Lompat ke isi

Pathet: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 3 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 11975105 oleh AABot
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
k Menghapus Kategori:Seni; Menambah Kategori:Gamelan menggunakan HotCat
 
(14 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Pathet''' merupakan pengaturan nada [[gamelan]] atau [[musik]] [[tradisional]] [[Jawa]]. <ref name="murti"> {{cite book|title=Teori Pedalangan|author=Bambang Murtiyoso, dkk|publisher=ISI Surakarta|year=2007|location=Surakarta|isbn=979-8217-60-8}} </ref> Pathet berlaku dalam laras gamelan [[pelog]] maupun [[slendro]]. <ref name="jaya"> {{cite book|title=Music in Java|author=R.M. Jayadipura|publisher=The Hague|year=1949}} </ref> Pathet memberikan keindahan dan [[harmonisasi]] pukulan gamelan.<ref name="jaya"/> Setiap pathet memiliki urutan nada tersendiri yang berbeda satu dengan yang lain.<ref name="jaya"/> Dalam pentas pewayangan pathet memberikan tanda waktu dan adegan yang sedang berlangsung.<ref name="anonim"> {{cite book|title=Wayang Asal Usul dan Jenisnya|author=Anonim|publisher=Dahara Prize|year=1985|location=Semarang}} </ref> Pembatasan nada beserta pengaturannya mengandung makna filosofis dalam budaya Jawa terutama dalam pementasan wayang. <ref name="jennifer"> {{cite book|title=Javanese Gamelan|author=Jennifer Lindsay|year=1992|page=39-41|ISBN=0-19-588582-1}} </ref> Dalam pertunjukan wayang di Surakarta secara umum dikenal tiga pathet yaitu, ''nem'', ''sanga'', dan ''manyura''.<ref name="pwdi"> {{cite web|url=http://pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=145:konsep-garap-sulukan-dalam-tradisi-pedalangan-gaya-surakarta-sebuah-tawaran&catid=66:makalah&Itemid=180|title=Konsep Garap Sulukan Dalam Tradisi Pedalangan Gaya Surakarta Sebuah Tawaran|author=Harijadi Tri Putranto|year=2011|publisher=Pusat Data Wayang Indonesia|accessdate=8 Mei 2014}} </ref>
'''Pathet''' adalah pengaturan nada [[gamelan]] atau [[musik]] [[tradisional]] [[Jawa]].<ref name="murti"> {{cite book|title=Teori Pedalangan|author=Bambang Murtiyoso, dkk|publisher=ISI Surakarta|year=2007|location=Surakarta|isbn=979-8217-60-8}} </ref> Pathet berlaku dalam laras gamelan [[pelog]] maupun [[slendro]].<ref name="jaya"> {{cite book|title=Music in Java|author=R.M. Jayadipura|publisher=The Hague|year=1949}} </ref> Pathet memberikan keindahan dan [[harmonisasi]] pukulan gamelan.<ref name="jaya"/> Setiap pathet memiliki urutan nada tersendiri yang berbeda satu dengan yang lain.<ref name="jaya"/> Dalam pentas pewayangan pathet memberikan tanda waktu dan adegan yang sedang berlangsung.<ref name="anonim"> {{cite book|title=Wayang Asal Usul dan Jenisnya|author=Anonim|publisher=Dahara Prize|year=1985|location=Semarang}} </ref> Pembatasan nada beserta pengaturannya mengandung makna filosofis dalam budaya Jawa terutama dalam pementasan wayang.<ref name="jennifer"> {{cite book|title=Javanese Gamelan|url=https://archive.org/details/javanesegamelant0000lind|author=Jennifer Lindsay|year=1992|page=[https://archive.org/details/javanesegamelant0000lind/page/39 39]-41|ISBN=0-19-588582-1}} </ref> Dalam pertunjukan wayang di Surakarta secara umum dikenal tiga pathet yaitu, ''nem'', ''sanga'', dan ''manyura''.<ref name="pwdi">{{cite web|url=http://pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=145:konsep-garap-sulukan-dalam-tradisi-pedalangan-gaya-surakarta-sebuah-tawaran&catid=66:makalah&Itemid=180|title=Konsep Garap Sulukan Dalam Tradisi Pedalangan Gaya Surakarta Sebuah Tawaran|author=Harijadi Tri Putranto|year=2011|publisher=Pusat Data Wayang Indonesia|accessdate=8 Mei 2014|archive-date=2014-05-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20140508223628/http://pdwi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=145:konsep-garap-sulukan-dalam-tradisi-pedalangan-gaya-surakarta-sebuah-tawaran&catid=66:makalah&Itemid=180|dead-url=yes}}</ref>
[[Berkas:Traditional indonesian instrument being played at the indonesian embassy.jpg|thumb|250px|right|Seorang penabuh gamelan selalu mengikuti aturan pathet]]
[[Berkas:Traditional indonesian instrument being played at the indonesian embassy.jpg|jmpl|250px|ka|Seorang penabuh gamelan selalu mengikuti aturan pathet]]


== Jenis dan Penggunaan Pathet ==
== Jenis dan Penggunaan Pathet ==
Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk [[laras]] pelog dan slendro.<ref name="murti"/> Adapun jenis pathet dalam laras slendro adalah sebagai berikut:<ref name="jaya"/>
Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk [[laras]] pelog dan slendro.<ref name="murti"/> Adapun jenis pathet dalam laras slendro adalah sebagai berikut:<ref name="jaya"/>
* Slendra
* Slendro
** Nem: 6-5-3-2
** Nem: 6-5-3-2
** Sanga: 2-1-6-5
** Sanga: 2-1-6-5
** Manyura: 3-2-1-6
** Manyura: 3-2-1-6
Sementara pathet untuk laras slendro adalah sebagai berikut :<ref name="jaya"/>
Sementara pathet untuk laras pelog adalah sebagai berikut :<ref name="jaya"/>
* Pélog
* Pélog
** Lima: 5-4-2-1 (lama) atau 5-3-2-1 (baru)
** Lima: 5-4-2-1 (lama) atau 5-3-2-1 (baru)
Baris 18: Baris 18:


== Pathet dan Seni Pedalangan ==
== Pathet dan Seni Pedalangan ==
Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur [[drama]]tis [[musikal]] semakin menanjak.<ref name=murti/> Pathet nem menempati posisi paling rendah, pathet sanga berada di tengah, dan pathet manyura berada di posisi yang paling tinggi.<ref name=murti/> Pathet nem mendukung adegan-adegan awal yang merupakan pengenalan.<ref name=murti/> Kemudian adegan-adegan perumitan masalah diiringi dengan musik-musik pathet sanga. Pathet manyura mengiringi adegan-adegan [[klimaks]] sampai pada penyelesaian masalah.<ref name=murti/> Maka hubungan antara pathet dan seni pedalangan adalah membangun alur dramatik cerita dalam pewayangan.<ref name=murti/>
Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur [[drama]]tis [[musikal]] semakin menanjak.<ref name=murti/> Pathet nem menempati posisi paling rendah, pathet sanga berada di tengah, dan pathet manyura berada di posisi yang paling tinggi.<ref name=murti/> Pathet nem mendukung adegan-adegan awal yang merupakan pengenalan.<ref name=murti/> Kemudian adegan-adegan perumitan masalah diiringi dengan musik-musik pathet sanga. Pathet manyura mengiringi adegan-adegan [[klimaks]] sampai pada penyelesaian masalah.<ref name=murti/> Maka hubungan antara pathet dan seni pedalangan adalah membangun alur dramatik cerita dalam pewayangan.<ref name=murti/>


Pathet juga menyesuaikan dengan [[percapakan]]-percakapan tokoh.<ref name=murti/> Pathet nem sebagai pengiring adegana awal mengiringi adegan-adegan perkenalan.<ref name=murti/> Maka [[tempo]] dan pukulan pun cenderung lebih pelan. Sementara dalam adegan-adegan perumitan masalah dengan [[dialog]] yang lebih sedikit, tempo mulai menanjak pada pathet sanga.<ref name=murti/> Adegan perang dan klimaks lebih sedikit lagi dialog yang digunakan maka tempo semakin cepat lagi.<ref name=murti/> Penurunan tempo mulai nampak dalam adegan-adegan penyelesaian konflik, karena mulai muncul banyak dialog.<ref name=murti/> Penurunan tempo ditandai dengan peralihan dari pathet sanga ke manyura.<ref name=murti/>
Pathet juga menyesuaikan dengan [[percapakan]]-percakapan tokoh.<ref name=murti/> Pathet nem sebagai pengiring adegana awal mengiringi adegan-adegan perkenalan.<ref name=murti/> Maka [[tempo]] dan pukulan pun cenderung lebih pelan. Sementara dalam adegan-adegan perumitan masalah dengan [[dialog]] yang lebih sedikit, tempo mulai menanjak pada pathet sanga.<ref name=murti/> Adegan perang dan klimaks lebih sedikit lagi dialog yang digunakan maka tempo semakin cepat lagi.<ref name=murti/> Penurunan tempo mulai tampak dalam adegan-adegan penyelesaian konflik, karena mulai muncul banyak dialog.<ref name=murti/> Penurunan tempo ditandai dengan peralihan dari pathet sanga ke manyura.<ref name=murti/>


== Rujukan ==
== Rujukan ==
{{reflist}}
{{reflist}}{{Gamelan}}

[[Kategori:Wayang]]
[[Kategori:Wayang]]
[[Kategori:Seni]]
[[Kategori:Gamelan]]

Revisi terkini sejak 4 Mei 2024 15.26

Pathet adalah pengaturan nada gamelan atau musik tradisional Jawa.[1] Pathet berlaku dalam laras gamelan pelog maupun slendro.[2] Pathet memberikan keindahan dan harmonisasi pukulan gamelan.[2] Setiap pathet memiliki urutan nada tersendiri yang berbeda satu dengan yang lain.[2] Dalam pentas pewayangan pathet memberikan tanda waktu dan adegan yang sedang berlangsung.[3] Pembatasan nada beserta pengaturannya mengandung makna filosofis dalam budaya Jawa terutama dalam pementasan wayang.[4] Dalam pertunjukan wayang di Surakarta secara umum dikenal tiga pathet yaitu, nem, sanga, dan manyura.[5]

Seorang penabuh gamelan selalu mengikuti aturan pathet

Jenis dan Penggunaan Pathet

[sunting | sunting sumber]

Menurut jenisnya, secara umum terdapat beberapa pathet untuk laras pelog dan slendro.[1] Adapun jenis pathet dalam laras slendro adalah sebagai berikut:[2]

  • Slendro
    • Nem: 6-5-3-2
    • Sanga: 2-1-6-5
    • Manyura: 3-2-1-6

Sementara pathet untuk laras pelog adalah sebagai berikut :[2]

  • Pélog
    • Lima: 5-4-2-1 (lama) atau 5-3-2-1 (baru)
    • Nem: 2-1-6-5
    • Barang: 3-2-7-6
    • Manyura: 3-2-1-6

Setiap pathet menjadi tanda waktu sebuah pertunjukan wayang sedang berlangsung.[3] Pathet nem dipakai untuk membuka pertunjukan wayang yang dimulai pukul 21.00.[3] Pathet nem mengirigi adegan istana sampai dengan adegan perang pada pukul 24.00[3] Setelah adegan perang sampai adegan pertapaan digunakan pathet sanga.[3] Pathet sanga berakhir pada pukul 03.00.[3] Pertunjukan wayang diakhiri dengan pathet Manyura.[3]

Pathet dan Seni Pedalangan

[sunting | sunting sumber]

Penyajian iringan dan instrumen gamelan secara berurutan dari pathet nem, sanga, dan manyura membentuk sebuah alur dramatis musikal semakin menanjak.[1] Pathet nem menempati posisi paling rendah, pathet sanga berada di tengah, dan pathet manyura berada di posisi yang paling tinggi.[1] Pathet nem mendukung adegan-adegan awal yang merupakan pengenalan.[1] Kemudian adegan-adegan perumitan masalah diiringi dengan musik-musik pathet sanga. Pathet manyura mengiringi adegan-adegan klimaks sampai pada penyelesaian masalah.[1] Maka hubungan antara pathet dan seni pedalangan adalah membangun alur dramatik cerita dalam pewayangan.[1]

Pathet juga menyesuaikan dengan percapakan-percakapan tokoh.[1] Pathet nem sebagai pengiring adegana awal mengiringi adegan-adegan perkenalan.[1] Maka tempo dan pukulan pun cenderung lebih pelan. Sementara dalam adegan-adegan perumitan masalah dengan dialog yang lebih sedikit, tempo mulai menanjak pada pathet sanga.[1] Adegan perang dan klimaks lebih sedikit lagi dialog yang digunakan maka tempo semakin cepat lagi.[1] Penurunan tempo mulai tampak dalam adegan-adegan penyelesaian konflik, karena mulai muncul banyak dialog.[1] Penurunan tempo ditandai dengan peralihan dari pathet sanga ke manyura.[1]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Bambang Murtiyoso, dkk (2007). Teori Pedalangan. Surakarta: ISI Surakarta. ISBN 979-8217-60-8. 
  2. ^ a b c d e R.M. Jayadipura (1949). Music in Java. The Hague. 
  3. ^ a b c d e f g Anonim (1985). Wayang Asal Usul dan Jenisnya. Semarang: Dahara Prize. 
  4. ^ Jennifer Lindsay (1992). Javanese Gamelan. hlm. 39-41. ISBN 0-19-588582-1. 
  5. ^ Harijadi Tri Putranto (2011). "Konsep Garap Sulukan Dalam Tradisi Pedalangan Gaya Surakarta Sebuah Tawaran". Pusat Data Wayang Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-08. Diakses tanggal 8 Mei 2014.