Bir pletok: Perbedaan antara revisi
Swarabakti (bicara | kontrib) Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Swarabakti (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
(62 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{under construction}} |
|||
{{Infobox food |
{{Infobox food |
||
| name = Bir pletok |
| name = Bir pletok |
||
| image = Bir Pletok. |
| image = Bir Pletok (closeup, bg removed).png |
||
| image_size = |
| image_size = 180 |
||
| caption = Empat botol bir pletok |
| caption = Empat botol bir pletok |
||
| country = [[Indonesia]] {{flagicon|Indonesia}} |
| country = [[Indonesia]] {{flagicon|Indonesia}} |
||
Baris 13: | Baris 11: | ||
| minor_ingredient = [[adas]], [[bunga lawang]], [[cabai jawa]], daun [[jeruk purut]], [[jintan hitam]], [[kayu angin]], [[mesoyi|kayu mesoyi]], [[kencur]], [[lada hitam]], [[temu kunci]], [[temu lawak]] |
| minor_ingredient = [[adas]], [[bunga lawang]], [[cabai jawa]], daun [[jeruk purut]], [[jintan hitam]], [[kayu angin]], [[mesoyi|kayu mesoyi]], [[kencur]], [[lada hitam]], [[temu kunci]], [[temu lawak]] |
||
}} |
}} |
||
'''Bir pletok''' adalah sejenis minuman penghangat khas masyarakat [[Suku Betawi|Betawi]]. Bahan baku minuman ini utamanya adalah [[jahe]] dan [[secang]], serta berbagai macam rempah-rempah lainnya. Pengolahan bir pletok dilakukan dengan cara memilih serta mempersiapkan bahan baku untuk kemudian direbus dan disaring. Sebelum disajikan, bir pletok juga dapat dikocok terlebih dahulu hingga mengeluarkan buih. Warna, aroma, dan rasa bir pletok dapat bervariasi tergantung bahan baku dan cara pengolahannya. Kandungan rempahnya menjadikan bir pletok sebagai minuman yang kaya akan senyawa [[antioksidan|antioksidatif]]. |
|||
'''Bir pletok''' adalah minuman khas masyarakat [[Suku Betawi|Betawi]] yang terbuat dari berbagai macam [[rempah]]. Minuman ini telah diakui sebagai [[warisan budaya takbenda]] [[Warisan Budaya Takbenda Indonesia|Indonesia]] pada tahun 2014,<ref name="WBTB"/> serta menjadi salah satu dari delapan ikon kebudayaan Betawi yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi [[DKI Jakarta]] pada tahun 2017.<ref name="wiguna">{{cite web |last=Wiguna |first=Dewa Ketut Sudiarta |title=Para perawat ikon Betawi |website=Antara News |date=2022-06-25 |url=https://www.antaranews.com/berita/2960161/para-perawat-ikon-betawi |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195216/https://www.antaranews.com/berita/2960161/para-perawat-ikon-betawi |archive-date=2024-06-27}}</ref> |
|||
Asal-usul bir pletok sendiri tidak tercatat secara pasti, walaupun minuman ini umumnya dianggap bermula dari keinginan masyarakat Betawi untuk membuat minuman perayaan sebagai tiruan serta tandingan bagi [[Minuman anggur|anggur]] dan [[bir]] orang-orang Eropa. Namun, meski menggunakan nama "bir", minuman ini tidak mengandung alkohol dan dapat disertifikasi [[halal]]. Bir pletok lazim disuguhkan dalam upacara siklus hidup orang Betawi seperti [[Khitan|sunat]] dan [[pernikahan]], serta di tempat-tempat berorientasi wisata budaya. Minuman ini telah diakui sebagai [[warisan budaya takbenda]] [[Warisan Budaya Takbenda Indonesia|Indonesia]], serta menjadi salah satu ikon kebudayaan Betawi yang didukung pelestariannya oleh pemerintah Provinsi [[DKI Jakarta]]. |
|||
== Penamaan == |
== Penamaan == |
||
Baris 21: | Baris 21: | ||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Diner van de Nederlands-Indische Handelsbank Batavia TMnr 60045030.jpg|thumb|right|upright=1.5|Suasana sebuah acara [[makan malam]] di [[Batavia]] pada masa [[Hindia Belanda]]]] |
|||
Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,<ref name="rezkisari"/> walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa [[Penjajahan|kolonial]].{{sfnp|Attas|2021|p=589}} Sejarawan [[JJ Rizal]] menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.<ref name="afrisia">{{cite web |last=Afrisia |first=Rizky Sekar |title=Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol |website=CNN Indonesia |date=2015-06-22 |url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195209/https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |archive-date=2024-06-27}}</ref> Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang [[Orang Belanda|Belanda]] seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.<ref name="yuniar"/> Ditambah lagi, kemeriahan [[pesta]] yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Attas|2021|p=590}} Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, [[Khamar|minuman memabukkan]] adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa bir, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=144–146}} Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.{{sfnp|Attas|2021|p=591}} |
Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,<ref name="rezkisari"/> walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa [[Penjajahan|kolonial]].{{sfnp|Attas|2021|p=589}} Sejarawan [[JJ Rizal]] menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.<ref name="afrisia">{{cite web |last=Afrisia |first=Rizky Sekar |title=Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol |website=CNN Indonesia |date=2015-06-22 |url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195209/https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150622154243-262-61620/sejarah-bir-pletok-betawi-tiruan-anggur-barat-tanpa-alkohol |archive-date=2024-06-27}}</ref> Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang [[Orang Belanda|Belanda]] seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.<ref name="yuniar"/> Ditambah lagi, kemeriahan [[pesta]] yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Attas|2021|p=590}} Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, [[Khamar|minuman memabukkan]] adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa campuran bir dan anggur, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.<ref name="afrisia"/>{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=144–146}} Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.{{sfnp|Attas|2021|p=591}} |
||
Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang [[pikulan]] keliling pada tahun 1900-an.{{sfnp|Gardjito|Putri|Dewi|2017|p=113–114}} Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran [[penanaman modal asing]] pada tahun 1970-an. |
Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang [[pikulan]] keliling pada tahun 1900-an.{{sfnp|Gardjito|Putri|Dewi|2017|p=113–114}} Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran [[penanaman modal asing]] pada tahun 1970-an. Untuk mempertahankan [[hidangan Betawi]] yang semakin terpinggirkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyokong kehadiran kuliner khas Betawi dalam berbagai festival, terutama [[Pekan Raya Jakarta]] sebagai perhelatan tahunan paling akbar. Bir pletok pun mengalami banyak pengembangan lanjutan, dengan berbagai produk turunan hasil olahannya. Namun, usaha-usaha pengembangan ini relatif masih belum terlalu berdampak luas. Pengrajin bir pletok pada umumnya hanya menyelenggarakan [[Usaha mikro, kecil, dan menengah|usaha dengan skala kecil]], sehingga tidak memiliki kapasitas untuk [[produksi massal]] tanpa dukungan yang cukup. Hal ini diperparah dengan pupusnya ketenaran hidangan Betawi di Jakarta, karena mayoritas orang Betawi telah tergusur ke pinggiran kota.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=151–154}} |
||
Minuman ini diakui sebagai warisan budaya takbenda di tingkat nasional pada tahun 2014.<ref name="WBTB"/> Melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2015 serta Peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2017, pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menetapkan bir pletok sebagai salah satu dari delapan ikon kebudayaan Betawi yang wajib didukung pelestariannya.<ref name="wiguna">{{cite web |last=Wiguna |first=Dewa Ketut Sudiarta |title=Para perawat ikon Betawi |website=Antara News |date=2022-06-25 |url=https://www.antaranews.com/berita/2960161/para-perawat-ikon-betawi |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195216/https://www.antaranews.com/berita/2960161/para-perawat-ikon-betawi |archive-date=2024-06-27}}</ref> Merebaknya [[pandemi Covid-19]] di Indonesia pada tahun 2020 membuat penjualan bir pletok meningkat, sebab masyarakat percaya bahwa minuman ini berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh.<ref name="Pirlo">{{cite web |last=Pirlo |first=Reza Antares |title=Disebut anti corona, bir pletok Tangsel tembus luar negeri |website=Tagar.id |date=2020-03-16 |url=https://www.tagar.id/disebut-anti-corona-bir-pletok-tangsel-tembus-luar-negeri |access-date=2024-07-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240703193814/https://www.tagar.id/disebut-anti-corona-bir-pletok-tangsel-tembus-luar-negeri |archive-date=2024-07-03}}</ref> Pada tahun 2022, resep bir pletok menduduki peringkat ketiga dari sepuluh resep paling banyak dicari melalui [[Google Search]] oleh [[warganet]] Indonesia.<ref>{{cite web | last=Aisyah | first=Yuharrani | title=10 Resep paling viral di Indonesia pada 2022, kamu pernah bikin? | website=Kompas.com | date=2023-01-01 | url=https://www.kompas.com/food/read/2023/01/01/090138475/10-resep-paling-viral-di-indonesia-pada-2022-kamu-pernah-bikin |archive-url=https://web.archive.org/web/20230807181956/https://www.kompas.com/food/read/2023/01/01/090138475/10-resep-paling-viral-di-indonesia-pada-2022-kamu-pernah-bikin |archive-date=2023-08-07| access-date=2024-09-13}}</ref> |
|||
== Bahan baku == |
== Bahan baku == |
||
Bahan baku bir pletok dapat berbeda-beda tergantung daerah dan pengrajin, tetapi [[jahe]] dan [[secang]] umumnya selalu ada.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=35}}{{sfnp|Kholishoh dkk.|2019|p=160}} Jahe sebagai komponen dengan porsi paling besar menyumbang rasa pedas dan hangat yang dominan.{{sfnp|Muliani|2017|p=228}} Sementara, penggunaan secang sebagai pewarna menjadi pembeda utama antara bir pletok Betawi dan [[bir kocok]] khas Bogor.<ref name="sudarsono">{{cite web |last=Sudarsono |first=Ratih P. |title=Sihir rasa dari Suryakancana | website=Kompas.id |date=2019-02-15 |url=https://www.kompas.id/baca/utama/2019/02/16/sihir-rasa-dari-suryakancana |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195208/https://www.kompas.id/baca/utama/2019/02/16/sihir-rasa-dari-suryakancana |archive-date=2024-06-27}}</ref> Beberapa di antara rempah segar yang lazim digunakan dalam pembuatan bir pletok adalah daun [[pandan wangi]], daun [[jeruk purut]], dan [[serai dapur]],{{sfn|Dewantara|Levyta|2022|p=75}}{{sfnp|Putra dkk.|2023|p=84}} sementara rempah keringnya mencakup [[adas]], [[bunga lawang]], [[cabai jawa]], [[cengkeh]], [[jintan hitam]], [[kapulaga]], [[kayu angin]], [[kayu manis]], [[mesoyi|kayu mesoyi]], [[lada hitam]], hingga [[pala]].{{sfnp|Giyatmi|2018|p=275–276 |
Bahan baku bir pletok dapat berbeda-beda tergantung daerah dan pengrajin, tetapi [[jahe]] dan [[secang]] umumnya selalu ada.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=35}}{{sfnp|Kholishoh dkk.|2019|p=160}} Jahe sebagai komponen dengan porsi paling besar menyumbang rasa pedas dan hangat yang dominan.{{sfnp|Muliani|2017|p=228}} Sementara, penggunaan secang sebagai pewarna menjadi pembeda utama antara bir pletok Betawi dan [[bir kocok]] khas Bogor.<ref name="sudarsono">{{cite web |last=Sudarsono |first=Ratih P. |title=Sihir rasa dari Suryakancana | website=Kompas.id |date=2019-02-15 |url=https://www.kompas.id/baca/utama/2019/02/16/sihir-rasa-dari-suryakancana |access-date=2024-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20240627195208/https://www.kompas.id/baca/utama/2019/02/16/sihir-rasa-dari-suryakancana |archive-date=2024-06-27}}</ref> Beberapa di antara rempah segar yang lazim digunakan dalam pembuatan bir pletok adalah daun [[pandan wangi]], daun [[jeruk purut]], dan [[serai dapur]],{{sfn|Dewantara|Levyta|2022|p=75}}{{sfnp|Putra dkk.|2023|p=84}} sementara rempah keringnya mencakup [[adas]], [[bunga lawang]], [[cabai jawa]], [[cengkeh]], [[jintan hitam]], [[kapulaga]], [[kayu angin]], [[kayu manis]], [[mesoyi|kayu mesoyi]], [[lada hitam]], hingga [[pala]].{{sfnp|Giyatmi|2018|p=275–276}}<ref name="Pirlo"/>{{sfn|Dewantara|Levyta|2022|p=75}} Ragam jahe yang digunakan mencakup jahe emprit, jahe gajah, jahe merah, atau kombinasi di antaranya.{{sfnp|Muliani|2017|p=228}}{{sfn|Dewantara|Levyta|2022|p=75}} [[Rimpang]] selain jahe seperti [[kencur]], [[temu lawak]], dan [[temu kunci]] juga dapat digunakan sebagai campuran untuk menambah sentuhan pada rasa minuman.{{sfnp|Kholishoh dkk.|2019|p=159}} |
||
⚫ | Biarpun minuman ini dianggap khas Betawi, tidak semua orang Betawi menyukai rasa dan wangi rempahnya yang pekat.{{sfnp|Chaer|2015|p=119}}{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=148}} Oleh karena itu, penggunaan bahan-bahan rempah dapat divariasikan agar mendapatkan rasa dan aroma yang diinginkan, begitu pula penambahan [[garam]] dan pemanis.{{sfnp|Giyatmi|2018|p=275–276}} Misalnya, ada pengrajin yang sengaja tidak menggunakan serai, atau bahkan menambahkan [[kental manis]] ke dalam campuran.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=148}} Ada pula pengrajin yang membuatkan varian rasa yang lebih ringan bagi anak kecil dan orang yang kurang suka herbal.<ref name="Pirlo"/> Rasa manis pada bir pletok pada umumnya didapat dari [[gula pasir]], [[gula merah]], campuran keduanya,{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=32}} atau bisa juga dari [[pengganti gula]], tentunya dengan kadar yang berbeda-beda tergantung pengrajin dan permintaan konsumen.{{sfnp|Muliani|2017|p=231, 233}}{{sfnp|Putra dkk.|2023|p=85}} |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Biarpun minuman ini dianggap khas Betawi, tidak semua orang Betawi menyukai rasa dan wangi rempahnya yang pekat.{{sfnp|Chaer|2015|p=119}}{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=148}} |
||
Perbedaan dalam bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bir pletok tidak hanya menyumbang keragaman rasa dan aroma, tetapi juga warna; mulai dari yang merah jingga, merah kecoklatan, hingga merah keunguan.{{sfnp|Muliani|2017|p=227}} Bahan utama pewarna alami digunakan dalam bir pletok mencakup kayu secang dan daun pandan.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=32}} Secara khusus, penggunaan kayu secang dapat menghasilkan warna berbeda tergantung [[pH|tingkat keasaman]] larutan. Jika asam maka warnanya akan kekuningan, jika netral maka warnanya merah terang, dan jika basa maka warnanya akan merah keunguan.{{sfnp|Hisyam|2023|p=129}} |
|||
Ragam bahan baku bir pletok mencerminkan persinggungan kemajemukan budaya yang mempengaruhi masyarakat Betawi.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=147, 157}} Minuman serupa yang berbahan rebusan herbal dapat ditemui dalam berbagai kebudayaan Nusantara, seperti misalnya [[jamu]] khas Jawa serta ''[[loloh]]'' khas Bali. Sementara, unsur rempah seperti kapulaga dan kayu manis lazim digunakan dalam [[hidangan Arab]] dan [[hidangan India]], yang turut menyumbang pengaruh dalam hidangan Betawi.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=147–148, 152–153}} Bersama dengan [[kerak telor]], JJ Rizal menyebut bir pletok sebagai "mahakarya paling orisinal" masyarakat Betawi.<ref name="birra">{{cite web |last=Birra |first=Fadhil Al |title=Ketika sejarawan bicara soal kerak telor dan bir pletok, orisinal! |website=Jawa Pos |date=2017-07-08 |url=https://www.jawapos.com/humaniora/01146632/ketika-sejarawan-bicara-soal-kerak-telor-dan-bir-pletok-orisinal |archive-url=https://web.archive.org/web/20240629072916/https://www.jawapos.com/humaniora/01146632/ketika-sejarawan-bicara-soal-kerak-telor-dan-bir-pletok-orisinal |archive-date=2024-06-29 |access-date=2024-06-29}}</ref> Sebagaimana kerak telor menunjukkan kentalnya budaya agraris Betawi melalui penggunaan bahan baku hasil tani dan ternak, bir pletok mencerminkan peran ranah Betawi sebagai pusat perdagangan melalui penggunaan beragam rempah hasil niaga.<ref name="birra"/><ref name="adiakurnia">{{cite web |last=Adiakurnia |first=Muhammad Irzal |title=Bir pletok, simbol kemegahan perayaan orang Betawi |website=Kompas.com |date=2017-07-09 |url=https://travel.kompas.com/read/2017/07/09/100600527/bir.pletok.simbol.kemegahan.perayaan.orang.betawi |access-date=2024-06-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230528223629/https://travel.kompas.com/read/2017/07/09/100600527/bir.pletok.simbol.kemegahan.perayaan.orang.betawi |archive-date=2023-05-28}}</ref> |
Ragam bahan baku bir pletok mencerminkan persinggungan kemajemukan budaya yang mempengaruhi masyarakat Betawi.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=147, 157}} Minuman serupa yang berbahan rebusan herbal dapat ditemui dalam berbagai kebudayaan Nusantara, seperti misalnya [[jamu]] khas Jawa serta ''[[loloh]]'' khas Bali. Sementara, unsur rempah seperti kapulaga dan kayu manis lazim digunakan dalam [[hidangan Arab]] dan [[hidangan India]], yang turut menyumbang pengaruh dalam hidangan Betawi.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=147–148, 152–153}} Bersama dengan [[kerak telor]], JJ Rizal menyebut bir pletok sebagai "mahakarya paling orisinal" masyarakat Betawi.<ref name="birra">{{cite web |last=Birra |first=Fadhil Al |title=Ketika sejarawan bicara soal kerak telor dan bir pletok, orisinal! |website=Jawa Pos |date=2017-07-08 |url=https://www.jawapos.com/humaniora/01146632/ketika-sejarawan-bicara-soal-kerak-telor-dan-bir-pletok-orisinal |archive-url=https://web.archive.org/web/20240629072916/https://www.jawapos.com/humaniora/01146632/ketika-sejarawan-bicara-soal-kerak-telor-dan-bir-pletok-orisinal |archive-date=2024-06-29 |access-date=2024-06-29}}</ref> Sebagaimana kerak telor menunjukkan kentalnya budaya agraris Betawi melalui penggunaan bahan baku hasil tani dan ternak, bir pletok mencerminkan peran ranah Betawi sebagai pusat perdagangan melalui penggunaan beragam rempah hasil niaga.<ref name="birra"/><ref name="adiakurnia">{{cite web |last=Adiakurnia |first=Muhammad Irzal |title=Bir pletok, simbol kemegahan perayaan orang Betawi |website=Kompas.com |date=2017-07-09 |url=https://travel.kompas.com/read/2017/07/09/100600527/bir.pletok.simbol.kemegahan.perayaan.orang.betawi |access-date=2024-06-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230528223629/https://travel.kompas.com/read/2017/07/09/100600527/bir.pletok.simbol.kemegahan.perayaan.orang.betawi |archive-date=2023-05-28}}</ref> |
||
== |
== Pengolahan == |
||
Proses pembuatan bir pletok dilaksanakan dalam beberapa tahap. Sebagai persiapan, bahan baku yang tersedia disortir terlebih dahulu. Rempah segar yang dipilih adalah yang tidak busuk dan tidak kering, sementara rempah kering yang dipilih adalah yang utuh dan bersih tanpa jamur.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}}{{sfnp|Silalahi|Wahyuningtyas|Kalima|2023|p=337}} |
Proses pembuatan bir pletok dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan baku, perebusan, dan penyaringan.{{sfnp|Putra dkk.|2023|p=84}} Sebagai persiapan, bahan baku yang tersedia disortir terlebih dahulu. Rempah segar yang dipilih adalah yang tidak busuk dan tidak kering, sementara rempah kering yang dipilih adalah yang utuh dan bersih tanpa jamur.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}}{{sfnp|Silalahi|Wahyuningtyas|Kalima|2023|p=337}} Ruas jahe juga dapat dibakar terlebih dahulu sebelum diolah.{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}} Setelah semua bahan tersedia, rempah segar dan rempah kering dibersihkan. Khusus jahe, ada yang membersihkannya cukup dengan mencuci tanpa mengupas kulitnya, agar rasa dan aroma yang dihasilkan dari proses perebusan lebih kuat. Untuk memperoleh hasil [[ekstraksi]] yang maksimal selama proses perebusan, bahan baku yang ada dapat diiris, diparut, atau dimemarkan.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}} Jahe dan sereh dapat dipotong dan ditumbuk, sedangkan rempah seperti pala cukup diiris-iris saja.{{sfnp|Silalahi|Wahyuningtyas|Kalima|2023|p=338}} Semakin kecil ukuran potongan bahan-bahan, akan semakin bagus pula hasil ekstraksinya.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}} |
||
Langkah-langkah dalam tahap perebusan bervariasi tergantung pengrajin. Ada yang mencampurkan semua bahan rempah ke dalam air dan direbus selama 15 menit, kemudian disaring. Hasil saringan pertama ini ditambahkan daun pandan dan pemanis, direbus sekali lagi hingga mendidih, lalu disaring untuk kedua kalinya.{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}} Perebusan dalam dua tahap juga ditemui dalam pengolahan produk turunan bir pletok seperti [[sirop]] dan [[serbuk siap seduh]]. Hanya saja, tahapan perebusan kedua dilakukan hingga air rebusan mengental atau memadat menjadi kristal.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=34}} Sementara, dalam resep lain, perebusan dilakukan sekali dengan melarutkan gula terlebih dahulu bersama rebusan jahe, sebelum kemudian ditambahkan secang, rempah-rempah, dan serai untuk dipanaskan dengan api kecil selama 1 jam.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=146}} Ada pula yang hanya mencampurkan secang selama 5 menit terakhir perebusan, setelah bahan-bahan lain ditiriskan, agar warna merah dari secang dapat diserap sepenuhnya oleh air rebusan.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}} |
Langkah-langkah dalam tahap perebusan bervariasi tergantung pengrajin. Ada yang mencampurkan semua bahan rempah ke dalam air dan direbus selama 15 menit, kemudian disaring. Hasil saringan pertama ini ditambahkan daun pandan dan pemanis, direbus sekali lagi hingga mendidih, lalu disaring untuk kedua kalinya.{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}} Perebusan dalam dua tahap juga ditemui dalam pengolahan produk turunan bir pletok seperti [[sirop]] dan [[serbuk siap seduh]]. Hanya saja, tahapan perebusan kedua dilakukan hingga air rebusan mengental atau memadat menjadi kristal.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=34}} Sementara, dalam resep lain, perebusan dilakukan sekali dengan melarutkan gula terlebih dahulu bersama rebusan jahe, sebelum kemudian ditambahkan secang, rempah-rempah, dan serai untuk dipanaskan dengan api kecil selama 1 jam.{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=146}} Ada pula yang hanya mencampurkan secang selama 5 menit terakhir perebusan, setelah bahan-bahan lain ditiriskan, agar warna merah dari secang dapat diserap sepenuhnya oleh air rebusan.{{sfnp|Muliani|2017|p=229}} |
||
Proses penyaringan yang dilakukan di akhir merupakan tahapan penting untuk menapis unsur-unsur halus yang tak larut dan membuat minuman terlihat keruh. Jenis saringan yang dapat digunakan antara lain adalah kain saring berbahan [[nilon]] serupa yang digunakan dalam [[sablon|industri sablon]].{{sfnp|Muliani|2017|p=229}} Setelah disaring, bir pletok siap saji dapat dikemas dengan botol-botol kaca ber[[jenama]].{{sfnp|Teviningrum dkk.|2016|p=57}}{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}} Pengolahan lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk menghasilkan berbagai produk turunan. Selain dari sirop dan serbuk siap seduh yang telah disebutkan, bir pletok juga dapat dijadikan [[konsentrat]], [[minuman ringan|minuman bersoda]], hingga [[permen|gula-gula]].{{sfnp|Kholishoh dkk.|2019|p=160}}{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}}{{sfnp|Muliani|2017|p=217, 222}} Bahan-bahan baku bir pletok pun dapat dikemas dalam bentuk kering untuk diramu secara mandiri.<ref name="Pirlo"/> |
|||
== Penyajian |
== Penyajian == |
||
[[Berkas:Iced bir pletok 20240622 112754.jpg|jmpl|ka|Segelas bir pletok disajikan dingin dengan [[es batu]]]] |
[[Berkas:Iced bir pletok 20240622 112754.jpg|jmpl|ka|Segelas bir pletok disajikan dingin dengan [[es batu]]]] |
||
Pada awalnya, bir pletok lebih lazim disajikan sebagai penghangat badan di malam hari, terutama pada saat [[musim penghujan]].{{sfnp|Muliani|2017|p=224}} Dominasi rasa jahe yang menyegarkan membuat minuman ini cocok disajikan dengan suhu hangat atau panas.{{sfnp|Putra dkk.|2023|p=84}} Namun, sejak [[es batu]] mulai marak digunakan di Jakarta pada pertengahan abad ke-20, minuman ini juga seringkali disajikan dingin sebagai penyejuk di kala gerah.{{sfnp|Teviningrum dkk.|2016|p=57}}{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=150–151}} Sebelum dihidangkan, bir pletok dapat dikocok terlebih dahulu hingga berbuih. Pengocokan ini dilakukan dengan wadah tabung yang terbuat dari bambu{{sfnp|Attas|2021|p=589}}<ref name="yuniar"/> atau kaleng.{{sfnp|Habsari|2007|p=47}} |
|||
JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok pada mulanya lebih umum disajikan saat acara-acara besar masyarakat Betawi, tidak seperti teh dan kopi yang rutin diminum di kala pagi dan sore hari.{{sfnp|Attas|2021|p=593}} Hajatan Betawi seperti [[Sunat| |
JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok pada mulanya lebih umum disajikan saat acara-acara besar masyarakat Betawi, tidak seperti teh dan kopi yang rutin diminum di kala pagi dan sore hari.{{sfnp|Attas|2021|p=593}} Hajatan Betawi seperti [[Sunat|sunatan]], [[Upacara pernikahan|pernikahan]], dan upacara yang berkaitan dengan [[kematian]] lazim menyuguhkan bir pletok sebagai minuman.<ref name="adiakurnia"/> Di antara ketiga jenis hajatan ini, yang paling wajib menyajikan bir pletok adalah pernikahan, sebagai perhelatan dengan gengsi paling tinggi. Melimpahnya suguhan bir pletok menjadi tolok ukur kemegahan sebuah acara pernikahan Betawi, layaknya peran anggur dalam pesta-pesta Eropa.{{sfnp|Attas|2021|p=593}} Dalam adat perkawinan Betawi, bir pletok juga amat dianjurkan untuk diminum oleh kedua pengantin,{{sfnp|Hisyam|2023|p=128}} khususnya bagi mempelai wanita setelah prosesi ''tangas'' atau ''kum'' ([[mandi uap]]) sebagai perawatan kecantikan sebelum acara inti.{{sfnp|Hisyam|2023|p=112}}<ref name="putri">{{cite web |last=Putri |first=Citra Narada |title=Dilakukan oleh calon pengantin perempuan, ini perawatan kecantikan tradisional khas Betawi |website=Kompas.com |date=2021-08-15 |url=https://www.kompas.com/parapuan/read/532839829/dilakukan-oleh-calon-pengantin-perempuan-ini-perawatan-kecantikan-tradisional-khas-betawi |archive-url=https://web.archive.org/web/20210827142610/https://www.kompas.com/parapuan/read/532839829/dilakukan-oleh-calon-pengantin-perempuan-ini-perawatan-kecantikan-tradisional-khas-betawi |archive-date=2021-08-27 |access-date=2024-06-29}}</ref> |
||
Selain dalam perayaan-perayaan budaya, bir pletok kini juga lazim dijajakan di tempat-tempat yang berorientasi wisata, misalnya kawasan [[Setu Babakan]], [[Jagakarsa, Jakarta Selatan]].{{sfnp|Sultani|Anastasia|Yuliswara|2020|p=151}} Dalam [[industri ramah-tamah]] di Indonesia, minuman ini juga disajikan sebagai suguhan penyambut di beberapa [[hotel]] dan [[sanggraloka]], terutama yang mengedepankan warisan budaya sebagai nilai lebihnya.{{sfnp|Muliani|2017|p=221}} |
|||
Selain dihidangkan secara langsung, bir pletok siap saji dapat pula dikemas dengan botol-botol kaca ber[[jenama]].{{sfnp|Teviningrum dkk.|2016|p=57}}{{sfnp|Giyatmi|2018|p=276}} Ada pula pengrajin yang mengemas bahan baku bir pletok dalam bentuk kering untuk diramu secara mandiri.<ref name="Pirlo"/> |
|||
== Kandungan gizi dan khasiat == |
== Kandungan gizi dan khasiat == |
||
Sebagai minuman berbahan rempah, bir pletok kaya akan kandungan senyawa [[fenol]] [[antioksidan]] yang mampu menangkal [[radikal bebas]]. Dalam sebuah kajian terhadap bahan rempah bir pletok yang dilakukan oleh {{harvcoltxt|Wibawa dkk.|2019}}, kadar total fenol tertinggi ditemui pada hasil ekstraksi cengkih, diikuti oleh kayu manis dan pala.{{sfnp|Wibawa dkk.|2019|pp=202–203}} Sementara, {{harvcoltxt|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012}} menemukan bahwa penambahan rempah tertentu seperti kapulaga dapat meningkatkan kadar fenol pada bir pletok. Penggunaan jenis gula yang berbeda juga berpengaruh pada kadar fenol minuman. Dengan takaran rempah yang sama, bir pletok berpemanis gula merah memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok berpemanis gula pasir. Ditambah lagi, penggunaan gula merah dan secang secara bersamaan menghasilkan "efek sinergisme" antara senyawa antioksidan dari kedua unsur tersebut, sehingga meningkatkan aktivitas penangkapan radikal bebas pada bir pletok.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=35–36}} {{harvcoltxt|Permanasari|Sari|Aslam|2021}} menemukan bahwa penambahan gula pasir dengan konsentrasi 4% menghasilkan kapasitas antioksidan tertinggi bila dibandingkan dengan bir pletok tanpa gula ataupun yang menggunakan gula dengan konsentrasi lebih tinggi.{{sfnp|Permanasari|Sari|Aslam|2021}} |
|||
{{expand section}} |
|||
Mutu, asal, dan rentang waktu perebusan rempah dapat berpengaruh terhadap sifat antioksidan dari bir pletok.{{sfnp|Wibawa dkk.|2019|pp=205}} Bir pletok dalam bentuk cair memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok dalam bentuk serbuk instan, sebab proses pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan rusaknya komponen senyawa tersebut.{{sfnp|Ishartani|Kawiji|Khasanah|2012|p=35–36}} Wibawa dkk. (2019) berpendapat bahwa durasi ekstraksi terbaik untuk mengoptimalkan khasiat rempah bir pletok adalah selama 30 menit, dengan bahan rempah yang segar dan minim oksidasi.{{sfnp|Wibawa dkk.|2019|pp=205}} |
|||
== Rujukan == |
== Rujukan == |
||
Baris 58: | Baris 64: | ||
{{refbegin|indent=yes}} |
{{refbegin|indent=yes}} |
||
* {{cite book |last=Attas |first=Siti Gomo |date=2021 |chapter=Bir pletok sebagai minuman rempah dalam perspektif komunikasi lintas budaya |editor1=Novi Anoegrajekti |editor2=Sastri Sunarti |editor3=Sudartomo Macaryus |editor4=Djoko Saryono |editor5=I Nyoman Darma Putra |title=Sastra rempah |location=Yogyakarta |publisher=[[Kanisius]] |pages=583–596 |chapter-url=https://www.google.co.id/books/edition/Sastra_Rempah/5NhVEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA587&printsec=frontcover |isbn=9789792171761 |ref=harv}} |
* {{cite book |last=Attas |first=Siti Gomo |date=2021 |chapter=Bir pletok sebagai minuman rempah dalam perspektif komunikasi lintas budaya |editor1=Novi Anoegrajekti |editor2=Sastri Sunarti |editor3=Sudartomo Macaryus |editor4=Djoko Saryono |editor5=I Nyoman Darma Putra |title=Sastra rempah |location=Yogyakarta |publisher=[[Kanisius]] |pages=583–596 |chapter-url=https://www.google.co.id/books/edition/Sastra_Rempah/5NhVEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA587&printsec=frontcover |isbn=9789792171761 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last=Chaer |first=Abdul |authorlink=Abdul Chaer |date=2015 |title=Betawi tempo doeloe: |
* {{cite book |last=Chaer |first=Abdul |authorlink=Abdul Chaer |date=2015 |title=Betawi tempo doeloe: Menelusuri sejarah kebudayaan Betawi |location=Depok |publisher=[[Masup Jakarta]] |url=https://books.google.co.id/books/about/Betawi_tempo_doeloe.html?id=aL4UswEACAAJ&redir_esc=y |isbn=9786027200111 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last1=Dewantara |first1=Yudhiet Fajar |last2=Levyta |first2=Farah |date=2022 |title=Jelajah kuliner khas Betawi |location=Yogyakarta |publisher=Bintang Semesta Media |url=https://www.google.co.id/books/edition/Jelajah_Kuliner_Khas_Betawi/GVWtEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA75&printsec=frontcover |isbn=9786235361338 |ref=harv}} |
* {{cite book |last1=Dewantara |first1=Yudhiet Fajar |last2=Levyta |first2=Farah |date=2022 |title=Jelajah kuliner khas Betawi |location=Yogyakarta |publisher=Bintang Semesta Media |url=https://www.google.co.id/books/edition/Jelajah_Kuliner_Khas_Betawi/GVWtEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA75&printsec=frontcover |isbn=9786235361338 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last1=Gardjito |first1=Murdijati |last2=Putri |first2=Rhaesfaty Galih |last3=Dewi |first3=Swastika |date=2017 |title=Profil struktur, bumbu, dan bahan dalam kuliner Indonesia |location=Yogyakarta |publisher=[[Universitas Gadjah Mada|Gadjah Mada University Press]] |url=https://www.google.co.id/books/edition/Profil_Struktur_Bumbu_dan_Bahan_dalam_Ku/qYJqDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=%22bir+pletok%22&pg=PA113&printsec=frontcover |isbn=9786023861644 |ref=harv}} |
* {{cite book |last1=Gardjito |first1=Murdijati |last2=Putri |first2=Rhaesfaty Galih |last3=Dewi |first3=Swastika |date=2017 |title=Profil struktur, bumbu, dan bahan dalam kuliner Indonesia |location=Yogyakarta |publisher=[[Universitas Gadjah Mada|Gadjah Mada University Press]] |url=https://www.google.co.id/books/edition/Profil_Struktur_Bumbu_dan_Bahan_dalam_Ku/qYJqDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=%22bir+pletok%22&pg=PA113&printsec=frontcover |isbn=9786023861644 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last=Giyatmi |date=2018 |editor1=Winiati P. Rahayu |editor2=Rindit Pambayun |editor3=Ardiansyah |editor4=Giyatmi |editor5=Umar Santoso |chapter=Bir pletok |title=Ensiklopedia produk pangan Indonesia |volume=2 |location=Bogor |publisher=[[Institut Pertanian Bogor|IPB Press]] |isbn=9786024405304 |pages=275–278 |ref=harv}} |
* {{cite book |last=Giyatmi |date=2018 |editor1=Winiati P. Rahayu |editor2=Rindit Pambayun |editor3=Ardiansyah |editor4=Giyatmi |editor5=Umar Santoso |chapter=Bir pletok |title=Ensiklopedia produk pangan Indonesia |volume=2 |location=Bogor |publisher=[[Institut Pertanian Bogor|IPB Press]] |isbn=9786024405304 |pages=275–278 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last=Habsari |first=Rinto |date=2007 |title=Info boga Jakarta |location=Jakarta |publisher=[[Gramedia Pustaka Utama]] |url=https://www.google.co.id/books/edition/Info_boga_Jakarta/zAQMZo8POkEC?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA47&printsec=frontcover |isbn=9789792228601 |ref=harv}} |
* {{cite book |last=Habsari |first=Rinto |date=2007 |title=Info boga Jakarta |location=Jakarta |publisher=[[Gramedia Pustaka Utama]] |url=https://www.google.co.id/books/edition/Info_boga_Jakarta/zAQMZo8POkEC?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA47&printsec=frontcover |isbn=9789792228601 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last=Hisyam |first=Muhammad |date=2023 |chapter=Eksplorasi etnokimia dalam kebudayaan masyarakat suku Betawi: |
* {{cite book |last=Hisyam |first=Muhammad |date=2023 |chapter=Eksplorasi etnokimia dalam kebudayaan masyarakat suku Betawi: Serangkaian tradisi adat perkawinan suku Betawi |editor=Uji Prastya |title=Etnokimia dalam budaya Nusantara |location=Yogyakarta |publisher=Kanisius |volume=2 |pages=105–134 |chapter-url=https://www.google.co.id/books/edition/Etnokimia/U6rEEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA105&printsec=frontcover |isbn=9789792179132 |ref=harv}} |
||
* {{cite journal |last1=Ishartani |first1=Dwi |last2=Kawiji |last3=Khasanah |first3=Lia Umi |date=2012 |title=Produksi bir pletok kaya antioksidan |journal=Jurnal Teknologi Hasil Pertanian |volume=5 |issue=1 |pages=32–39 |doi=10.20961/jthp.v0i0.13540 |ref=harv}} |
* {{cite journal |last1=Ishartani |first1=Dwi |last2=Kawiji |last3=Khasanah |first3=Lia Umi |date=2012 |title=Produksi bir pletok kaya antioksidan |journal=Jurnal Teknologi Hasil Pertanian |volume=5 |issue=1 |pages=32–39 |doi=10.20961/jthp.v0i0.13540 |ref=harv}} |
||
* {{cite journal |last1=Kholishoh |first1=Siti Nur |last2=Ulfiasari |first2=Ria |last3=Kurniawan |first3=Niko |last4=Muflihati |first4=Iffah |date=2019 |title=Karakteristik minuman bir pletok berkarbonasi dengan perbedaan komposisi jenis rimpangnya |journal=Pasundan Food Technology Journal |volume=6 |issue=3 |pages=159–166 |doi=10.23969/pftj.v6i3.2120 |ref={{sfnRef|Kholishoh dkk.|2019}}}} |
* {{cite journal |last1=Kholishoh |first1=Siti Nur |last2=Ulfiasari |first2=Ria |last3=Kurniawan |first3=Niko |last4=Muflihati |first4=Iffah |date=2019 |title=Karakteristik minuman bir pletok berkarbonasi dengan perbedaan komposisi jenis rimpangnya |journal=Pasundan Food Technology Journal |volume=6 |issue=3 |pages=159–166 |doi=10.23969/pftj.v6i3.2120 |ref={{sfnRef|Kholishoh dkk.|2019}}}} |
||
* {{cite journal |last=Muliani |first=Lila |date=2017 |title=Mempromosikan bir pletok sebagai minuman khas Betawi melalui penyajian sebagai ''welcome drink'' |journal=Majalah Ilmiah Bijak |volume=14 |issue=2 |pages=219–235 |doi=10.31334/bijak.v14i2.19 |ref=harv}} |
* {{cite journal |last=Muliani |first=Lila |date=2017 |title=Mempromosikan bir pletok sebagai minuman khas Betawi melalui penyajian sebagai ''welcome drink'' |journal=Majalah Ilmiah Bijak |volume=14 |issue=2 |pages=219–235 |doi=10.31334/bijak.v14i2.19 |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last1=Pangastuti |first1=Hesti Ayuningtyas |last2=Permana |first2=Lasuardi |last3=Rosiana |first3=Nita Maria |last4=Tiranocyda |first4=Bara |last5=Utami |first5=Kurnia |last6=Amilia |first6=Nia |date=2021 |chapter=Bir 0% alkohol dan bir pletok, apakah halal? |title=Panganpedia: |
* {{cite book |last1=Pangastuti |first1=Hesti Ayuningtyas |last2=Permana |first2=Lasuardi |last3=Rosiana |first3=Nita Maria |last4=Tiranocyda |first4=Bara |last5=Utami |first5=Kurnia |last6=Amilia |first6=Nia |date=2021 |chapter=Bir 0% alkohol dan bir pletok, apakah halal? |title=Panganpedia: Penjelasan sains dari fenomena pangan sehari-hari |location=Lampung Selatan |publisher=[[Institut Teknologi Sumatera|ITERA Press]] |pages=20–22 |chapter-url=https://www.google.co.id/books/edition/PANGANPEDIA_Penjelasan_Sains_dari_Fenome/SIVCEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=%22bir+pletok%22&pg=PA20&printsec=frontcover |isbn=9786239519957 |ref={{sfnRef|Pangastuti dkk.|2021}}}} |
||
* {{cite journal |last1=Permanasari |first1=Dyah |last2=Sari |first2=Afrinia Eka |last3=Aslam |first3=Mujahidil |date=2021 |title=Pengaruh konsentrasi gula terhadap aktivitas antioksidan pada minuman bir pletok |journal=AcTion: Aceh Nutrition Journal |volume=6 |issue=1 |pages=9–14 |doi=10.30867/action.v6i1.321 |ref=harv}} |
|||
* {{cite journal |last1=Putra |first1=Andre Yusuf Trisna |last2=Defri |first2=Ifwarisan |last3=Saputro |first3=Erwan Adi |last4=Widyastuti |first4=Retno |date=2023 |title=Potensi bir pletok sebagai minuman fungsional komersial |journal=Agrisaintifika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian |volume=7 |issue=1 |pages=82–91 |doi=10.32585/ags.v7i1.3784 |ref={{sfnRef|Putra dkk.|2023}}}} |
* {{cite journal |last1=Putra |first1=Andre Yusuf Trisna |last2=Defri |first2=Ifwarisan |last3=Saputro |first3=Erwan Adi |last4=Widyastuti |first4=Retno |date=2023 |title=Potensi bir pletok sebagai minuman fungsional komersial |journal=Agrisaintifika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian |volume=7 |issue=1 |pages=82–91 |doi=10.32585/ags.v7i1.3784 |ref={{sfnRef|Putra dkk.|2023}}}} |
||
* {{cite book |last1=Reijst |first1=Mirjam van der |last2=Pereira |first2=Harold |date=2022 |title=Boekoe kita green: 90 vegetarische Indische familierecepten en verhalen |location=Utrecht |language=nl |trans-title=Boekoe kita hijau: 90 resep keluarga vegetarian Hindia dan riwayatnya |publisher=Veen Bosch & Keuning |url=https://www.google.co.id/books/edition/Boekoe_Kita_Green/VRJoEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=%22bir+pletok%22+%22bier%22&pg=PA86&printsec=frontcover |isbn=9789043924061 |ref=harv}} |
* {{cite book |last1=Reijst |first1=Mirjam van der |last2=Pereira |first2=Harold |date=2022 |title=Boekoe kita green: 90 vegetarische Indische familierecepten en verhalen |location=Utrecht |language=nl |trans-title=Boekoe kita hijau: 90 resep keluarga vegetarian Hindia dan riwayatnya |publisher=Veen Bosch & Keuning |url=https://www.google.co.id/books/edition/Boekoe_Kita_Green/VRJoEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=%22bir+pletok%22+%22bier%22&pg=PA86&printsec=frontcover |isbn=9789043924061 |ref=harv}} |
||
Baris 73: | Baris 80: | ||
* {{cite journal |last1=Sukaesih |last2=Nurislaminingsih |first2=Rizki |last3=Winoto |first3=Yunus |date=2022 |title=Mapping of Betawi indigenous knowledge in collections at the Setu Babakan Museum |journal=Linguistics and Culture Review |volume=6 |issue=S2 |pages=368–382 |doi=10.21744/lingcure.v6nS2.2127 |ref=harv}} |
* {{cite journal |last1=Sukaesih |last2=Nurislaminingsih |first2=Rizki |last3=Winoto |first3=Yunus |date=2022 |title=Mapping of Betawi indigenous knowledge in collections at the Setu Babakan Museum |journal=Linguistics and Culture Review |volume=6 |issue=S2 |pages=368–382 |doi=10.21744/lingcure.v6nS2.2127 |ref=harv}} |
||
* {{cite conference |last1=Sultani |first1=Zofrano Ibrahimsyah Magribi |last2=Anastasia |first2=Mutiara Syafira |last3=Yuliswara |first3=Rizki Ridha Pratama |date=2020 |title=Cita rasa kuliner lokal bir pletok sebagai identitas budaya Betawi di Jakarta (1970–2000an) |conference=Prosiding Seminar Nasional Sejarah tanggal 15 Oktober 2019 di Aula Ki Hadjar Dewantara Lantai 7 I1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang |pages=140–161 |url=https://www.academia.edu/40936300/Cita_Rasa_Kuliner_Lokal_Bir_Pletok_sebagai_Identitas_Budaya_Betawi_di_Jakarta_1970_2000an_Pletok_Beer_Local_Culinary_Taste_as_Betawi_Cultural_Identity_in_Jakarta_1970_2000s_ |ref=harv}} |
* {{cite conference |last1=Sultani |first1=Zofrano Ibrahimsyah Magribi |last2=Anastasia |first2=Mutiara Syafira |last3=Yuliswara |first3=Rizki Ridha Pratama |date=2020 |title=Cita rasa kuliner lokal bir pletok sebagai identitas budaya Betawi di Jakarta (1970–2000an) |conference=Prosiding Seminar Nasional Sejarah tanggal 15 Oktober 2019 di Aula Ki Hadjar Dewantara Lantai 7 I1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang |pages=140–161 |url=https://www.academia.edu/40936300/Cita_Rasa_Kuliner_Lokal_Bir_Pletok_sebagai_Identitas_Budaya_Betawi_di_Jakarta_1970_2000an_Pletok_Beer_Local_Culinary_Taste_as_Betawi_Cultural_Identity_in_Jakarta_1970_2000s_ |ref=harv}} |
||
* {{cite book |last1=Teviningrum |first1=Shinta |last2=Ayuningsih |first2=Fajar |last3=Pridia |first3=Heni |last4=Hadiati |first4=Mulya Sari |last5=Hapsari |first5=Firta |last6=Muliani |first6=Lila |last7=Savitri |first7=Berlianti |date=2016 |title=Kuliner Betawi: |
* {{cite book |last1=Teviningrum |first1=Shinta |last2=Ayuningsih |first2=Fajar |last3=Pridia |first3=Heni |last4=Hadiati |first4=Mulya Sari |last5=Hapsari |first5=Firta |last6=Muliani |first6=Lila |last7=Savitri |first7=Berlianti |date=2016 |title=Kuliner Betawi: Selaksa rasa & cerita |location=Jakarta |publisher=Gramedia Pustaka Utama |url=https://www.google.co.id/books/edition/Kuliner_Betawi_Selaksa_Rasa_Cerita/HspGDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=bir+pletok&pg=PA57&printsec=frontcover |isbn=9786020333731 |ref={{sfnRef|Teviningrum dkk.|2016}}}} |
||
* {{cite journal |last1=Wibawa |first1=Angela Irena |last2=Suttisansanee |first2=Uthaiwan |last3=Jittinandana |first3=Sitima |last4=Tangsuphoom |first4=Nattapol |date=2019 |title=Antioxidative properties of essential spices in an Indonesian non-alcoholic beverage 'bir pletok' |journal=Journal of Food Science and Agricultural Technology |volume=5 |pages=200–206 |url=http://rs.mfu.ac.th/ojs/index.php/jfat/article/view/271 |ref={{sfnRef|Wibawa dkk.|2019}}}} |
* {{cite journal |last1=Wibawa |first1=Angela Irena |last2=Suttisansanee |first2=Uthaiwan |last3=Jittinandana |first3=Sitima |last4=Tangsuphoom |first4=Nattapol |date=2019 |title=Antioxidative properties of essential spices in an Indonesian non-alcoholic beverage 'bir pletok' |journal=Journal of Food Science and Agricultural Technology |volume=5 |pages=200–206 |url=http://rs.mfu.ac.th/ojs/index.php/jfat/article/view/271 |ref={{sfnRef|Wibawa dkk.|2019}}}} |
||
{{refend}} |
{{refend}} |
Revisi terkini sejak 10 November 2024 19.23
Bir pletok | |
---|---|
Sajian | Minuman |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Jakarta[1] |
Suhu penyajian | Panas atau dingin |
Bahan utama | air, cengkeh, daun pandan, jahe, kapulaga, kayu manis, garam, gula, pala, secang, serai[2] |
Bahan yang umum digunakan | adas, bunga lawang, cabai jawa, daun jeruk purut, jintan hitam, kayu angin, kayu mesoyi, kencur, lada hitam, temu kunci, temu lawak |
Sunting kotak info • L • B |
Bir pletok adalah sejenis minuman penghangat khas masyarakat Betawi. Bahan baku minuman ini utamanya adalah jahe dan secang, serta berbagai macam rempah-rempah lainnya. Pengolahan bir pletok dilakukan dengan cara memilih serta mempersiapkan bahan baku untuk kemudian direbus dan disaring. Sebelum disajikan, bir pletok juga dapat dikocok terlebih dahulu hingga mengeluarkan buih. Warna, aroma, dan rasa bir pletok dapat bervariasi tergantung bahan baku dan cara pengolahannya. Kandungan rempahnya menjadikan bir pletok sebagai minuman yang kaya akan senyawa antioksidatif.
Asal-usul bir pletok sendiri tidak tercatat secara pasti, walaupun minuman ini umumnya dianggap bermula dari keinginan masyarakat Betawi untuk membuat minuman perayaan sebagai tiruan serta tandingan bagi anggur dan bir orang-orang Eropa. Namun, meski menggunakan nama "bir", minuman ini tidak mengandung alkohol dan dapat disertifikasi halal. Bir pletok lazim disuguhkan dalam upacara siklus hidup orang Betawi seperti sunat dan pernikahan, serta di tempat-tempat berorientasi wisata budaya. Minuman ini telah diakui sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, serta menjadi salah satu ikon kebudayaan Betawi yang didukung pelestariannya oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Penamaan
[sunting | sunting sumber]Terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usul nama bir pletok. Istilah bir sendiri tampaknya diserap dari bahasa Belanda bier 'bir',[3] walaupun minuman ini tidak mengandung alkohol[4] dan menggunakan bahan-bahan yang berbeda dari bir pada umumnya.[3] Meski begitu, ada pula anggapan etimologi rakyat bahwa bir yang dimaksud sebenarnya berasal dari kata bahasa Arab biʼrun yang bermakna 'sumber air'.[5] Sementara, sebutan pletok kemungkinan merupakan tiruan bunyi, entah dari tumbukan rempah segar sebelum digodok,[6] dari campuran bahan baku saat proses pengocokan dengan ruas bambu[7][8] maupun kaleng untuk menghasilkan busa,[9] dari tekanan udara ketika sumbat botol minuman tersebut dibuka,[8][10] atau dari beradunya es batu di dalam teko yang digunakan untuk penyajian.[7]
Berdasarkan aturan penamaan produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), nama sebuah produk pangan yang ingin disertifikasi halal tidak dapat mengandung hal-hal yang berkonotasi haram atau dilarang bagi pemeluk agama Islam, termasuk kata bir yang aslinya merujuk pada sejenis minuman beralkohol.[11] Akan tetapi, bir pletok dikecualikan dari aturan ini karena telah dianggap sebagai bagian dari ʻurf atau adat-istiadat setempat, dan sudah dikenal secara turun-temurun sebagai minuman penghangat tanpa unsur yang diharamkan dari segi zat.[12][13]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Tidak ada catatan pasti yang menyebut kapan bir pletok pertama kali muncul,[6] walaupun tampaknya minuman ini sudah ada setidaknya sejak masa kolonial.[7] Sejarawan JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok mulanya diciptakan oleh masyarakat Betawi sebagai tiruan sekaligus tandingan bagi bir khas Barat.[14] Pada masa kolonial, masyarakat Betawi mengamati bahwa orang-orang Belanda seringkali menyesap bir untuk menghangatkan badan.[8] Ditambah lagi, kemeriahan pesta yang diadakan oleh orang Belanda sering kali diukur dari seberapa banyak minuman beralkohol yang terhidang.[14][15] Paparan terhadap budaya Belanda ini membuat orang Betawi tidak mau kalah. Mereka ingin pula memiliki minuman serupa yang dapat disajikan untuk memeriahkan perayaan. Hanya saja, bagi masyarakat Betawi yang sebagian besarnya beragama Islam, minuman memabukkan adalah hal yang terlarang. Maka terciptalah bir pletok, sebuah minuman penghangat badan yang berwarna merah kecokelatan serupa campuran bir dan anggur, tetapi tidak mengandung alkohol sama sekali.[14][16] Dapat dikatakan bahwa minuman ini merupakan hasil perkawinan dari budaya minum bangsa Eropa dengan penggunaan bahan baku rempah khas Nusantara.[17]
Bir pletok mulai lazim dijual oleh pedagang pikulan keliling pada tahun 1900-an.[18] Dalam perkembangannya, pamor bir pletok mulai memudar akibat masuknya minuman-minuman ala Barat yang tersedia di toko ataupun restoran, terutama sejak dibukanya keran penanaman modal asing pada tahun 1970-an. Untuk mempertahankan hidangan Betawi yang semakin terpinggirkan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyokong kehadiran kuliner khas Betawi dalam berbagai festival, terutama Pekan Raya Jakarta sebagai perhelatan tahunan paling akbar. Bir pletok pun mengalami banyak pengembangan lanjutan, dengan berbagai produk turunan hasil olahannya. Namun, usaha-usaha pengembangan ini relatif masih belum terlalu berdampak luas. Pengrajin bir pletok pada umumnya hanya menyelenggarakan usaha dengan skala kecil, sehingga tidak memiliki kapasitas untuk produksi massal tanpa dukungan yang cukup. Hal ini diperparah dengan pupusnya ketenaran hidangan Betawi di Jakarta, karena mayoritas orang Betawi telah tergusur ke pinggiran kota.[19]
Minuman ini diakui sebagai warisan budaya takbenda di tingkat nasional pada tahun 2014.[1] Melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2015 serta Peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2017, pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menetapkan bir pletok sebagai salah satu dari delapan ikon kebudayaan Betawi yang wajib didukung pelestariannya.[20] Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada tahun 2020 membuat penjualan bir pletok meningkat, sebab masyarakat percaya bahwa minuman ini berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh.[21] Pada tahun 2022, resep bir pletok menduduki peringkat ketiga dari sepuluh resep paling banyak dicari melalui Google Search oleh warganet Indonesia.[22]
Bahan baku
[sunting | sunting sumber]Bahan baku bir pletok dapat berbeda-beda tergantung daerah dan pengrajin, tetapi jahe dan secang umumnya selalu ada.[23][24] Jahe sebagai komponen dengan porsi paling besar menyumbang rasa pedas dan hangat yang dominan.[25] Sementara, penggunaan secang sebagai pewarna menjadi pembeda utama antara bir pletok Betawi dan bir kocok khas Bogor.[26] Beberapa di antara rempah segar yang lazim digunakan dalam pembuatan bir pletok adalah daun pandan wangi, daun jeruk purut, dan serai dapur,[27][28] sementara rempah keringnya mencakup adas, bunga lawang, cabai jawa, cengkeh, jintan hitam, kapulaga, kayu angin, kayu manis, kayu mesoyi, lada hitam, hingga pala.[2][21][27] Ragam jahe yang digunakan mencakup jahe emprit, jahe gajah, jahe merah, atau kombinasi di antaranya.[25][27] Rimpang selain jahe seperti kencur, temu lawak, dan temu kunci juga dapat digunakan sebagai campuran untuk menambah sentuhan pada rasa minuman.[29]
Biarpun minuman ini dianggap khas Betawi, tidak semua orang Betawi menyukai rasa dan wangi rempahnya yang pekat.[30][31] Oleh karena itu, penggunaan bahan-bahan rempah dapat divariasikan agar mendapatkan rasa dan aroma yang diinginkan, begitu pula penambahan garam dan pemanis.[2] Misalnya, ada pengrajin yang sengaja tidak menggunakan serai, atau bahkan menambahkan kental manis ke dalam campuran.[31] Ada pula pengrajin yang membuatkan varian rasa yang lebih ringan bagi anak kecil dan orang yang kurang suka herbal.[21] Rasa manis pada bir pletok pada umumnya didapat dari gula pasir, gula merah, campuran keduanya,[32] atau bisa juga dari pengganti gula, tentunya dengan kadar yang berbeda-beda tergantung pengrajin dan permintaan konsumen.[33][34]
Perbedaan dalam bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bir pletok tidak hanya menyumbang keragaman rasa dan aroma, tetapi juga warna; mulai dari yang merah jingga, merah kecoklatan, hingga merah keunguan.[36] Bahan utama pewarna alami digunakan dalam bir pletok mencakup kayu secang dan daun pandan.[32] Secara khusus, penggunaan kayu secang dapat menghasilkan warna berbeda tergantung tingkat keasaman larutan. Jika asam maka warnanya akan kekuningan, jika netral maka warnanya merah terang, dan jika basa maka warnanya akan merah keunguan.[37]
Ragam bahan baku bir pletok mencerminkan persinggungan kemajemukan budaya yang mempengaruhi masyarakat Betawi.[38] Minuman serupa yang berbahan rebusan herbal dapat ditemui dalam berbagai kebudayaan Nusantara, seperti misalnya jamu khas Jawa serta loloh khas Bali. Sementara, unsur rempah seperti kapulaga dan kayu manis lazim digunakan dalam hidangan Arab dan hidangan India, yang turut menyumbang pengaruh dalam hidangan Betawi.[39] Bersama dengan kerak telor, JJ Rizal menyebut bir pletok sebagai "mahakarya paling orisinal" masyarakat Betawi.[40] Sebagaimana kerak telor menunjukkan kentalnya budaya agraris Betawi melalui penggunaan bahan baku hasil tani dan ternak, bir pletok mencerminkan peran ranah Betawi sebagai pusat perdagangan melalui penggunaan beragam rempah hasil niaga.[40][41]
Pengolahan
[sunting | sunting sumber]Proses pembuatan bir pletok dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan baku, perebusan, dan penyaringan.[28] Sebagai persiapan, bahan baku yang tersedia disortir terlebih dahulu. Rempah segar yang dipilih adalah yang tidak busuk dan tidak kering, sementara rempah kering yang dipilih adalah yang utuh dan bersih tanpa jamur.[42][43] Ruas jahe juga dapat dibakar terlebih dahulu sebelum diolah.[44] Setelah semua bahan tersedia, rempah segar dan rempah kering dibersihkan. Khusus jahe, ada yang membersihkannya cukup dengan mencuci tanpa mengupas kulitnya, agar rasa dan aroma yang dihasilkan dari proses perebusan lebih kuat. Untuk memperoleh hasil ekstraksi yang maksimal selama proses perebusan, bahan baku yang ada dapat diiris, diparut, atau dimemarkan.[42] Jahe dan sereh dapat dipotong dan ditumbuk, sedangkan rempah seperti pala cukup diiris-iris saja.[45] Semakin kecil ukuran potongan bahan-bahan, akan semakin bagus pula hasil ekstraksinya.[42]
Langkah-langkah dalam tahap perebusan bervariasi tergantung pengrajin. Ada yang mencampurkan semua bahan rempah ke dalam air dan direbus selama 15 menit, kemudian disaring. Hasil saringan pertama ini ditambahkan daun pandan dan pemanis, direbus sekali lagi hingga mendidih, lalu disaring untuk kedua kalinya.[44] Perebusan dalam dua tahap juga ditemui dalam pengolahan produk turunan bir pletok seperti sirop dan serbuk siap seduh. Hanya saja, tahapan perebusan kedua dilakukan hingga air rebusan mengental atau memadat menjadi kristal.[46] Sementara, dalam resep lain, perebusan dilakukan sekali dengan melarutkan gula terlebih dahulu bersama rebusan jahe, sebelum kemudian ditambahkan secang, rempah-rempah, dan serai untuk dipanaskan dengan api kecil selama 1 jam.[47] Ada pula yang hanya mencampurkan secang selama 5 menit terakhir perebusan, setelah bahan-bahan lain ditiriskan, agar warna merah dari secang dapat diserap sepenuhnya oleh air rebusan.[42]
Proses penyaringan yang dilakukan di akhir merupakan tahapan penting untuk menapis unsur-unsur halus yang tak larut dan membuat minuman terlihat keruh. Jenis saringan yang dapat digunakan antara lain adalah kain saring berbahan nilon serupa yang digunakan dalam industri sablon.[42] Setelah disaring, bir pletok siap saji dapat dikemas dengan botol-botol kaca berjenama.[4][44] Pengolahan lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk menghasilkan berbagai produk turunan. Selain dari sirop dan serbuk siap seduh yang telah disebutkan, bir pletok juga dapat dijadikan konsentrat, minuman bersoda, hingga gula-gula.[24][44][48] Bahan-bahan baku bir pletok pun dapat dikemas dalam bentuk kering untuk diramu secara mandiri.[21]
Penyajian
[sunting | sunting sumber]Pada awalnya, bir pletok lebih lazim disajikan sebagai penghangat badan di malam hari, terutama pada saat musim penghujan.[49] Dominasi rasa jahe yang menyegarkan membuat minuman ini cocok disajikan dengan suhu hangat atau panas.[28] Namun, sejak es batu mulai marak digunakan di Jakarta pada pertengahan abad ke-20, minuman ini juga seringkali disajikan dingin sebagai penyejuk di kala gerah.[4][50] Sebelum dihidangkan, bir pletok dapat dikocok terlebih dahulu hingga berbuih. Pengocokan ini dilakukan dengan wadah tabung yang terbuat dari bambu[7][8] atau kaleng.[9]
JJ Rizal menyebut bahwa bir pletok pada mulanya lebih umum disajikan saat acara-acara besar masyarakat Betawi, tidak seperti teh dan kopi yang rutin diminum di kala pagi dan sore hari.[51] Hajatan Betawi seperti sunatan, pernikahan, dan upacara yang berkaitan dengan kematian lazim menyuguhkan bir pletok sebagai minuman.[41] Di antara ketiga jenis hajatan ini, yang paling wajib menyajikan bir pletok adalah pernikahan, sebagai perhelatan dengan gengsi paling tinggi. Melimpahnya suguhan bir pletok menjadi tolok ukur kemegahan sebuah acara pernikahan Betawi, layaknya peran anggur dalam pesta-pesta Eropa.[51] Dalam adat perkawinan Betawi, bir pletok juga amat dianjurkan untuk diminum oleh kedua pengantin,[52] khususnya bagi mempelai wanita setelah prosesi tangas atau kum (mandi uap) sebagai perawatan kecantikan sebelum acara inti.[53][54]
Selain dalam perayaan-perayaan budaya, bir pletok kini juga lazim dijajakan di tempat-tempat yang berorientasi wisata, misalnya kawasan Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.[55] Dalam industri ramah-tamah di Indonesia, minuman ini juga disajikan sebagai suguhan penyambut di beberapa hotel dan sanggraloka, terutama yang mengedepankan warisan budaya sebagai nilai lebihnya.[56]
Kandungan gizi dan khasiat
[sunting | sunting sumber]Sebagai minuman berbahan rempah, bir pletok kaya akan kandungan senyawa fenol antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Dalam sebuah kajian terhadap bahan rempah bir pletok yang dilakukan oleh Wibawa dkk. (2019), kadar total fenol tertinggi ditemui pada hasil ekstraksi cengkih, diikuti oleh kayu manis dan pala.[57] Sementara, Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012) menemukan bahwa penambahan rempah tertentu seperti kapulaga dapat meningkatkan kadar fenol pada bir pletok. Penggunaan jenis gula yang berbeda juga berpengaruh pada kadar fenol minuman. Dengan takaran rempah yang sama, bir pletok berpemanis gula merah memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok berpemanis gula pasir. Ditambah lagi, penggunaan gula merah dan secang secara bersamaan menghasilkan "efek sinergisme" antara senyawa antioksidan dari kedua unsur tersebut, sehingga meningkatkan aktivitas penangkapan radikal bebas pada bir pletok.[58] Permanasari, Sari & Aslam (2021) menemukan bahwa penambahan gula pasir dengan konsentrasi 4% menghasilkan kapasitas antioksidan tertinggi bila dibandingkan dengan bir pletok tanpa gula ataupun yang menggunakan gula dengan konsentrasi lebih tinggi.[59]
Mutu, asal, dan rentang waktu perebusan rempah dapat berpengaruh terhadap sifat antioksidan dari bir pletok.[60] Bir pletok dalam bentuk cair memiliki kadar fenol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bir pletok dalam bentuk serbuk instan, sebab proses pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan rusaknya komponen senyawa tersebut.[58] Wibawa dkk. (2019) berpendapat bahwa durasi ekstraksi terbaik untuk mengoptimalkan khasiat rempah bir pletok adalah selama 30 menit, dengan bahan rempah yang segar dan minim oksidasi.[60]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]Sitiran
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Bir pletok". Warisan Budaya Takbenda. 2014-01-01. Diakses tanggal 2024-06-26.
- ^ a b c Giyatmi (2018), hlm. 275–276.
- ^ a b Reijst & Pereira (2022), hlm. 86.
- ^ a b c Teviningrum dkk. (2016), hlm. 57.
- ^ Attas (2021), hlm. 589–590.
- ^ a b Christiyaningsih; Rezkisari, Indira (2017-07-11). "Berbagai versi sejarah lahirnya bir pletok". Republika Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27.
- ^ a b c d Attas (2021), hlm. 589.
- ^ a b c d Yuniar, Nanien (2020-06-23). "Apa arti "pletok" dalam bir pletok?". Antara News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27.
- ^ a b Habsari (2007), hlm. 47.
- ^ Silalahi, Wahyuningtyas & Kalima (2023), hlm. 335.
- ^ Pangastuti dkk. 2021, hlm. 20.
- ^ Pangastuti dkk. 2021, hlm. 21.
- ^ Ramadani, Adysha Citra; Rostanti, Qommarria (2024-05-21). "Meski pakai kata 'bir', bir pletok bisa disertifikasi halal, ini beberapa produknya". Republika Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-07-01.
- ^ a b c Afrisia, Rizky Sekar (2015-06-22). "Sejarah bir pletok Betawi, tiruan anggur Barat tanpa alkohol". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27.
- ^ Attas (2021), hlm. 590.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 144–146.
- ^ Attas (2021), hlm. 591.
- ^ Gardjito, Putri & Dewi (2017), hlm. 113–114.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 151–154.
- ^ Wiguna, Dewa Ketut Sudiarta (2022-06-25). "Para perawat ikon Betawi". Antara News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27.
- ^ a b c d Pirlo, Reza Antares (2020-03-16). "Disebut anti corona, bir pletok Tangsel tembus luar negeri". Tagar.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-07-03. Diakses tanggal 2024-07-03.
- ^ Aisyah, Yuharrani (2023-01-01). "10 Resep paling viral di Indonesia pada 2022, kamu pernah bikin?". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-07. Diakses tanggal 2024-09-13.
- ^ Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012), hlm. 35.
- ^ a b Kholishoh dkk. (2019), hlm. 160.
- ^ a b Muliani (2017), hlm. 228.
- ^ Sudarsono, Ratih P. (2019-02-15). "Sihir rasa dari Suryakancana". Kompas.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-27. Diakses tanggal 2024-06-27.
- ^ a b c Dewantara & Levyta 2022, hlm. 75.
- ^ a b c Putra dkk. (2023), hlm. 84.
- ^ Kholishoh dkk. (2019), hlm. 159.
- ^ Chaer (2015), hlm. 119.
- ^ a b Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 148.
- ^ a b Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012), hlm. 32.
- ^ Muliani (2017), hlm. 231, 233.
- ^ Putra dkk. (2023), hlm. 85.
- ^ Sukaesih, Nurislaminingsih & Winoto (2022), hlm. 373–374.
- ^ Muliani (2017), hlm. 227.
- ^ Hisyam (2023), hlm. 129.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 147, 157.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 147–148, 152–153.
- ^ a b Birra, Fadhil Al (2017-07-08). "Ketika sejarawan bicara soal kerak telor dan bir pletok, orisinal!". Jawa Pos. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-06-29. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ a b Adiakurnia, Muhammad Irzal (2017-07-09). "Bir pletok, simbol kemegahan perayaan orang Betawi". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-28. Diakses tanggal 2024-06-28.
- ^ a b c d e Muliani (2017), hlm. 229.
- ^ Silalahi, Wahyuningtyas & Kalima (2023), hlm. 337.
- ^ a b c d Giyatmi (2018), hlm. 276.
- ^ Silalahi, Wahyuningtyas & Kalima (2023), hlm. 338.
- ^ Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012), hlm. 34.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 146.
- ^ Muliani (2017), hlm. 217, 222.
- ^ Muliani (2017), hlm. 224.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 150–151.
- ^ a b Attas (2021), hlm. 593.
- ^ Hisyam (2023), hlm. 128.
- ^ Hisyam (2023), hlm. 112.
- ^ Putri, Citra Narada (2021-08-15). "Dilakukan oleh calon pengantin perempuan, ini perawatan kecantikan tradisional khas Betawi". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-27. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ Sultani, Anastasia & Yuliswara (2020), hlm. 151.
- ^ Muliani (2017), hlm. 221.
- ^ Wibawa dkk. (2019), hlm. 202–203.
- ^ a b Ishartani, Kawiji & Khasanah (2012), hlm. 35–36.
- ^ Permanasari, Sari & Aslam (2021).
- ^ a b Wibawa dkk. (2019), hlm. 205.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Attas, Siti Gomo (2021). "Bir pletok sebagai minuman rempah dalam perspektif komunikasi lintas budaya". Dalam Novi Anoegrajekti; Sastri Sunarti; Sudartomo Macaryus; Djoko Saryono; I Nyoman Darma Putra. Sastra rempah. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 583–596. ISBN 9789792171761.
- Chaer, Abdul (2015). Betawi tempo doeloe: Menelusuri sejarah kebudayaan Betawi. Depok: Masup Jakarta. ISBN 9786027200111.
- Dewantara, Yudhiet Fajar; Levyta, Farah (2022). Jelajah kuliner khas Betawi. Yogyakarta: Bintang Semesta Media. ISBN 9786235361338.
- Gardjito, Murdijati; Putri, Rhaesfaty Galih; Dewi, Swastika (2017). Profil struktur, bumbu, dan bahan dalam kuliner Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786023861644.
- Giyatmi (2018). "Bir pletok". Dalam Winiati P. Rahayu; Rindit Pambayun; Ardiansyah; Giyatmi; Umar Santoso. Ensiklopedia produk pangan Indonesia. 2. Bogor: IPB Press. hlm. 275–278. ISBN 9786024405304.
- Habsari, Rinto (2007). Info boga Jakarta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9789792228601.
- Hisyam, Muhammad (2023). "Eksplorasi etnokimia dalam kebudayaan masyarakat suku Betawi: Serangkaian tradisi adat perkawinan suku Betawi". Dalam Uji Prastya. Etnokimia dalam budaya Nusantara. 2. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 105–134. ISBN 9789792179132.
- Ishartani, Dwi; Kawiji; Khasanah, Lia Umi (2012). "Produksi bir pletok kaya antioksidan". Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 5 (1): 32–39. doi:10.20961/jthp.v0i0.13540.
- Kholishoh, Siti Nur; Ulfiasari, Ria; Kurniawan, Niko; Muflihati, Iffah (2019). "Karakteristik minuman bir pletok berkarbonasi dengan perbedaan komposisi jenis rimpangnya". Pasundan Food Technology Journal. 6 (3): 159–166. doi:10.23969/pftj.v6i3.2120.
- Muliani, Lila (2017). "Mempromosikan bir pletok sebagai minuman khas Betawi melalui penyajian sebagai welcome drink". Majalah Ilmiah Bijak. 14 (2): 219–235. doi:10.31334/bijak.v14i2.19.
- Pangastuti, Hesti Ayuningtyas; Permana, Lasuardi; Rosiana, Nita Maria; Tiranocyda, Bara; Utami, Kurnia; Amilia, Nia (2021). "Bir 0% alkohol dan bir pletok, apakah halal?". Panganpedia: Penjelasan sains dari fenomena pangan sehari-hari. Lampung Selatan: ITERA Press. hlm. 20–22. ISBN 9786239519957.
- Permanasari, Dyah; Sari, Afrinia Eka; Aslam, Mujahidil (2021). "Pengaruh konsentrasi gula terhadap aktivitas antioksidan pada minuman bir pletok". AcTion: Aceh Nutrition Journal. 6 (1): 9–14. doi:10.30867/action.v6i1.321.
- Putra, Andre Yusuf Trisna; Defri, Ifwarisan; Saputro, Erwan Adi; Widyastuti, Retno (2023). "Potensi bir pletok sebagai minuman fungsional komersial". Agrisaintifika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 7 (1): 82–91. doi:10.32585/ags.v7i1.3784.
- Reijst, Mirjam van der; Pereira, Harold (2022). Boekoe kita green: 90 vegetarische Indische familierecepten en verhalen [Boekoe kita hijau: 90 resep keluarga vegetarian Hindia dan riwayatnya] (dalam bahasa Belanda). Utrecht: Veen Bosch & Keuning. ISBN 9789043924061.
- Silalahi, Marina; Wahyuningtyas, Riska Septia; Kalima, Titi (2023). "Ethnobotanical study of bir pletok as a traditional health drink for Betawi ethnic (Indonesia)". GSC Biological and Pharmaceutical Sciences. 24 (2): 335–342. doi:10.30574/gscbps.2023.24.2.0285.
- Sukaesih; Nurislaminingsih, Rizki; Winoto, Yunus (2022). "Mapping of Betawi indigenous knowledge in collections at the Setu Babakan Museum". Linguistics and Culture Review. 6 (S2): 368–382. doi:10.21744/lingcure.v6nS2.2127.
- Sultani, Zofrano Ibrahimsyah Magribi; Anastasia, Mutiara Syafira; Yuliswara, Rizki Ridha Pratama (2020). Cita rasa kuliner lokal bir pletok sebagai identitas budaya Betawi di Jakarta (1970–2000an). Prosiding Seminar Nasional Sejarah tanggal 15 Oktober 2019 di Aula Ki Hadjar Dewantara Lantai 7 I1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. hlm. 140–161.
- Teviningrum, Shinta; Ayuningsih, Fajar; Pridia, Heni; Hadiati, Mulya Sari; Hapsari, Firta; Muliani, Lila; Savitri, Berlianti (2016). Kuliner Betawi: Selaksa rasa & cerita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9786020333731.
- Wibawa, Angela Irena; Suttisansanee, Uthaiwan; Jittinandana, Sitima; Tangsuphoom, Nattapol (2019). "Antioxidative properties of essential spices in an Indonesian non-alcoholic beverage 'bir pletok'". Journal of Food Science and Agricultural Technology. 5: 200–206.