Masihulan, Seram Utara, Maluku Tengah: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
|kepadatan = ... jiwa/km² |
|kepadatan = ... jiwa/km² |
||
}} |
}} |
||
'''Masihulan''' adalah [[negeri (Maluku Tengah)|negeri]] di |
'''Masihulan''' adalah [[negeri (Maluku Tengah)|negeri]] di Kecamatan [[Seram Utara, Maluku Tengah|Seram Utara]], [[Kabupaten Maluku Tengah|Maluku Tengah]], [[Maluku]], [[Indonesia]]. |
||
== Etimologi == |
== Etimologi == |
Revisi per 2 Juni 2024 10.52
Masihulan | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Seram Utara |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Masihulan adalah negeri di Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia.
Etimologi
Nama Masihulan didapat dari bahasa yang dipakai di Sawai. Saat itu Belanda mengadakan survei nama negeri-negeri di Seram Utara dan mencatat nama Masihulan dari orang-orang di Sawai. Masihulan berasal dari kata masiasu yang artinya orang kasiang atau pecundang.[1] Masyarakat Sawai menggunakan istilah itu untuk mengejek masyarakat Masihulan sebagai komunitas lemah yang bersembunyi di hutan-hutan. Padahal, pada masa lalu, Masihulan dikenal sebagai negeri para pemberani atau kesatria.[1]
Sejarah
Penduduk Masihulan pada zaman dahulu mempraktikkan pengayauan atau perburuan kepala.[1] Tradisi ini mulai hilang sejak masuknya pemerintahan kolonial ke Pulau Seram bagian utara. Masihulan bersama negeri-negeri lainnya disatukan dalam suatu administrasi kolonial, dengan pusatnya di Wahai. Hingga hampir 2 dekade Indonesia merdeka, penduduk Masihulan masih menganut kepercayaan nenek moyang, sebelum akhirnya pada 1963 secara sukarela mereka memeluk Kristen Protestan dan menjadi jemaat dalam tubuh Gereja Protestan Maluku. Tiga tahun setelah baptisan pertama, seluruh penduduk Masihulan sudah beragama Kristen.[1]
Hubungan sosial
Sebuah hubungan sosial yang tidak seimbang antara Sawai dengan Masihulan telah dipaksakan oleh Belanda sejak 1914. Penduduk Masihulan dipaksa turun ke pantai mendiami daerah bernama Poputun dan Belanda menjadikan mereka sebagai anak negeri atau bawahan dari Sawai. Sawai menjadi negeri induk dan memposisikan diri sebagai pertuanan atau bapak sementara Masihulan adalah aniala atau anak.[1]
Referensi
Daftar pustaka
- Eduardo Erlangga Drestanta (2023). "Customary Village (Desa Adat) and Inter-Ethnic Fragmentations in Seram Island, Maluku". ARCHIPEL. 105: 91–113. doi:10.4000/archipel.3446. Diakses tanggal 1 Juni 2024.