkan ? untuk kategori Cerita Asli Terbaik.[9][51] Pada tahun 2012 ? dinominasikan untuk tiga penghargaan di Festival Film Bandung, tetapi tidak memenangkan satupun penghargaan; semua penghargaan dimenangkan oleh The Mirror Never Lies.[52][53]

Penghargaan Tahun Kategori Penerima Hasil
Festival Film Indonesia 2011 Penyutradaraan Terbaik Hanung Bramantyo Nominasi
Skenario Terbaik Titien Wattimena Nominasi
Cerita Asli Terbaik Hanung Bramantyo Nominasi
Tata Sinematografi Terbaik Yadi Sugandi Menang
Tata Artistik Terbaik Fauzi Nominasi
Penyunting Gambar Terbaik Cesa David Luckmasyah Nominasi
Tata Suara Terbaik Satrio Budiono & Saft Daultsyah Nominasi
Pemeran Pendukung Pria Terbaik Agus Kuncoro Nominasi
Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Endhita Nominasi
Jogja-NETPAC Asian Film Festival [54] Golden Hanoman Award ? Nominasi
Festival Film Bandung 2012 Sutradara Terbaik Hanung Bramantyo Nominasi
Sinematografi Terbaik Yadi Sugandi Nominasi
Poster Terbaik Nominasi

Catatan

  1. ^ Sebagai perbandingan, film Indonesia best selling 2011, Surat Kecil Untuk Tuhan, telah dilihat oleh lebih dari 750.000 orang (Yazid 2011, 2011: The Year).
  2. ^ NU, yang sebelumnya keberatan dengan film tersebut, juga mengkritik keputusan ini (The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized).

Referensi

Catatan kaki
  1. ^ a b Suara Merdeka 2011, Kolaborasi Hanung-Zaskia.
  2. ^ a b c Setiawati 2011, Is film censorship.
  3. ^ Sidel 2006, hlm. 1–4.
  4. ^ a b c d e f Official Website 2011, Cast & Crew.
  5. ^ Bramantyo 2012, 10:50-10:54.
  6. ^ a b c d e f g Official Website 2011, Press.
  7. ^ Hidayah 2011, Hanung Angkat.
  8. ^ a b c d Filmindonesia.or.id, Penghargaan Tanda Tanya.
  9. ^ a b c Kurniasari 2011, A vibrant year.
  10. ^ a b c d Irwansyah 2011, Mengapa Hanung Bramantyo.
  11. ^ a b Kartoyo DS 2011, Bikin Film Toleransi Agama.
  12. ^ a b c d Aguslia 2011, Sebuah Tanda Tanya.
  13. ^ Bramantyo 2012, 2:20-2:25.
  14. ^ a b c Setiawati 2011, Questioning intolerance.
  15. ^ a b c d e The Jakarta Globe 2011, Making Movies With.
  16. ^ Bramantyo 2012, 7:20-7:45.
  17. ^ Maullana 2011, Hanung Menyentuh Isu.
  18. ^ Bramantyo 2012, 2:48-2:54.
  19. ^ a b c Setiawati 2011, Hanung’s new film.
  20. ^ Bramantyo 2012, 8:10-8:25.
  21. ^ Armitrianto 2011, Ingatan Toleransi.
  22. ^ Sofyan 2011, Sheila On 7.
  23. ^ Sudibyo 2011, Kalau Bayar Casting.
  24. ^ Bramantyo 2012, 2:30-2:34.
  25. ^ Setiawati 2011, Agus Kuncoro: His Life.
  26. ^ Bramantyo 2012, 11:55-12:04.
  27. ^ Suara Merdeka 2011, Revalina S Temat.
  28. ^ Kompas 2011, Meledak-ledak.
  29. ^ Sasono 2012, hlm. 4.
  30. ^ Sasono 2012, hlm. 9–10.
  31. ^ Sasono 2012, hlm. 5.
  32. ^ Sasono 2012, hlm. 6.
  33. ^ Sasono 2012, hlm. 7.
  34. ^ The Jakarta Post 2010, Christian pastors attacked.
  35. ^ Sasono 2012, hlm. 8.
  36. ^ a b Liner notes for ?.
  37. ^ a b c Rakhmani 2011, Questioning religious divides.
  38. ^ Suara Merdeka 2011, "Tendangan dari Langit".
  39. ^ Herman 2011, Masyarakat Australia.
  40. ^ IFF, '?' Question Mark.
  41. ^ Dapur Film, Film Tanda Tanya.
  42. ^ Khumaesi 2012, Novel 'Harmoni Dalam Tanda Tanya'.
  43. ^ Khumaesi 2012, DVD dan Novel.
  44. ^ Tjandra 2012, hlm. 1.
  45. ^ Kartoyo DS 2011, Mengukur Kadar Kesadaran.
  46. ^ Benke 2011, Merayakan Indonesia.
  47. ^ Sartono 2011, Drama di Sekitar Warung China.
  48. ^ a b c d The Jakarta Post 2011, FPI pulls scalpel.
  49. ^ a b The Jakarta Globe 2011, SCTV Widely Criticized.
  50. ^ The Jakarta Post 2011, Hanung’s new film.
  51. ^ Maullana 2011, FFI 2011.
  52. ^ KapanLagi.com 2012, Nominasi Festival Film Bandung.
  53. ^ Fikri 2012, Daftar Lengkap.
  54. ^ Tanda Tanya, 2011-04-07, diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-20, diakses tanggal 2023-01-20 
Daftar pustaka
  • Bramantyo, Hanung (director) (2012). Nota album untuk ?. Jakarta: Jive! collection.
  • Bramantyo, Hanung (director) (2012). Behind the Scene [sic]. Jakarta: Jive! collection. OCLC 778369109. 
  • Sasono, Eric (2012). "'?' (Tanda Tanya): Pertanyaan Retoris Hanung". ? (DVD liner notes). Jakarta: Jive! collection. hlm. 2–14. OCLC 778369109. 
  • Sidel, John Thayer (2006). Riots, Pogroms, and Jihad: Religious Violence in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Ithaca: Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-4515-6. 
  • Tjandra, Roni P. (2012). "Tanda Tanya dari Jive Collection", p. 1. Nota album untuk ?. Jakarta: Jive! collection.
Sumber daring

Pranala luar