Lompat ke isi

Lambang Sumatera Barat: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bennylin memindahkan halaman Lambang Sumatera Barat ke Lambang Sumatra Barat menimpa pengalihan lama: WP:SUMATRA
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:West Sumatra coa.svg|jmpl|ka|180px|Lambang Sumatera Barat]]
[[Berkas:West Sumatra coa.svg|jmpl|ka|180px|Lambang Sumatra Barat]]
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 069-08.jpg|jmpl|Perangko Lambang Provinsi Sumatera Barat]]
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 069-08.jpg|jmpl|Perangko Lambang Provinsi Sumatra Barat]]
Lambang Sumatera Barat berbentuk perisai segi, menampilkan bangunan rumah gadang dengan siluet atap gonjong dan atap masjid tradisional Minangkabau bertingkat tiga, Bintang, Roak gelombang air laut, dan "Tuah Sakato"<ref name="Lambang Sumbar"> {{cite book|last =|first =|authorlink =|coauthors =|editor = Arief Mudzakir, BA & Sulistiono, S.S|others =|title = Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL)|origdate =|origyear = 2003|origmonth = Februari|url = http://www.anekailmu.com|format =|accessdate =|accessyear = 2008|accessmonth = Januari|edition = 1|date =|year = 2003|month = Februari|publisher = [[CV. Aneka Ilmu|Aneka Ilmu]]|location = Semarang|language = [[Bahasa Indonesia]]|id =|doi =|pages = viii + 296|chapter = 35|chapterurl =|quote = }}</ref> Sumatera Barat adalah rumah dan kampung halaman bagi masyarakat Minangkabau yang membentuk mayoritas penduduk provinsi. Atap masjid dan bangunan rumah gadang melambangkan masyarakat Sumatera Barat yang teguh memegang agama dan adat. Pada puncak atap masjid, terdapat bintang yang mengambil simbol Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila. Rumah gadang sebagai tempat musyawarah bersama yang menjadi ciri khas budaya setempet. Bintang segi lima,menyimbolkan sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Sedangkan Riak gelombang laut melambangkan dinamika masyarakat minangkabau selaku suku asli Sumatra Barat. Tulisan "Tuah Sakato" bermakna Kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah merupakan hal yang bertuah bagi masyarakat.
Lambang Sumatra Barat berbentuk perisai segi, menampilkan bangunan rumah gadang dengan siluet atap gonjong dan atap masjid tradisional Minangkabau bertingkat tiga, Bintang, Roak gelombang air laut, dan "Tuah Sakato"<ref name="Lambang Sumbar"> {{cite book|last =|first =|authorlink =|coauthors =|editor = Arief Mudzakir, BA & Sulistiono, S.S|others =|title = Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL)|origdate =|origyear = 2003|origmonth = Februari|url = http://www.anekailmu.com|format =|accessdate =|accessyear = 2008|accessmonth = Januari|edition = 1|date =|year = 2003|month = Februari|publisher = [[CV. Aneka Ilmu|Aneka Ilmu]]|location = Semarang|language = [[Bahasa Indonesia]]|id =|doi =|pages = viii + 296|chapter = 35|chapterurl =|quote = }}</ref> Sumatra Barat adalah rumah dan kampung halaman bagi masyarakat Minangkabau yang membentuk mayoritas penduduk provinsi. Atap masjid dan bangunan rumah gadang melambangkan masyarakat Sumatra Barat yang teguh memegang agama dan adat. Pada puncak atap masjid, terdapat bintang yang mengambil simbol Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila. Rumah gadang sebagai tempat musyawarah bersama yang menjadi ciri khas budaya setempet. Bintang segi lima,menyimbolkan sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Sedangkan Riak gelombang laut melambangkan dinamika masyarakat minangkabau selaku suku asli Sumatra Barat. Tulisan "Tuah Sakato" bermakna Kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah merupakan hal yang bertuah bagi masyarakat.
Lambang Sumatera Barat diperkenalkan pada 1971, melalui hasil rancangan doktor dan guru besar seni rupa [[Ibenzani Usman]]. Gagasan menampilkan atap gonjong dipengaruhi oleh berdirinya gedung [[Kantor Gubernur Sumatera Barat]]. Penggunaan identitas Minangkabau pada lambang ini dianggap sebagai bentuk pertahanan jati diri dan perlawanan terhadap tekanan pemerintah pusat setelah kota-kota di Sumatera Barat dibombardir sewaktu gejolak [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI).
Lambang Sumatra Barat diperkenalkan pada 1971, melalui hasil rancangan doktor dan guru besar seni rupa [[Ibenzani Usman]]. Gagasan menampilkan atap gonjong dipengaruhi oleh berdirinya gedung [[Kantor Gubernur Sumatra Barat]]. Penggunaan identitas Minangkabau pada lambang ini dianggap sebagai bentuk pertahanan jati diri dan perlawanan terhadap tekanan pemerintah pusat setelah kota-kota di Sumatra Barat dibombardir sewaktu gejolak [[Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI).


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 10: Baris 10:
{{indonesia-stub}}
{{indonesia-stub}}


[[Kategori:Sumatera Barat]]
[[Kategori:Sumatra Barat]]
[[Kategori:Lambang provinsi di Indonesia|Sulawesi Barat]]
[[Kategori:Lambang provinsi di Indonesia|Sulawesi Barat]]

Revisi per 20 Maret 2019 15.37

Lambang Sumatra Barat
Perangko Lambang Provinsi Sumatra Barat

Lambang Sumatra Barat berbentuk perisai segi, menampilkan bangunan rumah gadang dengan siluet atap gonjong dan atap masjid tradisional Minangkabau bertingkat tiga, Bintang, Roak gelombang air laut, dan "Tuah Sakato"[1] Sumatra Barat adalah rumah dan kampung halaman bagi masyarakat Minangkabau yang membentuk mayoritas penduduk provinsi. Atap masjid dan bangunan rumah gadang melambangkan masyarakat Sumatra Barat yang teguh memegang agama dan adat. Pada puncak atap masjid, terdapat bintang yang mengambil simbol Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila. Rumah gadang sebagai tempat musyawarah bersama yang menjadi ciri khas budaya setempet. Bintang segi lima,menyimbolkan sila pertama, ketuhanan yang maha esa. Sedangkan Riak gelombang laut melambangkan dinamika masyarakat minangkabau selaku suku asli Sumatra Barat. Tulisan "Tuah Sakato" bermakna Kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah merupakan hal yang bertuah bagi masyarakat.

Lambang Sumatra Barat diperkenalkan pada 1971, melalui hasil rancangan doktor dan guru besar seni rupa Ibenzani Usman. Gagasan menampilkan atap gonjong dipengaruhi oleh berdirinya gedung Kantor Gubernur Sumatra Barat. Penggunaan identitas Minangkabau pada lambang ini dianggap sebagai bentuk pertahanan jati diri dan perlawanan terhadap tekanan pemerintah pusat setelah kota-kota di Sumatra Barat dibombardir sewaktu gejolak Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Referensi

  1. ^ Arief Mudzakir, BA & Sulistiono, S.S, ed. (2003) [2003]. "35". Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) (dalam bahasa Bahasa Indonesia) (edisi ke-1). Semarang: Aneka Ilmu. hlm. viii + 296.