Lompat ke isi

Ketela pohon: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 113: Baris 113:
== Etimologi dan sinonim ==
== Etimologi dan sinonim ==


Singkong adalah nama lokal di kawasan [[Jawa Barat]] untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam [[bahasa Melayu]] secara luas. Nama "ketela" secara [[etimologi]] berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan [[Kerajaan Kastilia|Castilla]] (Spanyol).{{cn}}
Singkong adalah nama lokal di kawasan [[Jawa Barat]] untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam [[bahasa Melayu]] secara luas. Nama "ketela" secara [[etimologi]] berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan [[Kerajaan Kastilia|Castilla]] (Spanyol).<ref>{{id}}[https://m.nomor.net/_kodepos.php?_i=republik-indonesia&id=84108#Etimologi_dan_sinonim Etimologi dan Sinonim, Ketela Pohon] via nomor.net</ref>


Dalam bahasa lokal, [[bahasa Jawa]] menyebutnya ''pohung'', [[bahasa Sangihe]] ''bungkahe'', bahasa [[Toli-Toli|Tolitoli]] dan Gorontalo ''kasubi'', dan [[bahasa Sunda]] ''sampeu''.{{cn}}
Dalam bahasa lokal, [[bahasa Jawa]] menyebutnya ''pohung'', [[bahasa Sangihe]] ''bungkahe'', bahasa [[Toli-Toli|Tolitoli]] dan Gorontalo ''kasubi'', dan [[bahasa Sunda]] ''sampeu''.<ref>{{id}}[https://kamus.teropong.id/kamus/sunda-indonesia/sampeu/ Sampeu (bahasa sunda-indonesia)] via Kamus.teropong.id</ref>


== Produksi sedunia ==
== Produksi sedunia ==

Revisi per 8 Mei 2020 05.39

Ketela pohon
Manihot esculenta

Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima) adalah perdu tahunan tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.

Deskripsi

Perdu, bisa mencapai 7 meter tinggi, dengan cabang agak jarang. Akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar menjadi umbi akar yang dapat dimakan. Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2–3 cm dan panjang 50–80 cm, tergantung dari klon/kultivar. Bagian dalam umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat meracun bagi manusia.[butuh rujukan]

Umbi ketela pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina.[butuh rujukan]

Sejarah dan pengaruh ekonomi

Tanaman ubi kayu.
Batang ubi kayu. Masa tanam 8 - 10 bulan.
Buah ubi kayu varietas tertentu.

Sejarah Budidaya dan Penyebarannya

Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa prasejarah di Brasil dan Paraguay, sejak kurang lebih 10 ribu tahun yang lalu. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua kultivar M. esculenta dapat dibudidayakan. Walaupun demikian, bukti-bukti arkeologis budidaya singkong justru banyak ditemukan di kebudayaan Indian Maya, tepatnya di Meksiko dan El Salvador.

Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 192 juta ton pada tahun 2004. Nigeria menempati urutan pertama dgn 52,4 juta ton, disusul Brasil dgn 25,4 juta ton. Indonesia menempati posisi ketiga dgn 24,1 juta ton, diikuti Thailand dgn 21,9 juta ton (FAO, 2004[1]) Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.

Di Hindia Belanda

Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810[2], setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 dari Brasil. Menurut Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial, singkong masuk ke Indonesia dibawa oleh Portugis ke Maluku sekitar abad ke-16. Tanaman ini dapat dipanen sesuai kebutuhan. “Sifat itulah yang menyebabkan tanaman ubi kayu sering kali disebut sebagai gudang persediaan di bawah tanah,” tulis Haryono.[butuh rujukan]

Butuh waktu lama singkong menyebar ke daerah lain, terutama ke Pulau Jawa. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu kabupaten di Jawa Timur pada 1852. “Bupatinya sebagai seorang pegawai negeri harus memberikan contoh dan bertindak sebagai pelopor. Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.[butuh rujukan]

Namun hingga 1876, sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir di Trenggalek, dalam buku De Zoete Cassave (Jatropha janipha) yang terbit 1875, singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di beberapa bagian Pulau Jawa, tetapi ditanam besar-besaran di bagian lain. “Bagaimanapun juga, singkong saat ini mempunyai arti yang lebih besar dalam susunan makanan penduduk dibandingkan dengan setengah abad yang lalu,” tulisnya, sebagaimana dikutip Creutzberg dan van Laanen. Sampai sekitar tahun 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah. Baru pada permulaan abad ke-20, konsumsinya meningkat pesat. Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas tanaman singkong mereka.[butuh rujukan]

Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber pangan tambahan yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia V. Hingga saat ini, singkong telah menjadi salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, singkong merupakan makanan pokok ketiga setelah padi-padian dan jagung.[butuh rujukan]

Pabrik Tapioka Kedung Kawung Cikalahang milik firma Goan Goan & Co, Cirebon, Jawa Barat (tahun tidak diketahui)

Hindia Belanda pernah menjadi salah satu pengekspor dan penghasil tepung tapioka terbesar di dunia. Di Jawa banyak sekali didirikan pabrik2 pengolahan singkong untuk dijadikan tepung tapioka. Seperti dalam buku Handbook of the Netherlands East Indies, pada tahun 1928 tercatat 21,9% produksi tapioka diekspor ke Amerika Serikat, 16,7% ke Inggris, 8,4% ke Jepang, lalu 7% dikirim ke Belanda, Jerman, Belgia, Denmark dan Norwegia. Biasanya tepung olahan singkong tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku lem dan permen karet, industri tekstil dan furniture.[butuh rujukan]

Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu secara luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Portugis "castilla" (dibaca "kastiya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan Castilla (Spanyol).[butuh rujukan]

Pengolahan

Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah pati dengan sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan tertentu, terutama bila teroksidasi, akan terbentuk glukosida racun yang selanjutnya membentuk asam sianida (HCN). Sianida ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar racun.[butuh rujukan]

Dari pati umbi ini dibuat tepung tapioka (kanji).

Penggunaan

Singkong segar
Singkong kupas

Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai macam masakan. Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap masakan. Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, cocok untuk pengidap alergi gluten.

Kadar gizi

Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:[3]

Sedangkan daun singkong yang banyak dijadikan sayuran pada masakan Sunda dan masakan Padang memiliki nutrisi sebagia berikut:[4]

Nutrisi Satuan Kadar
Protein gram 6.8
Kalsium mg 165
Fosfor mg 54
Besi mg 2.0
Vitamin A IU 11000
Vitamin C mg 275

Varietas tanaman singkong

Tanaman singkong disebut manis atau beracun, tergantung kandungan asam hydrocyanic dalam akarnya, yang umum diakui mengandung kurang dari 50 miligram asam hydrocyanic per kilogram bahan segar.Saat ini tersedia 10 varietas ubi kayu di pasaran. Kesepuluh varietas tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni kelompok varietas ubi kayu untuk pangan dan untuk industri.

Varietas untuk pangan adalah

  • N1 Mekarmanik
  • Adira 1
  • Malang 1
  • Malang 2
  • Darul Hidayah.

Sedangkan untuk ubi industri adalah

  • N1 Mekarmanik
  • Adira 2
  • Adira 4
  • Malang 4
  • Malang 6
  • UJ 5
  • UJ 3.

Varietas untuk pangan mempunyai tekstur umbi yang pulen dengan kadar HCN < 50 miligram per kilogram dan mempunyai rasa tidak pahit. Sedangkan ubi jalar untuk industri mempunyai kadar patin atau kadar bahan kering sekitar 0,6 gram per kilogram

Beberapa varietas unggul singkong yang telah dilepas oleh Kementrian Pertanian antara lain Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang 2, Darul Hidayah, Malang 4 maupun Malang 6.

Etimologi dan sinonim

Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu secara luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan Castilla (Spanyol).[5]

Dalam bahasa lokal, bahasa Jawa menyebutnya pohung, bahasa Sangihe bungkahe, bahasa Tolitoli dan Gorontalo kasubi, dan bahasa Sunda sampeu.[6]

Produksi sedunia

Produksi singkong dunia (2008) [7]
Posisi Negara Banyaknya 
Ton
1  Nigeria 52.403.500
2  Brasil 25.441.700
3  Indonesia 24.009.600
4  Thailand 21.912.400
5  Republik Demokratik Kongo 15.569.100
6  Angola 14.333.500
7  Ghana 14.240.900
8  Vietnam 9.875.500
9  India 8.076.000
10  Mozambik 6.267.160
Dunia

Lihat pula

Referensi

Referensi umum

  1. FAO, June 2003 cassava market assessment, 2003
  2. Cereda, M.P. and Mattos, M.C.Y. (1996). "Linamarin - The Toxic Compound of Cassava". Journal of Venomous Animals and Toxins (online) 2 (1), 6-12; ISSN 0104-7930 [1]

Referensi khusus

Pranala luar