Bahasa Melayu Negeri Sembilan: Perbedaan antara revisi
Baris 48: | Baris 48: | ||
Kata ganti |
Kata ganti |
||
{| class="wikitable sortable" |
{| class="wikitable sortable" |
||
|Bahasa Indonesia |
|'''Bahasa Indonesia''' |
||
|Dialek Minangkabau Standar (Padang) |
|'''Dialek Minangkabau Standar (Padang)''' |
||
|Dialek Negeri Sembilan |
|'''Dialek Negeri Sembilan''' |
||
|- |
|- |
||
|Saya |
|Saya |
||
Baris 59: | Baris 59: | ||
|- |
|- |
||
|Kamu |
|Kamu |
||
|Sanak (Formal), Awak (Formal) |
|Sanak (Formal), Awak (Formal) |
||
Ang (kasar, laki-laki) |
|||
Kau (perempuan) |
Kau (kasar, perempuan) |
||
|Awak |
|Awak |
||
Ekau (kasar, untuk laki-laki maupun perempuan) |
Ekau (kasar, untuk laki-laki maupun perempuan) |
Revisi per 9 Oktober 2018 09.31
Bahasa Melayu Negeri Sembilan (bahasa Negeri Sembilan: Baso Nogoghi (Bahasa Negeri); Jawi:بهاس ملايو نڬري سمبيلن) merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu yang digunakan di Negeri Sembilan, Malaysia.[5] Masyarakat di utara Melaka juga bertutur dalam dialek yang hampir serupa dengan dialek Negeri Sembilan. Bahasa ini disebut juga sebagai bahasa Minangkabau dialek Negeri Sembilan karena banyak dipengaruhi oleh Bahasa Minangkabau yang disebabkan oleh asal usul leluhur kebanyakan penduduk Negeri Sembilan yang merupakan perantau Minangkabau pada abad ke-14.[6]
Dialek Negeri Sembilan memiliki persamaan dan perbedaan dengan dialek Melayu lainnya. Perbedaan yang cukup besar dengan dialek lain di Semenanjung Malaysia, membuat pengguna dialek lain di Malaysia cukup kesulitan untuk memahaminya.
Sejarah
Sejarah dimulai ketika orang-orang Minangkabau mulai bermigrasi dari dataran tinggi Sumatera ke Semananjung Malaya pada abad ke-14.[6] Migrasi semakin pesat pada abad ke-15 hingga abad ke-16.[7] Saat itu lalu lintas perdagangan semakin ramai di sekitar Selat Malaka dan mendapat perlindungan dari Kesultanan Malaka. Dari kawasan di sekitar pelabuhan Malaka, rombongan dari Minangkabau mulai meneroka ke kawasan pedalaman. Rombongan ini datang secara bertahap dan gelombang migrasi pertama merupakan rombongan dari Luhak Tanah Datar dan Luhak Limapuluh Kota.[8] Gelombang migrasi pertama ini berperan dalam pembukaan wilayah pemukiman baru.
Penduduk di pedalaman semakin karena bertambahnya jumlah pendatang dan membuat masyarakat berkelompok-kelompok. Kelompok-kelompok ini membentuk suku (klan atau marga dalam adat Minangkabau) hingga 12 suku. Berbeda dengan di Sumatera, penamaan suku berdasarkan tempat asal para pendatang. Para pendatang dari Limapuluh Kota membentuk suku Payakumbuh, Batu Hampar, Mungkal, Seri Melenggang (Simalanggang), Seri Lemak (Sarilamak),Tiga Nenek, Batu Belang, dan Tiga Batu (Tigo Batua Situjuah). Sementara para pendatang dari Tanah Datar membentuk suku Tanah Datar. Tiga suku lainnya merupakan suku dari pernikahan dengan masyarakat lain yang telah menetap di sana, yaitu suku Anak Acheh, Anak Melaka, dan Biduanda.[8] Suku Biduanda ini mendapat kehormatan sebagai pemimpin di antara suku-suku yang ada karena merupakan percampuran antara orang Minangkabau dengan Orang Asli, pribumi Semenanjung Malaya.
Pembukaan pemukiman baru di daerah pedalaman membentuk negeri (nagari) yang terdiri dari sembilan negeri. Negeri ini disebut sebagai luak yang dipimpin oleh Undang (Para datuk penghulu yang memimpin negeri). Negeri-negeri tersebut di antaranya Jelebu, Klang, Johol, Rembau, Sungai Ujong, Jelai, Naning, Segamat, dan Pasir Besar. Kesembilan negeri tersebut membuat sistem persekutuan yang disebut Lembaga Negeri Sembilan. Lembaga Negeri Sembilan berada dalam naungan kesultanan Johor.[8]
Pada abad ke-18, terjadi berbagai serangan di kesultanan Johor dan wilayah Negeri Sembilan menjadi tidak aman. Saat itu dikuasai orang Bugis, sehingga para datuk di Negeri Sembilan bermufakat dan meminta izin Sultan Johor (Sultan Abdul Jalil IV) untuk menjemput seorang raja dari Pagaruyung sebagai pemimpin mereka, dan diizinkan.[7] Gelombang kedua migrasi perantau Minangkabau datang ke Negeri Sembilan dengan membawa seorang Raja[9] dan diangkatlah Raja Melewar sebagai pemimpin (Yamtuan) pertama Kerajaan Negeri Sembilan dengan menerapkan Adat Perpatih sebagai hukumnya.[10]
Kedua gelombang migrasi perantau Minangkabau ke Negeri Sembilan melahirkan dialek Negeri Sembilan (Baso Nogoghi) sebagai hasil akulturasi antara bahasa Minangkabau dengan bahasa lokal pribumi. Seiring perjalanan waktu, politik, dan sejarah Negeri Sembilan, dialek Negeri Sembilan berkembang sendiri.[6]
Perbandingan dengan bahasa dan dialek lain
Dialek Negeri Sembilan memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan dialek lain dalam bahasa Melayu maupun bahasa Minangkabau.[5] Penutur bahasa Melayu dialek lain di Semenanjung Malaya sulit memahami dialek Negeri Sembilan karena terdapat banyak perbedaan. Perbedaan mencolok dengan bahasa Melayu adalah pada fonologi, yakni penggunaan huruf /a/ diakhir kata berubah menjadi /o/ pada dialek Negeri Sembilan seperti kita menjadi kito dan apa menjadi apo. [5]
Dialek Negeri Sembilan memiliki perbedaan dengan bahasa Minangkabau, khususnya jika dibandingkan dengan dialek Padang sebagai dialek umum atau standar.[5] Menurut Norhalim, penutur dialek Negeri Sembilan sukar memahami perbincangan dalam dialek Padang dan lebih mirip dengan dialek Siak daripada dialek Padang.[11] Hal ini disebabkan karena perbedaan yang ada pada fonologi kedua bahasa tersebut.[5] Contohnya penggunaan huruf vokal /a/ di suku kata pertama dialek Padang seperti pada kata dareh (deras/cepat), kaba (kabar), dan paruik (perut), menjadi /o/ pada dialek Negeri Sembilan pada kata dogheh, koba, dan poghot.[5] Perbedaan lainnya adalah pada dialek Negeri Sembilan tidak mengenal diftong, tidak seperti dialek Minangkabau lainnya yang menggunakan banyak diftong.[5]
Dialek Negeri Sembilan dan bahasa Minangkabau ini memiliki banyak persamaan.[5] Reniwati menyebutkan, bahwa dialek Negeri Sembilan memiliki persamaan sistem bahasa.[6]
Perbandingan Kosakata dasar
Kata ganti
Bahasa Indonesia | Dialek Minangkabau Standar (Padang) | Dialek Negeri Sembilan |
Saya | Awak//Denai/Ambo (halus)
Aden (kasar) |
Awak/Ese/Sayo(halus)
Eden (kasar) |
Kamu | Sanak (Formal), Awak (Formal)
Ang (kasar, laki-laki) Kau (kasar, perempuan) |
Awak
Ekau (kasar, untuk laki-laki maupun perempuan) |
Dia | Inyo | Dio |
Referensi
- ^ Joshua Project. "People Groups". joshuaproject.net. Diakses tanggal 2 July 2015.
- ^ https://joshuaproject.net/people_groups/14208/MY.
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Nelayu Negeri Sembilan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "Bahasa Melayu Negeri Sembilan". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
- ^ a b c d e f g h Jaafar, Mohammad Fadzeli; Aman, Idris; Mat Awal, Norsimah (2017-05-26). "Dialek Negeri Sembilan dan Dialek Minangkabau (Morphosyntax of Negeri Sembilan and Minangkabau Dialects)". GEMA Online® Journal of Language Studies. 17 (2): 177–191. doi:10.17576/gema-2017-1702-11. ISSN 1675-8021.
- ^ a b c d Reniwati, R. (2012). Bahasa Minangkabau dan Dialek Negeri Sembilan: Satu Tinjauan Perbandingan Linguistik Historis Komparatif. Wacana Etnik, 3(1), 71-86.
- ^ a b Situs Resmi Kerajaan Negeri Sembilan, Sejarah Berdiri http://www.ns.gov.my/my/kerajaan/info-negeri/sejarah-penubuhan
- ^ a b c Zed, Mestika Hubungan Minangkabau Dengan Negeri Sembilan. Working Paper. FIS UNP, Padang.
- ^ Aslinda, A., Noviatri, N., & Reniwati, R. (2015). The Trace of Minangkabau-Wise in Malaysian Language. Scientific Journal of PPI-UKM, 2(7), 291-295.
- ^ "Kesinambungan Raja-raja Melayu". Utusan Online. Diakses tanggal 2018-10-07.
- ^ Norhalim Haji Ibrahim. (1992). Vanishing Culture of the Adat Perpatih. Dlm Adat Perpatih: A Matrilineal System on Negeri Sembilan, Malaysia and others Matrilineal Kinship Systems (hlm. 37-43). WINSTRAC Sdn. Bhd.