Kereta api Bima: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan aplikasi seluler |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
| image = KA Bima Melintas stasiun tambun.jpg |
| image = KA Bima Melintas stasiun tambun.jpg |
||
| image_width = 300 |
| image_width = 300 |
||
| caption = |
| caption = CC 206 Ft Ka Bima Melintas Stasiun Tambun. |
||
| type = Eksekutif satwa |
| type = Eksekutif satwa |
||
| system = Kereta api cepat |
| system = Kereta api cepat |
Revisi per 13 April 2016 16.40
Artikel bertopik layanan kereta api ini berisi jadwal perjalanan kereta api yang suatu saat dapat berubah. |
- Untuk nama sebuah lokomotif Indonesia, lihat Bima Kunthing. Untuk Bima sebagai tokoh Mahabharata, lihat Bima (Mahabharata). Untuk kegunaan lainnya, lihat Bima (disambiguasi).
Kereta api Bima | |||||
---|---|---|---|---|---|
Berkas:Plat nama KA Bima.PNG | |||||
Berkas:KA Bima Melintas stasiun tambun.jpg | |||||
Ikhtisar | |||||
Jenis | Eksekutif satwa | ||||
Sistem | Kereta api cepat | ||||
Status | Beroperasi | ||||
Lokasi | Daop 1 Jakarta | ||||
Terminus | Jakarta Gambir Surabaya Gubeng Malang Kota Baru | ||||
Stasiun | 14 | ||||
Layanan | 2 | ||||
Operasi | |||||
Dibuka | 1 Juni 1967 6 Februari 2014 (perpanjangan ke Malang) | (rute Jakarta-Surabaya)||||
Pemilik | PT Kereta Api Indonesia | ||||
Operator | Daerah Operasi I Jakarta | ||||
Depo | Kereta: Jakarta Kota (JAKK) Lokomotif: Jatinegara (JNG), Sidotopo (SDT) dan Yogyakarta (YK) | ||||
Rangkaian | CC206 | ||||
Data teknis | |||||
Panjang lintas | 907 km | ||||
Lebar sepur | 1.067 mm | ||||
Kecepatan operasi | 60 s.d. 100 km/jam | ||||
Jumlah rute | 43-46 | ||||
|
Kereta api Bima adalah kereta api kelas eksekutif satwa yang dioperasikan PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Pulau Jawa dengan jurusan Stasiun Gambir (GMR) - Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) dan Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) - Stasiun Malang (ML) dan sebaliknya. Uniknya, kereta api ini tidak melalui jalur utara, tetapi melalui jalur selatan, karena untuk meningkatkan okupansi penumpang yang naik kereta api rute Jakarta-Surabaya yang melalui jalur selatan. Lain halnya dengan Kereta api Sembrani dan Argo Bromo Anggrek yang juga berangkat dari Gambir, namun melewati Cikampek, Semarang Tawang, dan tiba di Pasar Turi. Meskipun kelas satwa, KA Bima adalah KA Eksekutif sekelas Argo dan menggunakan kereta Argo, dalam hal ini adalah KA eks-Argo Bromo (K1 0 95 xx JAKK). Kereta ini merupakan kereta api eksekutif AC Central pertama dan tertua yang sampai saat ini masih beroperasi di Indonesia.
Kereta api Bima pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Juni 1967[1]; mengawali sejarah pengoperasian kereta api berpengatur suhu ruangan/ Air Conditioner bersistem Modern di Indonesia. KA ini melayani perjalanan koridor Jakarta - Surabaya lewat Purwokerto, Yogyakarta, Solo, dan Madiun.
Asal-usul nama
Nama Bima merupakan singkatan dari Biru Malam, karena, pada awal peluncurannya, rangkaian kereta api ini bercat biru dan beroperasi pada malam hari. Selain itu, kata Bima dianalogikan pula dengan nama dari salah satu tokoh Mahabharata, Bima yang memang digambarkan memiliki karakter tubuh tinggi besar, kukuh, kekar, kuat, dan pemberani. Karakter itu dilekatkan pada KA Bima untuk menggambarkan keandalan perjalanan dan kualitas pelayanannya yang selalu siap dalam berbagai keadaan.
Sejarah[1]
Kereta tidur
KA Bima ini diresmikan pada tanggal 1 Juni 1967 dengan menggunakan kereta tidur berwarna biru buatan pabrik Waggonbau Görlitz, Jerman Timur dan menjadi KA pertama yang menggunakan kereta pembangkit (DPPW). Awalnya peta rute KA ini mengikuti arah pendahulunya, Bintang Sendja. Yaitu, setelah dari Jakarta Gambir melewati Cirebon, kemudian melewati Semarang, kemudian menuju Kedungjati dan Solo Jebres serta Madiun dan Jombang, hingga akhirnya tiba di Surabaya. Tetapi, beberapa minggu berikutnya, rute KA diubah hingga melewati Purwokerto dan Yogyakarta, hingga sekarang.
Selama dekade 1960-an hingga awal 1980-an, KA Bima beroperasi dengan stamformasi (urutan rangkaian): satu buah lokomotif (berstriping/livery hijau-kuning PNKA/PJKA), dua kereta SAGW (eksekutif kelas I), dua kereta SBGW (eksekutif kelas II), satu kereta FW (makan), dan satu kereta DPPW (pembangkit) plus satu kereta bagasi; semua gerbong berwarna biru tua. KA ini menjadi KA eksekutif AC pertama di Indonesia dan menjadi KA yang populer. Ada kebanggan tersendiri (prestise) bagi siapa pun yang pernah menaiki KA Bima. Apalagi pada masa itu, kenyamanan moda transportasi lain tidak mampu menyamai kenyamanan yang ditawarkan KA Bima. Kualitas pelayanan KA Bima sekelas dengan hotel berbintang, sehingga menghemat biaya akomodasi dan transportasi sekaligus. KA Bima juga menghiasi berbagai media.
KA Eksekutif
Tahun 1967-1984 menjadi masa-masa indah KA Bima sebagai KA tidur. Akan tetapi, dengan alasan sosial daripada alasan finansial, kereta SAGW akhirnya dihapus. Sebagai persiapan, PJKA akhirnya mengimpor dua rangkaian kereta eksekutif buatan pabrik Arad, Rumania, bernomor seri K1-847xx (dibuat tahun 1984, nomor baru: K1 0 84 xx[catatan 1], yang kini dipakai oleh Argo Dwipangga dan Sembrani). Rangkaian kereta ini difungsikan untuk mengganti kereta SAGW yang berhenti beroperasi. Kereta ini adalah kereta dengan tempat duduk, tidak seperti SAGW-nya Görlitz yang merupakan kereta tidur.
Gerbong Arad ini dirangkai bersama gerbong SBGW. Sementara itu, sisa gerbong tidur SAGW sempat dipakai sebentar di layanan PJKA lainnya, seperti kereta api Mutiara Utara, Senja, atau Mutiara Selatan sebelum diistirahatkan. Tiga di antaranya menjadi gerbong kenegaraan, kini menjadi gerbong pariwisata, antara lain Nusantara, Bali, dan Toraja.
Gerbong K1-847xx ini diyakini sebagai kereta eksekutif terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA. Akibatnya, pada saat itulah, menurunlah kualitas pelayanan KA Bima. KA Bima tetap menggunakan stamformasi K1 dan SBGW (KT-677xx) hingga akhir dekade 1980-an, dan setelah awal dekade 1990-an, SBGW berhenti beroperasi. Kereta SAGW dan SBGW diubah menjadi gerbong eksekutif duduk dengan menghilangkan tempat tidur dan menggantinya dengan tempat duduk. Sistem penomoran SAGW dan SBGW diubah menjadi K1-67xxx (nomor baru: K1 0 67 xx).[catatan 1]
Peran SBGW kemudian digantikan oleh gerbong kuset (couchette). Kereta ini dimodifikasi dari kereta ekonomi buatan pabrik Nippon Sharyo yang sudah ada sejak 1964 dengan menambahkan AC, sekat ruangan, dan memasang tempat tidur yang paten. Namun, hingga tahun 1995, kebijakan Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang lebih mengejar okupansi daripada kualitas layanan membuat era gerbong tidur telah berakhir. Akhirnya, KA Bima berubah menjadi KA eksekutif biasa.
Regenerasi
Pada tahun 1995, lahirlah KA Argo, yakni Argo Bromo JS 950 dan Argo Gede. Keberadaan kereta-kereta api ini menggeser layanan KA Bima dari posisi puncak kereta unggulan. Para penumpang lebih memilih KA Argo karena waktunya yang lebih cepat (Argo Bromo 9 jam, Bima 13 jam). Rute Argo Bromo yang melewati lintas utara (Pantura) ini mengikuti pendahulunya, Mutiara Utara dan Suryajaya, dan melewati kota besar seperti Semarang dan Bojonegoro, tidak seperti KA Bima yang melewati Purwokerto dan Yogyakarta yang terkesan lebih jauh.
Faktor lain yang mengakibatkan Argo Bromo lebih cepat adalah penguatan bantalan rel lintas Pantura yang sudah direncanakan sebelumnya (yang dahulu bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem). Dengan begitu, KA Argo Anggrek bisa dilalui oleh lokomotif besar (CC203 saat itu) dengan kecepatan penuh 120 km/jam. Selama bertahun-tahun KA Bima sudah makin terlupakan. Pilihan mereka justru tertuju kepada KA semacam Argo Bromo atau Sembrani. Perjalanan KA yang lama dan jauh mengakibatkan orang kurang tertarik naik KA Bima.
Akan tetapi, kemunculan Argo Bromo Anggrek produksi PT Inka tahun 1997 (P/K1/M1 0 97 xx) membuat armada Argo Bromo menjadi surplus. Maka rangkaian Argo Bromo dialihkan kepada KA Bima. Namun, kereta Argo eks-JS 950 ini terkadang bisa dipakai untuk lintas utara lagi jika kereta Anggrek mengalami masalah. Hal ini disebabkan karena jumlah kereta Anggrek sangat terbatas serta kerjanya berlebihan sehingga mudah rusak. Kemunculan kereta Anggrek tambahan tahun 2001 (P/K1/M1 0 01 xx) mengakibatkan JS 950 dihapus mulai tahun 2002 dan rangkaiannya dipakai seterusnya untuk KA Bima, hingga saat ini.
Pada awal tahun 2014, KA Bima kini diperpanjang rutenya hingga stasiun Malang. Pada tanggal 1 Juni 2014 KA Bima diubah nomor gapekanya dari 33-34 menjadi 41-42. Namun ada yang menyebutkan bahwa KA Bima memiliki nomor gapeka 41-42 (Gambir-Surabaya Gubeng pp) dan 43-44 (Surabaya Gubeng-Malang Kota Baru pp).
Lokomotif
Semasa PNKA-PJKA, ada beragam lokomotif yang paling sering digunakan, seperti BB200, BB201, atau CC200. Bagi sebagian orang, BB301 lebih identik dengan awal-awal operasi KA Bima. Walaupun pada tahun 1977 muncul lokomotif CC201 buatan General Electric yang juga pernah menarik KA Bima, namun BB301 adalah loko yang paling sering digunakan untuk menarik KA Bima. Namun, seiring menurunnya kemampuan lokomotif BB301, pada tahun 1990, akhirnya CC201 dioperasikan sebagai lokomotif penarik KA Bima.
Mulai pada tahun 1995, lokomotif CC203 didatangkan sebagai penarik KA eksekutif, mengganti CC201 yang saat itu turun pangkat. Akhirnya CC203 menjadi andalan KA Bima. Namun, sejak hadirnya CC204, CC203 dan CC204 menjadi andalan KA Bima. Namun, mulai tahun 2013, lokomotif CC206 telah menggantikan CC203 dan CC204 menjadi andalan KA Bima dan KA eksekutif lainnya juga.
Sebagai KA eksekutif unggulan, KA Bima selalu menggunakan lokomotif yang terbaru, dalam hal ini adalah CC206, meski sesekali menggunakan lokomotif CC203 apabila stok lokomotif CC206 dari dipo terdekat telah habis atau ada gangguan pada lokomotif CC206.
Kelas dan rangkaian
Kereta api Bima mulanya terbagi menjadi dua kelas kereta tidur eksekutif (SAGW/subkelas I dan SBGW/subkelas II). Gerbong SAGW memiliki jendela lebar dengan lorong yang berlekuk-lekuk dan kompartemen yang luas, serta diperuntukkan bagi penumpang yang membayar tiket paling mahal. Fasilitas yang tersedia seperti lemari pakaian, wastafel, serta tempat tidur yang dapat dilipat menjadi tempat duduk dan menghadap arah perjalanan.[1]
Sementara itu, gerbong SBGW memiliki kaca jendela agak pendek, fasilitas tempat tidur tiga tingkat, dan area merokok di koridor. Bahkan di gerbong pembangkit, pegawainya pun dapat tidur selama bertugas. Pada gerbong makan (FW) tersedia makanan dengan sistem tuslah dan interiornya pun menyerupai restoran.[1]
Pada tahun 1997, KA Bima kemudian menggunakan kereta api sekelas Argo (eks-Argo Bromo JS-950, kode K1 0 95 xx) dengan kapasitas angkut sebanyak 300-400 orang (membawa rangkaian 6-8 kereta kelas eksekutif).
Saat ini, rangkaian KA Bima terdiri dari 6-8 kereta kelas eksekutif argo (K1), 1 gerbong makan (M1), 1 gerbong pembangkit (P), dan 1 gerbong bagasi (B). KA eks-Argo Bromo yang digunakan Bima memiliki ciri khas yaitu AC yang kotak (buatan 1995), berbeda dengan KA Argo setelahnya (buatan 1996 yang AC-nya berbentuk lebih mengikuti lengkung atap tapi agak kotak, dan buatan 1998-2002 yang AC-nya berbentuk melengkung). Meskipun begitu, terkadang KA Bima memakai KA Argo generasi kedua atau KA Retrofit jendela pesawat.
Stasiun
Perjalanan Gambir - Surabaya Gubeng - Malang melalui Lintas Selatan ditempuh dalam waktu kurang lebih 13 jam dan berhenti di stasiun Jatinegara (arah ke Jakarta), Cirebon, Purwokerto, Karanganyar, Yogyakarta, Solo Balapan, Madiun, Jombang, Mojokerto, Surabaya Gubeng, Sidoarjo, Bangil, Lawang, Malang. Selain itu, banyak penumpang KA Bima yang melanjutkan perjalanan ke Denpasar, Jember, Pasuruan, Probolinggo dan Banyuwangi dengan menggunakan Kereta api Mutiara Timur.
Pada pagi harinya, rangkaian KA Bima yang berada di Surabaya digunakan untuk trayek Surabaya - Malang. Sedangkan KA Bima yang berada di Jakarta diistirahatkan di Manggarai untuk diberangkatkan kembali pada sore hari.
Data teknis
Lintasan perjalanan | Gambir-Surabaya Gubeng-Malang, pp. |
---|---|
Lokomotif | BB301 (1967-1977), CC201 (1977-1997), CC203 (1997-2013), CC204 (2008-2013), CC206 (2013-saat ini) |
Rangkaian | Dua kereta tidur kelas I (SAGW), dua kereta tidur kelas II (SBGW), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPPW), dan satu kereta bagasi (B) (1967-1984) Dua kereta tidur kelas II (SBGW/KT-677xx), dua kereta eksekutif (K1), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPPW), dan satu kereta bagasi (B) (1984-1991) |
Jumlah tempat duduk | 400 tempat duduk |
Keterangan:
- Pada dasawarsa 1970-1980-an, KA Bima mengalami pergantian lokomotif di Stasiun Tugu mengingat perjalanan Gambir-Surabaya Gubeng sangat jauh.
Tarif
Tarif kereta api ini adalah antara Rp 265.000,00 - Rp 570.000,00, bergantung pada jarak yang ditempuh penumpang, subkelas/posisi tempat duduk dalam rangkaian kereta, serta hari-hari tertentu seperti akhir pekan dan libur nasional. Selain itu, berlaku pula tarif khusus yang dapat dipesan mulai:
- Sembilan puluh hari sebelum keberangkatan (H-90):
- Dua jam sebelum keberangkatan (pemesanan hanya bisa dilakukan di loket stasiun):
Jadwal perjalanan
Jadwal Perjalanan KA Bima Mulai 1 April 2015
Stasiun | Kedatangan | Keberangkatan |
---|---|---|
KA 43/46 (Malang-Surabaya Gubeng-Gambir) | ||
Malang | - | 14.25 |
Lawang | 14.48 | 14.52 |
Sidoarjo | 15.49 | 15.56 |
Surabaya Gubeng | 16.19 | 17.00 |
Mojokerto | 17.36 | 17.40 |
Jombang | 18.02 | 18.05 |
Nganjuk | 18.40 | 18.50 |
Madiun | 19.31 | 19.38 |
Solo Balapan | 20.52 | 20.58 |
Yogyakarta | 21.45 | 22.00 |
Karanganyar | 23.25 | 23.27 |
Purwokerto | 00.24 | 00.30 |
Cirebon | 02.27 | 02.35 |
Jatibarang | 03.05 | 03.07 |
Jatinegara | 05.16 | 05.18 |
Gambir | 05.29 | - |
KA 44/45 (Gambir-Surabaya Gubeng-Malang) | ||
Gambir | - | 16.45 |
Jatibarang | 19.00 | 19.02 |
Cirebon | 19.31 | 19.38 |
Purwokerto | 21.34 | 21.40 |
Sumpiuh | 22.20 | 22.28 |
Kebumen | 23.07 | 23.16 |
Kutowinangun | 23.25 | 23.40 |
Yogyakarta | 00.46 | 01.05 |
Solo Balapan | 01.53 | 02.00 |
Madiun | 03.16 | 03.25 |
Nganjuk | 04.06 | 04.08 |
Jombang | 04.43 | 04.46 |
Mojokerto | 05.09 | 05.12 |
Surabaya Gubeng | 05.48 | 06.20 |
Sidoarjo | 06.44 | 06.46 |
Lawang | 07.43 | 07.47 |
Malang | 08.10 | - |
Galeri
-
Interior KA Bima tampak dari depan.
-
Interior KA Bima tampak dari belakang.
Insiden
- Pada bulan Oktober 2010, kereta api Bima menyerempet kereta api Gaya Baru Malam Selatan (GBMS), pada kereta paling belakang, di Stasiun Purwosari, Jawa Tengah, karena KA Gaya Baru Malam belum parkir penuh[2]
- Pada tanggal 8 September 2015, pukul 05.20 WIB, KA Bima menabrak mobil pickup yang menerobos pintu perlintasan di Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Akibatnya, jadwal kereta api jarak jauh dan KRL pagi itu terganggu.[3]
- Seorang ibu beserta anaknya tewas tertabrak KA Bima di perlintasan tanpa palang pintu, di Desa Kramatjegu, Taman, Sidoarjo, pada tanggal 10 November 2015 setelah pulang dari pasar. Karena ada perlintasan tanpa palang pintu itu dijaga secara swadaya oleh masyarakat.[4]
Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi PT Kereta Api Indonesia