Lompat ke isi

Kekristenan di Myanmar: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di \[\[Abad +pada [[Abad , -di \[\[abad +pada [[abad , -Di \[\[abad +Pada [[abad, -Di \[\[Abad +Pada [[Abad)
k Kristen
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Burma en.png|thumb|Wilayah-wilayah di Burma]]
[[Berkas:Burma en.png|jmpl|Wilayah-wilayah di Burma]]
'''Kekristenan di Myanmar''' adalah merunut sejarah agama [[Kristen]] di [[Myanmar]]. Agama Kristen di Myanmar pertama kali dibawa oleh para tentara, pedagang, dan beberapa penjelajah pada [[abad ke-16]].<ref name="Khai">{{en}} Chin Khua Khai. 2003. The Cross Among Pagodas: A History of the Assemblies of God in Myanmar. Philippines: APTS Press. Hlm. 36.</ref> Pada tahun [[1511]], di bawah pimpinan Albuquerque, [[Portugis]] berhasil menduduki [[Malaka]] dan mengirimkan beberapa utusan untuk melakukan investigasi ke Moktama dan [[Pegu]].<ref name="Khai"/> Pada tahun [[1519]], seorang pedagang Portugis bernama Antonio Correa menandatangani perjanjian dagang dengan pemimpin Moktama.<ref name="Khai"/> Akibat dari perjanjian dagang tersebut adalah sebanyak 700 pedagang dan tentara [[Portugis]] terus berdatangan ke Myanmar (yang pada saat itu masih bernama [[Burma]]) sejak tahun 1540 dan banyak di antara mereka yang beragama [[Katolik]].<ref name="Khai"/>
'''Kekristenan di Myanmar''' adalah merunut sejarah agama [[Kristen]] di [[Myanmar]]. Agama Kristen di Myanmar pertama kali dibawa oleh para tentara, pedagang, dan beberapa penjelajah pada [[abad ke-16]].<ref name="Khai">{{en}} Chin Khua Khai. 2003. The Cross Among Pagodas: A History of the Assemblies of God in Myanmar. Philippines: APTS Press. Hlm. 36.</ref> Pada tahun [[1511]], di bawah pimpinan Albuquerque, [[Portugis]] berhasil menduduki [[Malaka]] dan mengirimkan beberapa utusan untuk melakukan investigasi ke Moktama dan [[Pegu]].<ref name="Khai"/> Pada tahun [[1519]], seorang pedagang Portugis bernama Antonio Correa menandatangani perjanjian dagang dengan pemimpin Moktama.<ref name="Khai"/> Akibat dari perjanjian dagang tersebut adalah sebanyak 700 pedagang dan tentara [[Portugis]] terus berdatangan ke Myanmar (yang pada saat itu masih bernama [[Burma]]) sejak tahun 1540 dan banyak di antara mereka yang beragama [[Katolik]].<ref name="Khai"/>


Baris 5: Baris 5:
Pekabaran [[Injil]] oleh [[misionaris]] pertama kali dilakukan pada tahun [[1554]].<ref name="Khai"/> Pekabaran Injil pada saat itu dilakukan oleh seorang [[pastor]] [[Fransiskan]] dari [[Prancis]] dan dua orang rahib [[Dominikan]] yang tiba di Burma untuk melayani para pedagang dan tentara yang berada di sana.<ref name="Hackett">{{en}}William D. Hackett. Burma dalam Donald E. Hoke. 1975. The Church in Asia. Chicago: Moody Press. hlm. 123.</ref> Kegiatan misi yang dilakukan oleh pastor dan dua orang rahib tersebut tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Portugis.<ref name="Hackett"/> Pada akhirnya, pastor dan rahib tersebut meninggalkan Burma setelah tiga tahun melakukan pelayanan di sana.<ref name="Khai"/>
Pekabaran [[Injil]] oleh [[misionaris]] pertama kali dilakukan pada tahun [[1554]].<ref name="Khai"/> Pekabaran Injil pada saat itu dilakukan oleh seorang [[pastor]] [[Fransiskan]] dari [[Prancis]] dan dua orang rahib [[Dominikan]] yang tiba di Burma untuk melayani para pedagang dan tentara yang berada di sana.<ref name="Hackett">{{en}}William D. Hackett. Burma dalam Donald E. Hoke. 1975. The Church in Asia. Chicago: Moody Press. hlm. 123.</ref> Kegiatan misi yang dilakukan oleh pastor dan dua orang rahib tersebut tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Portugis.<ref name="Hackett"/> Pada akhirnya, pastor dan rahib tersebut meninggalkan Burma setelah tiga tahun melakukan pelayanan di sana.<ref name="Khai"/>


Pada tahun [[1602]], Raja Minyazagyi dari Bago mengizinkan Felipe de Brito Necote, seorang penjelajah dan pemimpin pasukan Portugis, untuk mendirikan benteng di Siriam.<ref name="Khai"/> Sekalipun kekuasaan de Brito semakin bertumbuh, pada tahun [[1613]] ia dijatuhi hukuman mati oleh Raja Annaukpetlun dari Ava karena telah menghancurkan [[pagoda]] dan memaksa para penganut agama [[Budha]] untuk menganut agama Kristen.<ref name="Khai"/> Raja Annaukpetlun kemudian membawa 400 tentara Portugis yang menjadi tawanan tersebut untuk membangun istana.<ref name="Hackett"/> Mereka semua tinggal di desa-desa di antara Chindwin dan sungai Mu serta menikahi perempuan-perempuan pribumi sehingga dihasilkanlah ras campuran Portugis-Burma yang disebut ''Bayingyi'' atau ''Feringyi''.<ref name="Ruck">{{id}}Anne Ruck. 1997. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 197-200.</ref> Raja Annaukpetlun memberikan lahan-lahan pertanian untuk diolah dan mengizinkan dua orang pastor [[Yesuit]] untuk melayani di komunitas ''Bayingyi'' tersebut (Hackett 1975, 123).<ref name="Khai"/>
Pada tahun [[1602]], Raja Minyazagyi dari Bago mengizinkan [[Filipe de Brito e Nicote]], seorang penjelajah dan pemimpin pasukan Portugis, untuk mendirikan benteng di Siriam.<ref name="Khai"/> Sekalipun kekuasaan de Brito semakin bertumbuh, pada tahun [[1613]] ia dijatuhi hukuman mati oleh Raja Annaukpetlun dari Ava karena telah menghancurkan [[pagoda]] dan memaksa para penganut agama [[Budha]] untuk menganut agama Kristen.<ref name="Khai"/> Raja Annaukpetlun kemudian membawa 400 tentara Portugis yang menjadi tawanan tersebut untuk membangun istana.<ref name="Hackett"/> Mereka semua tinggal di desa-desa di antara Chindwin dan sungai Mu serta menikahi perempuan-perempuan pribumi sehingga dihasilkanlah ras campuran Portugis-Burma yang disebut ''Bayingyi'' atau ''Feringyi''.<ref name="Ruck">{{id}}Anne Ruck. 1997. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 197-200.</ref> Raja Annaukpetlun memberikan lahan-lahan pertanian untuk diolah dan mengizinkan dua orang pastor [[Yesuit]] untuk melayani di komunitas ''Bayingyi'' tersebut (Hackett 1975, 123).<ref name="Khai"/>


Pada tahun [[1630]], Sebastian Manrique, seorang rahib dari ordo Agustinian datang ke Mrohang (ibu kota Rakhaing) dan menghabiskan waktu lima tahun di sana.<ref name="Khai"/> Selama lima tahun tersebut tidak ada hasil dari karya pelayanannya di sana.<ref name="Khai"/> Pada tahun [[1687]], dua orang imam dari ''Society de Mission Etrengeres'' di [[Paris]] datang ke Bago (Pegu) tetapi pada tahun [[1693]] mereka ditangkap dan dilemparkan ke sungai Hlaing.<ref name="Ruck"/>
Pada tahun [[1630]], Sebastian Manrique, seorang rahib dari ordo Agustinian datang ke Mrohang (ibu kota Rakhaing) dan menghabiskan waktu lima tahun di sana.<ref name="Khai"/> Selama lima tahun tersebut tidak ada hasil dari karya pelayanannya di sana.<ref name="Khai"/> Pada tahun [[1687]], dua orang imam dari ''Society de Mission Etrengeres'' di [[Paris]] datang ke Bago (Pegu) tetapi pada tahun [[1693]] mereka ditangkap dan dilemparkan ke sungai Hlaing.<ref name="Ruck"/>

Pada tahun [[1721]] dikirimlah Romo Sigismond de Calchi dan Romo Vittoni ke Syriam.<ref name="Hackett"/> Raja Taninganwe dari Ava memberikan mereka izin untuk memberitakan [[Injil]] secara bebas dan mendirikan kapel di ibu kota Ava.<ref name="Hackett"/> Selain [[kapel]], sebuah [[gereja]] juga didirikan di Pegu dan misionaris yang berdatangan pun semakin banyak jumlahnya.<ref name="Hackett"/> Pada tahun [[1741]], [[Paus Benediktus XIV]] mengangkat Romo Gallizia menjadi [[uskup]] pertama di [[Yangon]], Burma.<ref name="Khai"/>
Pada tahun [[1721]] dikirimlah Romo Sigismond de Calchi dan Romo Vittoni ke Syriam.<ref name="Hackett"/> Raja Taninganwe dari Ava memberikan mereka izin untuk memberitakan [[Injil]] secara bebas dan mendirikan kapel di ibu kota Ava.<ref name="Hackett"/> Selain [[kapel]], sebuah [[gereja]] juga didirikan di Pegu dan misionaris yang berdatangan pun semakin banyak jumlahnya.<ref name="Hackett"/> Pada tahun [[1741]], [[Paus Benediktus XIV]] mengangkat Romo Gallizia menjadi [[uskup]] pertama di [[Yangon]], Burma.<ref name="Khai"/>


Baris 14: Baris 14:
{{reflist}}
{{reflist}}
{{Topik Asia|Kekristenan di}}
{{Topik Asia|Kekristenan di}}
{{katolik-stub}}
{{kristen-stub}}


[[Kategori:Sejarah Myanmar]]
[[Kategori:Sejarah Myanmar]]
[[Kategori:Kristen menurut negara|Myanmar]]
[[Kategori:Kekristenan menurut negara|Myanmar]]

Revisi terkini sejak 31 Mei 2023 06.47

Wilayah-wilayah di Burma

Kekristenan di Myanmar adalah merunut sejarah agama Kristen di Myanmar. Agama Kristen di Myanmar pertama kali dibawa oleh para tentara, pedagang, dan beberapa penjelajah pada abad ke-16.[1] Pada tahun 1511, di bawah pimpinan Albuquerque, Portugis berhasil menduduki Malaka dan mengirimkan beberapa utusan untuk melakukan investigasi ke Moktama dan Pegu.[1] Pada tahun 1519, seorang pedagang Portugis bernama Antonio Correa menandatangani perjanjian dagang dengan pemimpin Moktama.[1] Akibat dari perjanjian dagang tersebut adalah sebanyak 700 pedagang dan tentara Portugis terus berdatangan ke Myanmar (yang pada saat itu masih bernama Burma) sejak tahun 1540 dan banyak di antara mereka yang beragama Katolik.[1]

Pekabaran Injil oleh para Misionaris[sunting | sunting sumber]

Pekabaran Injil oleh misionaris pertama kali dilakukan pada tahun 1554.[1] Pekabaran Injil pada saat itu dilakukan oleh seorang pastor Fransiskan dari Prancis dan dua orang rahib Dominikan yang tiba di Burma untuk melayani para pedagang dan tentara yang berada di sana.[2] Kegiatan misi yang dilakukan oleh pastor dan dua orang rahib tersebut tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Portugis.[2] Pada akhirnya, pastor dan rahib tersebut meninggalkan Burma setelah tiga tahun melakukan pelayanan di sana.[1]

Pada tahun 1602, Raja Minyazagyi dari Bago mengizinkan Filipe de Brito e Nicote, seorang penjelajah dan pemimpin pasukan Portugis, untuk mendirikan benteng di Siriam.[1] Sekalipun kekuasaan de Brito semakin bertumbuh, pada tahun 1613 ia dijatuhi hukuman mati oleh Raja Annaukpetlun dari Ava karena telah menghancurkan pagoda dan memaksa para penganut agama Budha untuk menganut agama Kristen.[1] Raja Annaukpetlun kemudian membawa 400 tentara Portugis yang menjadi tawanan tersebut untuk membangun istana.[2] Mereka semua tinggal di desa-desa di antara Chindwin dan sungai Mu serta menikahi perempuan-perempuan pribumi sehingga dihasilkanlah ras campuran Portugis-Burma yang disebut Bayingyi atau Feringyi.[3] Raja Annaukpetlun memberikan lahan-lahan pertanian untuk diolah dan mengizinkan dua orang pastor Yesuit untuk melayani di komunitas Bayingyi tersebut (Hackett 1975, 123).[1]

Pada tahun 1630, Sebastian Manrique, seorang rahib dari ordo Agustinian datang ke Mrohang (ibu kota Rakhaing) dan menghabiskan waktu lima tahun di sana.[1] Selama lima tahun tersebut tidak ada hasil dari karya pelayanannya di sana.[1] Pada tahun 1687, dua orang imam dari Society de Mission Etrengeres di Paris datang ke Bago (Pegu) tetapi pada tahun 1693 mereka ditangkap dan dilemparkan ke sungai Hlaing.[3]

Pada tahun 1721 dikirimlah Romo Sigismond de Calchi dan Romo Vittoni ke Syriam.[2] Raja Taninganwe dari Ava memberikan mereka izin untuk memberitakan Injil secara bebas dan mendirikan kapel di ibu kota Ava.[2] Selain kapel, sebuah gereja juga didirikan di Pegu dan misionaris yang berdatangan pun semakin banyak jumlahnya.[2] Pada tahun 1741, Paus Benediktus XIV mengangkat Romo Gallizia menjadi uskup pertama di Yangon, Burma.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l (Inggris) Chin Khua Khai. 2003. The Cross Among Pagodas: A History of the Assemblies of God in Myanmar. Philippines: APTS Press. Hlm. 36.
  2. ^ a b c d e f (Inggris)William D. Hackett. Burma dalam Donald E. Hoke. 1975. The Church in Asia. Chicago: Moody Press. hlm. 123.
  3. ^ a b (Indonesia)Anne Ruck. 1997. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 197-200.