Batik keraton: Perbedaan antara revisi
Tampilan
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Catatan kaki: clean up |
Pinerineks (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 8: | Baris 8: | ||
* Udan Liris |
* Udan Liris |
||
* Rujak Senthe |
* Rujak Senthe |
||
* Cemukiran |
* [[Cemukiran]] |
||
* [[Batik Kawung|Kawung]] |
* [[Batik Kawung|Kawung]] |
||
* Huk |
* Huk |
Revisi per 7 Januari 2023 16.25
Batik keraton (dikenal juga dengan istilah batik larangan atau batik vorstenlanden) adalah batik yang berkembang dalam lingkungan keraton, baik Yogyakarta maupun Surakarta. Batik keraton merupakan awal mula dari semua jenis batik yang berkembang di Indonesia. Motifnya mengandung beragam makna filosofi hidup yang banyak terilhami dari kebudayan Hindu-Jawa. Batik-batik ini dibuat oleh para putri keraton dan juga pembatik-pembatik ahli yang hidup di lingkungan keraton. Pada dasarnya motifnya terlarang untuk digunakan oleh orang “biasa” seperti motif Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak termasuk Batik Udan Liris, dan beberapa motif lainnya.[1]
Motif larangan
Dalam Keraton Yogyakarta, beberapa motif batik yang dianggap larangan adalah:[2]
Catatan kaki
- ^ Prasnowo, M. Adhi; Baskoro, Gembong; Astuti, Murti (2019-06-12). Strategi Pengembangan Sentra Industri Kecil Menengah Kerajinan Batik. Jakad Media Publishing. ISBN 978-623-7033-38-7.
- ^ "Fitinline.com: 7 Motif Batik Larangan Keraton Yogyakarta dan Makna Yang Terkandung Didalamnya". fitinline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-07.