Trenggana: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(15 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox religious biography |
|||
== Nama == |
|||
| honorific-prefix = |
|||
⚫ | '''Sultan Trenggana''' alias '''Pate Rodim |
||
⚫ | |||
Sultan Ahmad Abdullah Arifin |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
| denomination = [[Sunni]] |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
| death_place = Pertempuran [[Panarukan]], [[Kerajaan Blambangan]] |
|||
| children = *[[Sunan Prawoto]] |
|||
*[[Ratu Kalinyamat]] |
|||
*[[Pangeran Timur]] |
|||
*[[Ratu Mas Cempaka]], Istri dari [[Sultan Hadiwijaya]] |
|||
⚫ | |||
| mother = [[Dewi Murthasimah]] binti [[Sunan Ampel]] |
|||
| spouse =Ratu Pembayun binti [[Sunan Kalijaga]] |
|||
|predecessor=[[Raden Fatah]]|successor=[[Sunan Prawoto]]|office1=Sultan [[Demak]] ke-3|term_start1=1521|term_end1=1546|predecessor1=[[Pati Unus]]|successor1=[[Sunan Prawoto]]|title=|region=}} |
|||
⚫ | '''Sultan Trenggana''' alias '''Pate Rodim''' (lahir: [[1483]]; wafat: [[1546]]) adalah sultan [[Kerajaan Demak|Demak]] ketiga, yang memerintah tahun 1505-1513 dan 1521-1546. Di antara kedua masa takhta tersebut, Demak dipimpin [[Pati Unus]] dari [[Jepara]], adik Trenggana. Trenggana menikah dengan putri dari bupati Palembang [[Arya Damar]] (ayah dari Kin San/Raden Kusen). Di bawah Trenggana, wilayah kekuasaan [[Demak]] meluas sampai ke [[Jawa Timur]].<ref name="Slamet Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=LHFaDwAAQBAJ&pg=PA70&dq=tung+ka+lo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi14aCP6J_hAhWJPY8KHS8bBEUQuwUIKzAA#v=onepage&q=tung%20ka%20lo&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=70|authorlink=Slamet Muljana}} ISBN 978-979-8451-16-4</ref><ref name="Tuanku Rao">{{id}} {{cite book|last=Parlindungan|first=Mangaraja Onggang|date=1 Januari 2007|url=https://books.google.co.id/books?id=yt5iDwAAQBAJ&pg=PA662&dq=tung+ka+lo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi14aCP6J_hAhWJPY8KHS8bBEUQuwUIMTAB#v=onepage&q=tung%20ka%20lo&f=false|title=Tuanku Rao|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9789799785336|pages=662|authorlink=Mangaraja Onggang Parlindungan}} ISBN 9799785332</ref><ref name="Chinese Muslims in Java">{{en}} {{cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|year=1984|url=https://books.google.co.id/books?id=kGNxAAAAMAAJ&q=tung+ka+lo&dq=tung+ka+lo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi14aCP6J_hAhWJPY8KHS8bBEUQ6AEIPjAE|title=Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals of Sĕmarang and Cĕrbon|publisher=Monash University|isbn=9780867464191|pages=32|contribution=Theodore Gauthier Th. Pigeaud|authorlink=Merle Calvin Ricklefs}} ISBN 0867464194</ref> |
||
⚫ | Gelar "[[Sultan]]" yang diberinya dalam tradisi Jawa sebetulnya belum disandang pada masa itu.<ref>[[M. C. Ricklefs]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', halaman 38</ref> Di Jawa, penguasa yang pertama memakai gelar "Sultan" adalah [[Pangeran Ratu]] dari [[Kesultanan Banten|Banten]], tahun 1638. |
||
== |
== Nama == |
||
⚫ | Gelar "[[Sultan]]" yang diberinya dalam tradisi Jawa sebetulnya belum disandang pada masa itu.<ref>[[M. C. Ricklefs]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', halaman 38</ref> Di Jawa, penguasa yang pertama memakai gelar "Sultan" adalah [[Pangeran Ratu]] dari [[Kesultanan Banten|Banten]], tahun 1638. |
||
Sultan Trenggana merupakan anak dari ''[[Raden Patah|Raden Fatah]]'' dan ''Syarifah Asyikah'' yang mana menurut catatan dari para ''[[Ulama]]'' dan ''[[Habib|Habaib]]'' diantaranya Sayyid Bahruddin Ba'alawi, Habib Muhsin Al-haddar dan Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar, Raden Patah merupakan putra dari [[Syarif Abdullah Umdatuddin|Sultan Abu Abdullah/Syarif Abdullah Umdatuddin (Wan Bo/Raja Champa)]] bin Ali Alam Azmakhtan bin [[Jamaluddin Al-Husain (Sayyid Husein Jamadil Kubra)]] bin Ahmad Syah Jalal bin Abdullah bin Abdul Malik bin [[Alawi]] Amal Al-Faqih bin Muhammad Syahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Al-Syekh Ubaidillah bin Ahmad Muhajirullah bin [[Isa ar-Rumi|Isa Al-Rumi]] bin Muhammad Naqib bin Ali Uraidhi bin Jakfar Asshodiq bin Muhammad Al Baqir bin [[Ali Zainal Abidin]] bin [[Husain bin Ali|Al Hussein]] bin [[Fatimah az-Zahra|Sayyidatina Fatimah]] binti [[Muhammad|Muhammad Rasulullah SAW.]] |
|||
== Suma Oriental == |
== Suma Oriental == |
||
Menurut sumber Banten atau Portugis atau sumber-sumber Non-Mataram ini, pendiri Demak anak kandung raja Majapahit. |
Menurut sumber Banten atau Portugis atau sumber-sumber Non-Mataram ini, pendiri Demak bukan anak kandung raja Majapahit. |
||
Catatan tentang para adipati pesisir Jawa, dari buku Suma Oriental, tulisan Tome Pires, yaitu orang Portugis yang mengunjungi Jawa tahun 1513. |
Catatan tentang para adipati pesisir Jawa, dari buku Suma Oriental, tulisan Tome Pires, yaitu orang Portugis yang mengunjungi Jawa tahun 1513. |
||
Baris 37: | Baris 58: | ||
== Silsilah == |
== Silsilah == |
||
Raden Trenggono merupakan putra dari [[Raden Patah|Raden Fatah]] yang merupakan Sultan Pertama Kerajaan Demak |
Raden Trenggono merupakan putra dari [[Raden Patah|Raden Fatah]] yang merupakan Sultan Pertama Kerajaan Demak. |
||
Raden Trenggono memiliki beberapa orang anak, diantaranya ialah [[Sunan Prawoto]] yang nantinya akan meneruskan kerajaan Demak. |
Raden Trenggono memiliki beberapa orang anak, diantaranya ialah [[Sunan Prawoto]] yang nantinya akan meneruskan kerajaan Demak. |
||
== Kenaikan |
== Kenaikan tahta == |
||
Sepeninggal [[Pangeran Sabrang Lor]] tahun 1521 terjadi perebutan takhta antara Putra Mahkota [[P. Surowiyoto]] (R. Kikin) dan Raden Trenggana. Putra sulung Trenggana yaitu Raden Mukmin alias Muk Ming (nama kecil [[Sunan Prawoto]]) mengirim utusan bernama Surayata untuk membunuh [[Pangeran Surowiyoto/ Raden Kikin]] di tepi sungai sekitar Lasem. Sejak itu [[Pangeran Surowiyoto]] alias [[Raden Kikin]] terkenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen (artinya, "bunga yang gugur di sungai"). |
Sepeninggal [[Pangeran Sabrang Lor]] tahun 1521 terjadi perebutan takhta antara Putra Mahkota [[P. Surowiyoto]] (R. Kikin) dan Raden Trenggana. Putra sulung Trenggana yaitu Raden Mukmin alias Muk Ming (nama kecil [[Sunan Prawoto]]) mengirim utusan bernama Surayata untuk membunuh [[Pangeran Surowiyoto/ Raden Kikin]] di tepi sungai sekitar Lasem. Sejak itu [[Pangeran Surowiyoto]] alias [[Raden Kikin]] terkenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen (artinya, "bunga yang gugur di sungai"). |
||
Baris 53: | Baris 74: | ||
== Masa Pemerintahan == |
== Masa Pemerintahan == |
||
=== Penaklukan Majapahit === |
=== Penaklukan Majapahit === |
||
Upacara pernikahan [[Fatahillah]] tahun 1524 dikejutkan dengan berita kematian [[Sunan Ngudung]] dalam perang melawan [[Majapahit]]. Adapun ibu kota [[Majapahit]] saat itu sudah pindah ke [[Daha]] di bawah pemerintahan [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]]. Raja [[Majapahit]] ini hanyalah bersifat simbol, karena pemerintahan dikendalikan penuh oleh [[Patih Udara]]. Sang Patih juga menjalin persahabatan dengan [[Portugis]] untuk memerangi [[Demak]]. |
|||
Pada masa itu di perintah [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]] yang telah menyerang Ayah dari Raden Patah dan akhirnya terpaksa melarikan diri ke Gunung daerah [[Kabupaten Ngawi|ngawi]] dan karena raden patah ingat kalau yang di serang adalah Ayahnya akhirnya menyerang Raja [[Girindrawardana]]. |
|||
Akhirnya pada tahun 1527 pasukan [[Demak]] berhasil mengalahkan [[Majapahit]]. Kerajaan yang pernah berjaya pada masa lalu itu akhirnya musnah sama sekali. Terjadi arus pelarian besar-besaran dari kerabat kerajaan Majapahit, hal ini disebabkan mereka takut akan dihukum karena dukungan mereka pada [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]] saat ia mengudeta [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] pada tahun 1478. Tampaknya ibu kota Daha juga mengalami nasib yang sama dengan [[Trowulan]], hal ini merupakan pembalasan keturunan [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] yang menjadi penguasa Demak atas tindakan [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]] pada saat ia merebut takhta [[Majapahit]]. |
Akhirnya pada tahun 1527 pasukan [[Demak]] berhasil mengalahkan [[Majapahit]]. Kerajaan yang pernah berjaya pada masa lalu itu akhirnya musnah sama sekali. Terjadi arus pelarian besar-besaran dari kerabat kerajaan Majapahit, hal ini disebabkan mereka takut akan dihukum karena dukungan mereka pada [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]] saat ia mengudeta [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] pada tahun 1478. Tampaknya ibu kota Daha juga mengalami nasib yang sama dengan [[Trowulan]], hal ini merupakan pembalasan keturunan [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] yang menjadi penguasa Demak atas tindakan [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana]] pada saat ia merebut takhta [[Majapahit]]. |
||
Baris 63: | Baris 84: | ||
Antara tahun 1541-1542 [[Demak]] menaklukkan [[Lamongan]], [[Blitar]], dan Wirasaba ([[Mojoagung, Jombang]]). [[Gunung Penanggungan]] yang menjadi pusat sisa-sisa pelarian [[Majapahit]] direbut tahun 1543. Kemudian Kerajaan Sengguruh di [[Malang]], yang pernah menyerang [[Giri Kedaton]], dikalahkan tahun 1545. |
Antara tahun 1541-1542 [[Demak]] menaklukkan [[Lamongan]], [[Blitar]], dan Wirasaba ([[Mojoagung, Jombang]]). [[Gunung Penanggungan]] yang menjadi pusat sisa-sisa pelarian [[Majapahit]] direbut tahun 1543. Kemudian Kerajaan Sengguruh di [[Malang]], yang pernah menyerang [[Giri Kedaton]], dikalahkan tahun 1545. |
||
=== Ekspedisi ke Banjarmasin |
=== Ekspedisi ke Banjarmasin === |
||
Pada tahun 1526 Raja Demak yang diduga adalah Trenggana alias Tung Ka lo<ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=dPFAAAAAcAAJ&dq=raja%20kotaringin&pg=PA236#v=onepage&q&f=false|pages=236 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkundem |volume= 6 |issue=3 |author=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde |year=1857}}</ref> telah megirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa [[Kerajaan Negara Daha]] terakhir. Kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai [[Sultan Banjarmasin]] I, sedangkan Pangeran Tumenggung diizinkan menetap di pedalaman yaitu [[daerah Alay]] dengan seribu penduduk.<br> |
Pada tahun 1526 Raja Demak yang diduga adalah Trenggana alias Tung Ka lo<ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=dPFAAAAAcAAJ&dq=raja%20kotaringin&pg=PA236#v=onepage&q&f=false|pages=236 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkundem |volume= 6 |issue=3 |author=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde |year=1857}}</ref> telah megirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa [[Kerajaan Negara Daha]] terakhir. Kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai [[Sultan Banjarmasin]] I, sedangkan Pangeran Tumenggung diizinkan menetap di pedalaman yaitu [[daerah Alay]] dengan seribu penduduk.<br> |
||
Hikayat Banjar: |
Hikayat Banjar: |
||
''Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu ada orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu [[Sultan Suryanullah]]. Banyak tiada tersebut. Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah kembali. Maka orang Demak yang mati berperang ada dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat [dari] menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu kembali. Itulah maka sampai sekarang ini di [[Demak, Demak|Demak]] dan [[Tedunan, Kedung, Jepara|Tadunan]] itu ada asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang [[ |
''Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu ada orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu [[Sultan Suryanullah]]. Banyak tiada tersebut. Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah kembali. Maka orang Demak yang mati berperang ada dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat [dari] menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu kembali. Itulah maka sampai sekarang ini di [[Demak, Demak|Demak]] dan [[Tedunan, Kedung, Jepara|Tadunan]] itu ada asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang [[Distrik Negara|Nagara]] itu; tiada lagi tersebut.''<ref name="hikayat banjar">{{cite book|last=Ras|first=Johannes Jacobus|year=1990|url=https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar|title=Hikayat Banjar|location=Selangor Darul Ehsan, Malaysia|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|isbn=9789836212405|translator=Siti Hawa Salleh|authorlink=Johannes Jacobus Ras|lang=ms}} ISBN 983-62-1240-X</ref> |
||
## Dinikahkan dengan Syarifah Asyiqah binti [[Sunan Ampel]].<ref name="hikayat banjar4">{{cite book|last=Ras|first=Johannes Jacobus|year=1990|url=https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar|title=Hikayat Banjar|location=Selangor Darul Ehsan, Malaysia|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|isbn=9789836212405|translator=Siti Hawa Salleh|authorlink=Johannes Jacobus Ras|lang=ms}} ISBN 983-62-1240-X</ref> Dalam perspektif fiqih Munakahat dan Kafa'ah Syarifah maka seorang Syarifah hanya pantas dan boleh menikahi seorang Sayyid.<ref name="hikayat banjar2">{{cite book|last=Ras|first=Johannes Jacobus|year=1990|url=https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar|title=Hikayat Banjar|location=Selangor Darul Ehsan, Malaysia|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|isbn=9789836212405|translator=Siti Hawa Salleh|authorlink=Johannes Jacobus Ras|lang=ms}} ISBN 983-62-1240-X</ref> |
|||
## Gelar keislaman Raden Patah dalam Serat Pranitiradya disebut sebagai Sultan Shah Alam Akbar. Secara antropologi (kebiasaan/kelaziman) penggelaran & pemargaan menunjukkan beliau sebagai Sayyid keluarga Azmatkhan. Gelar Sultan dimasa lalu hanya bisa didapatkan bilamana mendapat izin, pengakuan dan pengesahan internasional dari Syarif Mekkah. |
|||
## Dalam catatan silsilah keluarga Syekh Ahmad Mutamakin jalur Kajen, nama lelulur Raden Patah ditulis sebagai Raden Patah Sayyid Ali Akbar. |
|||
## Sanad Riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Abdul Haq bahwa gelar Raden berarti Ruhuddin yang bermakna Ruhnya Agama. Sanad Riwayat dari Haji Ahmad Dimyati dari KH. Huban Zen bahwa gelar Raden berarti Rahadiyan yang bermakna lemah lembut dan Dermawan. Sanad Riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati didapat dari KH. Amang Syihabuddin yang beliau terima dari KH. Aceng Mu'man Mansur Cimasuk bahwa gelar Raden berarti Sayyid dan yang bergelar Raden itu berkerabat atau satu nasab dengan [[Sunan Gunung Jati|Sunan Gunung Jati.]] Kesimpulan, Gelar Raden berarti pertama secara Nasab harus masuk jalur Sayyid, kedua harus menjadi penghidup Agama dan ketiga harus memiliki sifat lemah lembut dan Dermawan. Menurut Kitab Al Faatawi bahwa Raden Patah diangkat menjadi Sultan oleh [[Sunan Gunung Jati|Sunan Gunung Jati Tauladan masyarakat Umum]].<ref name="hikayat banjar3">{{cite book|last=Ras|first=Johannes Jacobus|year=1990|url=https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar|title=Hikayat Banjar|location=Selangor Darul Ehsan, Malaysia|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|isbn=9789836212405|translator=Siti Hawa Salleh|authorlink=Johannes Jacobus Ras|lang=ms}} ISBN 983-62-1240-X</ref> |
|||
{{Gabungdari|Raden Fatah Demak|date=May 2022}}{{more citations needed}}{{Infobox royalty |
|||
⚫ | |||
| title = Sultan Alam Akbar Al Fattah |
|||
| image = Illustration of Raden Patah.jpg |
|||
| image_size = 200 |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
| succession = [[Kesultanan Demak|Sultan Demak]] |
|||
| moretext = ke-1 |
|||
| reign = {{nowrap|1478–1518}} |
|||
| reign-type = |
|||
| coronation = |
|||
| cor-type = |
|||
| predecessor = |
|||
| pre-type = |
|||
⚫ | |||
| reg-type = |
|||
| successor = [[Pati Unus]] |
|||
| suc-type = |
|||
| birth_name = Raden Bagus Hasan<br />(Jim Bun/Tan Eng Hwa) {{lang|zh-hans|靳文}} |
|||
⚫ | |||
| birth_place = {{flagicon|Majapahit}} [[Palembang]], [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]] |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
| burial_date = |
|||
| burial_place = |
|||
| consort = no |
|||
| spouse = {{plainlist| |
|||
* Putri Solekha |
|||
* Randu Singa}} |
|||
| spouse-type = Istri |
|||
| issue = {{plainlist| |
|||
* Surowiyoto (Raden Kikin) |
|||
* Ratu Mas Nyawa |
|||
* Ratu Pembayun |
|||
* Dewi Ratih |
|||
* Raden Kanduruwan |
|||
}} |
|||
| issue-link = |
|||
| issue-pipe = |
|||
| full name = Senapati Jinbun |
|||
| era name = |
|||
| era dates = |
|||
| regnal name = Senapati Jinbun Ningrat Abdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama<br/>Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah |
|||
| posthumous name = |
|||
| temple name = |
|||
⚫ | |||
| house-type = |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
| occupation = |
|||
| signature = |
|||
| signature_type = |
|||
⚫ | |||
| issue-type = |
|||
| module = |
|||
}} |
|||
== Kematian == |
== Kematian == |
||
Baris 139: | Baris 96: | ||
Pasukan [[Demak]] sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tetapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Trenggana bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati [[Surabaya]] yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana. Trenggana marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggana memakai pisau. [[Sultan]] [[Demak]] itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan. |
Pasukan [[Demak]] sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tetapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Trenggana bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati [[Surabaya]] yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana. Trenggana marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggana memakai pisau. [[Sultan]] [[Demak]] itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan. |
||
== |
== Kutipan == |
||
=== Catatan kaki === |
|||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
== Referensi == |
|||
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi |
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi |
||
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti |
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti |
Revisi terkini sejak 22 Juli 2024 08.03
Raden Trenggana Sultan Ahmad Abdullah Arifin | |
---|---|
Sultan Demak ke-3 | |
Masa jabatan 1521–1546 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 1483 |
Meninggal | 1546 Pertempuran Panarukan, Kerajaan Blambangan |
Agama | Islam |
Pasangan | Ratu Pembayun binti Sunan Kalijaga |
Anak | |
Orang tua |
|
Denominasi | Sunni |
Dikenal sebagai | Wali Songo |
Pemimpin Muslim | |
Pendahulu | Raden Fatah |
Penerus | Sunan Prawoto |
Sultan Trenggana alias Pate Rodim (lahir: 1483; wafat: 1546) adalah sultan Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1513 dan 1521-1546. Di antara kedua masa takhta tersebut, Demak dipimpin Pati Unus dari Jepara, adik Trenggana. Trenggana menikah dengan putri dari bupati Palembang Arya Damar (ayah dari Kin San/Raden Kusen). Di bawah Trenggana, wilayah kekuasaan Demak meluas sampai ke Jawa Timur.[1][2][3]
Nama
[sunting | sunting sumber]Gelar "Sultan" yang diberinya dalam tradisi Jawa sebetulnya belum disandang pada masa itu.[4] Di Jawa, penguasa yang pertama memakai gelar "Sultan" adalah Pangeran Ratu dari Banten, tahun 1638.
Suma Oriental
[sunting | sunting sumber]Menurut sumber Banten atau Portugis atau sumber-sumber Non-Mataram ini, pendiri Demak bukan anak kandung raja Majapahit.
Catatan tentang para adipati pesisir Jawa, dari buku Suma Oriental, tulisan Tome Pires, yaitu orang Portugis yang mengunjungi Jawa tahun 1513.
DEMAK (DEMAA)
[sunting | sunting sumber]Negeri Demak merupakan yang terbesar. Kotanya memiliki 8.000 – 10.000 rumah. Penguasa negeri ini bernama Pate Rodim yang merupakan pate tertinggi di Jawa. Para pate lainnya telah memilih dia sebagai pemimpin.
Ayah Pate Rodim adalah kesatria yang bijak dalam mengambil keputusan, sedangkan kakeknya berasal dari Gresik. Sebagian mengatakan kakek Pate Rodim adalah budak dari penguasa Demak sebelumnya, dan sebagian lagi mengatakan dia seorang pedagang.
Pate Rodim memiliki hubungan erat dengan para penguasa lainnya, karena semua putri dari ayahnya dan kakeknya menikah dengan pate-pate di Jawa. Pate Rodim bahkan telah menaklukkan Palembang, Jambi, Kepulauan Monomby, dan banyak pulau lainnya. Penaklukan ini diawali dengan penaklukan Tanjungpura terlebih dulu, sehingga yang lain pun tunduk kepadanya.
Ayah Pate Rodim dulu memiliki 40 jung, namun kini Pate Rodim hanya memiliki kurang dari 10 jung. Ia terlalu berserah kepada selir-selirnya sehingga negerinya pun jatuh ke dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Bahkan, jung-jung yang tersisa itu pun telah terbakar di Malaka saat membantu Pate Unus menyerang negeri itu.
Pate Rodim memiliki banyak prajurit, paling tidak ada 30.000 di Jawa dan 10.000 di Palembang. Ia terus-menerus berperang melawan Guste Pate dan pate Tuban. Ia telah kehilangan banyak orang akibat perang, dilanda kemiskinan, sehingga harus memohon perlindungan dari Malaka. Jika tidak, ia akan benar-benar bangkrut karena tidak dapat menjalankan perdagangan apa pun selama tiga sampai empat tahun. Ia sudah sangat payah dan harus benar-benar menjadi bawahan Malaka demi kebaikannya sendiri. Rakyatnya banyak yang pergi meninggalkan dirinya, karena mereka tidak bisa mendapatkan barang-barang dagangan sesuai kebutuhan.
Dulu, Pate Rodim mengangkut hasil panen dengan jung ke Malaka, dan para pedagang Malaka juga datang ke Demak menggunakan jung. Sekarang ia tidak dapat lagi menjalankan perdagangan tersebut dan ini membuatnya bangkrut. Apalagi, ia dan Pate Unus konon menghabiskan lebih dari 100.000 cruzado untuk membiayai penyerangan ke Malaka. Tidak diragukan lagi, nasibnya kini sedang berada di ujung tanduk dan berita ini dibenarkan oleh orang-orang yang tinggal di Demak.[5]
Silsilah
[sunting | sunting sumber]Raden Trenggono merupakan putra dari Raden Fatah yang merupakan Sultan Pertama Kerajaan Demak.
Raden Trenggono memiliki beberapa orang anak, diantaranya ialah Sunan Prawoto yang nantinya akan meneruskan kerajaan Demak.
Kenaikan tahta
[sunting | sunting sumber]Sepeninggal Pangeran Sabrang Lor tahun 1521 terjadi perebutan takhta antara Putra Mahkota P. Surowiyoto (R. Kikin) dan Raden Trenggana. Putra sulung Trenggana yaitu Raden Mukmin alias Muk Ming (nama kecil Sunan Prawoto) mengirim utusan bernama Surayata untuk membunuh Pangeran Surowiyoto/ Raden Kikin di tepi sungai sekitar Lasem. Sejak itu Pangeran Surowiyoto alias Raden Kikin terkenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen (artinya, "bunga yang gugur di sungai").
Trenggana pun naik takhta.
Pada tahun 1524 datang seorang pemuda dari Pasai bernama Fatahillah. Trenggana menyukainya dan menjadikan nya Panglima Kerajaan Demak.
Sebaliknya, Fatahillah juga memperkenalkan pemakaian gelar bernuansa Arab sebagaimana yang lazim dipakai oleh raja-raja Islam di Sumatra. Maka, Trenggana kemudian juga bergelar Sultan Ahmad Abdullah Arifin.
Tokoh Fatahillah inilah yang pada tahun 1527 dikirim menyerang Portugisa bersama pasukan Cirebon menghadapi Portugis. Ia berhasil membebaskan wilayah Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta atau Jakarta.
Masa Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Penaklukan Majapahit
[sunting | sunting sumber]Upacara pernikahan Fatahillah tahun 1524 dikejutkan dengan berita kematian Sunan Ngudung dalam perang melawan Majapahit. Adapun ibu kota Majapahit saat itu sudah pindah ke Daha di bawah pemerintahan Girindrawardhana. Raja Majapahit ini hanyalah bersifat simbol, karena pemerintahan dikendalikan penuh oleh Patih Udara. Sang Patih juga menjalin persahabatan dengan Portugis untuk memerangi Demak.
Akhirnya pada tahun 1527 pasukan Demak berhasil mengalahkan Majapahit. Kerajaan yang pernah berjaya pada masa lalu itu akhirnya musnah sama sekali. Terjadi arus pelarian besar-besaran dari kerabat kerajaan Majapahit, hal ini disebabkan mereka takut akan dihukum karena dukungan mereka pada Girindrawardhana saat ia mengudeta Bhre Kertabhumi pada tahun 1478. Tampaknya ibu kota Daha juga mengalami nasib yang sama dengan Trowulan, hal ini merupakan pembalasan keturunan Bhre Kertabhumi yang menjadi penguasa Demak atas tindakan Girindrawardhana pada saat ia merebut takhta Majapahit.
Selain itu Tuban juga ditaklukkan pada tahun yang sama. Penguasa Tuban menurut catatan Portugis bernama Pate Vira, seorang muslim tetapi setia kepada Majapahit. Berita ini menunjukkan kalau perang antara Demak dan Majapahit dilandasi persaingan kekuasaan, bukan karena sentimen antara agama Islam dan Hindu.
Pada tahun 1528 Trenggana menaklukkan Wirasari, kemudian Gagelang atau Gelanggelang (nama sekarang: Madiun) tahun 1529, Medangkungan (Blora) tahun 1530, Hujung-Galuh (Surabaya) tahun 1531, Pasuruan tahun 1535. Hampir sebagian besar penyerangan terhadap daerah-daerah tersebut dipimpin oleh Trenggana sendiri.
Antara tahun 1541-1542 Demak menaklukkan Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (Mojoagung, Jombang). Gunung Penanggungan yang menjadi pusat sisa-sisa pelarian Majapahit direbut tahun 1543. Kemudian Kerajaan Sengguruh di Malang, yang pernah menyerang Giri Kedaton, dikalahkan tahun 1545.
Ekspedisi ke Banjarmasin
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1526 Raja Demak yang diduga adalah Trenggana alias Tung Ka lo[6] telah megirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa Kerajaan Negara Daha terakhir. Kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai Sultan Banjarmasin I, sedangkan Pangeran Tumenggung diizinkan menetap di pedalaman yaitu daerah Alay dengan seribu penduduk.
Hikayat Banjar:
Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu ada orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu Sultan Suryanullah. Banyak tiada tersebut. Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah kembali. Maka orang Demak yang mati berperang ada dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat [dari] menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu kembali. Itulah maka sampai sekarang ini di Demak dan Tadunan itu ada asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang Nagara itu; tiada lagi tersebut.[7]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Berita kematian Trenggana ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto.
Pada tahun 1546 Trenggana menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten.
Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tetapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Trenggana bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana. Trenggana marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggana memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163. ISBN 978-979-8451-16-4
- ^ (Indonesia) Parlindungan, Mangaraja Onggang (1 Januari 2007). Tuanku Rao. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 662. ISBN 9789799785336. ISBN 9799785332
- ^ (Inggris) Ricklefs, Merle Calvin (1984). "Theodore Gauthier Th. Pigeaud". Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals of Sĕmarang and Cĕrbon. Monash University. hlm. 32. ISBN 9780867464191. ISBN 0867464194
- ^ M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, halaman 38
- ^ (Inggris) Pires, Tomé (1944). "Francisco Rodrigues". Suma Oriental (PDF).
- ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (1857). "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkundem". 6 (3): 236.
- ^ Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
- Winarsih Partaningrat Arifin. 1995. Babad Blambangan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
- Yuliadi Soekardi. 2002. Nalusur Sejarahe Sunan Gunungjati. Dalam Majalah Panjebar semangat edisi 23-27 Surabaya
- Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Pati Unus |
Raja Demak 1505—1518 1521-1546 |
Diteruskan oleh: Sunan Prawoto |