Lompat ke isi

Suku Sambas: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mahendra1777 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k fix
 
(28 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{noref}}
{{ethnic group|
{{ethnic group|
|group=Urang Sambas<br>'''اورڠ سمبس'''
|group=Sambas
|native_name=Melayu Sambas
|image=
|image=
|image_caption=
|image_caption=
|popplace=[[Kalimantan Barat]]
|poptime= Kurang Lebih '''700.000''' jiwa <small>''di [[Indonesia]]''</small> (2017)
|pop=444.929 (2000)<ref name="SP 2000"/>
|popplace=[[Kabupaten Sambas|Sambas]] '''550.000 Jiwa'''{{br}} [[Singkawang]] '''100.000 Jiwa'''
|langs=[[Bahasa Melayu Sambas|Bahasa Melayu Sambas]]<br>[[Bahasa Indonesia]]
|langs=[[Bahasa Melayu Sambas|Melayu Sambas]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels=[[Islam]]
|rels=[[Islam Sunni]]
|related=[[Melayu Pontianak]]<br> [[Dayak]] (Kanayatn, Selako) }}
|related=[[Melayu Pontianak]]{{•}}[[Suku Iban|Iban]]{{•}}[[Suku Dayak Kanayatn|Dayak Kanayatn]]}}


'''Suku Sambas''' atau Melayu Sambas adalah penduduk asli [[Kalimantan Barat]] yang menempati sebagian besar wilayah [[Kabupaten Sambas]], [[Kabupaten Bengkayang]], [[Kota Singkawang]] dan Kabupaten Landak. Orang Sambas juga dapat di Temui di [[Kabupaten Mempawah]], lalu sebagian kecil di Provinsi [[Kepulauan Riau]] akibat migrasi Suku Sambas pada abad ke 19, dan [[Sarawak]] ([[Malaysia]]).<ref name="Ensiklopedi Suku Bangsa">{{cite book
'''Suku Sambas''' atau disebut juga '''Melayu Sambas''' adalah [[kelompok etnis]] [[Suku Melayu|Melayu]] yang mendiami pesisir [[Kalimantan Barat]]. Suku ini utamanya menempati sebagian besar wilayah [[Kabupaten Sambas]], [[Kabupaten Bengkayang]], [[Kota Singkawang]], dan sebagian [[Kabupaten Landak]]. Orang Sambas juga dapat ditemui di [[Kabupaten Mempawah]], serta [[Subi, Natuna|Pulau Subi]] di [[Kepulauan Riau]] karena migrasi suku Sambas pada abad ke-19, dan suku ini juga banyak ditemukan di [[Sarawak]], [[Malaysia]].<ref name="Ensiklopedi Suku Bangsa">{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=FbGECgAAQBAJ&pg=PA731&dq=SAMBAS,+MELAYU&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjI6Yf_nKrmAhWn6XMBHSjOAqsQ6AEIUzAH#v=onepage&q=SAMBAS%2C%20MELAYU&f=false|language=id|pages=731|first=M. Junus|last=Melalatoa|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z|year=1995|date=1 Januari 1995|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|location= Indonesia|isbn=}}</ref>
| url= https://books.google.co.id/books?id=FbGECgAAQBAJ&pg=PA731&dq=SAMBAS,+MELAYU&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjI6Yf_nKrmAhWn6XMBHSjOAqsQ6AEIUzAH#v=onepage&q=SAMBAS%2C%20MELAYU&f=false
| authorlink= M. Junus Melalatoa
| language= id
| pages= 731
| first= M. Junus
| last= Melalatoa
| title= Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z
| year= 1995
| date= 1 Januari 1995
| publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan
| location= Indonesia
| isbn=
}}</ref>


Berdasarkan sensus [[Badan Pusat Statistik]] RI pada tahun 2000, orang Sambas berjumlah 444.929 jiwa atau 0,22 % dari penduduk Indonesia pada saat itu.
Berdasarkan sensus [[Badan Pusat Statistik]] Indonesia pada tahun 2000, orang Sambas berjumlah 444.929 jiwa atau 0,22 % dari populasi penduduk Indonesia pada saat itu.<ref name="SP 2000">Sensus Penduduk Indonesia 2000</ref>


Secara administratif, Suku Sambas merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku pada sensus 1930. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "Dialek Sambas" meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa kesukuan yaitu bahasa Suku melayu Sambas.
Secara administratif, suku Sambas merupakan suku yang baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu pada sensus 1930. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "dialek Sambas" meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa yaitu [[bahasa Melayu Sambas]].


== Asal Usul ==
== Asal-usul ==
Pada awalnya Sambas bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah dan nama Kerajaan yang berada tepat di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil, sungai Subah dan sungai Teberau yang lebih dikenal dengan Muara Ulakan. Permasalahan Politik Penguasa dan Agama menjadi jurang pemisah antara keluarga besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi Masyarakat Melayu Muda. Hal-hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut dengan Dayak. Adat-istiadat lama Suku Sambas banyak kesamaan dengan adat-istiadat Suku Dayak rumpun Melayik misalnya: tumpang 1000, tepung tawar dan lainnya.
Pada awalnya, Sambas bukanlah nama suku akan tetapi merupakan nama wilayah dan kerajaan yang berada tepat di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau yang lebih dikenal sebagai Muara Ulakan. Permasalahan politik dan agama menjadi jurang pemisah antara kesatuan besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi masyarakat [[Melayu Muda]] dan menganut [[budaya Melayu]]. Hal-hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut sebagai "Dayak". Adat-istiadat lama suku Sambas ini memiliki banyak kesamaan dengan adat istiadat suku Dayak rumpun Melayik.


Perubahan Suku Sambas secara drastis setelah masuk Islam, hampir menghapus jejak asal muasalnya yaitu Suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan. Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih "beradab", membantu menghilangkan budaya Dayak pada Suku Sambas dengan cepat. Akibatnya orang lebih yakin Sambas adalah Melayu, padahal tidaklah demikian. Tentu saja segala hal dalam adat lawas dianggap syirik (bertentangan dengan agama) jadi harus dimusnahkan dan ditinggalkan.
Perubahan suku Sambas secara drastis setelah memeluk Islam, hampir menghapus jejak asal muasalnya sebagai suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan. Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih 'beradab', membantu menghilangkan kebudayaan Dayak pada masyarakat Sambas dengan cepat. Akibatnya, orang lebih mengenal Sambas sebagai Melayu.


Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal suku Sambas. Oleh karena itulah, suku Sambas akhirnya diklasifikasikan kedalam suku Melayu. Namun, berdasarkan kajian dengan pendekatan sejarah dan asal usul masyarakat yang sekarang disebut Melayu Sambas adalah hasil asimilasi beberapa suku bangsa di [[Nusantara]], yaitu yang sekarang disebut suku asli Sambas adalah asimilasi dari orang Melayu (datang dari [[Sumatra]] sekitar abad ke-5 hingga ke-9 M pada masa Kerajaan Malayu atau masa awal [[Sriwijaya]]), orang Dayak (penduduk lebih awal yang secara turun temurun sebelumnya telah mendiami sungai Sambas dan wilayah sekitarnya), [[orang Jawa]] (serombongan besar bangsawan [[Majapahit]] keturunan [[Wikramawardhana]] bersama para pengikutnya yang melarikan diri secara bersamaan dari Majapahit karena perang sesama Bangsawan di Majapahit pada awal abad ke-15 M yang kemudian mendirikan sebuah panembahan di wilayah sungai Sambas), dan [[orang Bugis]] (para Nakhoda dan pembuat kapal bersama keluarganya dari selatan [[Sulawesi]] yang kemudian membentuk sebuah perkampungan Bugis yang bekerja untuk sultan Sambas pada masa awal dan pertengahan Kesultanan Sambas).<ref>[https://repository.ugm.ac.id/273529/1/Melayu-Sambas-Rizal%2520%2520Mustansyir-complete.pdf Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Sambas Dalam Tinjauan Filosofis]</ref>
Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal Suku Sambas. Membuat hasil penelitian terlihat ambigu bahkan samar. Oleh karena itulah Suku Sambas diklasifikasikan ke dalam suku Dayak berbudaya Melayu.


== Sejarah ==
Namun, berdasarkan kajian dengan pendekatan sejarah, asal usul masyarakat yang sekarang disebut Melayu Sambas adalah hasil asimilasi beberapa suku bangsa di Nusantara yaitu yang sekarang disebut Suku Asli Sambas adalah asimilasi dari Orang Melayu (yang datang dari Sumatra sekitar abad ke-5 M hingga 9 M pada masa Kerajaan Malayu atau masa awal Kerajaan Sriwijaya), Orang Dayak (penduduk lebih awal yang secara turun temurun sebelumnya telah mendiami Sungai Sambas dan percabangannya), Orang Jawa (yaitu serombongan besar Bangsawan Majapahit keturunan Wikramawardhana bersama para pengukutnya yang melarikan diri secara boyongan dari Majapahit karena perang sesama Bangsawan di Majapahit pada awal abad ke-15 M yang kemudian mendirikan sebuah Panembahan di wilayah Sungai Sambas) serta Orang Bugis (para Nakhoda dan pembuat kapal bersama keluarganya dari Sulawesi yang kemudian membentuk sebuah perkampungan Bugis yang bekerja untuk Sultan-Sultan Sambas pada masa awal dan pertengahan Kesultanan Sambas).{{cn}}
=== Kerajaan-kerajaan di Sambas ===
Sebelum berdirinya [[Kesultanan Sambas]] pada tahun 1671, di wilayah sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah dungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya [[Republik Indonesia]] adalah:


== Kerajaan Tanah Sambas ==
Kerajaan pra-Islam di Sambas:
# [[Kerajaan Wijaya Pura]], sekitar abad 7–9 M
Sebelum berdirinya Kesultanan Sambas pada tahun [[1671]], di wilayah Sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Negara [[Republik Indonesia]] adalah:
# [[Kerajaan Nek Riuh]], sekitar abad 13–14 M
# [[Kerajaan Tan Unggal]], sekitar abad 15 M
# [[Kerajaan Sambas]], berkuasa pada 1300–1675 M
# [[Panembahan Sambas]], sekitar abad ke-16 M


Kerajaan Pra Islam:
Kerajaan Islam di Sambas:
# Kerajaan Wijaya Pura sekitar abad 7 M - 9 M.
# [[Kesultanan Sambas]], sekitar abad 17–20 M
=== Masa Kesultanan Sambas ===
# Kerajaan Nek Riuh sekitar abad 13 M - 14 M.
Kesultanan Sambas adalah sebuah kesultanan Melayu maritim yang sempat menjadi kerajaan terbesar di wilayah [[Borneo]] bagian barat selama sekitar 100 tahun (dari awal tahun 1700-an hingga awal tahun 1800-an). Urutan kerajaan-kerajaan terbesar di Kalimantan Barat dari awal adalah [[Kerajaan Tanjungpura]] yang setelah runtuh dilanjutkan oleh [[Kerajaan Sukadana]], lalu ketika Kerajaan Sukadana melemah posisi kerajaan terbesar di Kalimantan bagian barat kala itu beralih dipegang oleh Kesultanan Sambas yang kemudian setelah masuknya [[kolonial Belanda]] ke wilayah Kalimantan Barat pada tahun 1818, posisi kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Kalimantan Barat beralih dipegang oleh [[Kesultanan Pontianak]]. Kesultanan Sambas berdiri pada tahun 1671 M yang kemudian memerintah selama sekitar 279 tahun melalui Pemerintahan 15 sultan-sultan Sambas dan 2 ketua Majelis Kesultanan Sambas secara turun temurun hingga kemudian berakhirnya pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung kedalam [[Republik Indonesia Serikat]] pada tahun 1950.
# Kerajaan Tan Unggal sekitar abad 15 M.
=== Masa penyebaran Islam di Sambas ===
# Panembahan Sambas pada abad 16 M.
Pada masa pemerintahan Kesultanan Sambas, masyarakat Sambas juga dikenal sangat agamis dan paling terkemuka di Kalimantan bagian barat sehingga sempat disebut sebagai "Serambi Makkah" di Kalimantan Barat. Pada masa Kesultanan Sambas, ulama-ulama Islam dari Kesultanan Sambas sangat terkemuka dibanding kerajaan-kerajaan lainnya di Kalimantan bagian barat, bahkan ulama-ulama Islam dari Kesultanan Sambas telah ada yang dikenal oleh masyarakat internasional, misalnya pada abad ke-19 M ada seorang ulama Kesultanan Sambas yang bernama Syekh Khatib Achmad As-Sambasi yang menjadi ulama di [[Makkah]] dan menjadi pemimpin ulama-ulama Nusantara yang menuntut ilmu agama di Makkah dengan gelar Syekh Sharif Kamil Mukammil. Kemudian pada abad ke-20, ada seorang ulama Kesultanan Sambas bernama Syekh Muhammad Basuni Imran ([[mufti]] Kesultanan Sambas) yang merupakan lulusan []Al-Azhar]] di [[Kairo]], [[Mesir]] yang terkenal di [[Timur Tengah]] karena suratnya kepada mufti Mesir yang berjudul ''Mengapa umat Islam saat ini mengalami kemunduran''. Jejak kejayaan Islam di Sambas itulah yang masih tampak pada sekitar tahun 1980-an, dimana para qori-qori dari Sambas cukup mendominasi dalam mewakili Kalimantan Barat di tingkat nasional dan internasional.
Kerajaan Islam:
# Kesultanan Sambas pada abad 17 M - 20 M.


Ketika kolonial Belanda masuk ke wilayah Kalimantan Barat, barulah dimulai perselisihan akibat dibenturkan oleh politik [[Devide et Impera]]. Politik Devide et Impera inilah yang membuat perbedaan-perbedaan menjadi semakin meruncing khususnya perbedaan agama. Sejak masuknya Belanda sebagian besar orang Sambas telah beragama Islam sehingga sulit untuk dikristenkan oleh misionaris dari Belanda. sehingga misionaris Belanda menggarap sebagian besar masyarakat yang berada di pedalaman yang masih beragama [[Kaharingan]] (agama asli Masya Dayak). Alhasil, penduduk pedalaman yang tadinya memeluk Kaharingan banyak yang menjadi pemeluk agama Kekristenan, khususnya [[Katolik]].
== Bahasa ==
'''Suku Melayu Sambas''' mempunyai bahasa yang termasuk dalam [[rumpun bahasa austeonesia]]. Bahasa ini berkembang sejak zaman [[Kerajaan Sambas|Panembahan Sambas]] (Pra Islam) dan [[Kesultanan Sambas]]


Semula ajaran Islam diperkenalkan di antara orang-orang Dayak namun hanya sebagian kecil dari mereka yang menjadi Islam. Penyebarannya melalui sungai Mempawah, sungai Sambas, sungai Selakau, dan banyak anak sungai lainnya. Namun penyebaran Islam tidak sampai ke pedalaman sehingga banyak penduduk di bagian paling dalam tidak tersentuh oleh dakwah Islam, tetapi sebaliknya tersentuh oleh misi Kekristenan. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya orang Dayak beragama Kristen tetapi memakai nama bernuansa Melayu dan Islam seperti; Rabudin, Burhanudin, Muhammad, Syafei, Jainudin, dan sebagainya. Artinya, pengaruh Islam telah masuk namun baru sebagian. Sebagian besar hanya pengaruh Islam saja yang masuk namun tidak sampai kepada masuknya keyakinan Islam dalam budaya Dayak pedalaman sehingga orang Dayak tidak menganut budaya Melayu Islam seperti yang terjadi pada masyarakat Dayak-Dayak lainnya di pesisir Kalimantan yang telah masuk Islam dam mengubah identitas dirinya menjadi Melayu. Demikian halnya juga terjadi pada masyarakat suku Sambas.
Bahasa Melayu Sambas berbeda dengan bahasa melayu di Sumatra maupun Malaysia dan akar dari kosakata bahasa Melayu sambas berasal dari bahasa [[Dayak Selako]] (Kanayatn) serta sisanya Melayu Muda dan bahasa [[Dayak Iban]].


== Kebudayaan ==
== Bahasa ==
Masyarakat suku Sambas menuturkan [[bahasa Melayu Sambas]] yang merupakan [[rumpun bahasa Melayu]]. Bahasa ini berkembang sejak zaman [[Kerajaan Sambas|Panembahan Sambas]] (pra-Islam) dan [[Kesultanan Sambas]].
Masyarakat Sambas secara Budaya dan Intelektual adalah yang terkemuka di Kalimantan Barat, beberapa budaya Sambas yang masih populer di kalangan Masyarakat Kalimantan Barat dari dulu (masa Kerajaan) hingga sekarang di antaranya adalah '''Kain Khas''' yaitu yang disebut Kain Sambas / Kaing Lunggi / Kain Songket Sambas, '''Makanan Khas''' yang disebut Bubbor Paddas / Bubur Pedas (dengan khas menggunakan daun Kesum / daun Kesuma), '''Lagu-Lagu Daerah Sambas''' (dari masa lampau / Kerajaan) sangat mendominasi khazanah lagu-lagu daerah di Kalbar hingga sekarang disamping Lagu-lagu daerah Dayak dan banyak lagu-lagu daearah Sambas itu adalah berstatus anonim yang tidak diketahui siapa pembuatnya karena sudah begitu lama yang dilantunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi seperti Lagu Alok Galing, Cik cik Periuk, Kapal Belon dan lainnya, '''Tarian Daerah Khas Sambas''' seperti Tandak Sambas, Jepin dan lainnya.


Bahasa Melayu Sambas berbeda dengan bahasa-bahasa Melayu di Sumatra maupun di [[Semenanjung Malaya]], akar dari kosakata bahasa Melayu Sambas sebagai besar berasal dari [[bahasa Kanayatn]] serta sebagian sisanya berasal dari [[bahasa Melayu]] dan [[bahasa Iban]].
Suku Sambas pra Islam sejatinya tentu
berbudaya Dayak, hal itu dapat dilihat dari silsilah keturunannya, hak kepemilikan atas hutan, tanah dan adat istiadat. Sambas pra Islam memiliki budaya perladangan dan pertanian dengan peralatan pertanian dan gaya hidup budaya yang sama bahkan setelah memeluk Islampun budaya perladangan dan pertaniannyapun tidak berubah, bahkan peralatan pertaniannya serta gaya budayanya pun sama. Artinya Suku melayu Sambas berasal dan berawal dari satu rumpun yang sama sebagai orang Dayak yang pada periode tertentu telah memeluk agama Islam dan mendirikan suatu pemerintahan berbentuk kerajaan yang kemudian disebut sebagai "Kerajaan Sambas (Kerajaan Nek Riuh)".


=== Perbandingan bahasa Melayu Sambas dengan bahasa-bahasa lain ===
==Islam di Sambas ==
{|class="wikitable"
Pada masa Kerajaan (Kesultanan Sambas) masyarakat Sambas juga terkenal sangat Agamis (Islam) yang paling terkemuka di Kalimantan Barat sehingga sempat disebut sebagai "Serambi Makkah" Kalimantan Barat. Pada masa Kerajaan, Ulama-Ulama Islam dari Kesultanan Sambas sangat terkemuka dibanding Kerajan-Kerajaan lainnya di Kalimantan Barat ini, bahkan Ulama-Ulama Islam dari Kesultanan Sambas telah ada yang berkaliber Internasional misalnya pada abad ke-19 M ada Ulama Kesultanan Sambas yang bernama Shekh Khatib Achmad As Sambasi yang menjadi Ulama di Makkah Al Mukarramah dan menjadi Pemimpin Ulama-Ulama Nusantara yang menuntut Ilmu Agama di Makkah dengan gelar Shekh Sharif Kamil Mukammil. Kemudian pada abad ke-20 M ada Ulama Kesultanan Sambas bernama Shekh Muhammad Basuni Imran (Mufti Kesultanan Sambas) yang adalah lulusan Al Azhar kairo, Mesir yang terkenal di Timur Tengah karena suratnya kepada Mufti Mesir yang berjudul "Mengapa Umat Islam saat ini Mengalami Kemunduran". Jejak kejayaan Islam di Sambas itu yang masih tampak pada sekitar tahun 80-an di mana Qori-qori dari Sambas cukup mendominasi dalam mewakili Kalimantan Barat di tingkat Nasional dan Internasional.

Ketika era Belanda masuk ke Indonesia dan masuk ke wilayah Kalimantan Barat barulah dimulai era perselisihan akibat dibenturkan oleh politik Devide et Impera. Politik Devide et Impera inilah yang membuat perbedaan-perbedaan menjadi semakin meruncing khususnya perbedaan agama. Sejak masuknya Belanda sebagian besar orang Sambas telah beragama Islam sehingga sulit untuk di Kristenkan oleh misi dari Belanda sehingga misi Belanda menggarap sebagian besar masyarakat yang berada di pedalaman yang masih beragama Hindu Kaharingan (agama asli dalam budaya Hindu Dayak). Alhasil penduduk pedalaman yang tadinya Hindu Dayak banyak yang menjadi pemeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan.

Semula ajaran Islam diperkenalkan di antara orang-orang Dayak namun sebagian kecil dari mereka menjadi Islam. Penyebarannya melalui Sungai Mempawah dan Sungai Sambas, Sungai Selakau dan banyak anak sungai lainnya. Namun penyebaran Islam tidak sampai ke pedalaman sehingga banyak penduduk di bagian paling dalam tidak tersentuh misi Islam tetapi sebaliknya tersentuh oleh misi Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Hal itu dapat kita lihat dari banyaknya orang Dayak beragama Kristen yang memakai nama bernuansa Islam seperti; Rabudin, Burhanudin, Muhammad, Syafei, Jainudin dan sebagainya termasuk nama-nama wanitanya bernuansa Islami namun mereka beragama Kristen. Artinya pengaruh Islam telah masuk namun tanggung. Sebagian besar hanya pengaruh Islam saja yang masuk namun tidak sampai kepada amasuknya keyakinan Islam dalam budaya Dayak pedalaman sehingga batallah orang Dayak menjadi Melayu seperti yang terjadi pada Dayak-Dayak lainnya yang telah masuk Islam mengubah identitas dirinya menjadi Melayu. Demikian halnya juga terjadi pada budaya Suku melayu Sambas.

Sejak awal di Kalimantan memang tidak ada Melayu, yang ada adalah Dayak-Islam. Adanya Melayu dimaksudkan untuk membedakan keyakinan agama saja antara Dayak yang Islam dan Dayak yang Kristen. Dayak Islam lebih cenderung menyebut dirinya Melayu sementara bagi orang Dayak mereka tetap disebut Dayak dengan sebutan bukan Melayu tetapi " urang laut", "senganan", "sinan" dan sebutan Dayak yang telah mengubah agama dan budayanya menjadi Islam. Orang Dayak tidak mengenal Melayu kepada mereka yang menyebut dirinya Melayu tetapi "Senganan", "Laut", "Sinan" dsb. Mengapa demikian karena orang Dayak mengetahui asal usul nonok moyang mereka sejak awal dan ditutur tinularkan dari mulut ke mulut sehingga sebutan laut, Sinan, Senganan lebih tepat untuk menyebuut orang-orang Dayak yang telah menjadi Islam ketimbang Melayu. Hal itu diperkuat oleh teori bahasa yang menyatakan bahwa di mana rumpun bahasa daerah yang paling banyak maka disitulah asal usul bahasa menyebar. Hal itu diperkuat lagi bahwa menurut James T Collins kemungkinan besar akar bahasa Melayu justeru berada dan berasal dari Kalimantan Barat. Hal itu didukung dari banyaknya sebaran bahasa Dayak dan Bahasa Senganan (Melayu Kalimantan) di wilayah Kalimantan Barat ketimbang wilayah Kalimantan lainnya.

== Masa Kesultanan Sambas ==
Kesultanan Sambas adalah sebuah Kerajaan Maritim (Pesisir) yang sempat menjadi Kerajaan terbesar di wilayah Borneo Barat (Kalimantan Barat) selama sekitar 100 tahun (dari awal tahun 1700-an hingga awal tahun 1800-an). Urutan Kerajaan-Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat dari awal adalah Kerajaan Tanjung Pura yang setelah runtuh dilanjutkan oleh Kesultanan Sukadana, lalu ketika Kesultanan Sukadana melemah posisi Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat itu beralih dipegang oleh Kesultanan Sambas yang kemudian setelah masuknya Belanda ke wilayah Kalimantan Barat pada tahun 1818 posisi Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat beralih dipegang oleh Kesultanan Pontianak. Kesultanan Sambas berdiri pada tahun 1671 M yang kemudian memerintah selama sekitar 279 tahun melalui Pemerintahan 15 Sultan-Sultan Sambas dan 2 Ketua Majelis Kesultanan Sambas secara turun temurun hingga kemudian berakhirnya Pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950.

== Sekilas Bahasa Melayu Sambas ==
{|
|+
|+
!'''Bahasa Melayu Sambas'''
!Melayu Sambas
!'''Bahasa Melayu Sarawak'''
!Melayu Sarawak
!Indonesia
!'''Bahasa indonesia'''
|-
|-
|aku, kamek
|Aku / Kamek
|kamek
|Kamek
|saya
|Saya
|-
|-
|kau, direk, kitak
|Kau / Direk / Kitak
|kitak
|Kitak
|kamu
|Kamu
|-
|-
|die, nye
|Die / Nye
|Nya
|nya
|Dia
|dia
|-
|-
|aok, auk
|Aok / Auk
|aok, auk
|Aok / Auk
|Iya
|iya
|-
|-
|ndak, da'an
|Ndak / Da’an
|Sik
|sik
|tidak
|Tidak/Tak
|-
|-
|Sik an / Disik
|sik'an, disik
|Sik Ada
|sik ada
|tidak ada
|Tidak Ada
|-
|-
|sitok
|Sitok
|sitok
|Sitok
|sini
|Sini
|-
|-
|sinun
|Sinun
|sinun
|Sinun
|sana
|Sana
|-
|-
|Sie
|sie
|Sia
|sia
|situ
|Situ
|-
|-
|madah, padah
|Madah / Padah
|madah
|Madah
|memberitahu
|Mengadu / Beritahu
|-
|-
|Biak ye
|biak ye
|Sidak nya
|sidak nya
|mereka
|Mereka
|-
|-
|kinitok, kinektok
|Kinitok / Kinektok
|kinektok
|Kinektok
|sekarang
|Sekarang
|-
|-
|dudi
|Dudi
|dudi
|Dudi
|kemudian
|Kemudian
|-
|-
|simari, simare'
|Simari / Simare’
|Ari Mare'
|ari mare'
|kemarin
|Kemarin
|-
|-
|Ari Ye
|ari ye
|Ari Ya
|ari ya
|Hari Itu
|hari itu
|-
|-
|biak
|Biak
|mbiak, biak, miak
|Mbiak/Biak/Miak
|anak
|Anak
|}
{| class="wikitable"
|'''Bahasa Sambas'''
|'''Bahasa Dayak Kanayatn'''
|'''Bahasa indonesia'''
|-
|Aku
|Aku
|Saya
|-
|Kau
|Kao
|Kamu
|-
|Aik
|Aek
|Air
|-
|Aok / Auk
|Aok/Auk
|Iya
|-
|Ndak / Da’an
|Nana'
|Tidak/Tak
|-
|Ume
|Uma
|Sawah
|-
|Ngape
|Ngahe
|Kenapa
|-
|Marek
|Marek
|Memberi
|-
|Amper
|Amper
|Hampir
|-
|Awak
|Awak
|Bisu
|-
|Belale'
|Balale'
|Gotong Royong
|-
|Bejalan
|Bajalatn
|Berjalan
|-
|Bediri
|Badiri
|Berdiri
|-
|Bepikir
|Bapikir
|Berpikir
|-
|Urang
|Urakng
|Orang
|-
|Parut
|Parut
|Perut
|-
|Beranang
|Ngunanang
|Berenang
|-
|Benapas
|Banapas
|Bernapas
|-
|Se Ari
|Sa' Ari
|Sehari
|-
|Guring
|Guring
|Baring
|-
|Mali
|Mali
|Membeli
|-
|Idong
|Idukng
|Hidung
|-
|Keraje
|Bagawi
|Kerja
|-
|Sute'
|Asa'
|Satu
|-
|Banar
|Banar
|Benar
|-
|Ngodak
|Ngodak
|Mengaduk
|}
{|
|-
|'''[[Bahasa Melayu|Melayu]]'''||'''[[Bahasa Melayu Sambas|Sambas]]'''||'''[[Bahasa Berau|Berau]]'''||'''[[Bahasa Banjar|Banjar]]'''||'''[[Bahasa Brunei|Brunei]]'''||
|-
|orang||urang||urang||urang||uang||
|-
|tengah||tangah||tangah||tangah||tangah||
|-
|besar||bassar||bassar||basar||basar||
|-
|emak||ummak||-||uma||-||-
|-
|air||ae'||air||banyu/ayying||aing||
|-
|rakit||lanting||lanting||lanting||lanting
|-
|karat besi||tagar||tagar||tagar||tagar
|-
|yang||nang||yang||nang||yang
|-
|bungsu||bussu||busu||busu||-
|}
|}


== Kebudayaan ==
== Lagu Daerah Melayu Sambas ==
Masyarakat Sambas memiliki keragaman kebudayaan yang umumnya memiliki kemiripan dengan [[budaya Melayu]], beberapa budaya Sambas yang masih populer di kalangan masyarakat Kalimantan Barat dari zaman dahulu hingga saat ini di antaranya, kain Sambas (''kaing lunggi'', ''kain songket Sambas''), bubbor paddas atau bubur pedas (dibuat menggunakan daun kesuma), dan lagu-lagu daerah Sambas yang sangat mendominasi lagu-lagu daerah di Kalimantan Barat dan dilestarikan turun temurun dari generasi ke generasi seperti lagu ''Alok Galing'', ''Cik-cik Periuk'', ''Kapal Belon'', dan lagu-lagu lainnya. Masyarakat Sambas juga memiliki tarian tradisional, seperti tari tandak Sambas, jepin, dan tarian lainnya.
* [http://www.youtube.com/watch?v=HxxD3ve8eaE CA' UNCANG]

* [http://www.youtube.com/watch?v=ZsSpCyILusY GERATTAK BATU SAMBAS (= Jembatan Batu Sambas)]
Masyarakat Sambas pra-Islam sejatinya berbudaya Dayak, hal itu dapat dilihat dari silsilah keturunannya, hak kepemilikan atas hutan, tanah, dan adat istiadat. Sambas pra-Islam memiliki budaya perladangan dan pertanian dengan peralatan pertanian dan gaya hidup yang sama dengan masyarakat Dayak lainnya bahkan setelah menganut Islam, budaya perladangan dan pertaniannya pun tidak berubah.

=== Lagu daerah Sambas ===
Berikut ini merupakan lagu daerah yang berasal dari Sambas dan berbahasa Melayu Sambas.

* [http://www.youtube.com/watch?v=HxxD3ve8eaE Ca' Uncang]
* [http://www.youtube.com/watch?v=ZsSpCyILusY Gerattak Batu Sambas]
* [http://www.youtube.com/watch?v=wMv0jwyR2VM&feature=related Ngape Me]
* [http://www.youtube.com/watch?v=wMv0jwyR2VM&feature=related Ngape Me]
* [http://www.youtube.com/watch?v=gQsbo4A4evE&feature=related Bubbor Ambo]
* [http://www.youtube.com/watch?v=gQsbo4A4evE&feature=related Bubbor Ambo]
* [http://www.youtube.com/watch?v=AXWeefCJaSw&feature=related Sambas Kebanjiran]
* [http://www.youtube.com/watch?v=AXWeefCJaSw&feature=related Sambas Kebanjiran]
* [http://www.youtube.com/watch?v=vJiYFn477Ic&feature=related Insanak]
* [http://www.youtube.com/watch?v=vJiYFn477Ic&feature=related Insanak]
* [http://www.youtube.com/watch?v=ykj2Ub0XLUw&feature=related AE' BESAR (Sungai Besar)]
* [http://www.youtube.com/watch?v=ykj2Ub0XLUw&feature=related Ae' Besar]
* [http://www.youtube.com/watch?v=uiQ4EbirveA&feature=related SI DARE]
* [http://www.youtube.com/watch?v=uiQ4EbirveA&feature=related Si Dare]
== Kepustakaan ==
==Lihat juga==
*[[Suku Iban]]
*[[Suku Dayak Kanayatn]]
*[[Suku Melayu Pontianak]]

== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* [http://www.setapukbesar.blogspot.com Suku Sambas]
* [http://www.4dw.net/royalark/Indonesia/sambas.htm Suku Sambas di Indonesia]
* [http://www.bt.com.bn/en/golden_legacy/2009/01/11/sambas_sultanate_descents_from_brunei Sambas Sultanate Descents From Brunei] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100329235949/http://bt.com.bn/en/golden_legacy/2009/01/11/sambas_sultanate_descents_from_brunei |date=2010-03-29 }}
* [http://www.4dw.net/royalark/Indonesia/sambas.htm Sambas]
* [http://www.bt.com.bn/en/golden_legacy/2009/01/11/sambas_sultanate_descents_from_brunei] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100329235949/http://bt.com.bn/en/golden_legacy/2009/01/11/sambas_sultanate_descents_from_brunei |date=2010-03-29 }}
* [http://www.ethnologue.com/show_map.asp?name=IDK&seq=30 Peta Bahasa di Kalimantan]
* [http://www.ethnologue.com/show_map.asp?name=IDK&seq=30 Peta Bahasa di Kalimantan]
* http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakal-bahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/ {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140419013253/http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakal-bahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/ |date=2014-04-19 }}
* [http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakal-bahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/ Benarkah Bahasa Sambas Merupakan Cikal-bakal Bahasa Melayu Nusantara dan Bahasa Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140419013253/http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakal-bahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/ |date=2014-04-19 }}
* [https://sp2010.bps.go.id/ https://sp2010.bps.go.id/i]
* [https://sp2010.bps.go.id/ Sensus Penduduk Indonesia 2010]


[[Kategori:Melayu]]
[[Kategori:Suku Melayu]]
[[Kategori:Dayak]]
[[Kategori:Dayak]]
[[Kategori:Dayak melayik]]
[[Kategori:Dayak Melayik]]
[[Kategori:Melayu Kalimantan]]
[[Kategori:Melayu Kalimantan]]
[[Kategori:Suku bangsa di Kalimantan Barat]]
[[Kategori:Suku bangsa di Kalimantan Barat]]

Revisi terkini sejak 12 Juni 2023 06.40

Sambas
Melayu Sambas
Jumlah populasi
444.929 (2000)[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Kalimantan Barat
Bahasa
Melayu Sambas, Indonesia
Agama
Islam Sunni
Kelompok etnik terkait
Melayu Pontianak • Iban • Dayak Kanayatn

Suku Sambas atau disebut juga Melayu Sambas adalah kelompok etnis Melayu yang mendiami pesisir Kalimantan Barat. Suku ini utamanya menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang, dan sebagian Kabupaten Landak. Orang Sambas juga dapat ditemui di Kabupaten Mempawah, serta Pulau Subi di Kepulauan Riau karena migrasi suku Sambas pada abad ke-19, dan suku ini juga banyak ditemukan di Sarawak, Malaysia.[2]

Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2000, orang Sambas berjumlah 444.929 jiwa atau 0,22 % dari populasi penduduk Indonesia pada saat itu.[1]

Secara administratif, suku Sambas merupakan suku yang baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu pada sensus 1930. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "dialek Sambas" meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa yaitu bahasa Melayu Sambas.

Asal-usul[sunting | sunting sumber]

Pada awalnya, Sambas bukanlah nama suku akan tetapi merupakan nama wilayah dan kerajaan yang berada tepat di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau yang lebih dikenal sebagai Muara Ulakan. Permasalahan politik dan agama menjadi jurang pemisah antara kesatuan besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi masyarakat Melayu Muda dan menganut budaya Melayu. Hal-hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut sebagai "Dayak". Adat-istiadat lama suku Sambas ini memiliki banyak kesamaan dengan adat istiadat suku Dayak rumpun Melayik.

Perubahan suku Sambas secara drastis setelah memeluk Islam, hampir menghapus jejak asal muasalnya sebagai suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan. Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih 'beradab', membantu menghilangkan kebudayaan Dayak pada masyarakat Sambas dengan cepat. Akibatnya, orang lebih mengenal Sambas sebagai Melayu.

Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal suku Sambas. Oleh karena itulah, suku Sambas akhirnya diklasifikasikan kedalam suku Melayu. Namun, berdasarkan kajian dengan pendekatan sejarah dan asal usul masyarakat yang sekarang disebut Melayu Sambas adalah hasil asimilasi beberapa suku bangsa di Nusantara, yaitu yang sekarang disebut suku asli Sambas adalah asimilasi dari orang Melayu (datang dari Sumatra sekitar abad ke-5 hingga ke-9 M pada masa Kerajaan Malayu atau masa awal Sriwijaya), orang Dayak (penduduk lebih awal yang secara turun temurun sebelumnya telah mendiami sungai Sambas dan wilayah sekitarnya), orang Jawa (serombongan besar bangsawan Majapahit keturunan Wikramawardhana bersama para pengikutnya yang melarikan diri secara bersamaan dari Majapahit karena perang sesama Bangsawan di Majapahit pada awal abad ke-15 M yang kemudian mendirikan sebuah panembahan di wilayah sungai Sambas), dan orang Bugis (para Nakhoda dan pembuat kapal bersama keluarganya dari selatan Sulawesi yang kemudian membentuk sebuah perkampungan Bugis yang bekerja untuk sultan Sambas pada masa awal dan pertengahan Kesultanan Sambas).[3]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kerajaan-kerajaan di Sambas[sunting | sunting sumber]

Sebelum berdirinya Kesultanan Sambas pada tahun 1671, di wilayah sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah dungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia adalah:

Kerajaan pra-Islam di Sambas:

  1. Kerajaan Wijaya Pura, sekitar abad 7–9 M
  2. Kerajaan Nek Riuh, sekitar abad 13–14 M
  3. Kerajaan Tan Unggal, sekitar abad 15 M
  4. Kerajaan Sambas, berkuasa pada 1300–1675 M
  5. Panembahan Sambas, sekitar abad ke-16 M

Kerajaan Islam di Sambas:

  1. Kesultanan Sambas, sekitar abad 17–20 M

Masa Kesultanan Sambas[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Sambas adalah sebuah kesultanan Melayu maritim yang sempat menjadi kerajaan terbesar di wilayah Borneo bagian barat selama sekitar 100 tahun (dari awal tahun 1700-an hingga awal tahun 1800-an). Urutan kerajaan-kerajaan terbesar di Kalimantan Barat dari awal adalah Kerajaan Tanjungpura yang setelah runtuh dilanjutkan oleh Kerajaan Sukadana, lalu ketika Kerajaan Sukadana melemah posisi kerajaan terbesar di Kalimantan bagian barat kala itu beralih dipegang oleh Kesultanan Sambas yang kemudian setelah masuknya kolonial Belanda ke wilayah Kalimantan Barat pada tahun 1818, posisi kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Kalimantan Barat beralih dipegang oleh Kesultanan Pontianak. Kesultanan Sambas berdiri pada tahun 1671 M yang kemudian memerintah selama sekitar 279 tahun melalui Pemerintahan 15 sultan-sultan Sambas dan 2 ketua Majelis Kesultanan Sambas secara turun temurun hingga kemudian berakhirnya pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung kedalam Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950.

Masa penyebaran Islam di Sambas[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Kesultanan Sambas, masyarakat Sambas juga dikenal sangat agamis dan paling terkemuka di Kalimantan bagian barat sehingga sempat disebut sebagai "Serambi Makkah" di Kalimantan Barat. Pada masa Kesultanan Sambas, ulama-ulama Islam dari Kesultanan Sambas sangat terkemuka dibanding kerajaan-kerajaan lainnya di Kalimantan bagian barat, bahkan ulama-ulama Islam dari Kesultanan Sambas telah ada yang dikenal oleh masyarakat internasional, misalnya pada abad ke-19 M ada seorang ulama Kesultanan Sambas yang bernama Syekh Khatib Achmad As-Sambasi yang menjadi ulama di Makkah dan menjadi pemimpin ulama-ulama Nusantara yang menuntut ilmu agama di Makkah dengan gelar Syekh Sharif Kamil Mukammil. Kemudian pada abad ke-20, ada seorang ulama Kesultanan Sambas bernama Syekh Muhammad Basuni Imran (mufti Kesultanan Sambas) yang merupakan lulusan []Al-Azhar]] di Kairo, Mesir yang terkenal di Timur Tengah karena suratnya kepada mufti Mesir yang berjudul Mengapa umat Islam saat ini mengalami kemunduran. Jejak kejayaan Islam di Sambas itulah yang masih tampak pada sekitar tahun 1980-an, dimana para qori-qori dari Sambas cukup mendominasi dalam mewakili Kalimantan Barat di tingkat nasional dan internasional.

Ketika kolonial Belanda masuk ke wilayah Kalimantan Barat, barulah dimulai perselisihan akibat dibenturkan oleh politik Devide et Impera. Politik Devide et Impera inilah yang membuat perbedaan-perbedaan menjadi semakin meruncing khususnya perbedaan agama. Sejak masuknya Belanda sebagian besar orang Sambas telah beragama Islam sehingga sulit untuk dikristenkan oleh misionaris dari Belanda. sehingga misionaris Belanda menggarap sebagian besar masyarakat yang berada di pedalaman yang masih beragama Kaharingan (agama asli Masya Dayak). Alhasil, penduduk pedalaman yang tadinya memeluk Kaharingan banyak yang menjadi pemeluk agama Kekristenan, khususnya Katolik.

Semula ajaran Islam diperkenalkan di antara orang-orang Dayak namun hanya sebagian kecil dari mereka yang menjadi Islam. Penyebarannya melalui sungai Mempawah, sungai Sambas, sungai Selakau, dan banyak anak sungai lainnya. Namun penyebaran Islam tidak sampai ke pedalaman sehingga banyak penduduk di bagian paling dalam tidak tersentuh oleh dakwah Islam, tetapi sebaliknya tersentuh oleh misi Kekristenan. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya orang Dayak beragama Kristen tetapi memakai nama bernuansa Melayu dan Islam seperti; Rabudin, Burhanudin, Muhammad, Syafei, Jainudin, dan sebagainya. Artinya, pengaruh Islam telah masuk namun baru sebagian. Sebagian besar hanya pengaruh Islam saja yang masuk namun tidak sampai kepada masuknya keyakinan Islam dalam budaya Dayak pedalaman sehingga orang Dayak tidak menganut budaya Melayu Islam seperti yang terjadi pada masyarakat Dayak-Dayak lainnya di pesisir Kalimantan yang telah masuk Islam dam mengubah identitas dirinya menjadi Melayu. Demikian halnya juga terjadi pada masyarakat suku Sambas.

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Masyarakat suku Sambas menuturkan bahasa Melayu Sambas yang merupakan rumpun bahasa Melayu. Bahasa ini berkembang sejak zaman Panembahan Sambas (pra-Islam) dan Kesultanan Sambas.

Bahasa Melayu Sambas berbeda dengan bahasa-bahasa Melayu di Sumatra maupun di Semenanjung Malaya, akar dari kosakata bahasa Melayu Sambas sebagai besar berasal dari bahasa Kanayatn serta sebagian sisanya berasal dari bahasa Melayu dan bahasa Iban.

Perbandingan bahasa Melayu Sambas dengan bahasa-bahasa lain[sunting | sunting sumber]

Melayu Sambas Melayu Sarawak Indonesia
aku, kamek kamek saya
kau, direk, kitak kitak kamu
die, nye nya dia
aok, auk aok, auk iya
ndak, da'an sik tidak
sik'an, disik sik ada tidak ada
sitok sitok sini
sinun sinun sana
sie sia situ
madah, padah madah memberitahu
biak ye sidak nya mereka
kinitok, kinektok kinektok sekarang
dudi dudi kemudian
simari, simare' ari mare' kemarin
ari ye ari ya hari itu
biak mbiak, biak, miak anak

Kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Sambas memiliki keragaman kebudayaan yang umumnya memiliki kemiripan dengan budaya Melayu, beberapa budaya Sambas yang masih populer di kalangan masyarakat Kalimantan Barat dari zaman dahulu hingga saat ini di antaranya, kain Sambas (kaing lunggi, kain songket Sambas), bubbor paddas atau bubur pedas (dibuat menggunakan daun kesuma), dan lagu-lagu daerah Sambas yang sangat mendominasi lagu-lagu daerah di Kalimantan Barat dan dilestarikan turun temurun dari generasi ke generasi seperti lagu Alok Galing, Cik-cik Periuk, Kapal Belon, dan lagu-lagu lainnya. Masyarakat Sambas juga memiliki tarian tradisional, seperti tari tandak Sambas, jepin, dan tarian lainnya.

Masyarakat Sambas pra-Islam sejatinya berbudaya Dayak, hal itu dapat dilihat dari silsilah keturunannya, hak kepemilikan atas hutan, tanah, dan adat istiadat. Sambas pra-Islam memiliki budaya perladangan dan pertanian dengan peralatan pertanian dan gaya hidup yang sama dengan masyarakat Dayak lainnya bahkan setelah menganut Islam, budaya perladangan dan pertaniannya pun tidak berubah.

Lagu daerah Sambas[sunting | sunting sumber]

Berikut ini merupakan lagu daerah yang berasal dari Sambas dan berbahasa Melayu Sambas.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Sensus Penduduk Indonesia 2000
  2. ^ Melalatoa, M. Junus (1 Januari 1995). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 731. 
  3. ^ Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Sambas Dalam Tinjauan Filosofis

Pranala luar[sunting | sunting sumber]