Sunan Gunung Jati: Perbedaan antara revisi
edit |
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
||
(506 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox religious biography|honorific-prefix=Asy-Syaikh|name=Sayyid Al-Kamil <br> ( Sunan Gunung Jati )|image=Sunan Gunung Jati.jpeg|alt=|caption=|religion=[[Islam]]|denomination=[[Sunni]]|known_for=[[Wali Sanga]]|birth_name=Syarif Hidayatullah |birth_date=1448|birth_place=|death_date=19 September 1568|death_place=[[Kesultanan Cirebon]]|father=Sayyid Abdullah Umdatuddin|mother=[[Rara Santang Syarifah Mudaim]]|children=*Pasarean |
|||
[[Gambar:Sunan_gunung_jati.jpg|right|thumb|ilustrasi '''Sunan Gunung Jati''']] |
|||
*Ratu Ayu Wulung|resting_place=[[Astana Gunung Sembung]]|spouse=*Nyai Ratu Dewi Pakungwati |
|||
'''Sunan Gunung Jati''' atau '''Syarif Hidayatullah''', lahir sekitar [[1450]] M, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar [[1448]] M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok [[ulama]] besar di [[Jawa]] bernama [[walisongo]]. |
|||
*Nyai Ageng Tepasari|office1=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]] ke-1|term_start1=1482|term_end1=1568|predecessor1=Jabatan baru|successor1=Pangeran Pasarean|office2=[[Kerajaan Cirebon Larang|Tumenggung Cirebon]]|term_start2=1479|term_end2=1482|predecessor2=[[Pangeran Walangsungsang|Pangeran Cakrabuana]]|successor2=Jabatan dihapus|predecessor=[[Maulana Muhammad Ali Al-Akbar]]|successor=Pangeran Pasarean Cirebon}}'''Sunan Gunung Jati''' atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari [[Walisongo]], ia dilahirkan Tahun [[1448]] [[Masehi]] dari pasangan Sayyid Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santang, Putri [[Prabu Siliwangi|Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi]] dari [[Kerajaan Sunda|Kerajaan Padjajaran]] (yang setelah masuk [[Islam]] berganti nama menjadi '''Syarifah Mudaim'''). |
|||
Sayyid Al-Kamil sampai di [[Cirebon]] pada tahun [[1470]] [[Masehi]], yang kemudian dengan dukungan [[Kesultanan Demak]] dan [[Pangeran Cakrabuana]] / Arya Lumajang (Naskah Mertasinga) , ia dinobatkan menjadi [[Tumenggung]] Cirebon ke-2 pada tahun [[1479]] dengan gelar Maulana Jati. Beliau juga menikahi seorang Syarifah bernama Nyai Ageng Tepasari (putri Ki Gede Tepasana Lumajang) yang menurunkan sultan-sultan Cirebon. Dari pernikahan tersebut maka Sayyid Al-Kamil mendapat sebutan Syarif Hidayatullah. |
|||
==Orang tua== |
|||
===Ayah=== |
|||
[[Sunan Gunung Jati]] bernama '''Syarif Hidayatullah''', lahir sekitar tahun [[1450]]. Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar.<br> |
|||
Jamaluddin Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari [[Gujarat]], [[India]] yang sangat dikenal sebagai [[Syekh Maulana Akbar]] bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath]], ulama besar di [[Hadramaut]], [[Yaman]] yang silsilahnya sampai kepada [[Rasulullah]] melalui cucu beliau [[Husain bin Ali|Imam Husain]]. |
|||
Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]] di daerah [[Tangerang Selatan]], [[Banten]]. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam negeri]] di [[Bandung]], yaitu [[UIN Sunan Gunung Djati|Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati]]<ref>{{Cite web|last=UIN Sunan Gunung Djati Bandung|title=Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung|url=https://uinsgd.ac.id/sejarah/|website=UIN Sunan Gunung Djati Bandung}}</ref>, dan [[Komando Resor Militer 063|Korem 063/Sunan Gunung Jati]] di [[Cirebon]]. |
|||
===Ibu=== |
|||
Ibunda Syarif Hidayatullah adalah [[Nyai Rara Santang]] putri [[Prabu Siliwangi]] (dari Nyai Subang Larang) adik [[Kiyan Santang]] bergelar Pangeran Cakrabuwana yang berguru kepada [[Syekh Datuk Kahfi]], seorang Muballigh asal [[Baghdad]] bernama asli [[Idhafi Mahdi]]. |
|||
== Silsilah == |
|||
Makam Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam komplek KLENTENG di Pasar Bogor, di sebelah Kebun Raya Bogor. |
|||
Sunan Gunung Jati lahir di Makkah Al-Mukarramah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana. |
|||
Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Umdatuddin Al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya. |
|||
===Pertemuan orang tuanya=== |
|||
Pertemuan Rara Santang dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar masih diperselisihkan. Sebagian riwayat (lebih tepatnya mitos) menyebutkan bertemu pertama kali di [[Mesir]], tapi analisis yang lebih kuat atas dasar perkembangan Islam di pesisir ketika itu, pertemuan mereka di tempat-tempat pengajian seperti yang di [[Majelis Syekh Quro]], Karawang (tempat belajar Nyai Subang Larang ibunda dari Rara Santang) atau di [[Majelis Syekh Kahfi]], Cirebon (tempat belajar Kiyan Santang kakanda dari Rara Santang). |
|||
Ketika berumur dua puluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishaq. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. |
|||
Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar, sangat mungkin terlibat aktif membantu pengajian di majelis-majelis itu mengingat ayahanda dan kakek beliau datang ke Nusantara sengaja untuk menyokong perkembangan agama Islam yang telah dirintis oleh para pendahulu. |
|||
Paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang diambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati. |
|||
Pernikahan Rara Santang putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang dengan Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Syarif Hidayatullah. |
|||
Sedangkan dari jalur muasal Uzbekistan Asia Tengah sesuai dengan data pihak Keprabon Cirebon bernasab via jalur Al-Musawi Al-Kadzimi Al-Husaini, diakui jalur ini dan di isbat oleh Naqib Internasional melalui Naqib Hasyimiyyun Turki. |
|||
==Perjalanan Hidup== |
|||
===Proses belajar=== |
|||
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya Syekh Mawlana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) [[Mekah]] dan [[Madinah]] karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah [[haji]] untuk umat Islam. |
|||
Silsilah : |
|||
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuawana membangun kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif Hidayat mengambil peranan mambangun kota [[Cirebon]] dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat. |
|||
1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam |
|||
===Pernikahan=== |
|||
Memasuki usia dewasa sekitar diantara tahun 1470-1480, beliau menikahi adik dari Bupati Banten ketika itu bernama [[Nyai Kawunganten]]. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan seorang putri yaitu [[Ratu Wulung Ayu]] dan [[Mawlana Hasanuddin]] yang kelak menjadi Sultan Banten I. |
|||
2. Husein Asy-Syahid (imam III [[Syiah]] Dua Belas Imam) |
|||
===Kesultanan Demak=== |
|||
Masa ini kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba masa pendirian [[Kesultanan Demak]] tahun 1487 yang mana beliau memberikan andil karena sebagai anggota dari Dewan Muballigh yang sekarang kita kenal dengan nama [[Walisongo]]. Pada masa ini beliau berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia [[Raden Patah]] yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat dari pihak ayah, maka Raden Patah adalah keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa. |
|||
3. Ali Zainal Abidin (imam IV [[Syiah Dua Belas Imam]]) |
|||
Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di Demak, maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan [[vassal state]] dari kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan Cirebon. |
|||
4. Muhammad Al-Baqir (imam V Syiah Dua Belas Imam) |
|||
Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel, Ulama yang paling di-tua-kan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan disebarkan di P. Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya. |
|||
6. Ja'far Ash-Shadiq (imam VI Syiah Dua Belas Imam) |
|||
===Gangguan proses Islamisasi=== |
|||
Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa paling sulit, baik bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah karena proses Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan [[Pakuan]] dan [[Galuh]] (di Jawa Barat) dan [[Majapahit]] (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external dari [[Portugis]] yang telah mulai expansi di Asia Tenggara. |
|||
7. Musa Al-Kadzim (imam VII Syiah [[Dua Belas Imam]]) |
|||
Tentang personaliti dari Syarif Hidayat yang banyak dilukiskan sebagai seorang Ulama kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki peranan penting dalam pengadilan [[Syekh Siti Jenar]] pada tahun 1508 di pelataran Masjid Demak. Beliau ikut membimbing Ulama berperangai ganjil itu untuk menerima hukuman mati dengan lebih dulu melucuti ilmu kekebalan tubuhnya. |
|||
8. Ali Ar-Ridha (imam VIII Syiah Dua Belas Imam) |
|||
Eksekusi yang dilakukan Sunan Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan dengan wafatnya Syekh Siti Jenar, maka salah satu duri dalam daging di Kesultana Demak telah tercabut. |
|||
9. Muhammad Al-Jawad (imam IX Syiah Dua Belas Imam) |
|||
Raja Pakuan di awal abad 16, seiring masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayat yang telah berkembang di Cirebon dan Banten. Hanya [[Sunda Kelapa]] yang masih dalam kekuasaan Pakuan. |
|||
10. Ali Al-Hadi (imam X Syiah Dua Belas Imam) |
|||
Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam membimbing [[Pati Unus]] dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak, Cirebon di P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari wilayah Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati Unus yang ke 2 di tahun 1511. |
|||
11. Ja'far Az-Zaki |
|||
Kegagalan expedisi jihad II Pati Unus yang sangat fatal di tahun 1521 memaksa Syarif Hidayat merombak Pimpinan Armada Gabungan yang masih tersisa dan mengangkat [[Tubagus Pasai]] (belakangan dikenal dengan nama [[Fatahillah]]),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka, sebagai Panglima berikutnya dan menyusun strategi baru untuk memancing Portugis bertempur di P. Jawa. |
|||
12. Ali Al-Asykar |
|||
Sangat kebetulan karena Raja Pakuan telah resmi mengundang Armada Portugis datang ke Sunda Kelapa sebagai dukungan bagi kerajaan Pakuan yang sangat lemah di laut yang telah dijepit oleh [[Kesultanan Banten]] di Barat dan [[Kesultanan Cirebon]] di Timur. |
|||
13. Abdullah At-Taqi |
|||
Kedatangan armada Portugis sangat diharapkan dapat menjaga Sunda Kelapa dari kejatuhan berikutnya karena praktis Kerajaan Hindu Pakuan tidak memiliki lagi kota pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi kerajaan-kerajaan Islam. |
|||
14. Ahmad |
|||
Tahun [[1527]] bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan dahsyat dari Pasukan Islam yang telah bertahun-tahun ingin membalas dendam atas kegagalan expedisi Jihad di Malaka [[1521]]. |
|||
15. Mahmud |
|||
Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa secara resmi ke dalam Kesultanan Banten-Cirebon dan di rubah nama menjadi [[Jayakarta]] dan Tubagus Pasai mendapat gelar Fatahillah. |
|||
16. Muhammad |
|||
Perebutan pengaruh antara Pakuan-Galuh dengan Cirebon-Banten segera bergeser kembali ke darat. Tetapi Pakuan dan Galuh yang telah kehilangan banyak wilayah menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu persatu dari para Pangeran, Putri Pakuan di banyak wilayah jatuh ke dalam pelukan agama Islam. Begitu pula sebagian Panglima Perangnya. |
|||
17. Ja'far |
|||
Satu hal yang sangat unik dari personaliti Syarif Hidayat adalah dalam riwayat jatuhnya ibukota Pakuan [[1568]] hanya setahun sebelum beliau wafat dalam usia yang sangat sepuh hampir 120 tahun (1569). Diriwayatkan dalam perundingan terakhir dengan para Pembesar istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi. |
|||
18. Ali Al-Mu'ayyid |
|||
Yang pertama Pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya seperti gelar Pangeran, Putri atau Panglima dan dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke dua adalah bagi yang tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota Pakuan untuk diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah [[Cibeo]] sekarang. |
|||
19. Sayyid Husain Jalaluddin Al-Bukhari / Jalal Azamatkhan |
|||
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi ke 1. Sedang Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat Pakuan memilih opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy Dalam sekarang yang terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga karena keturunan dari 40 pengawal istana Pakuan. Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman [[Baduy Luar]]. |
|||
20. Ahmad Al-Kabir |
|||
Yang menjadi perdebatan para ahli hingga kini adalah opsi ke 3 yang diminta Para Pendeta [[Sunda Wiwitan]]. Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain mereka ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di wilayah Pakuan) tetapi tetap bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan. |
|||
21. Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi |
|||
Sejarah membuktikan hingga penyelidikan yang dilakukan para Arkeolog asing ketika masa penjajahan Belanda, bahwa istana Pakuan dinyatakan hilang karena tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat yang diyakini kaum Sufi menyatakan dengan kemampuan yang diberikan Allah karena doa seorang Ulama yang sudah sangat sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan istana Pakuan ke alam ghaib sehubungan dengan kerasnya penolakan Para Pendeta Sunda Wiwitan untuk tidak menerima Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan. |
|||
22. Mahmud Nasiruddin |
|||
Terlepas dari benar-tidaknya pendapat kaum sufi di tanah air, sejarah telah membuktikan karakter yang sangat istimewa dari Syarif Hidayatullah baik dalam kapasitas sebagi Ulama, Ahli Strategi Perang, Diplomat ulung dan Negarawan yang bijak. |
|||
23. Husein Jamaluddin Al-Akbar |
|||
Bagi para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan makmur mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan seorang anggota istana yang dikenal dengan nama [[Sultan Haji]]. |
|||
24. Ali Nuruddin |
|||
Dengan segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap Syekh Mawlana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah. |
|||
25. Abdullah Umdatuddin |
|||
[[kategori:Walisongo]] |
|||
[[kategori:Sejarah Nusantara]] |
|||
26. Sultan Syarif Hidayatullah Al-Hidayat Sunan Gunung Jati ll Cirebon |
|||
=== Naskah Negarakertabumi === |
|||
* Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah / Sayyid Al-Kamil / Susuhunan Jati / Susuhunan Cirebon |
|||
* Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim (Nyi Mas [[Rara Santang]]) binti [[Sri Baduga Maharaja]] |
|||
* Ali Nurul Alam + Puteri Mesir |
|||
* Jamaluddin Al-Husein |
|||
* Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin |
|||
* Amir Abdullah Khan |
|||
* Abdul Malik (India) |
|||
* Alwi 'Ammul faqih Hadhramaut |
|||
* Muhammad Shohib Mirbath |
|||
* Ali Khali' Qasam |
|||
* Alwi Shohib Bait Jubair |
|||
* Muhammad Maula As-Shauma'ah |
|||
* Alwi Al-Mubtakir |
|||
* Ubaidillah |
|||
* [[Ahmad Al-Muhajir]] |
|||
* [[Isa Al-Rumi]] |
|||
* [[Muhammad An-Naqib]] |
|||
* [[Ali Al-Uraidhi]] |
|||
* [[Ja'far Ash-Shadiq]] ([[Madinah]]) |
|||
* [[Muhammad Al-Baqir]] |
|||
* [[Ali Zainal Abiddin]] |
|||
* [[Husein]] As-Syahid |
|||
* Sayyidah [[Fatimah Al-Zahra]]' RA |
|||
* Nabi [[Muhammad]] Rasulullah SAW |
|||
* Abdullah |
|||
* Abdul Muthalib |
|||
* Hasyim |
|||
* Abdul Manaf |
|||
* Qusay |
|||
* Kilab |
|||
* Murroh |
|||
* Ka'ab |
|||
* Luay |
|||
* Ghalib |
|||
* Dst. |
|||
=== Naskah Kaprabonan === |
|||
* Kanjeng Nabi Muhamad SAW |
|||
* Sarifah Siti Fatimah |
|||
* Husen |
|||
* Jaenal Abidin |
|||
* Muhammad Mubarakin |
|||
* Imam Ja’far Sidiq |
|||
* Musa |
|||
* Kalijam |
|||
* Habi Jamali |
|||
* Amad Nakiddi |
|||
* Ali Nakiddi |
|||
* Hasan Sukri, |
|||
* Muhammad Dadi |
|||
* Raja Banissrail |
|||
* Ratu Mesir |
|||
* Raja Duta |
|||
* Sunan Gunung Jati / Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah |
|||
=== Kitab Purwaka Caruban Nagari<ref>Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. [[Cirebon]]: [[Kesultanan Kacirebonan]]</ref> === |
|||
* Nabi Muhammad SAW |
|||
* Siti Fatimah |
|||
* Sayid Husen |
|||
* Sayid Abidin |
|||
* Muhammad Baqir |
|||
* Ja’far Sidik |
|||
* Kasim al-Malik |
|||
* Idris |
|||
* Al-Baqir |
|||
* Ahmad |
|||
* Baidillah |
|||
* Muhammad |
|||
* Alwi al-Mishri |
|||
* Abdul Malik |
|||
* Amir |
|||
* Ali Nurul Alim |
|||
* Syarif Abdullah (Sultan Hut / Sultan Mahmud) |
|||
* Sunan Gunung Jati |
|||
=== Menurut Rabithah Alawiyah === |
|||
Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab [https://naqobatulasyraaf.wordpress.com/ Naqobatul Asyrof al-Kubro] dan [[Rabithah Alawiyah]], yang juga tercantum dalam kitab '''Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait''' karya ulama [[Yaman]], [https://archive.org/search.php?query=creator%3A%22Sayyid+Abdurrohman+bin+Muhammad+al-Masyhur%22 Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur], silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:<ref name=":0">{{citeweb|last=|first=|date=2016-05-23|title=''Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur''|url=https://ia800408.us.archive.org/28/items/TUNSyamsuAzhZhahirah/TUN_Syamsu%20azh-Zhahirah.pdf|website=|publisher=https://archive.org/|accessdate=2017-04-21}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://ranji.sarkub.com/silsilah-sunan-gunung-jati-cirebon-syarif-hidayatullah-dan-keturunannya-di-cirebon-banten/|title=Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten {{!}} Ranji Sarkub|date=2015-06-18|newspaper=Ranji Sarkub|language=id-ID|access-date=2017-04-29|archive-date=2017-04-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20170429204510/http://ranji.sarkub.com/silsilah-sunan-gunung-jati-cirebon-syarif-hidayatullah-dan-keturunannya-di-cirebon-banten/|dead-url=yes}}</ref> |
|||
* '''Sulthan Syarif Muhammad Hidayatullah Azmatkhan Sulthan Ke-2 Kesultanan Cirebon''' atau '''Sunan Gunung Jati Walisongo Cirebon''' putera dari |
|||
* [[Sulthan Syarif Abu Abdullah Mahmud Umdatuddin Azmatkhan Shahibul Lamfun]] ([[Kampung Surabaya Ilir, Kecamatan Bandar Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Kepulauan Sumatera, Indonesia]]) bin |
|||
* Sayyid Ahmad Ali Nurul Alam Azmatkhan Shahibul Fathani ([[Kampung Garak Ruwain, Binjai Lima, Pattani, Thailand Selatan, Thailand]]) bin |
|||
* [[Jamaluddin Al-Husaini|Syaikh Jumadil Kubra Sayyid Jamaluddin Husain Al-Akbar Azmatkhan Shahibul Wajo]] ([[Kampung Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Kepulauan Sulawesi, Indonesia]]) bin |
|||
* Sayyid Jalaluddin Ahmad Syah Azmatkhan Shahibul Banggol ([[Bukit Tok Saiy "Datok Sayyid", Hutan Lama, Banggol, Kelantan, Malaysia]]) bin |
|||
* Sayyid Abdullah Azmatkhan Shahibun Nashirabad Hindia bin |
|||
* Sayyid Abdul Malik Azmatkhan Al-Qasami Al-Hindi bin |
|||
* Sayyid Alawi Ammul Faqih Al-Muqaddam Shahibuz Zanbal ([[Tarim Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* [[Muhammad Shahib Mirbath|Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath]] ([[Mirbath Zhafar Oman]]) bin |
|||
* Sayyid Ali Kholi’ Al-Qasam Shahibuz Zanbal ([[Tarim Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* Sayyid Alawi Ats-Tsani Shahibul Bait Jubair ([[Bait Jubair Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* Sayyid Jamaluddin Muhammad Maula Ash-Shauma'ah Shahibul Bait Jubair ([[Bait Jubair Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* Sayyid Alawi Al-Awwal (Leluhur Saadah Bani Alawi Atau Saadah Ba'Alawi Atau Saadah Alawiyin) ([[Sahal Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah Abdullah Shahibul Aradh Bour ([[Sumal Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* [[Ahmad Al-Muhajir|Sayyid Ahmad Al-Muhajir Ilallah Shahibul Husaysah]] ([[Husaysah Hadhramaut Yaman]]) bin |
|||
* Sayyid ‘Isa Ar-Rumi Al-Azraq Shahibul Bashrah ([[Bashrah Iraq]]) bin |
|||
* Sayyid Jamaluddin Muhammad An-Naqib Shahibul Bashrah ([[Bashrah Iraq]]) bin |
|||
* Sayyid Al-Imam Ali Uraidhi Shahibul Uraidh Madinah Munawarah Saudi Arabia bin |
|||
* [[Ja'far Ash-Shadiq|Sayyidina Ja'far Ash-Shadiq]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin |
|||
* [[Muhammad al-Baqir|Sayyidina Muhammad Al-Baqir]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin |
|||
* [[Ali bin Husein|Sayyidina Ali Zainal Abidin]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin |
|||
* [[Husein bin Ali|Sayyidina Husain]] Shahibul Karbala Iraq Wal Mashir bin |
|||
* [[Ali bin Abi Thalib|Sayyidina Ali bin Abi Thalib]] Shahibun Najd Iraq dan [[Fatimah Az-Zahra|Sayyidah Fatimah Az-Zahra]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia binti |
|||
* [[Muhammad|Rasulullah Muhammad S.A.W.]] Shahibun Nabawi Madinah Munawarah Saudi Arabia |
|||
== Riwayat Hidup == |
|||
=== Proses Belajar === |
|||
Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun [[Kota Cirebon]] dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah ''Uwak''nya wafat. |
|||
=== Kesultanan Cirebon === |
|||
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di [[Tuban]], [[Jawa Timur]] untuk mencari pengganti [[Sunan Ampel]] sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, [[Gunungjati, Cirebon|kecamatan Gunung Jati]], [[kabupaten Cirebon]], [[Jawa Barat|propinsi Jawa Barat]]. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian disebut sebagai ''Puser Bumi'' (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).<ref name=rohmat>Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. [[Bandung]]: Sarana Pancakarya Nusa</ref> |
|||
Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa [[Cirebon]] kemudian digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan ''Nyai'' Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari [[Mesir]]) yang sebelumnya menikahi ''Nyimas'' Pakungwati (putri dari Pangeran Walangsungsang dan ''Nyai'' Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai ''Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah''.<ref name=kabcirebon>{{Cite web |url=http://www.cirebonkab.go.id/id_ID/sekilas-kab-cirebon/sejarah-kabupaten-cirebon/ |title=Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon |access-date=2015-10-16 |archive-date=2016-07-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160729214221/http://www.cirebonkab.go.id/id_ID/sekilas-kab-cirebon/sejarah-kabupaten-cirebon/ |dead-url=yes }}</ref> |
|||
Syarif Hidayatullah melalui lembaga [[Wali Sanga]] selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu ''Silih Wangi'') agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya ''Nyai'' Subang Larang yang memang sudah lama menjadi seorang [[muslim]] jauh sebelum menikah dengan prabu ''Silih Wangi'', tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan [[kerajaan Galuh]] dan [[kerajaan Sunda|Sunda]] sudah menjadi satu kembali di tangan prabu ''Silih Wangi''), seperti yang tertuang dalam naskah ''Purwaka Caruban Nagari'' karya Pangeran Arya Carbon. |
|||
{{cquote | Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala. |
|||
<br>(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah) }} |
|||
Pada tanggal 12 [[Safar]] 887 [[Hijriyah]] atau tepatnya pada tanggal [[2 April]] [[1482]] Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu ''Silih Wangi'' selaku Raja [[Pakwan Pajajaran]] bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti.<ref name=rohmat/><ref name=kabcirebon/> Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon ([[bahasa Cirebon]]: ''gegeden''). |
|||
== Wafat == |
|||
[[Berkas:Sanctuary of Sunan Gunung Jati.jpg|jmpl|232x232px|Makam Sunan Gunung Jati]] |
|||
Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. |
|||
Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun. Takhta Cirebon lalu diwarisi oleh cicitnya, [[Panembahan Ratu I|Zainul Arifin]] yang naik takhta di usia 23 tahun dengan gelar Panembahan Ratu. |
|||
Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati oleh warga Cirebon karena ia dimakamkan di komplek pemakaman bukit [[Gunungjati, Cirebon|Gunung Jati]], yang sekarang dikenal dengan nama [[Astana Gunung Sembung]]. |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
== Pranala luar == |
|||
* [http://www.uinjkt.ac.id/ Website Resmi] [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]] |
|||
== Rujukan Kitab == |
|||
* Kitab '''Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait''' oleh [https://archive.org/search.php?query=creator%3A%22Sayyid+Abdurrohman+bin+Muhammad+al-Masyhur%22 Sayyid Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur] |
|||
{{S-start}} |
|||
{{s-hou|al-Huseini al Kadzimi||1448||1568}} |
|||
{{s-reg|}} |
|||
{{s-bef|before=[[Pangeran Walangsungsang|Walangsungsang]]<br><small>Tumenggung Cirebon}} |
|||
{{s-ttl|title=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]]|years=1482–1568}} |
|||
{{s-aft|after=Pangeran Pasarean}} |
|||
{{end}}{{Walisongo}} |
|||
[[Kategori:Wali Sanga]] |
|||
[[Kategori:Kelahiran 1448|Gunung Jati]] |
|||
[[Kategori:Kelahiran 1450|Gunung Jati]] |
|||
[[Kategori:Kematian 1568|Gunung Jati]] |
|||
[[Kategori:Arab-Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Bangsawan Sunda]] |
|||
[[Kategori:Tokoh dari Cirebon]] |
|||
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]] |
Revisi per 19 Juni 2024 21.51
Asy-Syaikh Sayyid Al-Kamil ( Sunan Gunung Jati ) | |
---|---|
Sultan Cirebon ke-1 | |
Masa jabatan 1482–1568 | |
Pendahulu Jabatan baru Pengganti Pangeran Pasarean | |
Tumenggung Cirebon | |
Masa jabatan 1479–1482 | |
Pengganti Jabatan dihapus | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Syarif Hidayatullah 1448 |
Meninggal | 19 September 1568 |
Makam | Astana Gunung Sembung |
Agama | Islam |
Pasangan |
|
Anak |
|
Orang tua |
|
Denominasi | Sunni |
Dikenal sebagai | Wali Sanga |
Pemimpin Muslim | |
Pendahulu | Maulana Muhammad Ali Al-Akbar |
Penerus | Pangeran Pasarean Cirebon |
Sunan Gunung Jati atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Sayyid Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).
Sayyid Al-Kamil sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran Cakrabuana / Arya Lumajang (Naskah Mertasinga) , ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati. Beliau juga menikahi seorang Syarifah bernama Nyai Ageng Tepasari (putri Ki Gede Tepasana Lumajang) yang menurunkan sultan-sultan Cirebon. Dari pernikahan tersebut maka Sayyid Al-Kamil mendapat sebutan Syarif Hidayatullah.
Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung, yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati[1], dan Korem 063/Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Silsilah
Sunan Gunung Jati lahir di Makkah Al-Mukarramah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana.
Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Umdatuddin Al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya.
Ketika berumur dua puluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishaq. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang diambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati.
Sedangkan dari jalur muasal Uzbekistan Asia Tengah sesuai dengan data pihak Keprabon Cirebon bernasab via jalur Al-Musawi Al-Kadzimi Al-Husaini, diakui jalur ini dan di isbat oleh Naqib Internasional melalui Naqib Hasyimiyyun Turki.
Silsilah :
1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
2. Husein Asy-Syahid (imam III Syiah Dua Belas Imam)
3. Ali Zainal Abidin (imam IV Syiah Dua Belas Imam)
4. Muhammad Al-Baqir (imam V Syiah Dua Belas Imam)
6. Ja'far Ash-Shadiq (imam VI Syiah Dua Belas Imam)
7. Musa Al-Kadzim (imam VII Syiah Dua Belas Imam)
8. Ali Ar-Ridha (imam VIII Syiah Dua Belas Imam)
9. Muhammad Al-Jawad (imam IX Syiah Dua Belas Imam)
10. Ali Al-Hadi (imam X Syiah Dua Belas Imam)
11. Ja'far Az-Zaki
12. Ali Al-Asykar
13. Abdullah At-Taqi
14. Ahmad
15. Mahmud
16. Muhammad
17. Ja'far
18. Ali Al-Mu'ayyid
19. Sayyid Husain Jalaluddin Al-Bukhari / Jalal Azamatkhan
20. Ahmad Al-Kabir
21. Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi
22. Mahmud Nasiruddin
23. Husein Jamaluddin Al-Akbar
24. Ali Nuruddin
25. Abdullah Umdatuddin
26. Sultan Syarif Hidayatullah Al-Hidayat Sunan Gunung Jati ll Cirebon
Naskah Negarakertabumi
- Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah / Sayyid Al-Kamil / Susuhunan Jati / Susuhunan Cirebon
- Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim (Nyi Mas Rara Santang) binti Sri Baduga Maharaja
- Ali Nurul Alam + Puteri Mesir
- Jamaluddin Al-Husein
- Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin
- Amir Abdullah Khan
- Abdul Malik (India)
- Alwi 'Ammul faqih Hadhramaut
- Muhammad Shohib Mirbath
- Ali Khali' Qasam
- Alwi Shohib Bait Jubair
- Muhammad Maula As-Shauma'ah
- Alwi Al-Mubtakir
- Ubaidillah
- Ahmad Al-Muhajir
- Isa Al-Rumi
- Muhammad An-Naqib
- Ali Al-Uraidhi
- Ja'far Ash-Shadiq (Madinah)
- Muhammad Al-Baqir
- Ali Zainal Abiddin
- Husein As-Syahid
- Sayyidah Fatimah Al-Zahra' RA
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW
- Abdullah
- Abdul Muthalib
- Hasyim
- Abdul Manaf
- Qusay
- Kilab
- Murroh
- Ka'ab
- Luay
- Ghalib
- Dst.
Naskah Kaprabonan
- Kanjeng Nabi Muhamad SAW
- Sarifah Siti Fatimah
- Husen
- Jaenal Abidin
- Muhammad Mubarakin
- Imam Ja’far Sidiq
- Musa
- Kalijam
- Habi Jamali
- Amad Nakiddi
- Ali Nakiddi
- Hasan Sukri,
- Muhammad Dadi
- Raja Banissrail
- Ratu Mesir
- Raja Duta
- Sunan Gunung Jati / Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah
Kitab Purwaka Caruban Nagari[2]
- Nabi Muhammad SAW
- Siti Fatimah
- Sayid Husen
- Sayid Abidin
- Muhammad Baqir
- Ja’far Sidik
- Kasim al-Malik
- Idris
- Al-Baqir
- Ahmad
- Baidillah
- Muhammad
- Alwi al-Mishri
- Abdul Malik
- Amir
- Ali Nurul Alim
- Syarif Abdullah (Sultan Hut / Sultan Mahmud)
- Sunan Gunung Jati
Menurut Rabithah Alawiyah
Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab Naqobatul Asyrof al-Kubro dan Rabithah Alawiyah, yang juga tercantum dalam kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait karya ulama Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:[3][4]
- Sulthan Syarif Muhammad Hidayatullah Azmatkhan Sulthan Ke-2 Kesultanan Cirebon atau Sunan Gunung Jati Walisongo Cirebon putera dari
- Sulthan Syarif Abu Abdullah Mahmud Umdatuddin Azmatkhan Shahibul Lamfun (Kampung Surabaya Ilir, Kecamatan Bandar Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Kepulauan Sumatera, Indonesia) bin
- Sayyid Ahmad Ali Nurul Alam Azmatkhan Shahibul Fathani (Kampung Garak Ruwain, Binjai Lima, Pattani, Thailand Selatan, Thailand) bin
- Syaikh Jumadil Kubra Sayyid Jamaluddin Husain Al-Akbar Azmatkhan Shahibul Wajo (Kampung Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Kepulauan Sulawesi, Indonesia) bin
- Sayyid Jalaluddin Ahmad Syah Azmatkhan Shahibul Banggol (Bukit Tok Saiy "Datok Sayyid", Hutan Lama, Banggol, Kelantan, Malaysia) bin
- Sayyid Abdullah Azmatkhan Shahibun Nashirabad Hindia bin
- Sayyid Abdul Malik Azmatkhan Al-Qasami Al-Hindi bin
- Sayyid Alawi Ammul Faqih Al-Muqaddam Shahibuz Zanbal (Tarim Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath (Mirbath Zhafar Oman) bin
- Sayyid Ali Kholi’ Al-Qasam Shahibuz Zanbal (Tarim Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Alawi Ats-Tsani Shahibul Bait Jubair (Bait Jubair Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Jamaluddin Muhammad Maula Ash-Shauma'ah Shahibul Bait Jubair (Bait Jubair Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Alawi Al-Awwal (Leluhur Saadah Bani Alawi Atau Saadah Ba'Alawi Atau Saadah Alawiyin) (Sahal Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah Abdullah Shahibul Aradh Bour (Sumal Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid Ahmad Al-Muhajir Ilallah Shahibul Husaysah (Husaysah Hadhramaut Yaman) bin
- Sayyid ‘Isa Ar-Rumi Al-Azraq Shahibul Bashrah (Bashrah Iraq) bin
- Sayyid Jamaluddin Muhammad An-Naqib Shahibul Bashrah (Bashrah Iraq) bin
- Sayyid Al-Imam Ali Uraidhi Shahibul Uraidh Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
- Sayyidina Ja'far Ash-Shadiq Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
- Sayyidina Muhammad Al-Baqir Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
- Sayyidina Ali Zainal Abidin Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
- Sayyidina Husain Shahibul Karbala Iraq Wal Mashir bin
- Sayyidina Ali bin Abi Thalib Shahibun Najd Iraq dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia binti
- Rasulullah Muhammad S.A.W. Shahibun Nabawi Madinah Munawarah Saudi Arabia
Riwayat Hidup
Proses Belajar
Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.
Kesultanan Cirebon
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).[5]
Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa Cirebon kemudian digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari Mesir) yang sebelumnya menikahi Nyimas Pakungwati (putri dari Pangeran Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.[6]
Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu Silih Wangi) agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang yang memang sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan prabu Silih Wangi, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali di tangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.
Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala.
(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah)
Pada tanggal 12 Safar 887 Hijriyah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakwan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti.[5][6] Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon: gegeden).
Wafat
Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.
Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun. Takhta Cirebon lalu diwarisi oleh cicitnya, Zainul Arifin yang naik takhta di usia 23 tahun dengan gelar Panembahan Ratu.
Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati oleh warga Cirebon karena ia dimakamkan di komplek pemakaman bukit Gunung Jati, yang sekarang dikenal dengan nama Astana Gunung Sembung.
Referensi
- ^ UIN Sunan Gunung Djati Bandung. "Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung". UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
- ^ Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. Cirebon: Kesultanan Kacirebonan
- ^ "Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur" (PDF). https://archive.org/. 2016-05-23. Diakses tanggal 2017-04-21. Hapus pranala luar di parameter
|publisher=
(bantuan) - ^ "Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub. 2015-06-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2017-04-29.
- ^ a b Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. Bandung: Sarana Pancakarya Nusa
- ^ a b "Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-07-29. Diakses tanggal 2015-10-16.
Pranala luar
Rujukan Kitab
- Kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait oleh Sayyid Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur
Sunan Gunung Jati al-Huseini al Kadzimi Lahir: 1448 Meninggal: 1568
| ||
Gelar | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Walangsungsang Tumenggung Cirebon |
Sultan Cirebon 1482–1568 |
Diteruskan oleh: Pangeran Pasarean |