Rumpun bahasa Melayik
Melayik | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wilayah | Asia Tenggara Maritim | ||||||||
Penutur | |||||||||
| |||||||||
Kode bahasa | |||||||||
ISO 639-3 | – | ||||||||
Glottolog | mala1538 [1] | ||||||||
Lokasi penuturan | |||||||||
Persebaran bahasa bahasa Melayik di Asia Tenggara:
Bahasa-bahasa Ibanik dan Dayak Melayik Barat (Kanayatn/Kendayan-Salako), juga disebut secara kolektif sebagai kelompok bahasa "Dayak Melayik" (bukan rumpun genetis)
Bahasa-bahasa Melayik lainnya, kekerabatan antara mereka masih belum jelas | |||||||||
Portal Bahasa | |||||||||
Rumpun bahasa Melayik adalah cabang Rumpun bahasa Melayu-Polinesia (yaitu bagian dari rumpun bahasa Austronesia) yang meliputi semua bahasa yang merupakan turunan dari bahasa Melayik purba. Anggota paling utama dari subkelompok ini adalah bahasa Melayu, yang merupakan bahasa nasional di Brunei dan Malaysia, serta menjadi dasar dari bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa nasional di Indonesia. Rumpun bahasa Melayik juga melingkupi bahasa-bahasa daerah yang dipertuturkan oleh orang Melayu (mis. bahasa Kutai, Melayu Palembang, Melayu Jambi dan Melayu Musi), juga bahasa-bahasa yang dipertuturkan oleh beragam etnis lainnya di Sumatra (mis. bahasa Minangkabau, Kerinci) dan Kalimantan (mis. bahasa Iban). Kandidat terkuat bagi wilayah asal bahasa-bahasa Melayik adalah bagian barat Kalimantan.
Pengelompokan
[sunting | sunting sumber]Klasifikasi internal
[sunting | sunting sumber]Walaupun ada kesepakatan umum mengenai bahasa mana saja yang dapat diklasifikasikan sebagai bahasa Melayik, pengelompokan internal bahasa-bahasa Melayik masih diperselisihkan.
Adelaar (1993)
[sunting | sunting sumber]Adelaar (1993) mengelompokkan bahasa-bahasa Melayik sebagai berikut.[2]
- Iban
- (Cabang utama)
- Melayu Baku
- Minangkabau
- Melayu Tengah
- Banjar
- Betawi
- Bahasa lainnya
Ross (2004)
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan bukti tata bahasa, Ross (2004) membagi bahasa-bahasa Melayik menjadi dua cabang utama:[3]
- Dayak Melayik Barat (Kendayan, Salako)
- Melayik Inti (ragam bahasa lainnya)
Klasifikasi ini diadopsi oleh Glottolog (Versi 3.4).
Anderbeck (2012)
[sunting | sunting sumber]Mengikuti Tadmor (2002), Anderbeck (2012) membedakan antara "rumpun bahasa Melayu" dan "rumpun bahasa Melayik" dalam diskusinya mengenai dialek-dialek yang dipertuturkan oleh Orang Laut di Kepulauan Riau. Secara tentatif, ia menggolongkan seluruh bahasa Melayik ke dalam subkelompok "Melayu", kecuali bahasa-bahasa Ibanik, Kendayan/Selako, Keninjal, Dayak Melayik (atau "Melayik Dayak") serta "ragam bahasa yang cukup divergen" seperti bahasa Urak Lawoi' dan Duano.[4][a]
- Ibanik
- Kendayan/Selako
- Keninjal
- Dayak Melayik
- Urak Lawoi'
- Duano
- Melayu (mencakup seluruh bahasa Melayik lainnya)
Klasifikasi Anderbeck telah diadopsi dalam edisi ke-17 Ethnologue, dengan pengecualian bahasa Duano, yang oleh Ethnologue dimasukkan ke dalam kelompok "Melayu".[b]
Smith (2017)
[sunting | sunting sumber]Dalam disertasinya mengenai klasifikasi bahasa-bahasa seluruh Kalimantan, Smith (2017) memberikan bukti bagi sebuah subkelompok yang berisikan isolek-isolek Melayik di Kalimantan bagian barat dan Sumatra bagian selatan. Subkelompok ini ia namai "Melayik Borneo Barat".[6] Akan tetapi, bahasa-bahasa Melayik lainnya dibiarkan tetap tidak terklasifikasi.
- Melayik Borneo Barat
- Melayik Lainnya (bukan pengelompokan genetis)
- Melayu Baku
- Melayu Jakarta
- Melayu Ketapang
- Melayu Banjar
- Melayu Kutai
- Melayu Brunei
Posisinya di dalam rumpun Austronesia
[sunting | sunting sumber]Penggolongan rumpun Melayik ke dalam subkelompok Melayu-Polinesia tidak diperselisihkan, dan ada kesepakatan umum bahwa bahasa-bahaa Chamik berkerabat erat dengan rumpun Melayik. Namun, hubungan kekerabatan yang lebih luas dari rumpun Melayik masih menjadi perdebatan. Ada dua usulan utama: Adelaar (2005), yang menempatkan rumpun Melayik di dalam subkelompok Melayu-Sumbawa, melingkupi bahasa-bahasa berikut:[7]
- Melayu-Sumbawa
- Melayu-Chamik-BSS
- Melayik
- Chamik
- Bali-Sasak-Sumbawa
- Sunda
- Madura
- Melayu-Chamik-BSS
Blust (2010) dan Smith (2017) menempatkan rumpun Melayik di dalam subkelompok Borneo Utara Raya:[8][9]
- Borneo Utara Raya
- Borneo Utara
- Sarawak Tengah
- Kayanik
- Dayak Darat
- Melayu–Chamik
- Chamik
- Melayik
- Rejang
- Sunda
Hipotesis Melayu-Sumbawa didasarkan pada bukti fonologis dengan sedikit bukti leksikal, sementara hipotesis Borneo Utara Raya didasarkan pada himpunan besar bukti leksikal.
Keterangan
[sunting | sunting sumber]- ^ Seperti Adelaar, Anderbeck mengakui kesulitan dalam mengelompokkan secara mutlak bahasa-bahasa Melayik, dan menyarankan pendekatan alternatif, yaitu menghapuskan cabang Melayu dan menempatkan seluruh bahasa Melayik secara langsung sebagai cabang-cabang utama.
- ^ Klasifikasi ini masih dipakai hingga kini di edisi ke-22 (2019).[5]
- ^ Beserta isolek-isolek Sumatera Selatan lainnya yang menunjukkan inovasi fonologis *-R > *-kʔ dalam serangkaian kosakata spesifik.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Melayik". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ Adelaar 1993, hlm. 568.
- ^ Ross 2004, hlm. 106–108.
- ^ Anderbeck 2012, hlm. 284.
- ^ Eberhard, Simons & Fennig 2019.
- ^ Smith 2017, hlm. 197.
- ^ Adelaar 2005, hlm. 358.
- ^ Blust 2010.
- ^ Smith 2017, hlm. 364–365.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Adelaar, K. Alexander (1992). Proto-Malayic: The Reconstruction of its Phonology and Parts of its Lexicon and Morphology. Pacific Linguistics, Series C, no. 119. Canberra: Dept. of Linguistics, Research School of Pacific Studies, the Australian National University.
- Adelaar, K. Alexander (1993). "The Internal Classification of the Malayic Subgroup". Bulletin of the School of Oriental and African Studies. University of London,. 56 (3): 566–581. JSTOR 620695.
- Adelaar, Alexander (2005). "Malayo-Sumbawan". Oceanic Linguistics. 44 (2): 357–388. JSTOR 3623345.
- Anderbeck, Karl (2012). "The Malayic speaking Orang Laut: Dialects and directions for research". Wacana: Journal of the Humanities of Indonesia. 14 (2): 265–312. Diakses tanggal 26 May 2019.
- Bellwood, Peter; Fox, James J.; Tryon, Darrell (2006). The Austronesians: historical and comparative perspectives. ANU E Press. ISBN 978-1-920942-85-4.
- Blust, Robert (2010). "The Greater North Borneo Hypothesis". Oceanic Linguistics. 49 (1): 44–118. JSTOR 40783586.
- Dyen, Isidore (1965). "A Lexicostatistical classification of the Austronesian languages". International Journal of American Linguistics (Memoir 19).
- Eberhard, David M.; Simons, Gary F.; Fennig, Charles D., ed. (2019). "Malayic". Ethnologue: Languages of the World (edisi ke-22). Dallas, Texas: SIL International.
- Nothofer, Bernd. 1975. The reconstruction of Proto-Malayo-Javanic. (Verhandelingen van het KITLV, 73.) The Hague: Nijhoff.
- Nothofer, Bernd (1988). "A discussion of two Austronesian subgroups: Proto-Malay and Proto-Malayic". Dalam Mohd. Thani Ahmad; Zaini Mohamed Zain. Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa Melayu induk. Siri monograf sejarah bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. hlm. 34–58.
- Omar, A. H.; Yahaya, S. R. (2018). "Malayic Aborigines of Malaysia: A Study in Subgrouping" (PDF). Advances in Social Sciences Research Journal. 5 (3): 452–465. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-05-26. Diakses tanggal 2019-07-18.
- Ross, Malcolm D. (2004). "Notes on the prehistory and internal subgrouping of Malayic". Dalam John Bowden; Nikolaus Himmelmann. Papers in Austronesian subgrouping and dialectology. Canberra: Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University. hlm. 97–109.
- Smith, Alexander (2017). The Languages of Borneo: A Comprehensive Classification (Tesis Ph.D. Dissertation). University of Hawai‘i at Mānoa. http://ling.hawaii.edu/wp-content/uploads/SMITH_Alexander_Final_Dissertation.pdf. Diakses pada 26 May 2019.
- Tadmor, Uri (2002). Language contact and the homeland of Malay. The Sixth International Symposium of Malay/Indonesian Linguistics (ISMIL 6). Bintan Island, 3-5 August 2002.