Lompat ke isi

Nirwana: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 30: Baris 30:
# Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)
# Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)
# Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama)
# Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama)
# Perhatian Benar (Samma sati)
# Perhatian/Pengingatan Benar (Samma sati)
# Konsentrasi/Meditasi Benar (Samma samadhi)
# Konsentrasi/Meditasi/Keteguhan Benar (Samma samadhi)


[[Hinduisme]] juga menggunakan nirwana sebagai sinonim untuk pemikiran mereka tentang [[moksha]], dan nirvana dibicarakan dalam beberapa tulisan [[tantra]] Hindu serta [[Bhagawad Gita]]. Konsep nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak boleh disamaratakan.
[[Hinduisme]] juga menggunakan nirwana sebagai sinonim untuk pemikiran mereka tentang [[moksha]], dan nirvana dibicarakan dalam beberapa tulisan [[tantra]] Hindu serta [[Bhagawad Gita]]. Konsep nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak boleh disamaratakan.

Revisi per 19 Oktober 2021 10.03

Nirwana, dari bahasa Sanskerta: Nirvāṇajir -- Pali: Nibbāna -- bahasa Tionghoa: Nie4 Pan2 (涅槃)), secara harafiah: "kepunahan" atau "pemadaman", adalah kulminasi pencarian umat Buddha terhadap kebebasan.

Siddartha Gautama, Buddha, menjelaskan Buddhisme sebagai sebuah rakit yang, setelah mengapung di atas sungai, akan memperbolehkan sang penumpangnya untuk mencapai nirwana.

Dalam pengertian yang lebih dalam, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya.

Nibbana bukanlah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nibbana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nibbana ini. Nibbana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha).

Dalam Kitab Udana VIII:3, Nibbana dijelaskan oleh Buddha sebagai berikut:

"Oh, Bhikkhu, ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara. Jika seandainya saja, Oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu"

Lebih lanjut dalam Kitab Milinda Panha juga dijelaskan tentang Nibbana melalui percakapan antara Bhikkhu Nagasena dan Raja Milinda sebagai berikut:

"Nibbana penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan, Oh Raja. Barang siapa yang mengatur kehidupannya secara sempurna dengan memahami sifat kehidupan sesuai dengan ajaran para Buddha, menyadari kehidupan melalui kebijaksanaan, sebagaimana seorang siswa yang dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Sang Guru, menjadikan dirinya 'Nakhoda' bagi kapalnya sendiri,..."
"Apakah Nibbana suatu tempat?" tanya Raja Milinda
"Nibbana bukanlah suatu tempat, Oh Raja, tetapi Nibbana ada sebagaimana api ada, meskipun api itu tidak disimpan di suatu tempat tertentu."
"Apakah ada tempat berpijak bagi seseorang untuk mencapai Nibbana?"
"Ya, Raja, tempat itu adalah kebajikan"

Jadi dapat disimpulkan bahwa Nibbana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu Keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa), dan Kebodohan Batin (Moha).

Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nibbana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nibbana). Ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami Sa-upadisesa Nibbana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Dia mencapai An-upadisesa Nibbana atau Parinibbana.

Cara untuk mencapai Nibbana adalah dengan mempraktikkan sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu:

  1. Pengertian Benar (Samma ditthi)
  2. Pikiran Benar (Samma sankappa)
  3. Ucapan Benar (Samma vaca)
  4. Perbuatan Benar (Samma kammanta)
  5. Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)
  6. Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama)
  7. Perhatian/Pengingatan Benar (Samma sati)
  8. Konsentrasi/Meditasi/Keteguhan Benar (Samma samadhi)

Hinduisme juga menggunakan nirwana sebagai sinonim untuk pemikiran mereka tentang moksha, dan nirvana dibicarakan dalam beberapa tulisan tantra Hindu serta Bhagawad Gita. Konsep nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak boleh disamaratakan.

Lihat pula