Lompat ke isi

Sunan Gunung Jati: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
(499 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox religious biography|honorific-prefix=Asy-Syaikh|name=Sayyid Al-Kamil <br> ( Sunan Gunung Jati )|image=Sunan Gunung Jati.jpeg|alt=|caption=|religion=[[Islam]]|denomination=[[Sunni]]|known_for=[[Wali Sanga]]|birth_name=Syarif Hidayatullah |birth_date=1448|birth_place=|death_date=19 September 1568|death_place=[[Kesultanan Cirebon]]|father=Sayyid Abdullah Umdatuddin|mother=[[Rara Santang Syarifah Mudaim]]|children=*Pasarean
[[Gambar:Sunan_gunung_jati.jpg|right|thumb|ilustrasi '''Sunan Gunung Jati''']]
*Ratu Ayu Wulung|resting_place=[[Astana Gunung Sembung]]|spouse=*Nyai Ratu Dewi Pakungwati
'''Sunan Gunung Jati''' atau '''Syarif Hidayatullah''', lahir sekitar [[1450]] M, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar [[1448]] M. Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok [[ulama]] besar di [[[sunting]Walisongo
*Nyai Ageng Tepasari|office1=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]] ke-1|term_start1=1482|term_end1=1568|predecessor1=Jabatan baru|successor1=Pangeran Pasarean|office2=[[Kerajaan Cirebon Larang|Tumenggung Cirebon]]|term_start2=1479|term_end2=1482|predecessor2=[[Pangeran Walangsungsang|Pangeran Cakrabuana]]|successor2=Jabatan dihapus|predecessor=[[Maulana Muhammad Ali Al-Akbar]]|successor=Pangeran Pasarean Cirebon}}'''Sunan Gunung Jati''' atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari [[Walisongo]], ia dilahirkan Tahun [[1448]] [[Masehi]] dari pasangan Sayyid Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santang, Putri [[Prabu Siliwangi|Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi]] dari [[Kerajaan Sunda|Kerajaan Padjajaran]] (yang setelah masuk [[Islam]] berganti nama menjadi '''Syarifah Mudaim''').
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: panduan arah, cari
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.


Sayyid Al-Kamil sampai di [[Cirebon]] pada tahun [[1470]] [[Masehi]], yang kemudian dengan dukungan [[Kesultanan Demak]] dan [[Pangeran Cakrabuana]] / Arya Lumajang (Naskah Mertasinga) , ia dinobatkan menjadi [[Tumenggung]] Cirebon ke-2 pada tahun [[1479]] dengan gelar Maulana Jati. Beliau juga menikahi seorang Syarifah bernama Nyai Ageng Tepasari (putri Ki Gede Tepasana Lumajang) yang menurunkan sultan-sultan Cirebon. Dari pernikahan tersebut maka Sayyid Al-Kamil mendapat sebutan Syarif Hidayatullah.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Teks ini akan dicetak miring


Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]] di daerah [[Tangerang Selatan]], [[Banten]]. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati diabadikan menjadi nama [[Universitas Islam negeri]] di [[Bandung]], yaitu [[UIN Sunan Gunung Djati|Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati]]<ref>{{Cite web|last=UIN Sunan Gunung Djati Bandung|title=Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung|url=https://uinsgd.ac.id/sejarah/|website=UIN Sunan Gunung Djati Bandung}}</ref>, dan [[Komando Resor Militer 063|Korem 063/Sunan Gunung Jati]] di [[Cirebon]].
Daftar isi [sembunyikan]
1 Arti Walisongo
2 Nama-nama Walisongo
2.1 Maulana Malik Ibrahim
2.2 Sunan Ampel
2.2.1 Sunan Bonang dan Sunan Drajat
2.3 Sunan Kudus
2.4 Sunan Giri
2.5 Sunan Kalijaga
2.5.1 Sunan Muria
2.6 Sunan Gunung Jati
3 Tokoh Pendahulu Walisongo
3.1 Syekh Jumadil Qubro
4 Silsilah
4.1 Syekh Maulana Akbar
4.2 Syekh Quro
4.3 Syekh Datuk Kahfi
4.4 Syekh Khaliqul Idrus
5 Bukti-bukti dan analisa sejarah yang memperkuat pendapat Walisongo keturunan Hadramaut
6 Sumber tertulis tentang Walisongo
7 Lihat pula


[sunting] Arti Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.


[sunting] Nama-nama Walisongo
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
Sunan Ampel atau Raden Rahmat
Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
Sunan Drajat atau Raden Qasim
Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
Sunan Kalijaga atau Raden Said
Sunan Muria atau Raden Umar Said
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.





[sunting] Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim terkadang juga disebut sebagai Syekh Maghribi atau Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarqandy diperkirakan lahir di Samarkand, di Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi. Sebagian rakyat malah ada yang menyebutnya dengan panggilan Kakek Bantal.

Maulana Malik Ibrahim diperkirakan bersaudara dengan Maulana Ishaq, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ada yang berpendapat bahwa Maulana Ibrahim dan Maulana Ishaq adalah anak dari seorang ulama, bernama Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Maulana Malik Ibrahim bermukim di Champa selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja Champa, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Setelah merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya di Jawa disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Diceritakan bahwa sebagai Kakek Bantal, Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

Maulana malik Ibrahim adalah waliyullah pertama yang membawakan Islam ditanah jawa. Ia adalah seorang yang sangat cerdas, dekat dengan masyarakat serta mampu membawakan Islam lewat resonansi budaya setempat. Ia mampu menampilkan Islam sebagai sosok ajaran yang sangat mudah dipahami dan diamalkan masyarakat, yang saat itu sangat mengagungkan peradaban Hindu-Budha.


[sunting] Sunan Ampel
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat adalah putra Maulana Malik Ibrahim, Muballigh yang bertugas dakwah di Champa, dengan ibu putri Champa. Jadi, terdapat kemungkinan Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dari ayahnya dan Champa dari ibunya.


[sunting] Sunan Bonang dan Sunan Drajat
Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Mereka adalah putra-putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.


[sunting] Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung, putra Raden Usman Haji yang belum dapat diketahui dengan jelas silsilahnya. Sunan Kudus adalah buah pernikahan Sunan Ngudung yang menikah dengan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.


[sunting] Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang.


[sunting] Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.


[sunting] Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.


[sunting] Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemulah garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati.

Ibunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang.


[sunting] Tokoh Pendahulu Walisongo

[sunting] Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro alias Jamaludin Akbar Khan dikatakan berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Ada versi yang meyakini beliau sebagai keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Makamnya ada di beberapa tempat, yaitu di Semarang, Trowulan, dan di desa Turgo (dekat Pelawangan), Jogjakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul kuburannya. Perlu di nyatakan bahawa tempat wujudnya atau berdirinya seorang wali atau tokoh juga di panggil makam, seperti Makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. Replika makam yang asli juga terkadang di bangun.

Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudra Pasai.

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro adalah ayah dari Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq, yang menjadi ulama ternama di Indonesia. Maulana Malik Ibrahim mengislamkan Kerajaan Champa, dan adiknya, Maulana Ishaq, mengislamkan Samudra Pasai. Bila demikian, beberapa Walisongo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, dan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah buyutnya. Maka bisa dikatakan bahwa para Walisongo dapat saja merupakan keturunan etnis Uzbek, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.

Bukti yang kuat bagaimanapun dari Sayyid `Alwî b. Tâhir Al-Haddad, mantan Mufti Johor (Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh, Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957) mengatakan mereka dari keturunan ayah adalah etnis Hadramaut yang telah berhijrah ke India. Yang pertama-tama ke India adalah cucu Sayyid Muhammad Sohib Mirbath iaitu Sayyid Abdul Malik Al-Muhajir bin Alawi BaAlawi Al-Husaini yang telah berhijrah ke Nasrabad, India dan ahli keluarganya kemudian terkenal dengan kabilah Azamat Khan.

Beliau menamakan puteranya Abdullah Khan yang kemudiannya menjadi leluhur para wali-wali tersebut.


[sunting] Silsilah
Silsilah mereka banyak tersebar di masjid-masjid tua di Indonesia, antaranya Masjid Agung Demak, dan ia menunjukkan Syekh Jumadil Qubro sebagai generasi ke 18 dari Imam Hussain. Menempatkan beliau sebagai generasi ke 10 dari Imam Hussain, bagaimanapun, akan memposisikan beliau pada era Sayyid Muhammad Sohibus Saumiah bin Alawi Awwal yang lahir pada tahun 390H (969 M) dan wafat tahun 446H (1025M). Dan daftar-daftar keturunan Imam Hussain pada era tersebut adalah antara yang paling akurat dan terpercaya.


.Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Khan bin

.Ahmad Jalaludin Khan bin

.Abdullah Khan bin

.Abdul Malik Al-Muhajir (India) bin

.Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin

.Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)

.Ali Kholi' Qosam bin

.Alawi Ats-Tsani bin

.Muhammad Sohibus Saumi'ah bin

.Alawi Awwal bin

.Ubaidullah bin

.Ahmad al-Muhajir bin

.Isa Ar-Rumi bin

.Muhammad An-Naqib bin

.Ali Uradhi bin

.Ja'afar As-Sodiq bin

.Muhammad Al Baqir bin

.Ali Zainal 'Abidin bin

.Imam Hussain

Pada posisi generasi ke 18 dari Imam Hussain, maka keberadaan mereka di Indonesia dan rantau ini pada abad ke 14 dan 15 adalah lebih aktual dan persis.

Silsilah ini juga mengatakan bahawa Maulana Ishak adalah PUTERA Maulana Ibrahim, bukan saudara sekandung seayah. Bermakna Maulana Ishak adalah CUCU Syaikh Jumadil Kubro @ Syaikh Jamaludin Akbar tersebut.

Sila rujuk penulisan sejarah keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah, oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran dan 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur.


[sunting] Syekh Maulana Akbar
Pada dasarnya ada beberapa tokoh di abad 14-15 yang dianggap pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa, yang diantaranya adalah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat yang lebih sering disebut Syekh Maulana Akbar oleh kaum Sufi di tanah air. Syekh Jamaluddin Akbar besar kemungkinan adalah tokoh yang juga di panggil Syekh Jumadil Qubro seperti yang disebut di atas. Nama Jumadil Qubro (Kubro) adalah korupsi Jamaludin Akbar seperti yang di katakan oleh Martin van Bruinessen ("Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), 305-329.)

Dari beliaulah tampaknya sebagian besar Walisongo berasal seperti yang telah disebut diatas.

Di dalam Muqqadimah kitab Tarjamah Risalatul Muawanah (Thariqah Menuju Kebahagiaan), penulis asal Bandung Muhammad Al-Baqir telah memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para muballigh Arab ke Asia Tenggara walaupun berisi banyak catatan sejarah yang menguatkan Walisongo dan Mubaligh masa awal lainnya keturunan Hadramawt, tapi satu kesimpulan bahwa Syekh Mawlana Akbar sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar adalah satu hal yang belum dapat dikonfirmasi sumber sejarah lain. Sementara riwayat turun-temurun kaum Sufi di Jawa Barat menyebutkan Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, satu klaim yang juga belum bisa diperkuat sumber sejarah lain.

Yang bisa dipastikan adalah tiga orang putra beliau meneruskan dakwah di Asia Tenggara hingga Nusantara yaitu Ibrahim Akbar (ayahanda Sunan Ampel) bermarkas di Champa, Ali Nuralam Akbar (kakek Sunan Gunung Jati) bermarkas di Pasai dan Zainal Alam Barakat. Silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat yang bernama asli Jamaluddin Akbar ini adalah putra Ahmad Jalal Syah, putra Abdullah Khan, putra Abdul Malik, putra Alwi, putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, seorang ulama besar Hadramaut, Yaman, di abad 12 M.

Syekh Muhammad Shahib Mirbath adalah putra Ali, putra Alwi, putra Muhammad, putra Alwi, putra Ubaidillah, putra Ahmad Al Muhajir, putra Isa Al Rumi, putra Muhammad An Naqib, putra Ali Uraidhi, putra Imam Jafar Shadiq, putra Imam Muhammad Al Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin, putra Sayyidina Husain, putra Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah, dari pernikahan dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra putri kesayangan Nabi Muhammad SAW.


[sunting] Syekh Quro
Selain keluarga Syekh Maulana Akbar Gujarat, ada lagi Syekh Quro, muballigh asal Mekah bernama asli Hasanuddin yang bermarkas di Karawang makamnya ada di desa Pulo Kalapa, Lemahabang, Karawang. Syekh Quro ini kemudian menjadi sangat terkenal karena menjadi Guru bagi Nyai Subang Larang di masa gadisnya. Nyai Subang Larang yang terkenal karena kehalusan budi dan kecantikannya kemudian dinikahi Raden Manahrasa dari dinasti Siliwangi, yang kemudian hari setelah menjadi Raja mendapat gelar Sri Baduga Maharaja.


[sunting] Syekh Datuk Kahfi
Kemudian datanglah Syekh Datuk Kahfi, muballigh asal Baghdad memilih markas di Pelabuhan Muara Jati (kota Cirebon sekarang). Beliau bernama asli Idhafi Mahdi. Makam beliau ada di Gunung Jati satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati. Majelis pengajian beliau menjadi sangat terkenal karena didatangi Nyai Rara Santang dan Kiyan Santang (Pangeran Cakrabuwana) yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahan dengan Raja Pajajaran dari dinasti Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu (dipertemukan) dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.


[sunting] Syekh Khaliqul Idrus
Setelah kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di Jepara mendaratlah seorang muballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawa dipanggil Syekh Khaliqul Idrus. Menurut suatu penelitian, beliau diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq dengan laqob Al-Idrus putra Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi. Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian hari menjadi menantu Raden Patah, dengan gelar Adipati Bin Yunus yang masyarakat lebih mudah memnggil dengan Pati Unus yang setelah gugur di Malaka 1521, dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul Khaliq Al-Idrus, adalah putra Muhammad Al Alsiy, putra Abdul Muhyi Al Khoyri, putra Muhammad Akbar Al Ansari, putra Abdul Wahhab, putra Yusuf Al Mukhrowi, putra Muhammad Al Faqih Al Muqaddam, seorang ulama sangat terkenal di abad 13 di Hadramaut, Yaman, yang merupakan putra dari Ali, putra Muhammad Shahib Mirbath.

Di titik Muhammad Shahib Mirbath bertemulah silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongo dan cikal bakal Keraton Cirebon dan Keraton Banten dan leluhur bagi para kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa), dengan silsilah Syekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakal beberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti Muhammad Wangsa (Bogor), dinasti Kusumahdinata (Sumedang) dan dinasti Wiradadaha (Tasikmalaya)).

Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor


[sunting] Bukti-bukti dan analisa sejarah yang memperkuat pendapat Walisongo keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat lain seperti menyebut dari Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalah jalur penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnya adalah kaum Sayyid (Syarif). Beberapa buktinya (no 1 dan 2) adalah sebagian dari yang telah dikumpulkan oleh penulis Muhammad Al Baqir dalam Thariqah Menuju Kebahagiaan:

L.W.C Van Den Berg dalam bukunya Le Hadramawt et Les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramawt (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (yakni kaum Sayyid Syarif Hadramaut) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis:”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikuti jejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yang spesifik menyebut abad XV, yang merupakan abad spesifik kedatangan dan / atau kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa. Abad XV ini jauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan kedatangan kaum Hadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang sekarang kita kenal bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya.
Hingga saat ini Umat Islam di Hadramawt bermadzhab Syafi’ie sama seperti mayoritas di Ceylon, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Sedangkan Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, kemudian Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) mayoritasnya bermadzhab Hanafi.
Bahasa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara (utamanya Malaka dan Nusantara) dinamakan bahasa Malay (Melayu) karena para pedagang dan Mubaligh yang datang di abad 14-15 sebagian besar datang dari pesisir India Barat yaitu Gujarat dan Malabar, yang mana orang-orang Malabar (sekarang termasuk neg. bagian Kerala) mempunyai bahasa Malayalam, walaupun asal-usul mereka adalah keturunan dari Hadramawt mengingat kesamaan madzhab Syafi’ie yang sangat spesifik dengan pengamalan tasawuf dan penghormatan kepada Ahlul Bait. Satu kitab fiqh mazhab Syafi’ie yang sangat popular di Indonesia Fathul Muin pengarangnya bahkan Zainuddin Al Malabary (berasal dari tanah Malabar), satu kitab fiqh yang sangat unik karena juga memasukkan pendapat kaum Sufi, bukan hanya pendapat kaum Fuqaha.
Satu bukti yang sangat akurat adalah kesamaan Madzhab Syafi'ie dengan corak tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait yang sangat kental seperti kewajiban mengadakan Mawlid, membaca Diba & Barzanji, membaca beragam Sholawat Nabi, membaca doa Nur Nubuwwah (yang juga berisi doa keutamaan tentang cucu Rasul, Hasan dan Husayn) dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramawt, Mesir, Gujarat, Malabar, Ceylon, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Pengecualian mungkin hanya terhadap kaum Kurdistan di segitiga perbatasan Iraq, Turki dan Iran, yang mana mereka juga bermadzhab Syafi’ie dengan corak Tasawuf yang sangat kuat dan mengutamakan ahlul bait (Kitab Mawlid Barzanji dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani adalah karya Ulama mereka Syekh Ja’far Barzanji) tapi tinggal di daerah pedalaman dan pegunungan, bukan pesisir seperti lainnya. Analisis sejarah diatas menandakan agama Islam dari madzhab dan corak ini sebagian besarnya disebarkan melalui jalur pelayaran dan perdagangan dan berasal dari satu sumber yaitu Hadramawt, karena Hadramawt adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'ie dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan ahlul bait.
Di abad 15 Raja-raja Jawa (yang berkerabat dengan Walisongo) seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar, yang mana di abad 14 di Gujarat sudah dikenal keluarga besar Jamaluddin Akbar cucu keluarga besar Datuk Azhimat Khan (Abdullah Khan) putra Abdul Malik putra Alwi putra Muhammad Shahib Mirbath Ulama besar Hadramawt Abad 13M. Keluarga besar ini sudah sangat terkenal sebagai Mubaligh Musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

[sunting] Sumber tertulis tentang Walisongo
Ada beberapa sumber tertulis tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Giri II atau Sunan Dalem yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.

Juga dari tulisan mantan Mufti Johor (meninggal tahun 1962),Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh. Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957) yang beliau tukil antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut

Mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik, sila lihat penulisan sejarah keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah, oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran dan 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur.


[sunting] Lihat pula
Mazhab Syafi'i
Suku Arab-Indonesia
Syekh Muhammad Shahib Mirbath
Diperoleh dari "http://wiki-indonesia.club/wiki/Walisongo"
Kategori: Walisongo • Sejarah Nusantara

TampilanArtikel Pembicaraan Sunting Versi terdahulu Peralatan pribadiMasuk log / buat akun Panduan arah
Halaman Utama

Halaman ini terakhir diubah pada 01:03, 17 Januari 2007. Seluruh teks tersedia dalam naungan GNU Free Documentation License. Kebijakan privasi Tentang Wikipedia Penyangkalan Jawa]] bernama [[walisongo]].

==Orang tua==
===Ayah===
[[Sunan Gunung Jati]] bernama '''Syarif Hidayatullah''', lahir sekitar tahun [[1450]]. Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar.<br>
Jamaluddin Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari [[Gujarat]], [[India]] yang sangat dikenal sebagai [[Syekh Maulana Akbar]] bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath]], ulama besar di [[Hadramaut]], [[Yaman]] yang silsilahnya sampai kepada [[Rasulullah]] melalui cucu beliau [[Husain bin Ali|Imam Husain]].


== Silsilah ==
== Silsilah ==
Sunan Gunung Jati lahir di Makkah Al-Mukarramah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana.


Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Umdatuddin Al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya.
.Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatullah bin
.Abdullah bin

.Ali Nurul 'Alam

.Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Khan bin

.Ahmad Jalaludin Khan bin

.Abdullah Khan bin


Ketika berumur dua puluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishaq. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
.Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India) bin


Paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang diambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati.
.Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin


Sedangkan dari jalur muasal Uzbekistan Asia Tengah sesuai dengan data pihak Keprabon Cirebon bernasab via jalur Al-Musawi Al-Kadzimi Al-Husaini, diakui jalur ini dan di isbat oleh Naqib Internasional melalui Naqib Hasyimiyyun Turki.
.[[Muhammad Sohib Mirbath]] (Hadhramaut)


Silsilah :
.Ali Kholi' Qosam bin


1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
.Alawi Ats-Tsani bin


2. Husein Asy-Syahid (imam III [[Syiah]] Dua Belas Imam)
.Muhammad Sohibus Saumi'ah bin


3. Ali Zainal Abidin (imam IV [[Syiah Dua Belas Imam]])
.Alawi Awwal bin


4. Muhammad Al-Baqir (imam V Syiah Dua Belas Imam)
.Ubaidullah bin


6. Ja'far Ash-Shadiq (imam VI Syiah Dua Belas Imam)
.[[Ahmad al-Muhajir]] bin


7. Musa Al-Kadzim (imam VII Syiah [[Dua Belas Imam]])
.Isa Ar-Rumi bin


8. Ali Ar-Ridha (imam VIII Syiah Dua Belas Imam)
.Muhammad An-Naqib bin


9. Muhammad Al-Jawad (imam IX Syiah Dua Belas Imam)
.Ali Uradhi bin


10. Ali Al-Hadi (imam X Syiah Dua Belas Imam)
.Ja'afar As-Sodiq bin


11. Ja'far Az-Zaki
.Muhammad Al Baqir bin


12. Ali Al-Asykar
.Ali Zainal 'Abidin bin


13. Abdullah At-Taqi
.Imam Hussain


14. Ahmad
Al-Husain putera Ali bin Abu Tholib dan Fatimah Az-Zahro binti Muhammad Rasulullah.


15. Mahmud
===Ibu===
Ibunda Syarif Hidayatullah adalah [[Nyai Rara Santang]] putri [[Prabu Siliwangi]] (dari Nyai Subang Larang) adik [[Kiyan Santang]] bergelar Pangeran Cakrabuwana yang berguru kepada [[Syekh Datuk Kahfi]], seorang Muballigh asal [[Baghdad]] bernama asli [[Idhafi Mahdi]].


16. Muhammad
Makam Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam komplek KLENTENG di Pasar Bogor, di sebelah Kebun Raya Bogor.


17. Ja'far
===Pertemuan orang tuanya===
Pertemuan Rara Santang dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar masih diperselisihkan. Sebagian riwayat (lebih tepatnya mitos) menyebutkan bertemu pertama kali di [[Mesir]], tapi analisis yang lebih kuat atas dasar perkembangan Islam di pesisir ketika itu, pertemuan mereka di tempat-tempat pengajian seperti yang di [[Majelis Syekh Quro]], Karawang (tempat belajar Nyai Subang Larang ibunda dari Rara Santang) atau di [[Majelis Syekh Kahfi]], Cirebon (tempat belajar Kiyan Santang kakanda dari Rara Santang).


18. Ali Al-Mu'ayyid
Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar, sangat mungkin terlibat aktif membantu pengajian di majelis-majelis itu mengingat ayahanda dan kakek beliau datang ke Nusantara sengaja untuk menyokong perkembangan agama Islam yang telah dirintis oleh para pendahulu.


19. Sayyid Husain Jalaluddin Al-Bukhari / Jalal Azamatkhan
Pernikahan Rara Santang putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang dengan Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Syarif Hidayatullah.


20. Ahmad Al-Kabir


21. Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi


22. Mahmud Nasiruddin


23. Husein Jamaluddin Al-Akbar
==Perjalanan Hidup==
===Proses belajar===
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya Syekh Mawlana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) [[Mekah]] dan [[Madinah]] karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah [[haji]] untuk umat Islam.


24. Ali Nuruddin
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuawana membangun kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif Hidayat mengambil peranan mambangun kota [[Cirebon]] dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.


25. Abdullah Umdatuddin
===Pernikahan===
Memasuki usia dewasa sekitar diantara tahun 1470-1480, beliau menikahi adik dari Bupati Banten ketika itu bernama [[Nyai Kawunganten]]. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan seorang putri yaitu [[Ratu Wulung Ayu]] dan [[Mawlana Hasanuddin]] yang kelak menjadi Sultan Banten I.


26. Sultan Syarif Hidayatullah Al-Hidayat Sunan Gunung Jati ll Cirebon
===Kesultanan Demak===
Masa ini kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba masa pendirian [[Kesultanan Demak]] tahun 1487 yang mana beliau memberikan andil karena sebagai anggota dari Dewan Muballigh yang sekarang kita kenal dengan nama [[Walisongo]]. Pada masa ini beliau berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia [[Raden Patah]] yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat dari pihak ayah, maka Raden Patah adalah keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa.


Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di Demak, maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan [[vassal state]] dari kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan Cirebon.


=== Naskah Negarakertabumi ===
Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel, Ulama yang paling di-tua-kan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan disebarkan di P. Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya.


* Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah / Sayyid Al-Kamil / Susuhunan Jati / Susuhunan Cirebon
===Gangguan proses Islamisasi===
* Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim (Nyi Mas [[Rara Santang]]) binti [[Sri Baduga Maharaja]]
Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa paling sulit, baik bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah karena proses Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan [[Pakuan]] dan [[Galuh]] (di Jawa Barat) dan [[Majapahit]] (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external dari [[Portugis]] yang telah mulai expansi di Asia Tenggara.
* Ali Nurul Alam + Puteri Mesir
* Jamaluddin Al-Husein
* Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin
* Amir Abdullah Khan
* Abdul Malik (India)
* Alwi 'Ammul faqih Hadhramaut
* Muhammad Shohib Mirbath
* Ali Khali' Qasam
* Alwi Shohib Bait Jubair
* Muhammad Maula As-Shauma'ah
* Alwi Al-Mubtakir
* Ubaidillah
* [[Ahmad Al-Muhajir]]
* [[Isa Al-Rumi]]
* [[Muhammad An-Naqib]]
* [[Ali Al-Uraidhi]]
* [[Ja'far Ash-Shadiq]] ([[Madinah]])
* [[Muhammad Al-Baqir]]
* [[Ali Zainal Abiddin]]
* [[Husein]] As-Syahid
* Sayyidah [[Fatimah Al-Zahra]]' RA
* Nabi [[Muhammad]] Rasulullah SAW
* Abdullah
* Abdul Muthalib
* Hasyim
* Abdul Manaf
* Qusay
* Kilab
* Murroh
* Ka'ab
* Luay
* Ghalib
* Dst.


=== Naskah Kaprabonan ===
Tentang personaliti dari Syarif Hidayat yang banyak dilukiskan sebagai seorang Ulama kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki peranan penting dalam pengadilan [[Syekh Siti Jenar]] pada tahun 1508 di pelataran Masjid Demak. Beliau ikut membimbing Ulama berperangai ganjil itu untuk menerima hukuman mati dengan lebih dulu melucuti ilmu kekebalan tubuhnya.


* Kanjeng Nabi Muhamad SAW
Eksekusi yang dilakukan Sunan Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan dengan wafatnya Syekh Siti Jenar, maka salah satu duri dalam daging di Kesultana Demak telah tercabut.
* Sarifah Siti Fatimah
* Husen
* Jaenal Abidin
* Muhammad Mubarakin
* Imam Ja’far Sidiq
* Musa
* Kalijam
* Habi Jamali
* Amad Nakiddi
* Ali Nakiddi
* Hasan Sukri,
* Muhammad Dadi
* Raja Banissrail
* Ratu Mesir
* Raja Duta
* Sunan Gunung Jati / Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah


Raja Pakuan di awal abad 16, seiring masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayat yang telah berkembang di Cirebon dan Banten. Hanya [[Sunda Kelapa]] yang masih dalam kekuasaan Pakuan.


=== Kitab Purwaka Caruban Nagari<ref>Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. [[Cirebon]]: [[Kesultanan Kacirebonan]]</ref> ===
Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam membimbing [[Pati Unus]] dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak, Cirebon di P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari wilayah Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati Unus yang ke 2 di tahun 1511.


* Nabi Muhammad SAW
Kegagalan expedisi jihad II Pati Unus yang sangat fatal di tahun 1521 memaksa Syarif Hidayat merombak Pimpinan Armada Gabungan yang masih tersisa dan mengangkat [[Tubagus Pasai]] (belakangan dikenal dengan nama [[Fatahillah]]),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka, sebagai Panglima berikutnya dan menyusun strategi baru untuk memancing Portugis bertempur di P. Jawa.
* Siti Fatimah
* Sayid Husen
* Sayid Abidin
* Muhammad Baqir
* Ja’far Sidik
* Kasim al-Malik
* Idris
* Al-Baqir
* Ahmad
* Baidillah
* Muhammad
* Alwi al-Mishri
* Abdul Malik
* Amir
* Ali Nurul Alim
* Syarif Abdullah (Sultan Hut / Sultan Mahmud)
* Sunan Gunung Jati


Sangat kebetulan karena Raja Pakuan telah resmi mengundang Armada Portugis datang ke Sunda Kelapa sebagai dukungan bagi kerajaan Pakuan yang sangat lemah di laut yang telah dijepit oleh [[Kesultanan Banten]] di Barat dan [[Kesultanan Cirebon]] di Timur.


=== Menurut Rabithah Alawiyah ===
Kedatangan armada Portugis sangat diharapkan dapat menjaga Sunda Kelapa dari kejatuhan berikutnya karena praktis Kerajaan Hindu Pakuan tidak memiliki lagi kota pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi kerajaan-kerajaan Islam.


Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab [https://naqobatulasyraaf.wordpress.com/ Naqobatul Asyrof al-Kubro] dan [[Rabithah Alawiyah]], yang juga tercantum dalam kitab '''Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait''' karya ulama [[Yaman]], [https://archive.org/search.php?query=creator%3A%22Sayyid+Abdurrohman+bin+Muhammad+al-Masyhur%22 Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur], silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:<ref name=":0">{{citeweb|last=|first=|date=2016-05-23|title=''Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur''|url=https://ia800408.us.archive.org/28/items/TUNSyamsuAzhZhahirah/TUN_Syamsu%20azh-Zhahirah.pdf|website=|publisher=https://archive.org/|accessdate=2017-04-21}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://ranji.sarkub.com/silsilah-sunan-gunung-jati-cirebon-syarif-hidayatullah-dan-keturunannya-di-cirebon-banten/|title=Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten {{!}} Ranji Sarkub|date=2015-06-18|newspaper=Ranji Sarkub|language=id-ID|access-date=2017-04-29|archive-date=2017-04-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20170429204510/http://ranji.sarkub.com/silsilah-sunan-gunung-jati-cirebon-syarif-hidayatullah-dan-keturunannya-di-cirebon-banten/|dead-url=yes}}</ref>
Tahun [[1527]] bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan dahsyat dari Pasukan Islam yang telah bertahun-tahun ingin membalas dendam atas kegagalan expedisi Jihad di Malaka [[1521]].
* '''Sulthan Syarif Muhammad Hidayatullah Azmatkhan Sulthan Ke-2 Kesultanan Cirebon''' atau '''Sunan Gunung Jati Walisongo Cirebon''' putera dari
* [[Sulthan Syarif Abu Abdullah Mahmud Umdatuddin Azmatkhan Shahibul Lamfun]] ([[Kampung Surabaya Ilir, Kecamatan Bandar Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Kepulauan Sumatera, Indonesia]]) bin
* Sayyid Ahmad Ali Nurul Alam Azmatkhan Shahibul Fathani ([[Kampung Garak Ruwain, Binjai Lima, Pattani, Thailand Selatan, Thailand]]) bin
* [[Jamaluddin Al-Husaini|Syaikh Jumadil Kubra Sayyid Jamaluddin Husain Al-Akbar Azmatkhan Shahibul Wajo]] ([[Kampung Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Kepulauan Sulawesi, Indonesia]]) bin
* Sayyid Jalaluddin Ahmad Syah Azmatkhan Shahibul Banggol ([[Bukit Tok Saiy "Datok Sayyid", Hutan Lama, Banggol, Kelantan, Malaysia]]) bin
* Sayyid Abdullah Azmatkhan Shahibun Nashirabad Hindia bin
* Sayyid Abdul Malik Azmatkhan Al-Qasami Al-Hindi bin
* Sayyid Alawi Ammul Faqih Al-Muqaddam Shahibuz Zanbal ([[Tarim Hadhramaut Yaman]]) bin
* [[Muhammad Shahib Mirbath|Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath]] ([[Mirbath Zhafar Oman]]) bin
* Sayyid Ali Kholi’ Al-Qasam Shahibuz Zanbal ([[Tarim Hadhramaut Yaman]]) bin
* Sayyid Alawi Ats-Tsani Shahibul Bait Jubair ([[Bait Jubair Hadhramaut Yaman]]) bin
* Sayyid Jamaluddin Muhammad Maula Ash-Shauma'ah Shahibul Bait Jubair ([[Bait Jubair Hadhramaut Yaman]]) bin
* Sayyid Alawi Al-Awwal (Leluhur Saadah Bani Alawi Atau Saadah Ba'Alawi Atau Saadah Alawiyin) ([[Sahal Hadhramaut Yaman]]) bin
* Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah Abdullah Shahibul Aradh Bour ([[Sumal Hadhramaut Yaman]]) bin
* [[Ahmad Al-Muhajir|Sayyid Ahmad Al-Muhajir Ilallah Shahibul Husaysah]] ([[Husaysah Hadhramaut Yaman]]) bin
* Sayyid ‘Isa Ar-Rumi Al-Azraq Shahibul Bashrah ([[Bashrah Iraq]]) bin
* Sayyid Jamaluddin Muhammad An-Naqib Shahibul Bashrah ([[Bashrah Iraq]]) bin
* Sayyid Al-Imam Ali Uraidhi Shahibul Uraidh Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
* [[Ja'far Ash-Shadiq|Sayyidina Ja'far Ash-Shadiq]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
* [[Muhammad al-Baqir|Sayyidina Muhammad Al-Baqir]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
* [[Ali bin Husein|Sayyidina Ali Zainal Abidin]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia bin
* [[Husein bin Ali|Sayyidina Husain]] Shahibul Karbala Iraq Wal Mashir bin
* [[Ali bin Abi Thalib|Sayyidina Ali bin Abi Thalib]] Shahibun Najd Iraq dan [[Fatimah Az-Zahra|Sayyidah Fatimah Az-Zahra]] Shahibul Jannatul Baqi Madinah Munawarah Saudi Arabia binti
* [[Muhammad|Rasulullah Muhammad S.A.W.]] Shahibun Nabawi Madinah Munawarah Saudi Arabia


== Riwayat Hidup ==
Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa secara resmi ke dalam Kesultanan Banten-Cirebon dan di rubah nama menjadi [[Jayakarta]] dan Tubagus Pasai mendapat gelar Fatahillah.
=== Proses Belajar ===
Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun [[Kota Cirebon]] dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah ''Uwak''nya wafat.


=== Kesultanan Cirebon ===
Perebutan pengaruh antara Pakuan-Galuh dengan Cirebon-Banten segera bergeser kembali ke darat. Tetapi Pakuan dan Galuh yang telah kehilangan banyak wilayah menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu persatu dari para Pangeran, Putri Pakuan di banyak wilayah jatuh ke dalam pelukan agama Islam. Begitu pula sebagian Panglima Perangnya.
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di [[Tuban]], [[Jawa Timur]] untuk mencari pengganti [[Sunan Ampel]] sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, [[Gunungjati, Cirebon|kecamatan Gunung Jati]], [[kabupaten Cirebon]], [[Jawa Barat|propinsi Jawa Barat]]. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian disebut sebagai ''Puser Bumi'' (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).<ref name=rohmat>Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. [[Bandung]]: Sarana Pancakarya Nusa</ref>


Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa [[Cirebon]] kemudian digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan ''Nyai'' Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari [[Mesir]]) yang sebelumnya menikahi ''Nyimas'' Pakungwati (putri dari Pangeran Walangsungsang dan ''Nyai'' Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai ''Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah''.<ref name=kabcirebon>{{Cite web |url=http://www.cirebonkab.go.id/id_ID/sekilas-kab-cirebon/sejarah-kabupaten-cirebon/ |title=Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon |access-date=2015-10-16 |archive-date=2016-07-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160729214221/http://www.cirebonkab.go.id/id_ID/sekilas-kab-cirebon/sejarah-kabupaten-cirebon/ |dead-url=yes }}</ref>
===Perundingan Yang Sangat Menentukan===


Syarif Hidayatullah melalui lembaga [[Wali Sanga]] selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu ''Silih Wangi'') agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya ''Nyai'' Subang Larang yang memang sudah lama menjadi seorang [[muslim]] jauh sebelum menikah dengan prabu ''Silih Wangi'', tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan [[kerajaan Galuh]] dan [[kerajaan Sunda|Sunda]] sudah menjadi satu kembali di tangan prabu ''Silih Wangi''), seperti yang tertuang dalam naskah ''Purwaka Caruban Nagari'' karya Pangeran Arya Carbon.
Satu hal yang sangat unik dari personaliti Syarif Hidayat adalah dalam riwayat jatuhnya ibukota Pakuan [[1568]] hanya setahun sebelum beliau wafat dalam usia yang sangat sepuh hampir 120 tahun (1569). Diriwayatkan dalam perundingan terakhir dengan para Pembesar istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi.


{{cquote | Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala.
Yang pertama Pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya seperti gelar Pangeran, Putri atau Panglima dan dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke dua adalah bagi yang tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota Pakuan untuk diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah [[Cibeo]] sekarang.
<br>(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah) }}


Pada tanggal 12 [[Safar]] 887 [[Hijriyah]] atau tepatnya pada tanggal [[2 April]] [[1482]] Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu ''Silih Wangi'' selaku Raja [[Pakwan Pajajaran]] bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti.<ref name=rohmat/><ref name=kabcirebon/> Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon ([[bahasa Cirebon]]: ''gegeden'').
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi ke 1. Sedang Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat Pakuan memilih opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy Dalam sekarang yang terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga karena keturunan dari 40 pengawal istana Pakuan. Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman [[Baduy Luar]].


== Wafat ==
Yang menjadi perdebatan para ahli hingga kini adalah opsi ke 3 yang diminta Para Pendeta [[Sunda Wiwitan]]. Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain mereka ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di wilayah Pakuan) tetapi tetap bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan.
[[Berkas:Sanctuary of Sunan Gunung Jati.jpg|jmpl|232x232px|Makam Sunan Gunung Jati]]
Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.


Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun. Takhta Cirebon lalu diwarisi oleh cicitnya, [[Panembahan Ratu I|Zainul Arifin]] yang naik takhta di usia 23 tahun dengan gelar Panembahan Ratu.
Sejarah membuktikan hingga penyelidikan yang dilakukan para Arkeolog asing ketika masa penjajahan Belanda, bahwa istana Pakuan dinyatakan hilang karena tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat yang diyakini kaum Sufi menyatakan dengan kemampuan yang diberikan Allah karena doa seorang Ulama yang sudah sangat sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan istana Pakuan ke alam ghaib sehubungan dengan kerasnya penolakan Para Pendeta Sunda Wiwitan untuk tidak menerima Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan.


Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati oleh warga Cirebon karena ia dimakamkan di komplek pemakaman bukit [[Gunungjati, Cirebon|Gunung Jati]], yang sekarang dikenal dengan nama [[Astana Gunung Sembung]].
Terlepas dari benar-tidaknya pendapat kaum sufi di tanah air, sejarah telah membuktikan karakter yang sangat istimewa dari Syarif Hidayatullah baik dalam kapasitas sebagi Ulama, Ahli Strategi Perang, Diplomat ulung dan Negarawan yang bijak.
== Referensi ==
{{reflist}}


== Pranala luar ==
Bagi para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan makmur mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan seorang anggota istana yang dikenal dengan nama [[Sultan Haji]].
* [http://www.uinjkt.ac.id/ Website Resmi] [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]]


== Rujukan Kitab ==
Dengan segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap Syekh Mawlana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
* Kitab '''Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait''' oleh [https://archive.org/search.php?query=creator%3A%22Sayyid+Abdurrohman+bin+Muhammad+al-Masyhur%22 Sayyid Abdurrohman bin Muhammad al-Masyhur]
{{S-start}}
{{s-hou|al-Huseini al Kadzimi||1448||1568}}
{{s-reg|}}
{{s-bef|before=[[Pangeran Walangsungsang|Walangsungsang]]<br><small>Tumenggung Cirebon}}
{{s-ttl|title=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]]|years=1482–1568}}
{{s-aft|after=Pangeran Pasarean}}
{{end}}{{Walisongo}}


[[kategori:Walisongo]]
[[Kategori:Wali Sanga]]
[[Kategori:Kelahiran 1448|Gunung Jati]]
[[kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Kelahiran 1450|Gunung Jati]]
[[Kategori:Kematian 1568|Gunung Jati]]
[[Kategori:Arab-Indonesia]]
[[Kategori:Bangsawan Sunda]]
[[Kategori:Tokoh dari Cirebon]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]

Revisi per 19 Juni 2024 21.51

Asy-Syaikh

Sayyid Al-Kamil
( Sunan Gunung Jati )
Sultan Cirebon ke-1
Masa jabatan
1482–1568
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Pengganti
Pangeran Pasarean
Sebelum
Tumenggung Cirebon
Masa jabatan
1479–1482
Sebelum
Pengganti
Jabatan dihapus
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Syarif Hidayatullah

1448
Meninggal19 September 1568
MakamAstana Gunung Sembung
AgamaIslam
Pasangan
  • Nyai Ratu Dewi Pakungwati
  • Nyai Ageng Tepasari
Anak
  • Pasarean
  • Ratu Ayu Wulung
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiWali Sanga
Pemimpin Muslim
PendahuluMaulana Muhammad Ali Al-Akbar
PenerusPangeran Pasarean Cirebon

Sunan Gunung Jati atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Sayyid Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).

Sayyid Al-Kamil sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran Cakrabuana / Arya Lumajang (Naskah Mertasinga) , ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati. Beliau juga menikahi seorang Syarifah bernama Nyai Ageng Tepasari (putri Ki Gede Tepasana Lumajang) yang menurunkan sultan-sultan Cirebon. Dari pernikahan tersebut maka Sayyid Al-Kamil mendapat sebutan Syarif Hidayatullah.

Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung, yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati[1], dan Korem 063/Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Silsilah

Sunan Gunung Jati lahir di Makkah Al-Mukarramah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana.

Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Umdatuddin Al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya.

Ketika berumur dua puluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishaq. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang diambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati.

Sedangkan dari jalur muasal Uzbekistan Asia Tengah sesuai dengan data pihak Keprabon Cirebon bernasab via jalur Al-Musawi Al-Kadzimi Al-Husaini, diakui jalur ini dan di isbat oleh Naqib Internasional melalui Naqib Hasyimiyyun Turki.

Silsilah :

1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

2. Husein Asy-Syahid (imam III Syiah Dua Belas Imam)

3. Ali Zainal Abidin (imam IV Syiah Dua Belas Imam)

4. Muhammad Al-Baqir (imam V Syiah Dua Belas Imam)

6. Ja'far Ash-Shadiq (imam VI Syiah Dua Belas Imam)

7. Musa Al-Kadzim (imam VII Syiah Dua Belas Imam)

8. Ali Ar-Ridha (imam VIII Syiah Dua Belas Imam)

9. Muhammad Al-Jawad (imam IX Syiah Dua Belas Imam)

10. Ali Al-Hadi (imam X Syiah Dua Belas Imam)

11. Ja'far Az-Zaki

12. Ali Al-Asykar

13. Abdullah At-Taqi

14. Ahmad

15. Mahmud

16. Muhammad

17. Ja'far

18. Ali Al-Mu'ayyid

19. Sayyid Husain Jalaluddin Al-Bukhari / Jalal Azamatkhan

20. Ahmad Al-Kabir

21. Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi

22. Mahmud Nasiruddin

23. Husein Jamaluddin Al-Akbar

24. Ali Nuruddin

25. Abdullah Umdatuddin

26. Sultan Syarif Hidayatullah Al-Hidayat Sunan Gunung Jati ll Cirebon


Naskah Negarakertabumi

Naskah Kaprabonan

  • Kanjeng Nabi Muhamad SAW
  • Sarifah Siti Fatimah
  • Husen
  • Jaenal Abidin
  • Muhammad Mubarakin
  • Imam Ja’far Sidiq
  • Musa
  • Kalijam
  • Habi Jamali
  • Amad Nakiddi
  • Ali Nakiddi
  • Hasan Sukri,
  • Muhammad Dadi
  • Raja Banissrail
  • Ratu Mesir
  • Raja Duta
  • Sunan Gunung Jati / Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah


Kitab Purwaka Caruban Nagari[2]

  • Nabi Muhammad SAW
  • Siti Fatimah
  • Sayid Husen
  • Sayid Abidin
  • Muhammad Baqir
  • Ja’far Sidik
  • Kasim al-Malik
  • Idris
  • Al-Baqir
  • Ahmad
  • Baidillah
  • Muhammad
  • Alwi al-Mishri
  • Abdul Malik
  • Amir
  • Ali Nurul Alim
  • Syarif Abdullah (Sultan Hut / Sultan Mahmud)
  • Sunan Gunung Jati


Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab Naqobatul Asyrof al-Kubro dan Rabithah Alawiyah, yang juga tercantum dalam kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait karya ulama Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:[3][4]

Riwayat Hidup

Proses Belajar

Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

Kesultanan Cirebon

Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).[5]

Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa Cirebon kemudian digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari Mesir) yang sebelumnya menikahi Nyimas Pakungwati (putri dari Pangeran Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.[6]

Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu Silih Wangi) agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang yang memang sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan prabu Silih Wangi, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali di tangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.

Pada tanggal 12 Safar 887 Hijriyah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakwan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti.[5][6] Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon: gegeden).

Wafat

Makam Sunan Gunung Jati

Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun. Takhta Cirebon lalu diwarisi oleh cicitnya, Zainul Arifin yang naik takhta di usia 23 tahun dengan gelar Panembahan Ratu.

Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati oleh warga Cirebon karena ia dimakamkan di komplek pemakaman bukit Gunung Jati, yang sekarang dikenal dengan nama Astana Gunung Sembung.

Referensi

  1. ^ UIN Sunan Gunung Djati Bandung. "Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung". UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 
  2. ^ Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. Cirebon: Kesultanan Kacirebonan
  3. ^ "Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur" (PDF). https://archive.org/. 2016-05-23. Diakses tanggal 2017-04-21.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  4. ^ "Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub. 2015-06-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2017-04-29. 
  5. ^ a b Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. Bandung: Sarana Pancakarya Nusa
  6. ^ a b "Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-07-29. Diakses tanggal 2015-10-16. 

Pranala luar

Rujukan Kitab

Sunan Gunung Jati
al-Huseini al Kadzimi
Lahir: 1448 Meninggal: 1568
Gelar
Didahului oleh:
Walangsungsang
Tumenggung Cirebon
Sultan Cirebon
1482–1568
Diteruskan oleh:
Pangeran Pasarean