Lompat ke isi

Dialek Semarang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gilang Bayu Rakasiwi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Asma Maneehiya (bicara | kontrib)
Update
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 4: Baris 4:
| name = Jawa Semarang
| name = Jawa Semarang
| nativename =
| nativename =
| states= {{flag|Indonesia}}
| states=* {{flag|Indonesia}}
----
| region= {{flag|Jawa Tengah}}
| region=* {{flag|Jawa Tengah}}
* [[Kedungsepur]]
** [[File:Seal of the City of Semarang.svg|15px]] [[Kota Semarang]]
** [[File:Seal of the City of Salatiga.svg|15px]] [[Kota Salatiga]]
** [[File:Seal of Semarang Regency.svg|15px]] [[Kabupaten Semarang]]
** [[File:Emblem of Kendal Regency (2011).svg|15px]] [[Kabupaten Kendal]]
** [[File:Seal of Demak Regency.svg|15px]] [[Kabupaten Demak]]
** [[File:Coat of arms of Grobogan Regency.svg|15px]] [[Kabupaten Grobogan]]
| rank = 14
| rank = 14
|familycolor=Austronesia
|familycolor=Austronesia

Revisi per 30 Januari 2022 17.06

Dialek Semarang alias Semarangan atau Boso Jowo Semarang adalah subdialek dari dialek Surakarta bagian utara yang dituturkan di eks-Keresidenan Semarang dan sekitarnya. Ciri khas bahasa ini disingkat oleh para penuturnya dan adanya kata jal sebagai pengganti kata je dalam subdialek Yogyakarta.

Bahasa Jawa Semarang
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
Penutur
Kode bahasa
ISO 639-3
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  +  Info templat

Kosakata

Letak daerah Semarang yang secara geografis merupakan daerah heterogen karena meliputi wilayah pesisir dan pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ngoko, ngoko andhap dan madyå di Semarang ada pada zaman sekarang.

  • Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
  • Contoh lain: " kuwí ugå" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi barang" ("barang" diucapkan sampai sengau memakai huruf h "bharhang").

Para pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya Lampu abang ijo (lampu lalu lintas) menjadi "Bang-Jo", Limang rupiyah (5 rupiah) menjadi "mang-pi", kebun binatang menjadi "Bon-bin", seratus (100) menjadi "nyatus/satus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa menjadi "Ge-bat", dsb.

Namun ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kae lho pak mu Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut "kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".

Adanya para warga/budaya yang heterogen dari Jawa, Tiongkok, Arab, Pakistan/India juga memiliki sifat terbuka dan ramah di Semarang tadi, juga akan menambah kosakata dan dialektik Semarang di kemudian hari. Adanya bahasa Jawa yang dipergunakan tetap mengganggu bahasa Jawa yang baku, sama dengan di daerah Solo. Artinya, jika orang Kudus, Pekalongan, Boyolali pergi ke kota Semarang akan gampang dan komunikatif berkomunikasi dengan penduduknya.

Dialek Semarang memiliki kata-kata yang khas yang sering diucapkan penuturnya dan menjadi ciri tersendiri yang membdakan dengan dialek Jawa lainnya. Orang Semarang suka mengucapkan kata-kata seperti "Piyé, jal?" (=Bagaimana, coba?) dan "Yo, mesti!". Orang semarang lebih suka menggunakan kata "He'e" daripada "Yo" atau "Yå". Pengucapan kata "sedela" (sebentar), biasanya Orang Semarang lebih sering menggunakan kata "sediluk, diluk, dilit". Contoh : "Sediluk, ya." (Sebentar, ya).

Orang Semarang juga lebih banyak menggunakan partikel "ik" untuk mengungkapkan kekaguman atau kekecewaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh bahasa Jawa. Misalnya untuk menyatakan kekaguman:"Alangkah indahnya!", orang Semarang berkata: "Apik,ik!". Contoh lain untuk menyatakan kekecewaan: "Sayang, orangnya pergi!", orang Semarang berkata: "Wonge lungo, ik"!.

Partikel "ik" kemungkinan berasal dari kata "iku" yang berarti "itu' dalam bahasa Jawa, sehingga untuk mengungkapkan kesungguhan orang Semarang mengucapkan "He'e, ik!" atau "Yo, ik".

Beberapa kosakata khas Semarang adalah: "sêmèh" Yang berarti "ibu" dan "sêbèh" yang berarti "ayah", yang dalam dialek Jawa yang lain, "sêbèh" sering dipakai dalam arti "mantra" atau "guna-guna"

Di Semarang tahun 1980-an mulai dikenal kata "Rob" yang berarti naiknya air laut atau banjir air laut. Dan sekarang kata "Rob" digunakan sebagai Bahasa Indonesia.

Pranala Luar