Lompat ke isi

Partai Rakyat Nasional (Indonesia): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Toonyf (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 19: Baris 19:
Dalam pemilihan parlemen tahun 1955, PRN mendapat 242.125 suara (0,6% dari suara nasional), dan mendapat dua kursi di DPR (turun dari 13 sebelum pembubaran Dewan).<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 435</ref> Setelah pemilu PRN bergabung dengan [[Fraksi Progresif Nasional]], bagian dari sepuluh anggota parlemen dari Jawa.<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 472</ref>
Dalam pemilihan parlemen tahun 1955, PRN mendapat 242.125 suara (0,6% dari suara nasional), dan mendapat dua kursi di DPR (turun dari 13 sebelum pembubaran Dewan).<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 435</ref> Setelah pemilu PRN bergabung dengan [[Fraksi Progresif Nasional]], bagian dari sepuluh anggota parlemen dari Jawa.<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 472</ref>


Pada tahun 1956 partai mengalami perpecahan, karena ada pembagian antara kepemimpinan Jawa (setia kepada Dr Gondokusomo) dan sekelompok pemimpin non-Jawa (dipimpin oleh Bebasa Daeng Lalo). Bebasa Daeng Lalo-faksi dihitung dengan dukungan dua menteri PRN dalam kabinet Burhanuddin Harahap, F. Laoh dan Gunawan.<ref name="prn2"/>
Pada tahun 1956 partai mengalami perpecahan, karena ada pembagian antara kepemimpinan Jawa (setia kepada Dr Gondokusomo) dan sekelompok pemimpin non-Jawa (dipimpin oleh Bebasa Daeng Lalo). Bebasa Daeng Lalo-faksi dihitung dengan dukungan dua menteri PRN dalam kabinet Burhanuddin Harahap, [[Frits Laoh]] dan Gunawan.<ref name="prn2"/>


Pada akhir 1956 PRN mendukung konsepsi Presiden [[Sukarno]], pengenalan [[Demokrasi Terpimpin]] di Indonesia.<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 543-544</ref>
Pada akhir 1956 PRN mendukung konsepsi Presiden [[Sukarno]], pengenalan [[Demokrasi Terpimpin]] di Indonesia.<ref>[[Feith, Herbert]]. ''[http://books.google.com/books?id=VAH0W9uxoqoC The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia]''. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 543-544</ref>

Revisi per 24 Agustus 2014 11.47

Partai Rakyat Nasional
KetuaDr. Djody Gondokusomo
DibentukJuli 1950
IdeologiNasionalisme

Partai Rakyat Nasional (PRN) adalah sebuah partai politik nasionalis di Indonesia.[1] Partai ini pada awalnya bernama Partai Nasional Indonesia - Merdeka, dan dibentuk pada Juli 1950 setelah perpecahan di dalam Partai Nasional Indonesia (PNI). Perpecahan dengan PNI telah muncul di kongres partai bulan Mei di tahun yang sama, ketika pengikut Sidik Djojosukarto (pendiri PNI-Merdeka/PRN oposisi) telah menang (setelah perpecahan PNI mencap PRN sebagai sayap kanan dan kapitalis)[2]. Dr Djody Gondokusomo adalah ketua partai.[3]

PRN memiliki 10 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, lima dari Republik Indonesia Serikat dan lima dari BFO. Abdullah Aidit, salah satu anggota parlemen PRN, adalah ayah dari pemimpin Partai Komunis, DN Aidit.[4] Pada bulan Oktober 1950, mosi percaya diadakan di DPR terhadap kabinet Natsir. PRN mendukung kabinet Natsir dalam mosi tidak percaya, kelompok parlemen tunggal tidak terwakili dalam pemerintah untuk melakukannya.[5] Kemudian pada bulan yang sama, partai mengadopsi nama PRN.[2]

Pada 1951 partai mengklaim memiliki dua juta anggota, meskipun angka yang mungkin sangat meningkat.[6]

Pada Maret 1951, partai bergabung dengan Badan Permusyawaratan Partai Politik, sebuah koalisi luas yang segera menjadi non-fungsional. [1]

Ketika kabinet pertama Ali Sastroamidjojo dibentuk pada tahun 1953, pemimpin PRN Dr Djody Gondokusomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Pada November 1953 ia bergabung dengan politisi PRN I Gusti Gde Rake, yang menjadi Menteri Agraria.[7]

Dalam pemilihan parlemen tahun 1955, PRN mendapat 242.125 suara (0,6% dari suara nasional), dan mendapat dua kursi di DPR (turun dari 13 sebelum pembubaran Dewan).[8] Setelah pemilu PRN bergabung dengan Fraksi Progresif Nasional, bagian dari sepuluh anggota parlemen dari Jawa.[9]

Pada tahun 1956 partai mengalami perpecahan, karena ada pembagian antara kepemimpinan Jawa (setia kepada Dr Gondokusomo) dan sekelompok pemimpin non-Jawa (dipimpin oleh Bebasa Daeng Lalo). Bebasa Daeng Lalo-faksi dihitung dengan dukungan dua menteri PRN dalam kabinet Burhanuddin Harahap, Frits Laoh dan Gunawan.[3]

Pada akhir 1956 PRN mendukung konsepsi Presiden Sukarno, pengenalan Demokrasi Terpimpin di Indonesia.[10]

Sayap Wanita

Sayap perempuan dari PRN dikenal sebagai Wanita Nasional. Pada 1960, Wanita Nasional mengklaim memiliki 90 cabang.[11]

Referensi

  1. ^ a b Feith, Herbert. The Wilopo Cabinet, 1952-1953: A Turning Point in Post-Revolutionary Indonesia. Ithaca, N.Y.: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Dept. of Far Eastern Studies, Cornell University, 1958. p. 102
  2. ^ a b Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 144
  3. ^ a b Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 491
  4. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. pp. 128, 189
  5. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 153
  6. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 125
  7. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. pp. 338-339
  8. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 435
  9. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 472
  10. ^ Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. An Equinox classic Indonesia book. Jakarta [u.a.]: Equinox, 2007. p. 543-544
  11. ^ Martyn, Elizabeth. The women's movement in post-colonial Indonesia: gender and nation in a new democracy. London [u.a.]: RoutledgeCurzon, 2005. p. 219