Lompat ke isi

Bahasa Jawa Banyumasan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jumlah Penutur dan Tahun yang lebih Akurat lagi
Tag: mengubah parameter nama di infobox VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 13: Baris 13:
| fam3 = [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]]
| fam3 = [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]]
| fam4 = [[Bahasa Jawa|Jawa Pertengahan]]
| fam4 = [[Bahasa Jawa|Jawa Pertengahan]]
| fampos = Jawa
| glotto = bany1247
| glotto = bany1247
| script = * [[Aksara Jawa]]
| script = * [[Aksara Jawa]]

Revisi per 18 September 2023 11.59

Bahasa Jawa Banyumasan
ꦧꦱꦗꦮꦧꦚꦸꦩꦱꦤ꧀
Basa Jawa Banyumasan
Dituturkan diIndonesia
WilayahKeresidenan Banyumas, Keresidenan Pekalongan, sebagian barat Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Wonosobo (Jawa Tengah)
Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon dan Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis (Jawa Barat)
Penutur
13.940.028 Jiwa (2023)[1]
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Banyumasan dalam dialek-dialek bahasa Jawa Sunting klasifikasi ini

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Status resmi
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Tengah
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologbany1247[2]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Jawa Banyumasan (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮꦧꦚꦸꦩꦱꦤ꧀, translit. basa Jawa Banyumasan) atau yang lebih akrab disebut sebagai bahasa Ngapak adalah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa Tengah bagian barat, lebih tepatnya di dua eks-keresidenan, Banyumas dan Pekalongan. Eks-Keresidenan Banyumas meliputi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan sebagian Kebumen. Eks Keresidenan Pekalongan meliputi Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Brebes, Pemalang, Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan.

Dialek Banyumasan juga sampai ke Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis (Jawa Barat)[3], yang berbatasan dengan Jawa Tengah, meskipun sudah tercampur dengan bahasa dan dialek Sunda.[4] Dialek ini menjadi salah satu dialek bahasa Jawa yang masih mempunyai kaitan dengan fonetik bahasa Jawa Kuno.[5]

Sejarah

Sejumlah ahli bahasa Jawa menyebut Bahasa Banyumasan sebagai bentuk Bahasa Jawa asli atau tahap awal.[6][7]

Bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:

  • Abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
  • Abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
  • Abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa / dialek Banyumasan yang terpisah cukup jauh dengan dialek Wetan dan tengah
    (Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)

Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Meskipun demikian, bahasa krama tetap dibutuhkan untuk berbagai acara formal dan ritual keagamaan. Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan (timur)..[8]

Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata bandhek secara morfologis berasal dari kata gandhek yang berarti pesuruh (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah Banyumasan. Para pesuruh ini tentu menggunakan gaya bahasa Jawa standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Banyumasan.[9]

Rumpun bahasa Jawa bagian barat

Terdapat 4 sub-dialek utama dalam dialek bahasa Jawa bagian barat, yaitu Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara.

Wilayah Utara

Dialek Tegalan dituturkan di wilayah utara, antara lain Brebes, Slawi, Pemalang, dan Tegal.

Wilayah Selatan

Dialek ini dituturkan di wilayah selatan, antara lain, Banyumas, Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo, serta beberapa daerah lain seperti, Bagian Timur Ciamis-Pangandaran, Bagian Selatan Brebes, Bagian Selatan Pekalongan, dan Bagian Barat Kebumen.

Cirebon - Indramayu

Dialek ini dituturkan di sekitar Cirebon, Jatibarang dan Indramayu. Secara administratif, wilayah ini termasuk dalam Provinsi Jawa Barat.

Banten Utara

Dialek ini dituturkan di wilayah Banten utara (wilayah bagian utara Serang, Cilegon dan Tangerang) yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Banten.

Selain itu terdapat beberapa sub-sub dialek dalam bahasa Banyumasan, antara lain sub dialek Bumiayu dan lain-lain.

Kosakata

Perbandingan kosakata dialek bahasa Jawa Banyumasan, Tegal, Pekalongan, Indramayu dan Banten:

Dialek Banyumasan Dialek Tegal Dialek Pekalongan Dialek Indramayu Dialek Banten Bahasa Indonesia
inyong, nyong ênyong, nyong,aku nyong, aku kula, réang, ingsun kulê, kitê, ingsun aku, saya
rika, ko kowên,rika sampéyan, kowé slira, sira, ira sirê, irê, kamu, kau
awaké dhéwék awaké dhéwék awaké dhéwé kita kabeh kitê kami
rika kabèh kowên kabèh kowé kabèh sira kabèh sirê kabèh kalian
kiyé, iki kiyé, iki iki kién, iki kién, puniki, iki ini
kuwé, koh, iku kuwé, kaé kuwi, koh kuèn, kuh, iku kuèn, iku itu
kéné, mengené kéné, méné kéné, méné/mréné kéné, méné kéné, mérené sini
kana, mengana kana, mana kana, mono/mrono kana, mana kana, merana sana, mana
kêpriwé, kêpribé kêprimén, kêpribén kêpriyé, kêpige kêpribén, kêpriwén, kêpriyén kêprémén, kêlipun bagaimana
ora, udu, séjén ora, dudu, bélih,béléh,séjén ora, udu, séjé ora, dudu, bêlih, bli, séjén orê, udu tidak, bukan

Perbandingan kosakata dialek bahasa Jawa Banyumasan dengan bahasa Jawa Standar:

Dialek Banyumasan Jawa Standar
(Surakarta/Yogyakarta)
Bahasa Indonesia
inyong, nyong aku, awakku, kula aku, saya
rika, ko kowé, sampéyan, awakmu kamu, kau
awaké dhéwék kita, awaké dhéwé kami
rika kabéh kowé kabéh kalian
kiyé, iki iki, ki ini
kuwé, koh, iku kuwi, iku itu
kéné, méngéne kéné, méné sini
kana, mengana kana, mrana sana
kêpriwé, kêpribe kêpiyé, piyé bagaimana
ora, udu, séjén ora, dudu tidak, bukan

Baca kegundahan Ahmad Tohari berikut ini:

Dalam kenyataan sehari-hari keberadaan basa banyumasan termasuk dialek lokal yang sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal berapa persenkah pengguna basa banyumasan 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa basa banyumasan sesungguhnya wong penginyongan boleh dikata akan Terhapus dari Peta etnik bangsa ini. Kekhawatiran belau lainnya: Mana bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup mewakili budaya dan semangat wong penginyongan harus segera disediakan

Sebuah fakta empiris bahwa penutur asli bahasa Banyumasan (Satria) akan mengalah bila berbicara dengan penutur bahasa wetanan (Satrio). Alasannya, Satria tidak ingin dicap sebagai orang rendahan karena menggunakan bahasa berlogat kasar.

salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan dialek Banyumasan adalah dengan menggunakan bahasa tersebut di dalam pergaulan baik waktu orang banyumas berada di daerahnya maupun berada di luar daerah. Selain itu salah satu usaha yang lain adalah dengan dimasukkannya bahasa Banyumasan ke dalam kurikulum sekolah sebagai muatan lokal. Lobak sama dengan budin/singkong

"Cengkring" merupakan kata yang digunakan untuk menamai orang yang memiliki sifat "perasa" atau sensitif

Baca kegundahan Ahmad Tohari berikut ini:

Dalam kenyataan sehari-hari keberadaan basa banyumasan termasuk dialek lokal yang sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal berapa persenkah pengguna basa banyumasan 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa basa banyumasan sesungguhnya wong penginyongan boleh dikata akan Terhapus dari Peta etnik bangsa ini. Kekhawatiran belau lainnya: Mana bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup mewakili budaya dan semangat wong penginyongan harus segera disediakan

Sebuah fakta empiris bahwa penutur asli bahasa Banyumasan (Satria) akan mengalah bila berbicara dengan penutur bahasa wetanan (Satrio). Alasannya, Satria tidak ingin dicap sebagai orang rendahan karena menggunakan bahasa berlogat kasar.

salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan dialek Banyumasan adalah dengan menggunakan bahasa tersebut di dalam pergaulan baik waktu orang banyumas berada di daerahnya maupun berada di luar daerah. Selain itu salah satu usaha yang lain adalah dengan dimasukkannya bahasa Banyumasan ke dalam kurikulum sekolah sebagai muatan lokal.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi JAWA Tengah". bps.go.id. Badan Pusat Statistik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2011. Diakses tanggal 29 Mei 2020. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Jawa Banyumasan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ Peta Bahasa Jawa Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  4. ^ Politik Mataram yang Membentuk Bahasa Jawa Banyumasan[1]
  5. ^ Ahmad Tohari, dkk (2014). Kamus Bahasa Jawa Banyumasan-Indonesia. Semarang: Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. ISBN 9786027664630. 
  6. ^ Budiono Herusasoto (2008) Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa Dan Watak
  7. ^ Orang Ngapak Bukannya Kasar, Tapi Blak-blakan dan Apa Adanya[2]
  8. ^ "Bupati Luncurkan Aplikasi Kamus Bahasa Banyumas" [Banyumas Regent Launches Banyumasan Language Dictionary Application]. banyumaskab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 January 2020. Diakses tanggal 15 February 2020. 
  9. ^ Dwi Meilani. "MAKALAH BUDAYA BANYUMASAN". 

Pranala luar