Lompat ke isi

Makam Kuno Islam Nepo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Makam di Indonesia menggunakan HotCat
k merapikan tulisan dan referensi
 
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Makam Kuno Islam Nepo''' terletak di Desa [[Nepo, Mallusetasi, Barru|Nepo]], Kecamatan [[Mallusetasi, Barru|Mallusetasi]], [[Kabupaten Barru]], [[Sulawesi Selatan]]. Secara historis Nepo tumbuh menjadi sebuah [[kerajaan]] persatuan yang terdiri atas sejumlah [[wanua]]. Dalam perkembangannya menerima pengaruh [[politik]] dari beberapa kerajaan besar di Sulawesi Selatan seperti; [[Kesultanan Bone]], [[Kedatuan Suppa]], [[Kesultanan Soppeng]], [[Kedatuan Sidenreng]], [[Kesultanan Gowa]] dan [[Kedatuan Luwu]]. Dalam naskah [[Aksara Lontara|lontara]] disebutkan bahwa penyatuan [[Kerajaan Nepo]] tersebut ditandai dengan mengangkat pemimpin pertamanya sebagai raja (arung) bernama Labonggo, putra bangsawan dari [[Kedatuan Suppa|Kerajaan Suppa]]. Dari sumber tertulis maupun secara lisan, Kerajaan Nepo dan Kerajaan Tanete diketahui pernah menjadi kerajaan yang tangguh di wilayah Mallusetasi, tetapi pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan persatuan kerajaan-kerajaan [[Ajatappareng]] sebagai kerajaan tetangga yang terletak di sebelah utaranya. Makam raja-raja Nepo berdasarkan tahun [[Kalender Hijriyah|Hijriayh]] sudah berusia sekitar 122 tahun (1897–2019), dengan ciri makam tersendiri yaitu adanya [[nisan]] dipasang pada bagian tengahnya atau pada bagian kepala yang dimakamkan, sehingga nisan tersebut memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting. Arti penting dari pemakaian nisan tersebut tidak terlepas dari pengaruh tradisi [[megalit]]. Makam yang mendapat pengaruh megalitik memiliki unsur-unsur tradisi megalitik yang tertuang dalam pahatan dan bangunan sakral, memakai batu alam menyerupai [[Menhir Mahat|menhir]] atau bentuk patung yang sederhana. Keadaan tersebut mencerminkan berlangsungnya tradisi megalitik dalam masyarakat saat itu. Bentuk makam yang berbeda pada setiap kelompok budaya adalah karena kemampuan menyerap pengaruh budaya yang berbeda. Hal ini pula dipengaruhi dari kondisi geografis dengan daerah pesisir lebih berkembang dibandingkan dengan daerah pedalaman. Pemahaman tentang tradisi [[Megalit|megalitik]] pada setiap lokasi memiliki arti yang sama yaitu menganggap pentingnya arti hubungan antara yang hidup dengan yang mati.<ref>{{Cite book|last=Duli, A., dkk.|first=|year=2013|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7794/1/MONUMEN%20ISLAM%20DI%20SULAWESI%20SELATAN.pdf|title=Monumen Islam di Sulawesi Selatan|location=Makassar|publisher=Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar|isbn=978-602-8405-50-8|pages=129-130|url-status=live}}</ref>
Makam Kuno Islam Nepo terletak di Desa Nepo. [[kabupaten Barru]] Sulawesi Selatan.

Secara historis Nepo tumbuh menjadi sebuah kerajaan unifikasi atas sejumlah wanua-wanua. Akan tetapi dalam perkembangannya Nepo mengalami dialektika politik dengan beberapa kerajaan besar di Sulawesi Selatan seperti; Bone, Suppa’Soppeng, Sidenreng, Gowa dan Luwu.

Dalam naskah [[Aksara Lontara|lontara]] disebutkan bahwa unifikasi Nepo tersebut ditandai dengan mengangkat pemimpin pertamanya sebagai raja (arung) bernama Labonggo, putra bangsawan dari kerajaan Suppa’.Dari sumber tertulis maupun secara lisan menceritakan bahwa Nepo dan Kerajaan Tanete pernah menjadi kerajaan yang tangguh di wilayah Mallusetasi, walaupun belum setangguh dengan kerajaan Lima [[Ajatappareng|Ajatapparang]] sebagai kerajaan tetangga yang terletak disebelah utaranya.

Makam raja-raja Nepo berdasarkan tahun Hijriah sudah berusia sekitar 122 tahun ( 1897 – 2019), dengan ciri makam tersendiri yaitu adanya nisan dipasang pada bagian tengahnya atau pada bagian kepala yang dimakamkan, sehingga nisan tersebut memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting. Arti penting dari pemakaian nisan tersebut tidak terlepas dari pengaruh tradisi [[Megalit|megalkitik]].

Makam yang mendapat pengaruh megalitik memiliki unsur-unsur tradisi megalitik yang tertuang dalam pahatan dan bangunan sakral, memakai batu alam menyerupai [[Menhir Mahat|menhir]] atau bentuk patung yang sederhana. Keadaan tersebut mencerminkan berlangsungnya tradisi megalitik dalam masyarakat saat itu.

Bentuk makam yang berbeda pada setiap kelompok budaya adalah karena kemampuan menyerap pengaruh budaya yang berbeda. Hal ini pula dipengaruhi dari kodisi geograis. Dimana daerah pesisir lebih dinamis dari pada daerah pedalaman. Walaupun demikian, pemahaman tentang tradisi megalitik pada setiap lokasi memiliki arti yang sama yaitu menganggap pentingnya arti hubungan antara yang hidup dengan yang mati<ref>{{Cite book|title=Monumen Islam di Sulawesi Selatan|last=Effendy|first=Muslimin|publisher=Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar|year=2013|isbn=978-602-8405-50-8|location=Makassar|pages=129-130|url-status=live}}</ref>.

<br />


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />
<references />


[[Kategori:Masjid dan Makam]]
[[Kategori:Makam di Sulawesi Selatan]]
[[Kategori:Makam di Indonesia]]

Revisi terkini sejak 20 Februari 2021 21.23

Makam Kuno Islam Nepo terletak di Desa Nepo, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Secara historis Nepo tumbuh menjadi sebuah kerajaan persatuan yang terdiri atas sejumlah wanua. Dalam perkembangannya menerima pengaruh politik dari beberapa kerajaan besar di Sulawesi Selatan seperti; Kesultanan Bone, Kedatuan Suppa, Kesultanan Soppeng, Kedatuan Sidenreng, Kesultanan Gowa dan Kedatuan Luwu. Dalam naskah lontara disebutkan bahwa penyatuan Kerajaan Nepo tersebut ditandai dengan mengangkat pemimpin pertamanya sebagai raja (arung) bernama Labonggo, putra bangsawan dari Kerajaan Suppa. Dari sumber tertulis maupun secara lisan, Kerajaan Nepo dan Kerajaan Tanete diketahui pernah menjadi kerajaan yang tangguh di wilayah Mallusetasi, tetapi pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan persatuan kerajaan-kerajaan Ajatappareng sebagai kerajaan tetangga yang terletak di sebelah utaranya. Makam raja-raja Nepo berdasarkan tahun Hijriayh sudah berusia sekitar 122 tahun (1897–2019), dengan ciri makam tersendiri yaitu adanya nisan dipasang pada bagian tengahnya atau pada bagian kepala yang dimakamkan, sehingga nisan tersebut memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting. Arti penting dari pemakaian nisan tersebut tidak terlepas dari pengaruh tradisi megalit. Makam yang mendapat pengaruh megalitik memiliki unsur-unsur tradisi megalitik yang tertuang dalam pahatan dan bangunan sakral, memakai batu alam menyerupai menhir atau bentuk patung yang sederhana. Keadaan tersebut mencerminkan berlangsungnya tradisi megalitik dalam masyarakat saat itu. Bentuk makam yang berbeda pada setiap kelompok budaya adalah karena kemampuan menyerap pengaruh budaya yang berbeda. Hal ini pula dipengaruhi dari kondisi geografis dengan daerah pesisir lebih berkembang dibandingkan dengan daerah pedalaman. Pemahaman tentang tradisi megalitik pada setiap lokasi memiliki arti yang sama yaitu menganggap pentingnya arti hubungan antara yang hidup dengan yang mati.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Duli, A., dkk. (2013). Monumen Islam di Sulawesi Selatan (PDF). Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. hlm. 129–130. ISBN 978-602-8405-50-8.