Lompat ke isi

Lokomotif F10: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Bagazi (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{noref}} {{Infobox Lokomotif |image =Stoom locomotive F10.JPG |caption =F10 / SS 800 |powertype =Uap |serialnumber =F1...'
 
Railfans1107 (bicara | kontrib)
perubahan dan penambahan informasi pada infobox lokomotif
 
(46 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{untuk|salah satu mobil [[Ferrari]]|Ferrari F10}}
{{noref}}
{{Infobox Lokomotif
{{Infobox Lokomotif
|image =Stoom locomotive F10.JPG
|name =Lokomotif F10
|caption =F10 / SS 800
|image =Lokomotif F10.jpg
|caption =Lokomotif F1015 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
|powertype =[[Uap]]
|powertype =[[Uap]]
|serialnumber =F12
|serialnumber =SS 800/F10
|previousserialnumber =SS 800
|previousserialnumber =SS 800
|fueltype = Kayu jati
|fueltype =Batubara, minyak residu, dan kayu jati
|gauge =1.067 mm
|gauge =1.067 mm
|builder = Hartmann, Chamnitz [[Jerman]]
|builder =[[Hanomag]], [[Jerman]]<br/>[[Werkspoor]], [[Belanda]]
|railroad =[[Staatsspoorwegen]]
|originalowner =JSS (Java Staatsporwegen)
|owner = DKA (Djawatan Kereta Api)
|nickname =Javanic
|buildmodel =Javanic
|builddate =1912 - 1920
|builddate =1896
|totalproduction =28 unit
|totalproduction =28
|whytetype =2-12-2
|aarwheels =2-12-2T
|aarwheels =1-F-1
|uicclass =1F1
|uicclass =1F1
|length =13880 mm
|length =13.980 mm
|width =2506 mm
|width =2.506 mm
|height =3700 mm
|height =3.700 mm
|weightready =78,68 ton
|weight =78,7 ton
|empty weight =57,6 ton
|empty weight =61,8 ton
|severe adhesion =62,63 ton
|severe adhesion =62,63 ton
|wheeldiameter =1102 mm
|wheeldiameter =1.102 mm
|vaporpressure =12 kg/cm²
|vaporpressure =12 kg/cm²
|watercap =8,5 m²
|watercap =8,5 m²
|cylindersize =380/580 X 509
|cylindersize =380/580 mm × 509 mm
|tendercap =3 ton
|tendercap =3 ton
|minimumcurve =170 m
|minimumcurve =170 m
|poweroutput =1000 ipk
|poweroutput =910 hp
|topspeed =87km/h
|topspeed =70 km/h
|depot =Purwokerto, Kertosono, Blitar, Malang, Bangil; Jember
|locale =[[Purwokerto]], [[Kertosono]], [[Blitar]], [[Malang]], [[Bangil]], [[Jember]]
|currentowner = [[PT Kereta Api Indonesia]]
|notes =
|notes =
|horn=Suling nada tunggal top lever (pra modif 1930an)
}}
Suling D&RGW 5 Chime (setelah modif 1930an)|trainbrakes=Rem vakum, dan rem manual|preservedunit=F1002 (Museum Kereta Api - Ambarawa, jawa tengah)
F1015 (Museum Transportasi - TMII Jakarta)}}
'''Lokomotif''' '''F10''' adalah lokomotif uap yang didatangkan oleh [[Staatsspoorwegen]] (SS) dari pabrik [[Hanomag]], [[Jerman]] dan Werkspoor, Belanda dengan jumlah keseluruhan 28 unit, dan diberi nomor seri awal SS 800. Lokomotif ini memiliki susunan roda 1F1 (2-12-2T).


Dengan tuntutan teknis yang disodorkan oleh [[Staatsspoorwegen]], pabrik [[Hanomag]], [[Jerman]], di bawah pimpinan Dr.h.c. Ing. Erich Metzeltin, berhasil merancang lokomotif unik yang menarik perhatian kalangan perkeretaapian dunia. Oleh [[Hanomag]], [[lokomotif]] hasil rancangannya ini mendapat julukan ''Javanic''.<ref>{{cite book |last1=Bagus Prayogo |first1=Yoga |author-link1= |last2=Yohanes Sapto |first2=Prabowo |author-link2= |last3=Radityo |first3=Diaz|date=2017 |title=Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. |url= |location=Yogyakarta |publisher=Jogja Bangkit Publisher |page=108|isbn=978-602-0818-55-9 |author-link=}}</ref>


== Sejarah ==
F10

Dengan tuntutan teknis yang disodorkan oleh Staatspoorwegen, pabrik Hanomag, jerman, dibawah pimpinan Dr.h.c. Ing. Erich Metzeltin, berhasil merancang lokomotif unik yang berhasil menarik perhatian kalangan perkeretaapian dunia. Oleh Hanomag lokomotif hasil rancangannya mendapat julukan JAVANIC.
Semakin meningkatnya volume angkutan [[kereta api barang]] membuat [[Staatsspoorwegen]] membutuhkan lokomotif uap yang lebih tangguh, lebih bertenaga, serta mampu menjelajahi jalur kereta api lintas [[pegunungan]] di [[Jawa Barat]] dengan radius belok 150 m.<ref name="ihr">[http://heritage.kereta-api.co.id/?p=1435 Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur, PT KAI: Lokomotif F10]</ref> Selain itu, orang semakin banyak membutuhkan [[kereta api]] dan mengakibatkan bertambahnya volume perjalanan. Pada akhirnya, SS kemudian membuat lokomotif yang melibatkan banyak roda dan semakin panjang.<ref>[http://aabandema.blogspot.com/2014/01/pengenalan-lokomotif-uap.html Pengenalan Lokomotif Uap]</ref>
Pada awal abad ke 20 sebagian besar anggkutan barang yang diangkut oleh Staatspoorwegen (SS), melalui jalur pegunungan yang cukup berat di Jawa Barat. Karena itu SS selalu mengupayakan penyempurnaan armada lokomotif agar mampu menjawab tantangan kebutuhan angkutan barang yang semakin meningkat.
[[Berkas:Stoomlocomotieven, Bestanddeelnr 3377.jpg|jmpl|Lokomotif F1019, [[Lokomotif D50|D5010]], [[Lokomotif C28|C2843]], dan [[Lokomotif C27|C2728]] di Depo Lokomotif Madiun, 1949.]]
Lokomotif tipe Mallet yang ada (SS500) sudah menjawab sebagian tantangan. Namun lokomotif ini memiliki kekurangan yaitu pada bagian pipa uap flexible yang menyalurkan tenaga uap ke silinder tekanan rendah, masalahnya pipa ini sering bocor, yang mengakibatkan tenaga lokomotif berkurang. Karena itu untuk mengantisipasi pembangunan jalur kereta api terutama di wilayah pegunungan, SS memesan lokomotif uap baru yang lebih bertenaga. Dengan spesifikasi diantaranya memiliki 6 roda penggerak seperti halnya lokomotif seri CC, tetapi tanpa menggunakan pipa flexible dan tentunya bisa melahap jalur pegunungan di Jawa Barat dengan radius minimal 150 m.
Lokomotif mallet BB10 sebenarnya sudah bisa menjawab sebagian tantangan. Akan tetapi, BB10 memiliki berbagai kelemahan, seperti [[pipa]] uap ''flexible''-nya yang sering bocor. Hal ini disebabkan karena letak silindernya yang terpisah.<ref>[http://heritage.kereta-api.co.id/?p=3075 Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur, PT KAI: Lokomotif BB10]</ref> SS kemudian berkeinginan untuk membeli lokomotif dengan enam gandar seperti lokomotif kelas CC, tetapi tanpa pipa ''flexible'' serta mampu menjelajahi lintas pegunungan.
Tantangan itu dijawab oleh pabrik Hanomag Jerman dengan memperkenalkan lokomotif tender yang memiliki 6 roda penggerak yang dikopel menjadi satu serta dilengkapi satu roda penghantar muka dan belakang (1F1). Karena ke-6 roda penggerak memiliki jarak sumbu yang cukup panjang (6250 mm) maka untuk memenuhi tuntutan bisa melahap radius minimal 150 m, roda penggerak pertama dank e-6 memiliki toleransi gerakan dalam arah lateral sebesar 30 mm, sedangkan roda-roda penghantar sebesar 100 mm. Roda-roda penghantar memiliki perlengkapan per tolak balik (terugstelinrichting) dengan tegangan awal sebesar 350 kg dan maksimum 1300 kg. Perlengakapan per itu untuk menjaga agar roda-roda secara otomatis kembali ke posisi semula setelah melahap tikungan tajam.

Dengan bahan batubara Ombilin yang memiliki nilai kalor 6800 kcal/kg maka lokomotif JAVANIC yang dilengkapi denagan oververhiter memperoleh tenaga sebesar 1000 ipk pada silindernaya. Total tenaga lokomotif Javanic setara dengan 1,8 kali tenaga lokomotif Mallet yang ada (SS500). Untuk kalangan perancang lokomotif, Jenis lokomotif 1F1 ini tiada duanya di dunia, sehingga menarik segenap kalangan ahli perkerataapian.
Pada akhirnya, pabrik [[Hanomag]], [[Jerman]], berhasil menjawab tantangan tersebut dengan merancang lokomotif uap baru. Lokomotif ini bergandar cukup unik, yakni enam gandar penggerak yang dikopel menjadi satu serta memiliki satu roda ''idle'' di depan dan belakang (1F1/2-12-2T). SS tertarik membeli lokomotif tersebut dan diberi nomor SS 800.<ref name="roster"/>
Antara tahun 1912 hingga 1920 didatangkan 28 lokomotif jenis F10 ini, dari pabrik Hanomag di Jerman dan Werkspoor di Belanda. Setibanya di Indonesia, lokomotif JAVANIC mendapat nomor seri SS800. Javanic segera beraksi di jalur pegunungan Jawa Barat dengan Dipo Induk Bandung. Walaupun perhitungan “di atas kertas” sudah bagus, namun setelah dioperasikan, JAVANIC tidak begitu cocok untuk jalur barat ini. Pasalnya roda penggerak pertama memiliki tingkat keausan yang luar biasa. Sehingga setelah berjalan sekitar 2 bulan roda penggeraknya harus diganti. Akhirnya Staatspoorwegen memutuskan untuk memindahkan operasinya dari Jawa Barat ke jalur-jalur kereta api di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang radius minimumnya lebuh besar. Loko JAVANIC menghuni dipo-dipo Purwokwrto, Blitar, Malang dan Jember. Sejak saat itu hingga jaman PJKA, mayoritas lokomotif ini menghuni Jawa Timur.

Khusus untuk jalur kereta api Prupuk-Purwokerto, dimana di lintas tersebut kecepatan maksimum rata-rata 75km/h, JAVANIC secara teknis disempurnakan lagi sehingga mampu dipacu dengan kecepatan 85 km/h tanpa masalah. Hal ini terutama diperlukan bila JAVANIC digunakan untuk menghela kereta api ekspres.
Keenam roda penggerak SS 800 memiliki jarak gandar yang cukup panjang (6.250mm). Untuk memenuhi tuntutan bisa melahap radius minimal 150m, maka roda penggerak pertama dan ke-6 memiliki toleransi gerakan dalam arah lateral sebesar 30mm, sedangkan roda-roda penghantar sebesar 100mm. Roda-roda penghantar memiliki perlengkapan per tolak balik (''terugstelinrichting'') dengan tegangan awal sebesar 350&nbsp;kg dan maksimum 1300&nbsp;kg. Perlengkapan per itu untuk menjaga agar roda-roda secara otomatis kembali ke posisi semula setelah melahap tikungan tajam.
Namun karena persedian air loko tender tidak sebanayak lokomotif dengan tender lepas, maka daya jelajah lokomotif ini juga terbatas. Sehingga begitu lokomotif Mallet SS1600 (de Bergkoningin) mulai berdinas, Peranan JAVANIC untuk menghela kereta api ekspres mulai tergeser.

Selain beroperasi di Jawa, JAVANIC juga berdinas di Sumatera Barat untuk angkutan batubara. Di jaman kemerdekaan lokomotif JAVANIC mendapat nomor seri F10 (01 – 28) sampai akhir masa tugasnya. JAVANIC bertugas menarik rangkaian kereta barang maupun penumpang, diantaranya “Dhoho Express” (Surabaya-Kertosono-Blitar). Pada tahun 1986 F1015 diboyong ke Expo ’86 di Vancouver, Kanada, mewakili Indonesia. Seperti halnya saudara-saudaranya yang lain, JAVANIC tak luput dari pembantaian juragan besi tua. Tapi anda jangan khawatir, anda masih bisa mengagumi sosok lokomotif JAVANIC di museum kereta api Ambarawa (F10-02) dan di Museum Transportasi TMII, Jakarta (F10-15).
Dengan bahan bakar [[batu bara]] Ombilin yang memiliki nilai kalor 6800 [[kilokalori|kkal]]/kg maka lokomotif ini memperoleh tenaga sebesar 1000 pk pada silindernya. Total tenaga lokomotif SS 800 setara dengan 1,8 kali tenaga seri lokomotif mallet lain yang sudah ada.

Lokomotif SS 800 dibeli oleh SS dari pabrik [[Hanomag]] sebanyak 18 unit, sedangkan 10 unit sisanya diimpor dari pabrik [[Werkspoor]], [[Belanda]] pada tahun 1912-1920.<ref name="ihr" /> 28 unit lokomotif ini siap dioperasikan di lintas [[Jawa Barat]], dan dialokasikan di [[depo lokomotif|Depo Lokomotif]] [[Kota Bandung|Bandung]].

Walaupun secara perhitungan teknis sudah cukup bagus, namun lokomotif ''Javanic'' in tidak cocok dengan jalur tersebut. Selama dua bulan dioperasikan, SS 800 memiliki kendala teknis roda penggerak depan yang sangat mudah aus.<ref name="ihr"/> Oleh karena itulah, SS kemudian memindahkannya ke jalur di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]. Lokomotif ini dialokasikan di Depo Lokomotif [[Purwokerto]], [[Blitar]], [[Malang]], dan [[Jember]]. Sejak saat itulah, mayoritas lokomotif seri ini beroperasi di daerah [[Jawa Timur]]. Khusus untuk [[jalur kereta api Prupuk-Kroya]] yang kecepatan keretanya dibatasi hingga 75&nbsp;km/jam, ''Javanic'' disempurnakan lagi secara teknis sehingga bisa dipacu dengan kecepatan 85&nbsp;km/jam tanpa masalah. Hal ini dilaksanakan apabila nanti ''Javanic'' akan digunakan untuk menghela kereta ekspres.

Lokomotif F10 memiliki panjang 13.980mm, daya mesin 910&nbsp;hp, berat 78,7 ton dan dapat melaju hingga kecepatan 70&nbsp;km/jam. Untuk memenuhi angkutan kereta di [[Sumatera Barat]], maka lima buah lokomotif F10 diboyong ke [[Sumatera Barat]] untuk angkutan [[batu bara]].<ref name="ihr"/> Lokomotif F10 juga beroperasi menghela kereta penumpang maupun barang seperti kereta api Rapih Dhoho.

F10 dikenal cukup unik karena lokomotif yang memiliki enam roda penggerak yang dihubungkan dengan satu poros. Hal semacam ini hanya dapat dijumpai di empat negara, yaitu, [[Indonesia]], [[Jerman]], [[Swiss]], dan [[Prancis]].<ref name="ihr"/>

Pada tahun 1986, lokomotif F1015 sempat diboyong ke [[Expo 86]] di [[Vancouver]], [[Kanada]], dalam rangka mewakili [[Indonesia]].

== Preservasi ==
[[Berkas:DKA F10 (10 02 C).jpg|jmpl|300px|Lokomotif F1002 di [[Museum Kereta Api Ambarawa]], 2008.]]
[[Berkas:DKA F10 (10 15 A).jpg|jmpl|300px |Lokomotif F1015 di Museum Transportasi [[Taman Mini Indonesia Indah]] (TMII), 2002.]]
Saat ini, hanya ada 2 dua unit lokomotif F10 yang tersisa, yakni F1002 di [[Museum Kereta Api Ambarawa]] dan F1015 di Museum Transportasi [[Taman Mini Indonesia Indah]] (TMII), Jakarta.

== Referensi ==
{{reflist}}

{{Daftar lokomotif Indonesia}}

[[Kategori:Lokomotif uap di Indonesia|F10]]

Revisi terkini sejak 18 Oktober 2023 05.26

Lokomotif F10
Lokomotif F10
Lokomotif F1015 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Data teknis
Sumber tenagaUap
ProdusenHanomag, Jerman
Werkspoor, Belanda
Nomor seriSS 800/F10
Tanggal dibuat1912 - 1920
Jumlah dibuat28 unit
Spesifikasi roda
Notasi Whyte2-12-2
Susunan roda AAR1-F-1
Klasifikasi UIC1F1
Dimensi
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda1.102 mm
Panjang13.980 mm
Lebar2.506 mm
Tinggi maksimum3.700 mm
Berat
Berat kosong78,7 ton
Bahan bakar
Jenis bahan bakarBatubara, minyak residu, dan kayu jati
Kapasitas air8,5 m²
Kapasitas tender3 ton
Sistem mesin
Ukuran silinder380/580 mm × 509 mm
Kinerja
Kecepatan maksimum70 km/h
Daya mesin910 hp
Jari-jari lengkung terkecil170 m
Lain-lain
Rem keretaRem vakum, dan rem manual
Jenis suling/klakson lokomotifSuling nada tunggal top lever (pra modif 1930an) Suling D&RGW 5 Chime (setelah modif 1930an)
Karier
Perusahaan pemilikStaatsspoorwegen
JulukanJavanic
Daerah operasiPurwokerto, Kertosono, Blitar, Malang, Bangil, Jember
Unit yang dilestarikanF1002 (Museum Kereta Api - Ambarawa, jawa tengah) F1015 (Museum Transportasi - TMII Jakarta)
Pemilik sekarangPT Kereta Api Indonesia

Lokomotif F10 adalah lokomotif uap yang didatangkan oleh Staatsspoorwegen (SS) dari pabrik Hanomag, Jerman dan Werkspoor, Belanda dengan jumlah keseluruhan 28 unit, dan diberi nomor seri awal SS 800. Lokomotif ini memiliki susunan roda 1F1 (2-12-2T).

Dengan tuntutan teknis yang disodorkan oleh Staatsspoorwegen, pabrik Hanomag, Jerman, di bawah pimpinan Dr.h.c. Ing. Erich Metzeltin, berhasil merancang lokomotif unik yang menarik perhatian kalangan perkeretaapian dunia. Oleh Hanomag, lokomotif hasil rancangannya ini mendapat julukan Javanic.[1]

Semakin meningkatnya volume angkutan kereta api barang membuat Staatsspoorwegen membutuhkan lokomotif uap yang lebih tangguh, lebih bertenaga, serta mampu menjelajahi jalur kereta api lintas pegunungan di Jawa Barat dengan radius belok 150 m.[2] Selain itu, orang semakin banyak membutuhkan kereta api dan mengakibatkan bertambahnya volume perjalanan. Pada akhirnya, SS kemudian membuat lokomotif yang melibatkan banyak roda dan semakin panjang.[3]

Lokomotif F1019, D5010, C2843, dan C2728 di Depo Lokomotif Madiun, 1949.

Lokomotif mallet BB10 sebenarnya sudah bisa menjawab sebagian tantangan. Akan tetapi, BB10 memiliki berbagai kelemahan, seperti pipa uap flexible-nya yang sering bocor. Hal ini disebabkan karena letak silindernya yang terpisah.[4] SS kemudian berkeinginan untuk membeli lokomotif dengan enam gandar seperti lokomotif kelas CC, tetapi tanpa pipa flexible serta mampu menjelajahi lintas pegunungan.

Pada akhirnya, pabrik Hanomag, Jerman, berhasil menjawab tantangan tersebut dengan merancang lokomotif uap baru. Lokomotif ini bergandar cukup unik, yakni enam gandar penggerak yang dikopel menjadi satu serta memiliki satu roda idle di depan dan belakang (1F1/2-12-2T). SS tertarik membeli lokomotif tersebut dan diberi nomor SS 800.[5]

Keenam roda penggerak SS 800 memiliki jarak gandar yang cukup panjang (6.250mm). Untuk memenuhi tuntutan bisa melahap radius minimal 150m, maka roda penggerak pertama dan ke-6 memiliki toleransi gerakan dalam arah lateral sebesar 30mm, sedangkan roda-roda penghantar sebesar 100mm. Roda-roda penghantar memiliki perlengkapan per tolak balik (terugstelinrichting) dengan tegangan awal sebesar 350 kg dan maksimum 1300 kg. Perlengkapan per itu untuk menjaga agar roda-roda secara otomatis kembali ke posisi semula setelah melahap tikungan tajam.

Dengan bahan bakar batu bara Ombilin yang memiliki nilai kalor 6800 kkal/kg maka lokomotif ini memperoleh tenaga sebesar 1000 pk pada silindernya. Total tenaga lokomotif SS 800 setara dengan 1,8 kali tenaga seri lokomotif mallet lain yang sudah ada.

Lokomotif SS 800 dibeli oleh SS dari pabrik Hanomag sebanyak 18 unit, sedangkan 10 unit sisanya diimpor dari pabrik Werkspoor, Belanda pada tahun 1912-1920.[2] 28 unit lokomotif ini siap dioperasikan di lintas Jawa Barat, dan dialokasikan di Depo Lokomotif Bandung.

Walaupun secara perhitungan teknis sudah cukup bagus, namun lokomotif Javanic in tidak cocok dengan jalur tersebut. Selama dua bulan dioperasikan, SS 800 memiliki kendala teknis roda penggerak depan yang sangat mudah aus.[2] Oleh karena itulah, SS kemudian memindahkannya ke jalur di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lokomotif ini dialokasikan di Depo Lokomotif Purwokerto, Blitar, Malang, dan Jember. Sejak saat itulah, mayoritas lokomotif seri ini beroperasi di daerah Jawa Timur. Khusus untuk jalur kereta api Prupuk-Kroya yang kecepatan keretanya dibatasi hingga 75 km/jam, Javanic disempurnakan lagi secara teknis sehingga bisa dipacu dengan kecepatan 85 km/jam tanpa masalah. Hal ini dilaksanakan apabila nanti Javanic akan digunakan untuk menghela kereta ekspres.

Lokomotif F10 memiliki panjang 13.980mm, daya mesin 910 hp, berat 78,7 ton dan dapat melaju hingga kecepatan 70 km/jam. Untuk memenuhi angkutan kereta di Sumatera Barat, maka lima buah lokomotif F10 diboyong ke Sumatera Barat untuk angkutan batu bara.[2] Lokomotif F10 juga beroperasi menghela kereta penumpang maupun barang seperti kereta api Rapih Dhoho.

F10 dikenal cukup unik karena lokomotif yang memiliki enam roda penggerak yang dihubungkan dengan satu poros. Hal semacam ini hanya dapat dijumpai di empat negara, yaitu, Indonesia, Jerman, Swiss, dan Prancis.[2]

Pada tahun 1986, lokomotif F1015 sempat diboyong ke Expo 86 di Vancouver, Kanada, dalam rangka mewakili Indonesia.

Preservasi

[sunting | sunting sumber]
Lokomotif F1002 di Museum Kereta Api Ambarawa, 2008.
Lokomotif F1015 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 2002.

Saat ini, hanya ada 2 dua unit lokomotif F10 yang tersisa, yakni F1002 di Museum Kereta Api Ambarawa dan F1015 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 108. ISBN 978-602-0818-55-9. 
  2. ^ a b c d e Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur, PT KAI: Lokomotif F10
  3. ^ Pengenalan Lokomotif Uap
  4. ^ Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur, PT KAI: Lokomotif BB10
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama roster