Pelepasan (Buddhisme): Perbedaan antara revisi
+(bedakan dari dosa) |
|||
(6 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 2: | Baris 2: | ||
{{Buddhisme|dhamma}} |
{{Buddhisme|dhamma}} |
||
Dalam [[Buddhisme]], '''pelepasan keduniawian''' ([[Bahasa Pali|Pali]]: ''nekkhamma''; Sanskerta: नैष्क्राम्य, ''naiṣkrāmya''), juga dikenal sebagai '''penolakan keduniawian''' (bedakan dari ''[[Kebencian (Buddhisme)|dosa]]''), bermakna "meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan suci" atau "kebebasan dari [[Nafsu kehausan (Buddhisme)|nafsu]] |
Dalam [[Buddhisme]], '''pelepasan keduniawian''' ([[Bahasa Pali|Pali]]: '''''nekkhamma'''''; [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: नैष्क्राम्य, ''naiṣkrāmya''), juga dikenal sebagai '''penolakan keduniawian''' (bedakan dari ''[[Kebencian (Buddhisme)|dosa]]''), bermakna "meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan suci" atau "kebebasan dari [[Nafsu kehausan (Buddhisme)|nafsu keinginan]]."<ref>Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 377, [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:692.pali entri untuk "Nekkhamma".] {{Webarchive|url=https://archive.today/20120707141638/http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:692.pali|date=2012-07-07}} (diakses 2008-04-12). Rhys Davids & Stede berspekulasi bahwa istilah [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] yang dikaitkan dengan ''nekkhamma'' adalah: |
||
:* ''nai{{IAST|ṣ}}kramya'' — "ketidakaktifan (''inactivity''), pemantangan/penahanan (''abstinence''), atau pengecualian dari tindakan dan konsekuensinya (''exemption from acts and their consequences)''" ([http://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/cgi-bin/serveimg.pl?file=/scans/MWScan/MWScanjpg/mw0570-naipAtya.jpg Monier Williams, 1964, hlm. 570, entry for "Naish"]) |
:* ''nai{{IAST|ṣ}}kramya'' — "ketidakaktifan (''inactivity''), pemantangan/penahanan (''abstinence''), atau pengecualian dari tindakan dan konsekuensinya (''exemption from acts and their consequences)''" ([http://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/cgi-bin/serveimg.pl?file=/scans/MWScan/MWScanjpg/mw0570-naipAtya.jpg Monier Williams, 1964, hlm. 570, entry for "Naish"]) |
||
Baris 21: | Baris 21: | ||
=== Pelepasan dan nafsu indrawi === |
=== Pelepasan dan nafsu indrawi === |
||
Di bagian lain dari Tripitaka Pali,<ref>Misalnya saja, di Nissaraniya Sutta ([[Anguttara Nikaya|AN]] 5.200) [http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html (Thanissaro, 2000).]</ref> Sang Buddha secara lebih rinci membandingkan pengejaran pikiran mengenai nafsu indrawi (''[[Kama|kāma]]'') dan pikiran mengenai pelepasan keduniawian ( |
Di bagian lain dari Tripitaka Pali,<ref>Misalnya saja, di Nissaraniya Sutta ([[Anguttara Nikaya|AN]] 5.200) [http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html (Thanissaro, 2000).]</ref> Sang Buddha secara lebih rinci membandingkan pengejaran pikiran mengenai nafsu indrawi (''[[Kama|kāma]]'') dan pikiran mengenai pelepasan keduniawian (''nekkhamma''):<ref>Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 377, [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:692.pali entri untuk "Nekkhamma" (diakses 2 Juli 2007)]. {{Webarchive|url=https://archive.today/20120707141638/http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:692.pali|date=7 Juli 2012}}, menyarankan bahwa hubungan antara nafsu dan penolakan digarisbawahi oleh permainan kata dengan bunyi yang mirip (antara ''kāma'' dan ''nekkhamma'') dalam Tripitaka Pali.</ref> |
||
: "Ada kasus ketika pikiran seorang ''bhikkhu'', ketika memperhatikan kenikmatan indra, tidak melonjak karena kenikmatan indra, tidak tumbuh percaya diri, teguh, atau terbebas dalam kenikmatan indra. Namun, ketika memperhatikan pelepasan keduniawian, pikirannya melonjak karena pelepasan keduniawian, tumbuh percaya diri, teguh, & terbebas dalam pelepasan keduniawian. Ketika pikirannya telah benar-benar pergi, telah berkembang dengan benar, telah bangkit dengan benar di atas, memperoleh pembebasan, dan menjadi terpisah dari kenikmatan indrawi, maka apa pun gejolak, siksaan, & demam yang muncul dalam ketergantungan pada sensualitas, ia terbebas darinya. Ia tidak mengalami perasaan itu. Ini dijelaskan sebagai pelarian dari kenikmatan indrawi."<ref>[http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html Thanissaro (2000).]</ref> |
: "Ada kasus ketika pikiran seorang ''bhikkhu'', ketika memperhatikan kenikmatan indra, tidak melonjak karena kenikmatan indra, tidak tumbuh percaya diri, teguh, atau terbebas dalam kenikmatan indra. Namun, ketika memperhatikan pelepasan keduniawian, pikirannya melonjak karena pelepasan keduniawian, tumbuh percaya diri, teguh, & terbebas dalam pelepasan keduniawian. Ketika pikirannya telah benar-benar pergi, telah berkembang dengan benar, telah bangkit dengan benar di atas, memperoleh pembebasan, dan menjadi terpisah dari kenikmatan indrawi, maka apa pun gejolak, siksaan, & demam yang muncul dalam ketergantungan pada sensualitas, ia terbebas darinya. Ia tidak mengalami perasaan itu. Ini dijelaskan sebagai pelarian dari kenikmatan indrawi."<ref>[http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html Thanissaro (2000).]</ref> |
||
=== Pelepasan keduniawian sebagai praktik Bodhisatwa === |
=== Pelepasan keduniawian sebagai praktik Bodhisatwa === |
||
Seperti yang ditunjukkan di atas, dalam diskursus Pali, Sang Buddha mengidentifikasi pelepasan keduniawian sebagai bagian dari jalan-Nya menuju Kecerahan. Dalam kitab [[Buddhavaṁsa]], [[Jātaka]], dan [[Komentar (Theravāda)|kitab-kitab komentar]], pelepasan keduniawian dijelaskan sebagai praktik ketiga dari sepuluh [[Paramita|"paramita"]] (''pāramī'').<ref>Kitab [[Buddhavaṁsa]], bab 2. Untuk informasi daring mengenai Buddhavaṁsa dan lainnya, lihat [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/wheel409.html Bodhi (2005).] Dalam contoh lain dalam [[kepustakaan Pali]], Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 454, [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:2679.pali entri untuk "Pāramī"]. {{Webarchive|url=https://archive.today/20120629172506/http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:2679.pali|date=2012-06-29}} (diakses 2 Juli 2007). Menyitasi kitab [[Jātaka (Tripitaka Pali)|Jātaka]] i.73 dan [[Dhammapada]]-[[Atthakatha|aṭṭhakathā]] i.84. Bodhi (2005) juga mengutip dari [[Cariyāpiṭaka]]-[[Atthakatha|aṭṭhakathā]] karya Ācariya [[ |
Seperti yang ditunjukkan di atas, dalam diskursus Pali, Sang Buddha mengidentifikasi pelepasan keduniawian sebagai bagian dari jalan-Nya menuju Kecerahan. Dalam kitab [[Buddhavaṁsa]], [[Jātaka (Tripitaka Pali)|Jātaka]], dan [[Komentar (Theravāda)|kitab-kitab komentar]], pelepasan keduniawian dijelaskan sebagai praktik ketiga dari sepuluh [[Paramita|"paramita"]] (''pāramī'').<ref>Kitab [[Buddhavaṁsa]], bab 2. Untuk informasi daring mengenai Buddhavaṁsa dan lainnya, lihat [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/wheel409.html Bodhi (2005).] Dalam contoh lain dalam [[kepustakaan Pali]], Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 454, [https://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:2679.pali entri untuk "Pāramī"]. {{Webarchive|url=https://archive.today/20120629172506/http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:2679.pali|date=2012-06-29}} (diakses 2 Juli 2007). Menyitasi kitab [[Jātaka (Tripitaka Pali)|Jātaka]] i.73 dan [[Dhammapada]]-[[Atthakatha|aṭṭhakathā]] i.84. Bodhi (2005) juga mengutip dari [[Cariyāpiṭaka]]-[[Atthakatha|aṭṭhakathā]] karya Ācariya [[Dhammapāla]] dan kitab subkomentar ([[Subkomentar (Theravāda)|''ṭīkā'']]) untuk [[Brahmajāla Sutta]].</ref> |
||
=== Manfaat pelepasan keduniawian === |
=== Manfaat pelepasan keduniawian === |
||
: "Merenungkan ''[[Penderitaan (Buddhisme)|dukkha]]'' inheren dalam nafsu-keinginan adalah salah satu cara untuk mengarahkan batin kepada pelepasan keduniawian. Cara lainnya adalah merenungkan secara langsung manfaat yang mengalir dari pelepasan keduniawian. Beralih dari nafsu-keinginan ke pelepasan keduniawian bukanlah, seperti yang mungkin dibayangkan, beralih dari kebahagiaan ke kesedihan, [bukan juga] dari kelimpahan ke kemelaratan. Melainkan beralih dari kesenangan yang kasar dan menjerat ke kebahagiaan dan kedamaian yang agung, dari kondisi perbudakan ke kondisi penguasaan diri. Nafsu-keinginan pada akhirnya melahirkan rasa takut dan kesedihan, tetapi pelepasan keduniawian memberikan keberanian dan kegembiraan. Ia mendorong pencapaian ketiga tahap dari [[tiga pelatihan]]: ia memurnikan [[Sila (Buddhisme)|perilaku]], membantu [[Samādhi|konsentrasi]], dan memelihara benih [[Kebijaksanaan (Buddhisme)|kebijaksanaan]]. Seluruh rangkaian praktik dari awal hingga akhir sebenarnya dapat dilihat sebagai proses pelepasan keduniawian yang terus berkembang yang berpuncak pada [[Nirwana]] sebagai tahap akhir dari pelepasan, 'pelepasan semua fondasi keberadaan' ( |
: "Merenungkan ''[[Penderitaan (Buddhisme)|dukkha]]'' inheren dalam nafsu-keinginan adalah salah satu cara untuk mengarahkan batin kepada pelepasan keduniawian. Cara lainnya adalah merenungkan secara langsung manfaat yang mengalir dari pelepasan keduniawian. Beralih dari nafsu-keinginan ke pelepasan keduniawian bukanlah, seperti yang mungkin dibayangkan, beralih dari kebahagiaan ke kesedihan, [bukan juga] dari kelimpahan ke kemelaratan. Melainkan beralih dari kesenangan yang kasar dan menjerat ke kebahagiaan dan kedamaian yang agung, dari kondisi perbudakan ke kondisi penguasaan diri. Nafsu-keinginan pada akhirnya melahirkan rasa takut dan kesedihan, tetapi pelepasan keduniawian memberikan keberanian dan kegembiraan. Ia mendorong pencapaian ketiga tahap dari [[tiga pelatihan]]: ia memurnikan [[Sila (Buddhisme)|perilaku]], membantu [[Samādhi|konsentrasi]], dan memelihara benih [[Kebijaksanaan (Buddhisme)|kebijaksanaan]]. Seluruh rangkaian praktik dari awal hingga akhir sebenarnya dapat dilihat sebagai proses pelepasan keduniawian yang terus berkembang yang berpuncak pada [[Nirwana]] sebagai tahap akhir dari pelepasan, 'pelepasan semua fondasi keberadaan' (''sabb'upādhipaṭinissagga'')."<ref>[http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/waytoend.html#ch3 Bodhi (1999), bab. 3.]</ref> |
||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
Revisi terkini sejak 21 Desember 2024 06.59
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Dalam Buddhisme, pelepasan keduniawian (Pali: nekkhamma; Sanskerta: नैष्क्राम्य, naiṣkrāmya), juga dikenal sebagai penolakan keduniawian (bedakan dari dosa), bermakna "meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan suci" atau "kebebasan dari nafsu keinginan."[1]
Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, nekkhamma adalah praktik pertama yang dikaitkan dengan "Niat Benar." Dalam daftar sepuluh paramita Theravāda, nekkhamma adalah praktik ketiga dari "kesempurnaan." Pelepasan ini melibatkan ketidakmelekatan/ketidakterikatan.
Theravāda
[sunting | sunting sumber]Pelepasan sebagai niat yang benar
[sunting | sunting sumber]Dalam Tripitaka Pali, dalam sebuah diskursus (sutta) yang berisi penjelasan Sang Buddha tentang hal-hal yang mendahului kencerahan-Nya, Sang Buddha membagi pikiran-pikirannya dalam dua kategori, yaitu pikiran-pikiran yang merusak kebijaksanaan, menyebabkan penderitaan dan menghalangi seseorang dari Nirwana di satu sisi, dan pikiran-pikiran yang mempunyai efek sebaliknya.[2] Dalam kategori pertama, ia memasukkan pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan nafsu indrawi, niat jahat, dan hal-hal yang merugikan; dalam kategori kedua, ia memasukkan pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian, tanpa niat jahat dan hal-hal yang tidak merugikan:
- "Apa pun yang terus dikejar oleh seorang bhikkhu dengan pemikiran dan pertimbangannya, itu menjadi kecenderungan kesadarannya. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan sensualitas, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan pelepasan keduniawian itu. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan tanpa niat buruk, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan niat buruk, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan tanpa niat buruk itu. Jika seorang bhikkhu terus mengejar pikiran yang dipenuhi dengan tidak membahayakan, meninggalkan pikiran yang dipenuhi dengan hal yang merugikan, pikirannya dibengkokkan oleh pikiran yang dipenuhi dengan hal yang tidak membahayakan itu."[3]
Ketiga jenis isi pikiran terakhir ini—pelepasan keduniawian, tanpa niat jahat, dan tidak menyakiti—mencakup definisi trio tradisional dari gagasan Jalan Mulia Berunsur Delapan tentang "Niat Benar" (Pali: sammā-saṅkappa).[4] Untuk masing-masing jenis isi pikiran sebelumnya—nafsu, niat buruk, dan hal yang merugikan—Sang Buddha menyatakan:
- “Setiap kali pikiran yang dipenuhi dengan nafsu indrawi [atau niat buruk atau hal yang merugikan] muncul, Aku langsung meninggalkannya, menghancurkannya, menghilangkannya, dan menghapusnya dari keberadaan.”[5]
Pelepasan dan nafsu indrawi
[sunting | sunting sumber]Di bagian lain dari Tripitaka Pali,[6] Sang Buddha secara lebih rinci membandingkan pengejaran pikiran mengenai nafsu indrawi (kāma) dan pikiran mengenai pelepasan keduniawian (nekkhamma):[7]
- "Ada kasus ketika pikiran seorang bhikkhu, ketika memperhatikan kenikmatan indra, tidak melonjak karena kenikmatan indra, tidak tumbuh percaya diri, teguh, atau terbebas dalam kenikmatan indra. Namun, ketika memperhatikan pelepasan keduniawian, pikirannya melonjak karena pelepasan keduniawian, tumbuh percaya diri, teguh, & terbebas dalam pelepasan keduniawian. Ketika pikirannya telah benar-benar pergi, telah berkembang dengan benar, telah bangkit dengan benar di atas, memperoleh pembebasan, dan menjadi terpisah dari kenikmatan indrawi, maka apa pun gejolak, siksaan, & demam yang muncul dalam ketergantungan pada sensualitas, ia terbebas darinya. Ia tidak mengalami perasaan itu. Ini dijelaskan sebagai pelarian dari kenikmatan indrawi."[8]
Pelepasan keduniawian sebagai praktik Bodhisatwa
[sunting | sunting sumber]Seperti yang ditunjukkan di atas, dalam diskursus Pali, Sang Buddha mengidentifikasi pelepasan keduniawian sebagai bagian dari jalan-Nya menuju Kecerahan. Dalam kitab Buddhavaṁsa, Jātaka, dan kitab-kitab komentar, pelepasan keduniawian dijelaskan sebagai praktik ketiga dari sepuluh "paramita" (pāramī).[9]
Manfaat pelepasan keduniawian
[sunting | sunting sumber]- "Merenungkan dukkha inheren dalam nafsu-keinginan adalah salah satu cara untuk mengarahkan batin kepada pelepasan keduniawian. Cara lainnya adalah merenungkan secara langsung manfaat yang mengalir dari pelepasan keduniawian. Beralih dari nafsu-keinginan ke pelepasan keduniawian bukanlah, seperti yang mungkin dibayangkan, beralih dari kebahagiaan ke kesedihan, [bukan juga] dari kelimpahan ke kemelaratan. Melainkan beralih dari kesenangan yang kasar dan menjerat ke kebahagiaan dan kedamaian yang agung, dari kondisi perbudakan ke kondisi penguasaan diri. Nafsu-keinginan pada akhirnya melahirkan rasa takut dan kesedihan, tetapi pelepasan keduniawian memberikan keberanian dan kegembiraan. Ia mendorong pencapaian ketiga tahap dari tiga pelatihan: ia memurnikan perilaku, membantu konsentrasi, dan memelihara benih kebijaksanaan. Seluruh rangkaian praktik dari awal hingga akhir sebenarnya dapat dilihat sebagai proses pelepasan keduniawian yang terus berkembang yang berpuncak pada Nirwana sebagai tahap akhir dari pelepasan, 'pelepasan semua fondasi keberadaan' (sabb'upādhipaṭinissagga)."[10]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 377, entri untuk "Nekkhamma". Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (diakses 2008-04-12). Rhys Davids & Stede berspekulasi bahwa istilah Sanskerta yang dikaitkan dengan nekkhamma adalah:
- naiṣkramya — "ketidakaktifan (inactivity), pemantangan/penahanan (abstinence), atau pengecualian dari tindakan dan konsekuensinya (exemption from acts and their consequences)" (Monier Williams, 1964, hlm. 570, entry for "Naish")
- naiṣkāmya — "penanganan nafsu-keinginan (suppression of desire), kontemplasi/perenungan yang mendalam (profound contemplation)" (ibid.).
- ^ Dvedhavitakka Sutta (MN 19) (Thanissaro, 1997).
- ^ Thanissaro (1997). Mereka yang akrab dengan kitab Dhammapada akan mengenali bahwa paragraf ini memiliki kemiripan dengan paragraf pembuka dari teks tersebut.
- ^ Thanissaro (1996).
- ^ Thanissaro (1997).
- ^ Misalnya saja, di Nissaraniya Sutta (AN 5.200) (Thanissaro, 2000).
- ^ Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 377, entri untuk "Nekkhamma" (diakses 2 Juli 2007). Diarsipkan 7 Juli 2012 di Archive.is, menyarankan bahwa hubungan antara nafsu dan penolakan digarisbawahi oleh permainan kata dengan bunyi yang mirip (antara kāma dan nekkhamma) dalam Tripitaka Pali.
- ^ Thanissaro (2000).
- ^ Kitab Buddhavaṁsa, bab 2. Untuk informasi daring mengenai Buddhavaṁsa dan lainnya, lihat Bodhi (2005). Dalam contoh lain dalam kepustakaan Pali, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 454, entri untuk "Pāramī". Diarsipkan 2012-06-29 di Archive.is (diakses 2 Juli 2007). Menyitasi kitab Jātaka i.73 dan Dhammapada-aṭṭhakathā i.84. Bodhi (2005) juga mengutip dari Cariyāpiṭaka-aṭṭhakathā karya Ācariya Dhammapāla dan kitab subkomentar (ṭīkā) untuk Brahmajāla Sutta.
- ^ Bodhi (1999), bab. 3.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Bodhi, Bhikkhu (ed.) (1978, 2005). A Treatise on the Paramis: From the Commentary to the Cariyapitaka by Acariya Dhammapala (The Wheel, No. 409/411). Kandy: Buddhist Publication Society. Diakses 30 Juni 2007 dari "Access to Insight" di http://accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/wheel409.html.
- Bodhi, Bhikkhu (1984, 1999). The Noble Eightfold Path: The Way to the End of Suffering (The Wheel, No. 308/311). Kandy: Buddhist Publication Society. Diakses dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/waytoend.html.
- Monier-Williams, Monier (1899, 1964). A Sanskrit-English Dictionary. London: Oxford University Press. ISBN 0-19-864308-X. Diakses 2008-04-12 dari "Cologne University" di http://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/scans/MWScan/index.php?sfx=pdf.
- Rhys Davids, T.W. & William Stede (eds.) (1921-5). The Pali Text Society’s Pali–English Dictionary. Chipstead: Pali Text Society. Mesin pencari daring umum untuk PED tersedia di http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1996). Magga-vibhanga Sutta: An Analysis of the Path (SN 45.8). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997). Dvedhavitakka Sutta: Two Sorts of Thinking (MN 19). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.019.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2000). Nissaraniya Sutta: Leading to Escape (AN 5.200). Diakses 2 Juli 2007 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an05/an05.200.than.html.