Lompat ke isi

Niyāma: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Faredoka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Faredoka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
(65 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Seealso|Ketuhanan dalam agama Buddha}}[[Berkas:Buddha 00004.JPG|thumb|upright|Buddha sebagai Penemu Dhamma, bukan Pencipta Dhamma.]]
{{Buddhisme}}


'''Hukum Alam (Niyama Dhamma atau Lima Hukum)''' adalah salah satu konsep dalam ajaran [[agama Buddha]] mengenai hukum-hukum yang bekerja di seluruh alam semesta.<ref>Ikhtisar Ajaran Buddha. Oleh: Upa. Sasanasena Seng Hansen, Penerbit: Insight Vidyasena Production, September 2008</ref> Niyama Dhamma terdiri atas kata Dhamma yang artinya segala sesuatu dan Niyama artinya ketentuan atau hukum. Dengan demikian, Niyama Dhamma berarti hukum universal atau hukum segala hal.<ref>Buku "Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10". Oleh: Nasiman, Nurwito, Penerbit: Kemendikbud, Cetakan III 2017. ISBN 978-602-427-074-2. Halaman 175.</ref>
{{Buddhisme|dhamma}}'''Niyāma''' ([[Bahasa Pali|bahasa Pāli]]), juga sering disebut sebagai '''Lima Niyāma''', '''Lima Hukum Alam''' atau '''Lima Hukum Tertib Kosmis''' ([[Pāli]]: ''pañca-niyāma-dhamma'' atau ''pañcavidha-niyāma''), adalah salah satu konsep dalam [[Buddhisme]] mengenai hukum keteraturan yang bekerja di seluruh alam semesta.<ref>{{Cite book|title=Ikhtisar Ajaran Buddha|last=Hansen|first=Upa. Sasanasena Seng|date=September 2008|publisher=Insight Vidyasena Production|isbn=|location=Yogyakata|pages=|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Nasiman|first=Nurwito|date=2017|title=Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10|location=Jakarta|publisher=Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|isbn=978-602-427-074-2|pages=175|url-status=live}}</ref> Lima Niyāma dalam set ini adalah:
# '''''utu-niyāma''''' "keteraturan musim", yaitu berbunga dan berbuahnya pohon-pohon sekaligus (''ekappahāreneva'') di daerah-daerah tertentu di bumi pada periode-periode tertentu, bertiup atau berhentinya angin, derajat panas matahari, banyaknya curah hujan, beberapa bunga seperti bunga teratai mekar pada siang hari dan menutup pada malam hari, dan seterusnya;
# '''''bīja-niyāma''''' "keteraturan benih atau bibit", yaitu benih yang menghasilkan jenisnya sendiri seperti benih jelai yang menghasilkan jelai;
# '''''kamma-niyāma''''' "keteraturan ''kamma''", yaitu perbuatan yang baik akan menghasilkan akibat yang baik dan perbuatan yang buruk akan menghasilkan akibat yang buruk. Keteraturan ini dicontohkan oleh syair [[Dhammapada]] ayat 127 yang menjelaskan bahwa akibat dari suatu perbuatan tidak dapat dihindari;
# '''''citta-niyāma''''' "keteraturan kesadaran/pikiran", yaitu urutan proses aktivitas-aktivitas pikiran sebagai momen-pikiran sebelumnya yang menyebabkan dan mengkondisikan momen-pikiran berikutnya dalam suatu hubungan sebab-akibat;
# '''''dhamma-niyāma''''' "keteraturan ''dhamma'' (fenomena)", yaitu peristiwa-peristiwa seperti guncangan sepuluh ribu sistem dunia pada saat [[Bodhisatwa|Bodhisatta]] dikandung dalam rahim ibu-Nya dan pada saat kelahiran-Nya. Di akhir pembahasan syair kitab komentar ''Sumaṅgalavilāsinī,'' dijelaskan bahwa ''dhammaniyāma'' merupakan definisi untuk istilah ''dhammatā'' dalam teks ''Mahāpadāna Sutta'' (D ii.12) (Bdk. S 12.20 untuk pembahasan penggunaan kata ''dhammaniyamatā'' dalam sutta)


Niyama Dhamma merupakan hukum abadi yang bekerja dengan sendirinya. Hukum ini bekerja sebagai hukum sebab akibat dan membuat segala sesuatu bergerak sebagaimana dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu [[Fisika]], [[Kimia]], [[Biologi]], [[Astronomi]], [[Psikologi]], dan sebagainya. Bulan timbul dan tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah disebabkan oleh hukum ini.<ref>Buku "Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10". Oleh: Nasiman, Nurwito, Penerbit: Kemendikbud, Cetakan III 2017. ISBN 978-602-427-074-2. Halaman 176.</ref>
[[Buddhisme]] tidak membenarkan bahwa alam semesta diatur oleh sesosok dewa tertinggi atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Niyāma merupakan hukum abadi yang bekerja dengan sendirinya. Hukum ini bekerja sebagai hukum sebab akibat dan membuat segala sesuatu bergerak sebagaimana dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu [[fisika]], [[kimia]], [[biologi]], [[astronomi]], [[psikologi]], dan sebagainya. Timbul tenggelamnya bulan, turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, hingga berubahnya musim disebabkan oleh hukum ini.<ref>{{Cite book|last=Nasiman|first=Nurwito|date=2017|title=Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10|location=Jakarta|publisher=Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|isbn=978-602-427-074-2|pages=176|url-status=live}}</ref>


Diperkenalkannya istilah "''pañca-niyāma''" dalam kitab komentar bukan untuk menggambarkan bahwa alam semesta etis secara intrinsik, namun sebagai daftar yang menunjukkan cakupan universal ''paticca-samuppāda''. Tujuan awalnya, menurut Ledi Sayadaw, bukanlah untuk meninggikan atau merendahkan hukum [[Karma dalam Buddhisme|karma]], namun untuk menunjukkan ruang lingkup Hukum Alam sebagai alternatif terhadap klaim [[teisme]].<ref>''Manuals of Buddhism''. Bangkok: Mahamakut Press 1978. Niyama-Dipani was trans. (from Pāli) by Beni M. Barua, rev. and ed. C.A.F. Rhys Davids, n.d.</ref>
Hukum alam dapat dibagi ke dalam lima kelompok:


C.A.F. Rhys Davids adalah sarjana barat pertama yang tertarik pada daftar ''pañcavidha niyāma'' dalam bukunya tahun 1912, "''Buddhism''". Alasan Davids menjelaskan istilah "Niyāma" adalah untuk menekankan bahwa menurut ajaran Buddha, kita berada dalam sebuah "alam semesta moral", artinya suatu perbuatan membawa akibat yang adil sesuai dengan tatanan moral alami, sebuah situasi yang ia sebut sebagai "kosmodik" yang berbeda dengan teodisi [[Kekristenan|Kristen]].<ref>''Buddhism: a study of the Buddhist norm'' London: [[Williams and Norgate]] 1912, pp.118–9.. Reprint by Read Books, 2007, [https://books.google.com/books?id=LljcZ_LBeL0C&pg=PA119&dq=Bija+Niyama&lr= Books.Google.com]</ref><ref>Padmasiri De Silva, ''Environmental philosophy and ethics in Buddhism.'' Macmillan, 1998, page 41. [https://books.google.com/books?id=M4T3C6ndfZIC&pg=PA41&dq=Bija+Niyama#PPA41,M1 Books.Google.com]</ref>
1. '''Utu Niyama''', hukum ini mencakup semua fenomena anorganik, termasuk hukum-hukum dalam fisika dan kimia. Contohnya adalah hukum mengenai terbentuk dan hancurnya bumi, planet, tata surya, galaksi, temperatur, iklim, gempa bumi, angin, erupsi, dan segala sesuatu yang bertalian dengan energi.


Dalam skema Rhys Davids, Niyāma dijabarkan menjadi:
2. '''Bija Niyama''', hukum ini mencakup semua gejala organik seperti dalam biologi. Contohnya adalah perkembangan hewan atau tumbuhan, mutasi gen manusia, pembuahan, proses perkembangbiakkan pada tumbuh-tumbuhan.


* '''''kamma-niyāma''''': ("perbuatan") konsekuensi atas perbuatan seseorang
3. '''Kamma Niyama''', hukum moralitas, yaitu Hukum sebab-akibat (hukum karma). Segala tindakan sengaja atau tidak disengaja akan menghasilkan sesuatu yang baik atau buruk.
* '''''utu-niyāma''''': ("waktu, musim") perubahan musim dan iklim, hukum yang berurusan dengan benda mati
* '''''bīja-niyāma''''': ("benih") hukum keturunan
* '''''citta-niyāma''''': ("pikiran") kehendak pikiran
* '''''dhamma-niyāma''''': ("hukum") kecenderungan alam untuk menyempurnakan


Skema ini serupa dengan skema yang diajukan oleh Ledi Sayadaw.<ref>''Niyama-Dipani'' (online see below)</ref> Sangharakshita, seorang sarjana Buddhis Barat, menggunakan skema Niyāma dari Rhys David dan menjadikannya sebagai aspek penting dalam pengajarannya.<ref>''The Three Jewels Windhorse'' 1977 (originally published 1967) Windhorse pp.69–70; and in the lecture ‘Karma and Rebirth’, in edited form in ''Who is the Buddha?'' Windhorse 1994, pp.105–8.</ref>
4. '''Citta Niyama''', mengenai pikiran misalnya bagaimana proses kesadaran bekerja. Hukum ini bekerja pada memori manusia dan bagaimana psikis seseorang. Hukum ini mengatur pertalian kerja antara sesuatu yang hidup dan mati.


[[Ashin Kheminda]], seorang bhikkhu misionaris asal [[Indonesia]], menjelaskan Niyāma dengan skema berikut:<ref>{{Cite book|last=Kheminda|first=Ashin|date=2020|title=Kamma: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal|location=Jakarta|publisher=Dhammavihari Buddhist Studies|isbn=|pages=46|url-status=live}}</ref>
5. '''Dhamma Niyama''', mengenai segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat Hukum diatas. Hukum ini mencakup konsep abstrak yang dikembangkan manusia seperti dalam ilmu matematika dimana realitas alam dijelaskan dalam bentuk abstrak (tidak berwujud).


# '''''utu-niyāma''''': hukum kepastian atau keteraturan musim yang mengatur kepastian pergantian musim dan perubahan-perubahan temperatur di alam semesta.
# '''''bija-niyāma''':'' hukum kepastian atau keteraturan biji yang mengatur kehidupan tumbuh-tumbuhan, yaitu biji-biji tertentu akan menghasilkan tanaman atau buah tertentu; buah-buah tertentu memiliki citarasa tertentu dan lain-lain.
# '''''kamma-niyāma''':'' hukum kepastian atau keteraturan perbuatan (''[[kamma]]'') yang memastikan bahwa ''kamma'' baik akan menghasilkan kebahagiaan, sedangkan ''kamma'' buruk akan menghasilkan penderitaan.
# '''''citta-niyāma''''': hukum kepastian atau keteraturan kesadaran yang mengatur kepastian kemunculan dan kelenyapan kesadaran (''citta'').
# '''''dhamma-niyāma''''': hukum kepastian atau keteraturan fenomena (''dhamma'') yang mengatur fenomena-fenomena lain yang tidak termasuk di empat hukum di atas, seperti kejadian bumi bergetar saat [[Bodhisatwa|Bodhisatta]] Gotama lahir, pencapaian penerangan sempurna, munculnya gempa bumi saat kejadian ''parinibbāna'' Buddha.


== Sumber tekstual ==
Kitab komentar [[Buddhisme]] dari abad ke-5 hingga ke-13 M memuat ''pañcavidha niyāma'', lima Niyāma, dalam teks-teks berikut:

* Dalam kitab ''Aṭṭhasālinī'' (272-274), komentar yang dikaitkan dengan Buddhaghosa untuk ''Dhammasangaṅi'', kitab pertama Abhidhamma Piṭaka aliran Theravāda;<ref>''Aṭṭhasālinī: Buddhaghosa’s Commentary on the Dhammasaṅgani.'' ed. E. Muller, PTS 1979 (orig. 1897) p.272, para. 562; trans. Pe Maung Tin as The Expositor PTS London 1921 vol.II p.360.</ref>
* Dalam ''Sumaṅgala-Vilāsinī'' (DA 2.431), komentar Buddhaghosa mengenai Dīgha Nikāya;<ref>''Sumaṅgala-Vilāsinī, Buddhaghosa’s Commentary on the Dīgha Nikāya.'' ed. W. Stede PTS 1931 p.432.</ref>
* Dalam ''Abhidhammāvatāra'' (PTS hal. 54), ringkasan syair Abhidhamma karya kontemporer Buddhaghosa, Buddhadatta.<ref>''Abhidhammāvatāra in Buddhadatta’s Manuals.'' ed. AP Buddhadatta PTS 1980 (orig. 1915) p.54.</ref>
* ''Komentar Internal Abhidhammamātika''. (hal. 58) Abhidhamma-mātika adalah sebuah matriks abstrak untuk Abhidhamma, dengan daftar pasangan dan rangkap tiga istilah yang darinya keseluruhan teks secara teoritis dapat direkonstruksi. Penggalan tentang Niyāma berasal dari komentar internal pada mātika yang terkait dengan ''Dhammasaṅgaṇī'' (niyāma tampaknya tidak disebutkan dalam matriks itu sendiri, tetapi hanya dalam lampiran ini); dan disusun di India Selatan oleh Coḷaraṭṭha Kassapa (abad ke-12-13).
* ''Abhidhammāvatāra-purāṇatīkā'' (hal. 1.68). Disusun di [[Agama Buddha|Sri Lanka]] oleh Vācissara Mahāsāmi sekitar abad ke-13 atau Sāriputta c. abad ke-12. Teks ini merupakan komentar kata demi kata yang tidak lengkap pada teks ''Abhidhammāvatāra Nāmarūpa-parichedo'' ([[Ṭīkā|ṭīka]]).

== Penafsiran lanjutan ==

=== Kamma sebagai asal mula makhluk ===
Pada Abhiṇhapaccavekkhitabbaṭhānasutta, Aṅguttara Nikāya 5.57, Buddha menyampaikan bahwa di antara kelima hukum alam tersebut, perbuatan (''kamm''a'')'' sebagaimana diatur oleh hukum kepastian perbuatan (''kammaniyāma'') bertindak sebagai properti, warisan, asal mula, keluarga, dan perlindungan suatu makhluk.<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=AN 5.57: Abhiṇhapaccavekkhitabbaṭhānasutta|url=https://suttacentral.net/an5.57/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-06-26}}</ref>

{{Verse translation|... Sabbe sattā
kammassakā,
kammadāyādā,
kammayoni,
kammabandhu,
kammapaṭisaraṇā,
yaṁ kammaṁ karissanti—
kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā—
tassa dāyādā bhavissantī’ti ...|... Semua makhluk
memiliki kamma sebagai properti mereka,
ahli waris dari kammanya sendiri,
memiliki kamma sebagai asal-mulanya,
memiliki kamma sebagai keluarganya,
memiliki kamma sebagai perlindungannya.
Apapun kamma yang mereka lakukan—
baik atau buruk—
mereka akan menjadi ahli waris dari kamma tersebut ...}}

=== Keterhubungan hukum-hukum ===
Setiap hukum tidak berjalan sendiri, artinya satu hukum dapat bekerja bersamaan dengan hukum-hukum lainnya. Oleh karena ''kamma'' didefinisikan sebagai kesadaran baik (''kusalacitta'') atau kesadaran buruk (''akusalacitta'') dengan eksistensi faktor-mental (''cetasika'') kehendak (''cetanā''), maka ''kamma-niyāma'' yang mengatur kepastian perbuatan juga melibatkan ''citta-niyāma'' yang mengatur kesadaran terciptanya perbuatan.
{{Verse translation|Manopubbaṅgamā
dhammā
manoseṭṭhā
manomayā;

Manasā ce paduṭṭhena bhāsati vā karoti vā;
Tato naṃ dukkhamanveti cakkaṃ'va vahato padaṃ.|Tiga agregat nonmateri (cetasika)
memiliki kesadaran (citta) sebagai pelopor,
memiliki kesadaran sebagai yang terkemuka (pemimpin),
dibuat oleh kesadaran.

Apabila dengan kesadaran yang kotor, seseorang berbicara atau berbuat;
Dari sana penderitaan mengikuti dia, seperti roda mengikuti kaki lembu.}}
Dengan begitu, [[Buddhisme]] tidak setuju bahwa suatu kejadian disebabkan hanya karena satu hal. Misalnya, ketika manusia sudah semakin jahat dan tidak menyayangi alam (diatur oleh ''kamma-niyāma)'', maka akan terjadi perubahan pada alam seperti perubahan suhu (diatur oleh ''utu-niyāma)'', tumbuhan mati (diatur oleh ''bija-niyāma''), dan ketidaktenangan batin (diatur oleh ''citta-niyāma'').


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 3 Juli 2024 08.58

Buddha sebagai Penemu Dhamma, bukan Pencipta Dhamma.

Niyāma (bahasa Pāli), juga sering disebut sebagai Lima Niyāma, Lima Hukum Alam atau Lima Hukum Tertib Kosmis (Pāli: pañca-niyāma-dhamma atau pañcavidha-niyāma), adalah salah satu konsep dalam Buddhisme mengenai hukum keteraturan yang bekerja di seluruh alam semesta.[1][2] Lima Niyāma dalam set ini adalah:

  1. utu-niyāma "keteraturan musim", yaitu berbunga dan berbuahnya pohon-pohon sekaligus (ekappahāreneva) di daerah-daerah tertentu di bumi pada periode-periode tertentu, bertiup atau berhentinya angin, derajat panas matahari, banyaknya curah hujan, beberapa bunga seperti bunga teratai mekar pada siang hari dan menutup pada malam hari, dan seterusnya;
  2. bīja-niyāma "keteraturan benih atau bibit", yaitu benih yang menghasilkan jenisnya sendiri seperti benih jelai yang menghasilkan jelai;
  3. kamma-niyāma "keteraturan kamma", yaitu perbuatan yang baik akan menghasilkan akibat yang baik dan perbuatan yang buruk akan menghasilkan akibat yang buruk. Keteraturan ini dicontohkan oleh syair Dhammapada ayat 127 yang menjelaskan bahwa akibat dari suatu perbuatan tidak dapat dihindari;
  4. citta-niyāma "keteraturan kesadaran/pikiran", yaitu urutan proses aktivitas-aktivitas pikiran sebagai momen-pikiran sebelumnya yang menyebabkan dan mengkondisikan momen-pikiran berikutnya dalam suatu hubungan sebab-akibat;
  5. dhamma-niyāma "keteraturan dhamma (fenomena)", yaitu peristiwa-peristiwa seperti guncangan sepuluh ribu sistem dunia pada saat Bodhisatta dikandung dalam rahim ibu-Nya dan pada saat kelahiran-Nya. Di akhir pembahasan syair kitab komentar Sumaṅgalavilāsinī, dijelaskan bahwa dhammaniyāma merupakan definisi untuk istilah dhammatā dalam teks Mahāpadāna Sutta (D ii.12) (Bdk. S 12.20 untuk pembahasan penggunaan kata dhammaniyamatā dalam sutta)

Buddhisme tidak membenarkan bahwa alam semesta diatur oleh sesosok dewa tertinggi atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Niyāma merupakan hukum abadi yang bekerja dengan sendirinya. Hukum ini bekerja sebagai hukum sebab akibat dan membuat segala sesuatu bergerak sebagaimana dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, psikologi, dan sebagainya. Timbul tenggelamnya bulan, turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, hingga berubahnya musim disebabkan oleh hukum ini.[3]

Diperkenalkannya istilah "pañca-niyāma" dalam kitab komentar bukan untuk menggambarkan bahwa alam semesta etis secara intrinsik, namun sebagai daftar yang menunjukkan cakupan universal paticca-samuppāda. Tujuan awalnya, menurut Ledi Sayadaw, bukanlah untuk meninggikan atau merendahkan hukum karma, namun untuk menunjukkan ruang lingkup Hukum Alam sebagai alternatif terhadap klaim teisme.[4]

C.A.F. Rhys Davids adalah sarjana barat pertama yang tertarik pada daftar pañcavidha niyāma dalam bukunya tahun 1912, "Buddhism". Alasan Davids menjelaskan istilah "Niyāma" adalah untuk menekankan bahwa menurut ajaran Buddha, kita berada dalam sebuah "alam semesta moral", artinya suatu perbuatan membawa akibat yang adil sesuai dengan tatanan moral alami, sebuah situasi yang ia sebut sebagai "kosmodik" yang berbeda dengan teodisi Kristen.[5][6]

Dalam skema Rhys Davids, Niyāma dijabarkan menjadi:

  • kamma-niyāma: ("perbuatan") konsekuensi atas perbuatan seseorang
  • utu-niyāma: ("waktu, musim") perubahan musim dan iklim, hukum yang berurusan dengan benda mati
  • bīja-niyāma: ("benih") hukum keturunan
  • citta-niyāma: ("pikiran") kehendak pikiran
  • dhamma-niyāma: ("hukum") kecenderungan alam untuk menyempurnakan

Skema ini serupa dengan skema yang diajukan oleh Ledi Sayadaw.[7] Sangharakshita, seorang sarjana Buddhis Barat, menggunakan skema Niyāma dari Rhys David dan menjadikannya sebagai aspek penting dalam pengajarannya.[8]

Ashin Kheminda, seorang bhikkhu misionaris asal Indonesia, menjelaskan Niyāma dengan skema berikut:[9]

  1. utu-niyāma: hukum kepastian atau keteraturan musim yang mengatur kepastian pergantian musim dan perubahan-perubahan temperatur di alam semesta.
  2. bija-niyāma: hukum kepastian atau keteraturan biji yang mengatur kehidupan tumbuh-tumbuhan, yaitu biji-biji tertentu akan menghasilkan tanaman atau buah tertentu; buah-buah tertentu memiliki citarasa tertentu dan lain-lain.
  3. kamma-niyāma: hukum kepastian atau keteraturan perbuatan (kamma) yang memastikan bahwa kamma baik akan menghasilkan kebahagiaan, sedangkan kamma buruk akan menghasilkan penderitaan.
  4. citta-niyāma: hukum kepastian atau keteraturan kesadaran yang mengatur kepastian kemunculan dan kelenyapan kesadaran (citta).
  5. dhamma-niyāma: hukum kepastian atau keteraturan fenomena (dhamma) yang mengatur fenomena-fenomena lain yang tidak termasuk di empat hukum di atas, seperti kejadian bumi bergetar saat Bodhisatta Gotama lahir, pencapaian penerangan sempurna, munculnya gempa bumi saat kejadian parinibbāna Buddha.

Sumber tekstual

Kitab komentar Buddhisme dari abad ke-5 hingga ke-13 M memuat pañcavidha niyāma, lima Niyāma, dalam teks-teks berikut:

  • Dalam kitab Aṭṭhasālinī (272-274), komentar yang dikaitkan dengan Buddhaghosa untuk Dhammasangaṅi, kitab pertama Abhidhamma Piṭaka aliran Theravāda;[10]
  • Dalam Sumaṅgala-Vilāsinī (DA 2.431), komentar Buddhaghosa mengenai Dīgha Nikāya;[11]
  • Dalam Abhidhammāvatāra (PTS hal. 54), ringkasan syair Abhidhamma karya kontemporer Buddhaghosa, Buddhadatta.[12]
  • Komentar Internal Abhidhammamātika. (hal. 58) Abhidhamma-mātika adalah sebuah matriks abstrak untuk Abhidhamma, dengan daftar pasangan dan rangkap tiga istilah yang darinya keseluruhan teks secara teoritis dapat direkonstruksi. Penggalan tentang Niyāma berasal dari komentar internal pada mātika yang terkait dengan Dhammasaṅgaṇī (niyāma tampaknya tidak disebutkan dalam matriks itu sendiri, tetapi hanya dalam lampiran ini); dan disusun di India Selatan oleh Coḷaraṭṭha Kassapa (abad ke-12-13).
  • Abhidhammāvatāra-purāṇatīkā (hal. 1.68). Disusun di Sri Lanka oleh Vācissara Mahāsāmi sekitar abad ke-13 atau Sāriputta c. abad ke-12. Teks ini merupakan komentar kata demi kata yang tidak lengkap pada teks Abhidhammāvatāra Nāmarūpa-parichedo (ṭīka).

Penafsiran lanjutan

Kamma sebagai asal mula makhluk

Pada Abhiṇhapaccavekkhitabbaṭhānasutta, Aṅguttara Nikāya 5.57, Buddha menyampaikan bahwa di antara kelima hukum alam tersebut, perbuatan (kamma) sebagaimana diatur oleh hukum kepastian perbuatan (kammaniyāma) bertindak sebagai properti, warisan, asal mula, keluarga, dan perlindungan suatu makhluk.[13]

Keterhubungan hukum-hukum

Setiap hukum tidak berjalan sendiri, artinya satu hukum dapat bekerja bersamaan dengan hukum-hukum lainnya. Oleh karena kamma didefinisikan sebagai kesadaran baik (kusalacitta) atau kesadaran buruk (akusalacitta) dengan eksistensi faktor-mental (cetasika) kehendak (cetanā), maka kamma-niyāma yang mengatur kepastian perbuatan juga melibatkan citta-niyāma yang mengatur kesadaran terciptanya perbuatan.

Dengan begitu, Buddhisme tidak setuju bahwa suatu kejadian disebabkan hanya karena satu hal. Misalnya, ketika manusia sudah semakin jahat dan tidak menyayangi alam (diatur oleh kamma-niyāma), maka akan terjadi perubahan pada alam seperti perubahan suhu (diatur oleh utu-niyāma), tumbuhan mati (diatur oleh bija-niyāma), dan ketidaktenangan batin (diatur oleh citta-niyāma).

Referensi

  1. ^ Hansen, Upa. Sasanasena Seng (September 2008). Ikhtisar Ajaran Buddha. Yogyakata: Insight Vidyasena Production. 
  2. ^ Nasiman, Nurwito (2017). Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 175. ISBN 978-602-427-074-2. 
  3. ^ Nasiman, Nurwito (2017). Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 176. ISBN 978-602-427-074-2. 
  4. ^ Manuals of Buddhism. Bangkok: Mahamakut Press 1978. Niyama-Dipani was trans. (from Pāli) by Beni M. Barua, rev. and ed. C.A.F. Rhys Davids, n.d.
  5. ^ Buddhism: a study of the Buddhist norm London: Williams and Norgate 1912, pp.118–9.. Reprint by Read Books, 2007, Books.Google.com
  6. ^ Padmasiri De Silva, Environmental philosophy and ethics in Buddhism. Macmillan, 1998, page 41. Books.Google.com
  7. ^ Niyama-Dipani (online see below)
  8. ^ The Three Jewels Windhorse 1977 (originally published 1967) Windhorse pp.69–70; and in the lecture ‘Karma and Rebirth’, in edited form in Who is the Buddha? Windhorse 1994, pp.105–8.
  9. ^ Kheminda, Ashin (2020). Kamma: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Jakarta: Dhammavihari Buddhist Studies. hlm. 46. 
  10. ^ Aṭṭhasālinī: Buddhaghosa’s Commentary on the Dhammasaṅgani. ed. E. Muller, PTS 1979 (orig. 1897) p.272, para. 562; trans. Pe Maung Tin as The Expositor PTS London 1921 vol.II p.360.
  11. ^ Sumaṅgala-Vilāsinī, Buddhaghosa’s Commentary on the Dīgha Nikāya. ed. W. Stede PTS 1931 p.432.
  12. ^ Abhidhammāvatāra in Buddhadatta’s Manuals. ed. AP Buddhadatta PTS 1980 (orig. 1915) p.54.
  13. ^ Anggara, Indra. "AN 5.57: Abhiṇhapaccavekkhitabbaṭhānasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2023-06-26.