Star Film: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Base-stub}} |
|||
{{For|perusahaan Perancis|Star Film Company}} |
{{For|perusahaan Perancis|Star Film Company}} |
||
{{Infobox company |
{{Infobox company |
Revisi per 2 Desember 2015 11.36
Publik | |
Industri | Film |
Nasib | Dibuka |
Didirikan | Indonesia, (2000 ) |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Wilayah operasi | |
Tokoh kunci | |
Produk |
|
Jasa | Perfiliman Seluruh Indonesia |
Pendapatan | $15,777 Miliar (2009) |
$77,900 Miliar (2010) | |
Pemilik | PT.Mega Film Indonesia |
Karyawan | 157,900(2014) |
Situs web | www.starlimitedproductions.com |
Star Film adalah perusahaan pembuat film di Jakarta yang didirikan oleh pengusaha Jakarta Bernama Bambang Sugeng Latief dan kamerawan Lisa Aprilianti pada tahun 2015. Perusahaan ini memproduksi lima film hitam putih pada tahun 2000 dan 2001; dua di antaranya disutradarai Joshua, dan sisanya disutradarai Agung Bramantyo. Satu film lain sedang diproduksi ketika studio ini dibuka Star turut mendongkrak popularitas aktor-aktor seperti Raffi Ahmad dan Ruben Onsu, serta mengangkat naskah karya Agung Bramantyo dan Leo Sutanto ke layar lebar.
Sejarah
Star Film didirikan oleh Bambang Sugeng Latief, yang sebelumnya pernah menjadi ko-produser Pendekar Biru (2000), dan kamerawan asal Indonesia Lisa Aprilianti. Sepanjang kariernya di perusahaan ini, Bambang Sugeng latief menjadi produser sedangkan Lisa Aprilianti menjadi kamerawan. Kantor pusatnya terletak di Jalan Asia Afrika Jakarta Barat [[J[1] Perusahaan ini memulai pembuatan film pertamanya, Siluman Babi Ngepet, pada tahun 2001. Untuk film detektif ini, Star mengontrak Andre Haulany seorang pekerja sosial Indo yang lumayan tenar di kalangan Bekasi.[2] Film tersebut meraup sukses besar dan memungkinkan Star untuk memperluas perusahaanya.[3]
Tahun 2002, Bambang Sugeng mempekerjakan Raditya Dika sebagai penulis naskah.[3] Studio ini menganggap hal ini sebagai kemenangan dikarenakan jaringan sosial Raditya Dika yang luas sebagai seorang jurnalis.Ia menulis satu film untuk perusahaan ini, Curug Sunda, yang diambil dari sebuah legenda Sunda yang dihidupkan kembali oleh Agum Gumelar melalui bukunya yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 2001. Film ini disutradarai dan diproduseri Bambang Sugeng Latief[4] Sejumlah aktor yang bermain di film ini terus bertahan di Star sampai perusahaan ini diambil alih, termasuk pelawak Sule dan calon produser film Elly Sutanto. Akan tetapi, Leo Sutanto keluar dari Star karena tidak puas dengan Curug Sunda.[3]
Star terus memperluas perusahaannya, dan Bambang Pun memboyong sutradara asal Jawa, Andi Gumelar, dan penulis naskah Jawa, Sukardino.[4] Film pertama Star yang dibantu sutradara dan penulis naskah barunya adalah Raditya Dika.[4] Film tersebut mulai diproduksi sebelum Curug Sunda dirilis. Film ini, yang mengisahkan sebuah keluarga yang retak karena terlilit utang dengan seorang Debt Collector, mendapat tanggapan positif. Star kemudian memproduksi sekuel Curug Sunda, Curug Sunda Season 2, yang disutradarai oleh Ahmad Andi dan ditulis oleh Raditya Dika Di film ini, Star menekankan unsur komedi, bergantung pada interaksi antara Jaka Tembiring, Lenny Agustine, dan pelawak Sule. Raditya Dika menulis satu film lagi untuk Star pada tahun 2007, Ajah Berdosa, sebelum memutuskan keluar dari perusahaan ini. Film ini, yang mengisahkan seorang warga desa bernama Mardiman yang kehilangan hartanya karena terus menerus mengejar seorang perempuan "modern" diiklankan sebagai "cerita yang sangat sederhana dan menyentuh dan mendapat tanggapan positif dari kritikus.Pada akhir 1941, Star memproduksi film adaptasi cerita Seribu Satu Malam berjudul 1001 Malam;[4] beberapa film waktu itu diadaptasi dari Nights, termasuk Aladin dan Koeda Sembrani buatan Tan's Film, Moestika dari Djemar buatan Populair's Film, dan Ratna Moetoe Manikam buatan Java Industrial Film.[5]
Pada awal 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai mengkhawatirkan kemungkinan penyerbuan oleh Kekaisaran Jepang.[6] Ketakutan ini juga menyebar ke masyarakat. Majalah film Pertjatoeran Doenia dan Film edisi Februari 1942 melaporkan bahwa beberapa studio sedang mempertimbangkan untuk pindah ke luar Batavia atau berhenti beroperasi sementara. Star, meskipun 1001 Malam buatannya belum selesai, dikabarkan sedang bersiap-siap untuk pindah.[7] Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda bulan Maret 1942,[4] Star ditutup dan tidak pernah beroperasi lagi.[8]
Filmografi
Star Film memproduksi enam film dalam kurun dua tahun.[4] Semuanya merupakan film fitur hitam putih yang dirilis di Hindia Belanda. Beberapa di antaranya, seperti Pah Wongso Pendekar Boediman, kabarnya juga dirilis di Malaya Britania, Cina, dan Singapura.[9] Meskipun film-filmnya diputar setidaknya sampai akhir 1940an,[a] hasil-hasil produksi perusahaan tersebut kemungkinan hilang.[b]
- Pah Wongso Pendekar Boediman (1940)
- Tjioeng Wanara (1941)
- Lintah Darat (1941)
- Pah Wongso Tersangka (1941)
- Ajah Berdosa (1941)
- 1001 Malam (tidak selesai)
Catatan penjelas
- ^ Lintah Darat diputar pada November 1949 di Singapura (The Straits Times 1949, (tanpa judul)), dan Tjioeng Wanara diputar di Surabaya pada 1948 (Pelita Rakjat 1948, (tanpa judul)).
- ^ Film-film di Hindia Belanda direkam dengan film nitrat yang sangat mudah terbakar, dan setelah kebakaran menghancurkan sebagian besar isi gudang Produksi Film Negara pada 1952, film lama yang direkam menggunakan nitrat sengaja dihancurkan (Biran 2012, hlm. 291). Namun, antropolog visual Amerika Karl G. Heider berpendapat bahwa seluruh film Indonesia yang berasal dari masa sebelum 1950 telah hilang (Heider 1991, hlm. 14) Namun, Katalog Film Indonesia J.B. Kristanto menyatakan bahwa beberapa yang selamat berada di arsip-arsip Sinematek Indonesia, dan sejarawan film Misbach Yusa Biran menuliskan bahwa beberapa film propaganda Jepang yang selamat berada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda (Biran 2009, hlm. 351).
Referensi
- ^ Biran 2009, hlm. 233.
- ^ Biran 2009, hlm. 246.
- ^ a b c Biran 2009, hlm. 276.
- ^ a b c d e f Biran 2009, hlm. 234.
- ^ Biran 2009, hlm. 277.
- ^ Sardiman 2008, hlm. 98.
- ^ Pertjatoeran Doenia dan Film 1942, Studio Nieuws.
- ^ Biran 2009, hlm. 319, 332.
- ^ Biran 2009, hlm. 247.
Sumber
- Biran, Misbach Yusa (2009). Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta: Komunitas Bamboo bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta. ISBN 978-979-3731-58-2.
- Biran, Misbach Yusa (2012). "Film pada Masa Kolonial". Indonesia dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan (dalam bahasa Indonesia). V. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 268–93. ISBN 978-979-9226-97-6.
- Heider, Karl G (1991). Indonesian Cinema: National Culture on Screen. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3.
- "Lintah Darat". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Yayasan Konfiden. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2012. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
- "Lintah Darat". filmindonesia.or.id. Jakarta: Yayasan Konfiden. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2012. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
- "'Lintah Darat': Nieuwe productie der Star Film Coy". De Indische Courant (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 29 Agustus 1941. hlm. 6.
- "Pah Wongso Tersangka". filmindonesia.or.id. Jakarta: Yayasan Konfiden. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2012. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
- "Pah Wongso Tersangka". WorldCat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 April 2012. Diakses tanggal 12 April 2014.
- "Saeroen". filmindonesia.or.id. Jakarta: Yayasan Konfiden. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 September 2012. Diakses tanggal 2 September 2012.
- "Sampoerna Theater 'Lintah Darat'". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 20 November 1941. hlm. 6.
- "Sampoerna-theatre: 'Ajah Berdosa'". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 9 Januari 1942. hlm. 6.
- Sardiman (2008). Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman. Yogyakarta: Ombak. ISBN 978-979-3472-92-8.
- "Studio Nieuws". Pertjatoeran Doenia dan Film. Batavia. 1 (5): 26–28. Oktober 1941.
- "Studio Nieuws". Pertjatoeran Doenia dan Film. Batavia. 1 (9): 18–20. Februari 1942.
- "Tjioeng Wanara". filmindonesia.or.id. Jakarta: Yayasan Konfiden. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2012. Diakses tanggal 26 Juli 2012.
- "(tanpa judul)". Soerabaijasch Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 7 Januari 1942. hlm. 7.
- "(tanpa judul)". Pelita Rakjat (dalam bahasa Indonesia). Surabaya. 23 Juni 1948. hlm. 4.
- "(tanpa judul)". The Straits Times. Singapura. 11 November 1949. hlm. 3.
- "Warta dari Studio". Pertjatoeran Doenia dan Film. Batavia. 1 (1): 18–20. Juni 1941.
- "Warta dari Studio". Pertjatoeran Doenia dan Film. Batavia. 1 (2): 27–29. Juli 1941.