Ejaan Van Ophuijsen: Perbedaan antara revisi
Suntingan kecil Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Suntingan kecil Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
'''Ejaan Van Ophuijsen''' atau '''Ejaan Lama''' adalah jenis [[ejaan]] yang pernah digunakan untuk [[bahasa Indonesia]]. |
'''Ejaan Van Ophuijsen''' atau '''Ejaan Lama''' adalah jenis [[ejaan]] yang pernah digunakan untuk [[bahasa Indonesia]]. |
||
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan [[huruf Latin]] dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain: |
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata [[bahasa Melayu]] menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan [[huruf Latin]] dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain: |
||
* huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata ''jang'', ''pajah'', ''sajang''. |
* huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata ''jang'', ''pajah'', ''sajang''. |
||
* huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata ''goeroe'', ''itoe'', ''oemoer'' (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au'). |
* huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata ''goeroe'', ''itoe'', ''oemoer'' (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au'). |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
Huruf hidup yang diberi aksen trema atau [[Diaresis|dwititik]] diatasnya seperti ''ä'', ''ë'', ''ï'' dan ''ö'', menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. |
Huruf hidup yang diberi aksen trema atau [[Diaresis|dwititik]] diatasnya seperti ''ä'', ''ë'', ''ï'' dan ''ö'', menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. |
||
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan [[Jawi]]. |
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan [[huruf Arab]] yang dikenal sebagai tulisan [[Jawi]]. |
||
== Sejarah singkat == |
== Sejarah singkat == |
Revisi per 18 Januari 2019 10.37
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
- huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
- huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
- tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi aksen trema atau dwititik diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
Sejarah singkat
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.