Zamzam: Perbedaan antara revisi
k Robot: Perubahan kosmetika |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 41: | Baris 41: | ||
== Riwayat == |
== Riwayat == |
||
Menurut riwayat, mata air tersebut ditemukan pertama kali oleh [[Hajar]] setelah berlari-lari bolak-balik antara [[bukit Shafa]] dengan [[bukit Marwah]], atas petunjuk [[Malaikat Jibril]], tatkala [[Ismail]], putera Hajar, mengalami kehausan di tengah [[padang pasir]], sedangkan persediaan [[air]] tidak ada kemuliaan lewat air Zamzam melalui perintah Allah Ta'ala. Maka Allah mengutus [[Malaikat Jibril]]. Sesaat setelah Jibril menghentak kaki - yang kemudian menjadi tempat Zamzam itu, ibunda Nabi Ismail menampung air yang mengalir dengan menggali tanah di sekitar keluar airnya itu agar air itu tak hilang ketika dia ambil kantong minumnya. |
Menurut riwayat, mata air tersebut ditemukan pertama kali oleh [[Siti Hajar]] setelah berlari-lari bolak-balik antara [[bukit Shafa]] dengan [[bukit Marwah]], atas petunjuk [[Malaikat Jibril]], tatkala [[Nabi Ismail]], putera Hajar, mengalami kehausan di tengah [[padang pasir]], sedangkan persediaan [[air]] tidak ada kemuliaan lewat air Zamzam melalui perintah Allah Ta'ala. Maka Allah mengutus [[Malaikat Jibril]]. Sesaat setelah Jibril menghentak kaki - yang kemudian menjadi tempat Zamzam itu, ibunda Nabi Ismail menampung air yang mengalir dengan menggali tanah di sekitar keluar airnya itu agar air itu tak hilang ketika dia ambil kantong minumnya. |
||
Rasulullah melanjutkan, "Andai ibu Ismail tidak menampung air itu, tentu sekarag sumur Zamzam sudah jadi mata air yang mengalir." Jibril kemudian menceritakan bahwa lokasi itu kelak adalah Baitullah yang akan dibangun Ibrahim AS dan Ismail AS.<ref>al-Makhzumi, ''al-Jami' al-Lathif''.</ref> Peristiwa itu terjadi 1910 SM, 2572 tahun sebelum kelahiran Rasulullah, atau sekitar 4000 tahun yang lalu.<ref name=najjar>An-Najjar (2013), hal.114-120.</ref> |
Rasulullah melanjutkan, "Andai ibu Ismail tidak menampung air itu, tentu sekarag sumur Zamzam sudah jadi mata air yang mengalir." Jibril kemudian menceritakan bahwa lokasi itu kelak adalah Baitullah yang akan dibangun Ibrahim AS dan Ismail AS.<ref>al-Makhzumi, ''al-Jami' al-Lathif''.</ref> Peristiwa itu terjadi 1910 SM, 2572 tahun sebelum kelahiran Rasulullah, atau sekitar 4000 tahun yang lalu.<ref name=najjar>An-Najjar (2013), hal.114-120.</ref> |
||
== Letak dan karakteristik == |
== Letak dan karakteristik == |
Revisi per 14 Juni 2016 09.29
Sumur Zamzam | |
---|---|
Letak | Masjid al-Haram, Mekkah |
Luas | sekitar 30 m (98 ft) dalam dan 108 hingga 266 m (354 hingga 873 ft) diameter |
Didirikan | Berkisar 2000 SM |
Badan pengelola | Pemerintah Saudi Arab |
Nama resmi: Zamzam | |
Zamzam (bahasa Arab: زمزم berarti banyak, melimpah-ruah) adalah air yang dianggap sebagai air suci oleh umat Islam. Zamzam merupakan sumur mata air yang terletak di kawasan Masjidil Haram, sebelah tenggara Kabah, berkedalaman 42 meter. Banyak peziarah yang melakukan ibadah Haji dan Umrah yang berkunjung ke sumur Zamzam, dan sebagian membawa pulang air Zamzam sebagai oleh-oleh.
Menurut ulama, tidak masalah membawa air Zamzam ke kampung halamannya. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Barangsiapa yang membawa sesuatu dari air Zamzam, sungguh ulama-ulama salaf (zaman dahulu) telah melakukannya (dan itu tidak masalah)."[1]
Riwayat
Menurut riwayat, mata air tersebut ditemukan pertama kali oleh Siti Hajar setelah berlari-lari bolak-balik antara bukit Shafa dengan bukit Marwah, atas petunjuk Malaikat Jibril, tatkala Nabi Ismail, putera Hajar, mengalami kehausan di tengah padang pasir, sedangkan persediaan air tidak ada kemuliaan lewat air Zamzam melalui perintah Allah Ta'ala. Maka Allah mengutus Malaikat Jibril. Sesaat setelah Jibril menghentak kaki - yang kemudian menjadi tempat Zamzam itu, ibunda Nabi Ismail menampung air yang mengalir dengan menggali tanah di sekitar keluar airnya itu agar air itu tak hilang ketika dia ambil kantong minumnya.
Rasulullah melanjutkan, "Andai ibu Ismail tidak menampung air itu, tentu sekarag sumur Zamzam sudah jadi mata air yang mengalir." Jibril kemudian menceritakan bahwa lokasi itu kelak adalah Baitullah yang akan dibangun Ibrahim AS dan Ismail AS.[2] Peristiwa itu terjadi 1910 SM, 2572 tahun sebelum kelahiran Rasulullah, atau sekitar 4000 tahun yang lalu.[3]
Letak dan karakteristik
Sumur Zamzam terletak 11 meter dari Ka'bah. Menurut salah satu keterangan, ia dapat menyedot air sebanyak 11-18,5 liter per detik,[4] sehingga dapat menghasilkan 660 liter air permenit dan 39.600 liter per jamnya.
Dari mata air ini terdapat beberapa celah, di antaranya ada celah ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm, dengan tinggi 30 cm yang juga menghasilkan air sangat banyak. Beberapa celah mengarah kepada Shafa dan Marwa,[5] serta ada yang mengarah pula ke arah pengeras suara dengan panjang 70 cm dan tinggi 30 cm.[4]
Dahulu, di atas sumur Zamzam ada bangunan dengan luas 8 m × 10,7 m = 88.8 m2. Tapi bangunan ini ditiadakan untuk meluaskan tempat tawaf, sehingga ruang minumnya dipindahkan ke ruang bawah tanah di bawah tempat tawaf, dengan 23 anak tangga yang dilengkapi penyejuk udara. Tempat masuk ruang minumnya terpisah antara laki-laki dan perempuan. Di situ, terdapat 350 keran air minum, yaitu 220 ada di sisi ruang laki-laki dan 130 di sisi ruang perempuan. Sumur Zamzam yang telah dipagari dengan kaca tebal itu dapat dilihat dari ruangan laki-laki .[5]
Keistimewaan
Dalam satu riwayat, dikatakan bahwa air Zamzam inilah yang dipakai untuk mencuci hati nabi ﷺ. Dikatakan, selekas menyeberang sirath, manusia akan minum air Zamzam dan keringat mereka jadi lebih harum daripada kesturi. Di dalam dada mereka, tiada lagi kegelisahan, kebencian, pengkhianatan, kedengkian, dan kebencian. Lantas, merekapun masuk surga.[6] Asy-Syaukani Rahimahullah menafsirkan makna sabda Rasulullah ﷺ tentang 'air Zamzam itu tergantung tujuan orang yang meminumnya' itu merupakan dalil bahwa air Zamzam akan mendatangkan berbagai macam manfaat sesuai tujuan yang diinginkan orang yang meminumnya, baik yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Al-Munawi dalam "Faidh al-Qadir" menyebutkan bahwa banyak ulama yang meminum air Zamzam dengan tujuan mereka, dan kemudian mereka pun mendapatkannya. Siapapun yang meminumnya dengan ikhlas, maka mereka akan mendapat pertolongan. Ummul-Mu'minin Aisyah R.ha diriwayatkan biasanya juga membawa air Zamzam ini sebagai oleh-oleh tiapkali mengunjungi Makkah.[3]
Setelah beratus tahun, Kerajaan Arab Saudi membuat denah yang detail mengenai sumber mata air, denahnya, dan sebagainya. Pada tahun '70-an, orang-orang Eropa menuduh dan meragukan kualitas air Zamzam ini. Maka, Mu'inuddin Ahmad sebagai pegawai Departemen Pertanian dan Irigasi Arab Saudi yang juga ahli kimia, melakukan penelitian terhadap air Zamzam ini. Sewaktu mengambil sampel, dia heran; kenapa sumur yang tingginya hanya 18 m, dan lebar hanya 14 kaki ini, mampu menghasilkan air buat jamaah haji setiap tahun dari zaman Nabi Ibrahim.[7] Kemudian, dia diberitahu rupanya pasir-pasir dalam sumur itu punya kekuatan serupa pompa besar yang menyedot air. Debit-debit yang menyembul dari pasir, adalah sebanding dengan debitnya. Karenanya, ia tidak akan berkurang, walau sebanyak apapun. Selain dikirim ke laboratorium Eropa, diperikasakan pulalah di Saudi itu sendiri. Setelah dilihat, rupanya air ini memang sangat layak untuk diminum. Di dalamnya, ada kalsium, dan magnesium yang mendatangkan kesehatan dan kebugaran bagi jamaah haji yang letih sewaktu ibadah. Ia juga mengandungi florin, yang memang berkhasiat membunuh kuman dan jamur. Lebih mencengangkan, sungguhpun berada di tengah gurun yang panasnya mencapai 50° C, air ini tidak pernah lagi menyusut jumlahnya.[7]
Adalah termasuk keunikan air Zamzam adalah ia sulit dibekukan kecuali setelah melewati 1000 kali penyulingan. Air ini juga mengandungi 3000 miligram unsur senyawa kimia yang baik untuk tubuh di mana, di sumur lain di kota Mekkah saja, tiap-tiap sumur hanya mengandung 260 miligram/liter. Ini menunjukkan bahwa sumber air Zamzam berasal dari tempat yang sangat jauh, dan berbeda dengan air-air lain di kota Mekkah.[3] Air mineral yang layak minum ini telah terbukti berperan dalam menyebuhkan berbagai-bagai macam penyakit, yakni asam lambung, penyakit jantung koroner, ganggunan pencernaan, dan berbagai penyakit tulang, sendi, dan rematik. Zamzam juga punya keutamaan lain, yakni melancarkan peredaran darah atau menambahi unsur penting ke dalam tubuh yang sakit lewat kulit.[3]
Nama-nama lain
Faidah-faidah Zamzam ini juga dikenal dalam nama-nama Arab berikut ini:[7][1]
- Syaba'ah, artinya mengenyangkan. Setiap orang yang meminum ini pasti akan merasa kenyang.
- Murwiyah, artinya penyegar. Air ini sungguh menghilangkan dahaga bagi yang meminumnya.
- 'Afiyah, artinya sehat. Air Zamzam memang dikenal dapat menolak penyakit.
- Nafi'ah, artinya bermanfaat. Air Zamzam dikenal sangat bermanfaat, seperti menguatkan hati, atau menghilangkan ketakutan.
- Maimunah, artinya berkah. Berkah air ini sudah sangat dirasakan banyak orang.
- Barrah, artinya memiliki kebaikan. Air Zamzam ini sangat baik bagi yang meminumnya untuk memeroleh keberkahan.
- Madhmunah, artinya bagus. Karena, indahnya air Zamzam ini, maka Allah Melarang suatu kaum dari bangsa Arab yang tinggal di sekitar sumur ini untuk bermaksiat.
- Kafiyah, artinya mencukupi. Orang yang meminum ini akan merasa cukup atau puas saja.
- Syifa' saqamin, artinya menyembuhkan penyakit. Karena air ini dapat dijadikan obat penyakit bagi yang meminumnya.
- Mu'zhibah, artinya mencegah rasa dahaga. Rasanya antara manis atau tawar. Karena sifat inilah, air Zamzam punya fadhilah/keutamaan seperti ini. Hanya saja, setelah dibawa pulang ke Indonesia, rasanya sedikit berubah.
- Tha'amu Tha'min, artinya mengenyangkan. Orang yang meminum air Zamzam akan merasa kenyang.
- Hazmatu Jibril, artinya injakan tumit Malaikat Jibril. Sesuai dengan asal mulanya air Zamzam.
- Maghfurah, artinya pengampunan. Orang yang minum air Zamzam, akan diampunkan dosanya.
Nama-nama yang berikut ini, didapati semua dari hadits-hadits hasan dan sahih.[8] Ibnul-Qayyim rahimahullahu 'alaih berkata, "Aku dan selain diriku telah megalami perkara yang ajaib tatkala berobat dengan air Zamzam. Dengan izin Allah, aku telah sembuh dari beberapa penyakit yang menimpaku. Aku juga menyaksikan seseorang yang telah menjadikan air Zamzam sebagai makanan selama beberapa hari, sekitar setengah bulan atau lebih. Ia tidak mendapatkan rasa lapar, ia melaksanakan thawaf sebagaimana manusia yang lain. Ia telah memberitahukan kepadaku bahwa, ia terkadang seperti itu selama empat puluh hari. Ia juga mempunyai kekuatan untuk berjima', berpuasa, dan melaksanakan tawaf."[8]
Ibnul Qayyim melanjutkan, "Ketika berada di Mekkah, aku mengalami sakit dan tidak ada tabib dan obat (yang dapat menyembuhkannya). Akupun mengobatinya dengan meminum air Zamzam dan membacakan atasnya berulangkali (dengan al Fatihah), kemudian aku meminumnya. Aku mendapatkan kesembuhan yang sempurna. Akupun menjadikannya untuk bersandar ketika mengalami rasa sakit, aku benar-benar banyak mengambil manfaat darinya."[8]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b Muhammad al-Munajjid. "بركة ماء زمزم تحصل لكل من شربها سواء كان داخل مكة أم خارجها". Islam Q & A (dalam bahasa Arab). Diakses tanggal 26 Februari 2015.
- ^ al-Makhzumi, al-Jami' al-Lathif.
- ^ a b c d An-Najjar (2013), hal.114-120.
- ^ a b Ula dkk. (2014), hal.17.
- ^ a b Ghani (2004), hal.114-15.
- ^ Barmin (2009), hal.22
- ^ a b c Barmin (2009), hal.22-24
- ^ a b c Mu'tashim (25 November 2009). "Keistimewaan Air Zam-Zam". Almanhaj. Diakses tanggal 26 Februari 2015.
Bibliografi
- Barmin (Juni 2009). Tempat-Tempat Bersejarah di Tanah Haram. Solo:Tiga Serangkai. ISBN 978-979-045-543-6.
- Ghani, Muhammad Ilyas Abdul; Mesyhady, Anang Rikza (penerjemah) (2004). Sejarah Mekah. Madinah: Fihrisah al-Malik al-Fahad al-Wathaniyyah. ISBN 9960-43-555-5.
- An-Najjar, Zaghlul Raghib; Indrayadi, Yodi; Tim Penerjemah Zaman (penerjemah) (2013). Buku Pintar Sains dalam Hadis: Mengerti Mukjizat Ilmiah Sabda Rasulullah ﷺ. Jakarta:Zaman. ISBN 978-602-17-7434-2.
- Ula, Miftachul; Ulfa, Maria; Tuanaya, M. Husein; Akbar, Mahbub Hefdzil (penelaah) (2014). SKI/Sejarah Kebudayaan Islam - Madrasah Aliyah X. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia. ISBN 978-979-8446-93-1.