Akhenaten: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 95: | Baris 95: | ||
Ahli Mesir kuno, [[Cyril Aldred]] berpendapat bahwa pangeran Amenhotep mungkin adalah [[Imam Besar Ptah]] di Memphis, meskipun tidak ada bukti yang mendukung hal ini ditemukan.{{sfn|Hoffmeier|2015|p=64}} Diketahui bahwa saudara laki-laki Amenhotep, [[Thutmose (pangeran)|putra mahkota Thutmose]], menjabat dalam peran ini sebelum dia meninggal. Jika Amenhotep mewarisi semua peran saudaranya dalam persiapan naik takhta, ia mungkin akan menjadi imam besar menggantikan Thutmose. Aldred mengusulkan bahwa kecenderungan artistik Akhenaten yang tidak biasa mungkin terbentuk selama ia mengabdi pada [[Ptah]], dewa pelindung para pengrajin, yang imam besarnya kadang-kadang disebut sebagai "Direktur Pengerjaan Terhebat."{{sfn|Aldred|1991|p=259}} |
Ahli Mesir kuno, [[Cyril Aldred]] berpendapat bahwa pangeran Amenhotep mungkin adalah [[Imam Besar Ptah]] di Memphis, meskipun tidak ada bukti yang mendukung hal ini ditemukan.{{sfn|Hoffmeier|2015|p=64}} Diketahui bahwa saudara laki-laki Amenhotep, [[Thutmose (pangeran)|putra mahkota Thutmose]], menjabat dalam peran ini sebelum dia meninggal. Jika Amenhotep mewarisi semua peran saudaranya dalam persiapan naik takhta, ia mungkin akan menjadi imam besar menggantikan Thutmose. Aldred mengusulkan bahwa kecenderungan artistik Akhenaten yang tidak biasa mungkin terbentuk selama ia mengabdi pada [[Ptah]], dewa pelindung para pengrajin, yang imam besarnya kadang-kadang disebut sebagai "Direktur Pengerjaan Terhebat."{{sfn|Aldred|1991|p=259}} |
||
== Memerintah == |
|||
== Perubahan Nama menjadi Akhenaten == |
|||
=== Koregensi dengan Amenhotep III === |
|||
Pada hari ke-13, bulan ke-8, tahun ke-5 pemerintahannya, raja tiba di lokasi kota baru, '''[[Akhetaten]]''' (sekarang dikenal sebagai '''[[Amarna]]'''). Sebulan sebelumnya Amenhotep IV secara resmi mengganti namanya menjadi Akhenaten.<ref name="Aldred"/> Amenhotep IV mengubah hampir semua gelar Firaunnya (''5 fold Pharaoh titulery'') pada tahun ke-5 itu. Nama yang tetap tidak diubah hanyalah ''prenomen'' atau nama tahta.<ref>Dodson, Aidan, Amarna Sunset: Nefertiti, Tutankhamun, Ay, Horemheb, and the Egyptian Counter-Reformation. The American University in Cairo Press. 2009, ISBN 978-977-416-304-3 p 8, 170</ref> |
|||
{| class="wikitable" style="text-align:left; margin:0 auto;" |
|||
Ada banyak kontroversi seputar apakah Amenhotep IV naik takhta Mesir setelah kematian ayahnya Amenhotep III atau apakah ada [[koregensi]] yang mungkin berlangsung selama 12 tahun. [[Eric H. Cline|Eric Cline]], [[Nicholas Reeves]], [[Peter Dorman]], dan sejarawan lainnya sangat menentang pembentukan pemerintahan bersama yang panjang antara kedua penguasa dan mendukung tidak adanya pemerintahan bersama atau tidak adanya pemerintahan bersama. satu yang bertahan paling lama dua tahun.{{sfn|Reeves|2019|p=77}} [[Donald B. Redford]], [[William J. Murnane]], [[Alan Gardiner]], dan [[Lawrence Berman]] menentang pandangan adanya hubungan baik apa pun antara Akhenaten dan ayahnya.{{sfn|Berman|2004|p=23}}{{sfn|Kitchen|2000|p=44}} |
|||
Pada tahun 2014, para arkeolog menemukan kedua nama firaun tersebut tertulis di dinding makam [[Luxor]] wazir [[Amenhotep-Huy]]. [[Kementerian Negara Urusan Kepurbakalaan Mesir]] menyebut ini sebagai "bukti konklusif" bahwa Akhenaten berbagi kekuasaan dengan ayahnya setidaknya selama delapan tahun, berdasarkan tanggal makam tersebut.{{sfn|Martín Valentín|Bedman|2014}} Namun, kesimpulan ini kemudian dipertanyakan oleh ahli Mesir Kuno lainnya, yang berpendapat bahwa prasasti tersebut hanya berarti bahwa pembangunan makam Amenhotep-Huy dimulai pada masa pemerintahan Amenhotep III dan berakhir pada masa pemerintahan Akhenaten, dan Amenhotep-Huy hanya ingin memberikan penghormatan kepada kedua penguasa tersebut.{{sfn|Brand|2020|pp=63–64}} |
|||
=== Memerintah sebagai Amenhotep lV === |
|||
[[File:Akenatón Berlín 05.JPG|thumb|right|x300px|Patung Akhenaten yang terbuat dari kayu. Saat ini di [[Museum Mesir Berlin]]]] |
|||
Akhenaten naik takhta Mesir sebagai Amenhotep IV, kemungkinan besar pada tahun 1353{{sfn|Ridley|2019|p=45}} atau 1351 SM.{{sfn|von Beckerath|1997|p=190}} Tidak diketahui berapa umur pasti Amenhotep IV saat naik takhta, namun beberapa sejarawan memperkirakan bahwa umurnya berkisar antara 10 hingga 23 tahun.{{sfn|Ridley|2019|p=46}} Kemungkinan besar ia dinobatkan di [[Thebes, Mesir|Thebes]]. Namun terdapat kemungkinan bahwa ia dinobatkan sebagai firaun di [[Memphis, Mesir|Memphis]] atau [[Armant, Mesir|Armant]].{{sfn|Ridley|2019|p=46}} |
|||
Awal pemerintahan Amenhotep IV mengikuti tradisi firaun sebelumnya yang sudah mapan. Dia tidak segera mengarahkan pemujaan kepada [[Aten]] dan menjauhkan diri dari dewa-dewa lain. Ahli Mesir Kuno Donald B. Redford percaya bahwa hal ini menyiratkan bahwa kebijakan keagamaan Amenhotep IV tidak dipikirkan sebelum masa pemerintahannya, dan ia tidak mengikuti rencana atau program yang telah ditetapkan sebelumnya. Redford menunjukkan tiga bukti yang mendukung hal ini. Pertama, prasasti yang masih ada menunjukkan Amenhotep IV menyembah beberapa dewa yang berbeda, termasuk [[Atum]], [[Osiris]], [[Anubis]], [[Nekhbet]], [[Hathor]],{{sfn|Ridley|2019|p=48}} dan [[Eye of Ra]], dan teks-teks dari era ini merujuk pada "para dewa" dan "setiap dewa dan setiap dewi." [[Imam Besar Amun]] juga masih aktif pada tahun keempat pemerintahan Amenhotep IV.{{sfn|Aldred|1991|pp=259–268}} Kedua, meskipun ia kemudian memindahkan ibu kotanya dari Thebes ke [[Amarna|Akhetaten]], [[gelar kerajaan Mesir Kuno|gelar kerajaan]] miliknya menghormati Thebes —[[nomen (Mesir Kuno)|nomen]] miliknya adalah "Amenhotep, dewa penguasa Thebes"— dan menyadari pentingnya kota itu, dia menyebut kota itu "Heliopolis Selatan, (pusat) besar pertama Cakram Sang Re." Ketiga, Amenhotep IV belum menghancurkan kuil dewa lain dan dia bahkan melanjutkan proyek pembangunan [[Kawasan Amun-Re]] yang dimulai oleh ayahnya di [[Karnak]].{{sfn|Redford|2013|pp=13–14}} Dia menghiasi dinding [[Kawasan Amun-Re#Third Pylon|Third Pylon|Third Pylon]] dengan gambar dirinya sedang memuja [[Ra|Ra-Horakhty]], yang digambarkan dalam wujud dewa tradisional berupa pria berkepala elang.{{sfn|Dodson|2014|pp=156–160}} |
|||
Penggambaran artistik terus tidak berubah pada awal pemerintahan Amenhotep IV. Makam yang dibangun atau diselesaikan dalam beberapa tahun pertama setelah ia naik takhta, seperti makam [[TT192|Kheruef]], [[Ramose (TT55)|Ramose]], dan [[Parennefer]], memperlihatkan para firaun dalam gaya seni tradisional.{{sfn|Nims|1973|pp=186–187}} Di makam Ramose, Amenhotep IV muncul di dinding barat, duduk di singgasana, dengan Ramose muncul di hadapannya. Di sisi lain pintu, Amenhotep IV dan Nefertiti ditampilkan di jendela, dengan Aten yang digambarkan sebagai piringan matahari. Di makam Parennefer, Amenhotep IV dan Nefertiti duduk di singgasana dengan piringan matahari tergambar di atas firaun dan ratunya.{{sfn|Nims|1973|pp=186–187}} |
|||
Sambil melanjutkan pemujaan terhadap dewa-dewa lain, program awal pembangunan Amenhotep IV berupaya membangun tempat ibadah baru di Aten. Ia memerintahkan pembangunan candi atau tempat pemujaan terhadap Aten di beberapa kota di tanah air, seperti [[Bubastis]], [[Tell el-Borg]], [[Heliopolis (Mesir kuno)|Heliopolis]], Memphis, [[Nekhen]], [[Kawa (Sudan)|Kawa]], dan [[Kerma]].{{sfn|Redford|2013|p=19}} Ia juga memerintahkan pembangunan kompleks candi besar yang didedikasikan untuk Aten di Karnak di Thebes, timur laut bagian kompleks Karnak yang didedikasikan untuk Amun. [[Kuil Amenhotep IV|Kompleks Candi Aten]], yang secara kolektif dikenal sebagai Per Aten ("Rumah Aten"), terdiri dari beberapa candi yang namanya masih bertahan: Gempaaten ("Sang Aten telah ditemukan di perkebunan Aten"), Hwt Benben ("Rumah Sang [[Benben]]"), Rud-Menu ("Monumen abadi untuk Sang Aten"), Teni-Menu ("Ditinggikanlah monumen Sang Aten yang abadi"), dan Sekhen Aten ("stan Sang Aten").{{sfn|Hoffmeier|2015|pp=98, 101, 105–106}} |
|||
Sekitar tahun kedua atau ketiga pemerintahan, Amenhotep IV menyelenggarakan [[festival Sed]]. Festival Sed adalah ritual peremajaan firaun yang sudah tua, yang biasanya diadakan untuk pertama kalinya sekitar tahun ketiga puluh masa pemerintahan firaun dan setiap tiga tahun atau lebih setelahnya. Ahli Mesir Kuno hanya berspekulasi bahwa Amenhotep IV menyelenggarakan festival Sed ketika ia kemungkinan masih berusia dua puluhan. Beberapa sejarawan melihatnya sebagai bukti pemerintahan bersama Amenhotep III dan Amenhotep IV, dan percaya bahwa festival Sed Amenhotep IV bertepatan dengan salah satu perayaan ayahnya. Yang lain berspekulasi bahwa Amenhotep IV memilih untuk mengadakan festivalnya tiga tahun setelah kematian ayahnya, dengan tujuan untuk menyatakan pemerintahannya sebagai kelanjutan dari pemerintahan ayahnya. Namun yang lain percaya bahwa festival ini diadakan untuk menghormati Aten atas nama firaun yang memerintah Mesir, atau, karena Amenhotep III dianggap telah menjadi satu dengan Aten setelah kematiannya, festival Sed menghormati firaun dan dewa pada waktu yang sama. Mungkin juga tujuan diselenggarakannya festival tersebut adalah untuk secara kiasan mengisi Amenhotep IV dengan kekuatan sebelum ia mulai mengenalkan kultus Aten dan mendirikan ibu kota baru Akhetaten. Terlepas dari tujuan perayaan tersebut, para ahli Mesir Kuno percaya bahwa selama perayaan tersebut, Amenhotep IV hanya memberikan persembahan kepada Aten, bukan kepada banyak dewa dan dewi, seperti yang biasa dilakukan.{{sfn|Aldred|1991|p=259}}{{sfn|Desroches-Noblecourt|1963|pp=144–145}}{{sfn|Gohary|1992|pp=29–39, 167–169}} |
|||
=== Perubahan nama === |
|||
Di antara dokumen terakhir yang menyebut Akhenaten sebagai Amenhotep IV adalah dua salinan surat kepada firaun dari [[Ipy (bangsawan)|Ipy]], [[pengurus tinggi (Mesir Kuno)|pengurus tinggi]] dari [[Memphis , Mesir|Memphis]]. Surat-surat ini, ditemukan di [[Abu Gorab|Gurob]] dan memberi tahu firaun bahwa tanah kerajaan di Memphis "dalam keadaan baik" dan kuil [[Ptah]] dalam keadaan yang "makmur dan berkembang." Surat-surat ini tertanggal tahun pemerintahan lima, hari kesembilan belas dari [[Musim Muncul|musim tanam]] [[Paremhat|bulan ketiga]]. Sekitar sebulan kemudian, pada hari ketigabelas [[Parmouti|bulan keempat]] musim tanam, salah satu [[Stela Batas Akhenaten|stel batas di Akhetaten]] sudah terukir nama Akhenaten di atasnya. Hal ini menyiratkan bahwa Amenhotep IV telah mengubah namanya pada saat itu.{{sfn|Murnane|1995|pp=50–51}}{{sfn|Ridley|2019|pp=83–85}}{{sfn|Hoffmeier|2015|p=166}}{{sfn|Murnane|Van Siclen III|2011|p=150}} |
|||
Amenhotep IV mengubah [[gelar kerajaan Mesir Kuno|gelar kerajaan]] untuk menunjukkan pengabdiannya kepada Aten. Dia tidak lagi dikenal sebagai Amenhotep IV dan dikaitkan dengan dewa [[Amun]], melainkan dia akan sepenuhnya mengalihkan pengabdiannya kepada Aten. Ahli Mesir Kuno memperdebatkan arti sebenarnya dari Akhenaten, [[nomen (Mesir Kuno)|nama pribadi]] barunya. Kata "akh" ({{lang-egy|[[wikt:ꜣḫ|ꜣḫ]]}}) bisa mempunyai terjemahan yang berbeda, seperti "kepuasan", "bermanfaat untuk", atau "dapat melayani". Dengan demikian, nama Akhenaten dapat diterjemahkan menjadi "Kepuasan Sang Aten", "Bermanfaat bagi Sang Aten", atau "Melayani Sang Aten".{{sfn|Ridley|2019|pp=85–87}} Gertie Englund dan [[Florence Friedman]] menganalisis teks dan prasasti kontemporer untuk mencoba menerjemahkan kata "Bermanfaat untuk Aten", di mana Akhenaten sering menggambarkan dirinya sebagai "Yang bermanfaat untuk" cakram matahari. Englund dan Friedman menyimpulkan bahwa seringnya Akhenaten menggunakan istilah ini kemungkinan besar berarti bahwa nama Akhenaten memiliki arti "Yang Bermanfaat bagi Aten."{{sfn|Ridley|2019|pp=85–87}} |
|||
Beberapa sejarawan, seperti [[William F. Albright]], [[Edel Elmar]], dan [[Gerhard Fecht]], berpendapat bahwa nama Akhenaten salah eja dan salah pengucapan. Beberapa sejarawan percaya bahwa "Aten" seharusnya diucapkan sebagai "Jāti," sehingga terdapat kemungkinan bahwa nama baru Amenhotep IV adalah Akhenjāti atau Aḫanjāti (pengucapan {{IPAc-en|ˌ|æ|k|ə|ˈ|n|j|ɑː|t|ɪ}}), seperti yang biasa diucapkan dalam tradisi Mesir Kuno.{{sfn|Fecht|1960|p=89}}{{sfn|Hornung|2001|p=50}}{{sfn|Elmar|1948}} |
|||
{| class="wikitable" style="text-align:left; margin:1em auto;" |
|||
|- |
|- |
||
| |
| |
||
Baris 103: | Baris 130: | ||
! scope="col" | Akhenaten |
! scope="col" | Akhenaten |
||
|- |
|- |
||
! scope="row" | |
! scope="row" | Horus |
||
|<br/><hiero> |
|||
E1:D40-N29-A28-S9 |
|||
</hiero> |
|||
''Kanakht-qai-Shuti'' |
|||
"Strong Bull of the Double Plumes" |
|||
"[[banteng (ka hieroglif)|Banteng]] yang kuat dari [[Hieroglif Shuti (hieroglif dua bulu)|Bulu Ganda]]" |
|||
| <hiero>i-t:n:N5-mr</hiero> <br>''Meryaten''<br /> |
|||
| <hiero>i-t:n:N5-mr</hiero><br/>''Meryaten''<br/> |
|||
"Strong Bull, Beloved of Aten" |
|||
"Kekasih Aten" |
|||
|- |
|- |
||
! scope="row" | |
! scope="row" | Nebty |
||
| <hiero>wr:r-sw-t:n-i-i-m-i-t:p-Q1-t:Z2</hiero> |
| <hiero>wr:r-sw-t:n-i-i-m-i-t:p-Q1-t:Z2</hiero><br/>''Wer-nesut-em-Ipet-swt''<br/> |
||
" |
"Kerajaan Agung di Karnak" |
||
| <hiero>wr:r-sw-i-i-Aa15:N27-i-t:n:N5</hiero> |
| <hiero>wr:r-sw-i-i-Aa15:N27-i-t:n:N5</hiero><br/>''Wer-nesut-em-Akhetaten''<br/> |
||
" |
"Kerajaan Agung di Akhet-Aten" |
||
|- |
|- |
||
! scope="row" | |
! scope="row" | Golden Horus |
||
| <hiero>U39-Y1-N28: |
| <hiero>U39-Y1-N28:Z2ss-m-O28-W24:O49-M27</hiero><br/>''Wetjes-khau-em-Iunu-Shemay''<br/> |
||
"Dimahkotai di Heliopolis Selatan" (Thebes) |
"Dimahkotai di Heliopolis Selatan" (Thebes) |
||
| <hiero>U39-r:n-V10:n-i-t:n:N5</hiero> |
| <hiero>U39-r:n-V10:n-i-t:n:N5</hiero><br/>''Wetjes-ren-en-Aten''<br/> |
||
" |
"Yang Mengagungkan Nama Aten" |
||
|- |
|- |
||
! scope="row" | Prenomen |
! scope="row" | Prenomen |
||
| <hiero>ra-nfr-xpr-Z3-ra |
| colspan="2" | <div class="center"><hiero>ra-nfr-xpr-Z3-ra-wa:n</hiero><br/>''Neferkheperure-waenre''<br/>"Keindahan Bentuk Re, yang unik dari Sang Re"</div> |
||
"Indahlah bentuk Re, satu-satunya Re yang unik" |
|||
| <hiero>ra-nfr-xpr-Z3-ra:wa:n</hiero> <br> ''Neferkheperure-waenre''<br /> |
|||
|- |
|- |
||
! scope="row" | Nomen |
! scope="row" | Nomen |
||
| <hiero> i-mn:n-Htp-R8-S38-R19 </hiero> |
| <hiero> i-mn:n-Htp-R8-S38-R19 </hiero><br/>''Amenhotep Netjer-Heqa-Waset''<br/> |
||
" |
"Kepuasan Sang Amun, Penguasa Ilahi Thebes" |
||
| <hiero>i-t:n:ra-G25-x:n</hiero> |
| <hiero>i-t:n:ra-G25-x:n</hiero><br/>''Akhenaten''<br/> |
||
" |
"Yang bermanfaat bagi Aten" |
||
|} |
|} |
||
=== Pendirian Amarna === |
|||
{{main|Amarna}} |
|||
[[File:Amarna boundary stela U 01.JPG|thumb|Salah satu prasasti yang menandai batas ibu kota baru Akhetaten]] |
|||
Sekitar waktu yang sama ia mengubah gelar kerajaannya, pada hari ketiga belas dari [[Parmouti|bulan keempat]] [[Musim Kemunculan]], Akhenaten menetapkan bahwa ibu kota baru akan dibangun: Akhetaten ({{lang-egy|[[wikt:ꜣḫt-jtn|ꜣḫt-jtn]]|links=no}}, yang berarti "Cakrawala Aten"), lebih dikenal sekarang sebagai Amarna. Peristiwa-peristiwa yang paling diketahui para ahli Mesir Kuno selama masa hidup Akhenaten berkaitan dengan pendirian Akhetaten, karena beberapa yang disebut [[Stela Batas Akhenaten|stel batas]] ditemukan di sekitar kota untuk menandai perbatasannya.{{sfn|Ridley|2019|p=85}} Akhenaten memilih lokasi sekitar pertengahan antara [[Thebes, Mesir|Thebes]], ibu kota pada saat itu, dan [[Memphis, Mesir|Memphis]], di tepi timur [[Nil]], di mana [ [Wadi Kerajaan dan makam|wadi]] dan kemiringan alami di tebing sekitarnya membentuk siluet yang mirip dengan [[hieroglif]] "[[Akhet (hieroglif)|cakrawala]]." Selain itu, situs tersebut sebelumnya tidak berpenghuni. Menurut prasasti pada salah satu prasasti batas, situs tersebut cocok untuk kota Aten karena "bukan milik dewa, bukan milik dewi, bukan milik penguasa, atau milik penguasa perempuan, juga tidak menjadi milik siapa pun yang ingin mengklaimnya."{{sfn|Dodson|2014|pp=180–185}} |
|||
Para sejarawan belum mengetahui secara pasti alasan Akhenaten mendirikan ibu kota baru dan meninggalkan Thebes, ibu kota lama. Stela batas yang merinci pendirian Akhetaten rusak dan kemungkinan besar menjelaskan motif firaun atas pemindahan ibu kota tersebut. Pihak yang masih hidup menyatakan bahwa apa yang terjadi pada Akhenaten "lebih buruk daripada apa yang saya dengar" sebelumnya pada masa pemerintahannya dan lebih buruk daripada apa yang "didengar oleh raja mana pun yang mengambil alih [[Hedjet|Mahkota Putih]]," dan menyinggung pidato "ofensif" Aten. Ahli Mesir Kuno percaya bahwa pemindahan ibu kota ini mungkin mengacu pada konflik antara Akhenaten dengan para pendeta dan pengikut Amun, [[dewa pelindung|dewa pelindung]] Thebes. Kuil-kuil besar Amun, seperti [[Karnak]], semuanya terletak di Thebes dan para pendeta di sana mencapai kekuasaan yang signifikan pada awal [[Dinasti Kedelapan Belas Mesir|Dinasti Kedelapan Belas]], khususnya di bawah [[Hatshepsut]] dan [[Thutmose III]], yang menyetorkan sejumlah besar kekayaan Mesir untuk ritual pemujaan Amun. Oleh karena itu, sejarawan, seperti [[Donald B. Redford]] berpendapat bahwa dengan pindah ke ibu kota baru, Akhenaten mungkin mencoba memutuskan hubungan dengan para pendeta Amun dan dewa.{{sfn|Dodson|2014|pp=186–188}}{{sfn|Ridley|2019|pp=85–90}}{{sfn|Redford|2013|pp=9–10, 24–26}} |
|||
[[File:Gempaaten talatats.jpg|thumb|left|[[Talatat]] blok dari kuil Aten Akhenaten di [[Karnak]]]] |
|||
Akhetaten adalah kota terencana dengan [[Kuil Aten Besar]], [[Kuil Aten Kecil]], kediaman kerajaan, [[Biro Korespondensi Firaun|kantor catatan]], dan gedung pemerintahan di pusat kota. Beberapa bangunan tersebut, seperti kuil Aten, diperintahkan untuk dibangun oleh Akhenaten pada prasasti batas yang menetapkan pendirian kota tersebut.{{sfn|Ridley|2019|pp=85–90}}{{sfn|Aldred|1991|pp=269–270}}{{sfn|Breasted|2001|pp=390–400}} |
|||
Kota ini dibangun dengan cepat, berkat metode konstruksi baru yang menggunakan blok bangunan yang jauh lebih kecil dibandingkan pada masa firaun sebelumnya. Balok-balok ini, disebut [[talatat]]s, diukur {{frac|1|2}} kali {{frac|1|2}} kali 1 [[Satuan pengukuran Mesir Kuno|hasta Mesir kuno]] ({{circa|27 kali 27 kali 54 cm}}), dan karena bobotnya yang lebih kecil dan ukuran standar, penggunaannya selama konstruksi lebih efisien dibandingkan menggunakan balok penyusun berat dengan berbagai ukuran.{{sfn|Arnold|2003|p=238}}{{sfn|Shaw|2003|p=274}} Pada tahun kedelapan pemerintahannya, Akhetaten mencapai keadaan yang dapat ditempati oleh keluarga kerajaan. Hanya rakyatnya yang paling setia yang mengikuti Akhenaten dan keluarganya yang pindah ke ibu kota baru. Sementara kota terus dibangun, pada tahun lima hingga delapan, pekerjaan konstruksi di Thebes mulai terhenti. Kuil Theban Aten yang telah dimulai ditinggalkan, dan desa tempat para pekerja makam [[Lembah Para Raja]] dipindahkan ke desa pekerja di Akhetaten. Namun, pekerjaan konstruksi terus berlanjut di negara lain, karena pusat pemujaan yang lebih besar, seperti [[Heliopolis (Mesir kuno)|Heliopolis]] dan Memphis, juga mempunyai kuil yang dibangun untuk Aten.{{sfn|Aldred|1991|pp=269–273}}{{sfn|Shaw|2003|pp=293–297}} |
|||
=== Hubungan Internasional === |
|||
{{Kembangkan bagian}} |
|||
<!-- |
|||
[[File:Tablet_official_letter-AO_7093-P5280232-gradient.jpg|thumb|[[Amarna letter EA 362]], titled ''A Commissioner Murdered.'' In this letter, [[Rib-Hadda]] of [[Byblos]] informs the pharaoh of the death of Pawura, an Egyptian commissioner.]] |
|||
[[File:Painted limestone miniature stela. It shows Akhenaten standing before 2 incense stands, Aten disc above. From Amarna, Egypt. 18th Dynasty. The Petrie Museum of Egyptian Archaeology, London.jpg|thumb|Painted limestone miniature stela. It shows Akhenaten standing before 2 incense stands, Aten disc above. From Amarna, Egypt – 18th Dynasty. The Petrie Museum of Egyptian Archaeology, London]] |
|||
[[File:Amenhotep.jpg|thumb|upright|left|Head of Akhenaten]] |
|||
{{further|Amarna letters}} |
|||
The [[Amarna letters]] have provided important evidence about Akhenaten's reign and foreign policy. The letters are a cache of 382 diplomatic texts and literary and educational materials discovered between 1887 and 1979,{{sfn|Moran|1992|pp=xiii, xv}} and named after Amarna, the modern name for Akhenaten's capital Akhetaten. The diplomatic correspondence comprises [[clay tablet]] messages between Amenhotep III, Akhenaten, and Tutankhamun, various subjects through Egyptian military outposts, rulers of [[vassal state]]s, and the foreign rulers of [[Babylonia]], [[Assyria]], [[Syria (region)|Syria]], [[Canaan]], [[Alashiya]], [[Arzawa]], [[Mitanni]], and the [[Hittites]].{{sfn|Moran|1992|p=xvi}} |
|||
The Amarna letters portray the international situation in the [[Eastern Mediterranean]] that Akhenaten inherited from his predecessors. In the 200 years preceding Akhenaten's reign, following the expulsion of the [[Hyksos]] from [[Lower Egypt]] at the end of the [[Second Intermediate Period]], the kingdom's influence and military might increased greatly. Egypt's power reached new heights under [[Thutmose III]], who ruled approximately 100 years before Akhenaten and led several successful military campaigns into Nubia and Syria. Egypt's expansion led to confrontation with the Mitanni, but this rivalry ended with the two nations becoming allies. Slowly, however, Egypt's power started to wane. Amenhotep III aimed to maintain the balance of power through marriages—such as his marriage to [[Tadukhipa]], daughter of the Mitanni king [[Tushratta]]—and vassal states. Under Amenhotep III and Akhenaten, Egypt was unable or unwilling to oppose the rise of the Hittites around Syria. The pharaohs seemed to eschew military confrontation at a time when the balance of power between Egypt's neighbors and rivals was shifting, and the Hittites, a confrontational state, overtook the Mitanni in influence.{{sfn|Aldred|1991|loc=chpt. 11}}{{sfn|Moran|1992|pp=87—89}}{{sfn|Drioton|Vandier|1952|pp=411–414}}{{sfn|Ridley|2019|pp=297, 314}} |
|||
Early in his reign, Akhenaten was evidently concerned about the expanding power of the [[Hittites|Hittite Empire]] under [[Šuppiluliuma I]]. A successful Hittite attack on Mitanni and its ruler Tushratta would have disrupted the entire international balance of power in the Ancient Middle East at a time when Egypt had made peace with Mitanni; this would cause some of Egypt's vassals to switch their allegiances to the Hittites, as time would prove. A group of Egypt's allies who attempted to rebel against the Hittites were captured, and wrote letters begging Akhenaten for troops, but he did not respond to most of their pleas. Evidence suggests that the troubles on the northern frontier led to difficulties in [[Canaan]], particularly in a struggle for power between [[Labaya]] of [[Shechem]] and [[Abdi-Heba]] of [[Jerusalem]], which required the pharaoh to intervene in the area by dispatching [[Medjay]] troops northwards. Akhenaten pointedly refused to save his vassal [[Rib-Hadda]] of [[Byblos]]—whose kingdom was being besieged by the expanding state of [[Amurru kingdom|Amurru]] under [[Abdi-Ashirta]] and later [[Aziru]], son of Abdi-Ashirta—despite Rib-Hadda's numerous pleas for help from the pharaoh. Rib-Hadda wrote a total of 60 letters to Akhenaten pleading for aid from the pharaoh. Akhenaten wearied of Rib-Hadda's constant correspondences and once told Rib-Hadda: "You are the one that writes to me more than all the (other) mayors" or Egyptian vassals in EA 124.{{sfn|Moran|1992|p=203}} What Rib-Hadda did not comprehend was that the Egyptian king would not organize and dispatch an entire army north just to preserve the political status quo of several minor city states on the fringes of Egypt's Asiatic Empire.{{sfn|Ross|1999|pp=30–35}} Rib-Hadda would pay the ultimate price; his exile from Byblos due to a coup led by his brother [[Ili-Rapih|Ilirabih]] is mentioned in one letter. When Rib-Hadda appealed in vain for aid from Akhenaten and then turned to Aziru, his sworn enemy, to place him back on the throne of his city, Aziru promptly had him dispatched to the king of Sidon, where Rib-Hadda was almost certainly executed.{{sfn|Bryce|1998|p=186}} |
|||
In a view discounted by the 21st century,{{sfn|Cohen|Westbrook|2002|pp=102, 248}} several Egyptologists in the late 19th and 20th centuries interpreted the Amarna letters to mean that Akhenaten was a [[pacifism|pacifist]] who neglected foreign policy and Egypt's foreign territories in favor of his internal reforms. For example, [[Henry Hall (Egyptologist)|Henry Hall]] believed Akhenaten "succeeded by his obstinate doctrinaire love of peace in causing far more misery in his world than half a dozen elderly militarists could have done,"{{sfn|Hall|1921|pp=42–43}} while [[James Henry Breasted]] said Akhenaten "was not fit to cope with a situation demanding an aggressive man of affairs and a skilled military leader."{{sfn|Breasted|1909|p=355}} Others noted that the Amarna letters counter the conventional view that Akhenaten neglected Egypt's foreign territories in favour of his internal reforms. For instance, [[N. de Garis Davies|Norman de Garis Davies]] praised Akhenaten's emphasis on diplomacy over war, while [[James Baikie]] said that the fact "that there is no evidence of revolt within the borders of Egypt itself during the whole reign is surely ample proof that there was no such abandonment of his royal duties on the part of Akhenaten as has been assumed."{{sfn|Davies|1903–1908|loc=part II. p. 42}}{{sfn|Baikie|1926|p=269}} Indeed, several letters from Egyptian vassals notified the pharaoh that they have followed his instructions, implying that the pharaoh sent such instructions.{{sfn|Moran|1992|pp=368–369}} The Amarna letters also show that vassal states were told repeatedly to expect the arrival of the Egyptian military on their lands, and provide evidence that these troops were dispatched and arrived at their destination. Dozens of letters detail that Akhenaten—and Amenhotep III—sent Egyptian and Nubian troops, armies, archers, chariots, horses, and ships.{{sfn|Ridley|2019|pp=316–317}} |
|||
Only one military campaign is known for certain under Akhenaten's reign. In his second or twelfth year,{{sfn|Murnane|1995|pp=55–56}} Akhenaten ordered his [[Viceroy of Kush]] [[Tuthmose (Viceroy of Kush)|Tuthmose]] to lead a military expedition to quell a rebellion and raids on settlements on the Nile by Nubian nomadic tribes. The victory was commemorated on two stelae, one discovered at [[Amada]] and another at [[Buhen]]. Egyptologists differ on the size of the campaign: [[Wolfgang Helck]] considered it a small-scale police operation, while [[Alan Schulman]] considered it a "war of major proportions."{{sfn|Darnell|Manassa|2007|pp=118–119}}{{sfn|Ridley|2019|pp=323–324}}{{sfn|Schulman|1982}} |
|||
Other Egyptologists suggested that Akhenaten could have waged war in Syria or the [[Levant]], possibly against the Hittites. Cyril Aldred, based on Amarna letters describing Egyptian troop movements, proposed that Akhenaten launched an unsuccessful war around the city of [[Gezer]], while Marc Gabolde argued for an unsuccessful campaign around [[Kadesh (Syria)|Kadesh]]. Either of these could be the campaign referred to on Tutankhamun's Restoration Stela: "if an army was sent to [[Djahy]] [southern Canaan and Syria] to broaden the boundaries of Egypt, no success of their cause came to pass."{{sfn|Murnane|1995|p=99}}{{sfn|Aldred|1968|p=241}}{{sfn|Gabolde|1998|pp=195–205}} [[John Coleman Darnell]] and [[Colleen Darnell|Colleen Manassa]] also argued that Akhenaten fought with the Hittites for control of Kadesh, but was unsuccessful; the city was not recaptured until 60–70 years later, under [[Seti I]].{{sfn|Darnell|Manassa|2007|pp=172–178}} |
|||
Overall, archeological evidence suggests that Akhenaten paid close attention to the affairs of Egyptian vassals in Canaan and Syria, though primarily not through letters such as those found at Amarna but through reports from government officials and agents. Akhenaten managed to preserve Egypt's control over the core of its Near Eastern Empire (which consisted of present-day Israel as well as the Phoenician coast) while avoiding conflict with the increasingly powerful and aggressive Hittite Empire of [[Šuppiluliuma I]], which overtook the Mitanni as the dominant power in the northern part of the region. Only the Egyptian border province of [[Amurru kingdom|Amurru]] in Syria around the [[Orontes River]] was lost to the Hittites when its ruler [[Aziru]] defected to the Hittites; ordered by Akhenaten to come to Egypt, Aziru was released after promising to stay loyal to the pharaoh, nonetheless turning to the Hittites soon after his release.{{sfn|Ridley|2019|pp=235–236, 244–247}} |
|||
=== Later years === |
|||
[[File:Foreign tributes.png|thumb|right|In regnal year twelve, Akhenaten received tributes and offerings from allied countries and vassal states at [[Amarna|Akhetaten]], as depicted in the [[tomb of Meryra II]].]] |
|||
Egyptologists know little about the last five years of Akhenaten's reign, beginning in {{circa|1341{{sfn|Britannica.com|2012}} or 1339 BC.{{sfn|von Beckerath|1997|p=190}}|lk=no}} These years are poorly attested and only a few pieces of contemporary evidence survive; the lack of clarity makes reconstructing the latter part of the pharaoh's reign "a daunting task" and a controversial and contested topic of discussion among Egyptologists.{{sfn|Ridley|2019|p=346}} Among the newest pieces of evidence is an inscription discovered in 2012 at a limestone quarry in [[Deir el-Bersha]], just north of Akhetaten, from the pharaoh's sixteenth regnal year. The text refers to a building project in Amarna and establishes that Akhenaten and Nefertiti were still a royal couple just a year before Akhenaten's death.{{sfn|Van der Perre|2012|pp=195–197}}{{sfn|Van der Perre|2014|pp=67–108}}{{sfn|Ridley|2019|pp=346–364}} The inscription is dated to Year 16, month 3 of [[Season of the Inundation|Akhet]], day 15 of the reign of Akhenaten.{{sfn|Van der Perre|2012|pp=195–197}} |
|||
Before the 2012 discovery of the Deir el-Bersha inscription, the last known fixed-date event in Akhenaten's reign was a royal reception in regnal year twelve, in which the pharaoh and the royal family received tributes and offerings from allied countries and vassal states at Akhetaten. Inscriptions show tributes from [[Nubia]], the [[Land of Punt]], [[Syria (region)|Syria]], the [[Hittites|Kingdom of Hattusa]], the islands in the [[Mediterranean Sea]], and [[Ancient Libya|Libya]]. Egyptologists, such as [[Aidan Dodson]], consider this year twelve celebration to be the [[zenith]] of Akhenaten's reign.{{sfn|Dodson|2009|pp=39–41}} Thanks to reliefs in the [[tomb of Meryra II|tomb]] of courtier [[Meryre II]], historians know that the royal family, Akhenaten, Nefertiti, and their six daughters, were present at the royal reception in full.{{sfn|Dodson|2009|pp=39–41}} However, historians are uncertain about the reasons for the reception. Possibilities include the celebration of the marriage of future pharaoh [[Ay (pharaoh)|Ay]] to [[Tey]], celebration of Akhenaten's twelve years on the throne, the summons of king [[Aziru]] of [[Amurru kingdom|Amurru]] to Egypt, a military victory at [[Sumur (Levant)|Sumur]] in the [[Levant]], a successful military campaign in Nubia,{{sfn|Darnell|Manassa|2007|p=127}} Nefertiti's ascendancy to the throne as coregent, or the completion of the new capital city Akhetaten.{{sfn|Ridley|2019|p=141}} |
|||
Following year twelve, [[Donald B. Redford]] and other Egyptologists proposed that Egypt was struck by an [[epidemic]], most likely a [[Plague (disease)|plague]].{{sfn|Redford|1984|pp=185–192}} Contemporary evidence suggests that a plague ravaged through the Middle East around this time,{{sfn|Braverman|Redford|Mackowiak|2009|p=557}} and ambassadors and delegations arriving to Akhenaten's year twelve reception might have brought the disease to Egypt.{{sfn|Dodson|2009|p=49}} Alternatively, letters from the [[Hattians]] might suggest that the epidemic originated in Egypt and was carried throughout the Middle East by Egyptian prisoners of war.{{sfn|Laroche|1971|p=378}} Regardless of its origin, the epidemic might account for several deaths in the royal family that occurred in the last five years of Akhenaten's reign, including those of his daughters [[Meketaten]], [[Neferneferure]], and [[Setepenre (princess)|Setepenre]].{{sfn|Gabolde|2011}}{{sfn|Ridley|2019|pp=354, 376}} |
|||
=== Coregency with Smenkhkare or Nefertiti === |
|||
Akhenaten could have ruled together with [[Smenkhkare]] and [[Nefertiti]] for several years before his death.{{sfn|Dodson|2014|p=144}}{{sfn|Tyldesley|1998|pp=160–175}} Based on depictions and artifacts from the tombs of [[Meryre II]] and Tutankhamun, Smenkhkare could have been Akhenaten's coregent by regnal year thirteen or fourteen, but died a year or two later. Nefertiti might not have assumed the role of coregent until after year sixteen, when a stela still mentions her as Akhenaten's [[Great Royal Wife]]. While Nefertiti's familial relationship with Akhenaten is known, whether Akhenaten and Smenkhkare were related by blood is unclear. Smenkhkare could have been Akhenaten's son or brother, as the son of [[Amenhotep III]] with [[Tiye]] or [[Sitamun]].{{sfn|Ridley|2019|pp=337, 345}} Archaeological evidence makes it clear, however, that Smenkhkare was married to [[Meritaten]], Akhenaten's eldest daughter.{{sfn|Ridley|2019|p=252}} For another, the so-called [[Coregency Stela]], found in a tomb at Akhetaten, might show queen [[Nefertiti]] as Akhenaten's coregent, but this is uncertain as the stela was recarved to show the names of [[Ankhesenpaaten]] and [[Neferneferuaten]].{{sfn|Allen|1988|pp=117–126}} Egyptologist [[Aidan Dodson]] proposed that both Smenkhkare and Neferiti were Akhenaten's coregents to ensure the Amarna family's continued rule when Egypt was confronted with an epidemic. Dodson suggested that the two were chosen to rule as Tutankhaten's coregent in case Akhenaten died and Tutankhaten took the throne at a young age, or rule in Tutankhaten's stead if the prince also died in the epidemic.{{sfn|Dodson|2018|pp=38–39}} |
|||
=== Death and burial === |
|||
{{Further|Amarna succession|KV55}} |
|||
[[File:Sarcophage Akhénaton.JPG|thumb|left|Akhenaten's [[sarcophagus]] reconstituted from pieces discovered in his original tomb in [[Amarna]], now in the [[Egyptian Museum]], Cairo.]] |
|||
[[File:KV55 sarcophagus (Cairo Museum).jpg|thumb|upright|The desecrated royal coffin found in Tomb KV55]] |
|||
Akhenaten died after seventeen years of rule and was initially buried in a [[Royal Tomb of Akhenaten|tomb]] in the [[Royal Wadi and tombs|Royal Wadi]] east of Akhetaten. The order to construct the tomb and to bury the pharaoh there was commemorated on one of the [[Boundary Stelae of Akhenaten|boundary stela]] delineating the capital's borders: "Let a tomb be made for me in the eastern mountain [of Akhetaten]. Let my burial be made in it, in the millions of jubilees which the Aten, my father, decreed for me."{{sfn|Kemp|2015|p=11}} In the years following the burial, Akhenaten's sarcophagus was destroyed and left in the Akhetaten necropolis; reconstructed in the 20th century, it is in the [[Egyptian Museum]] in Cairo as of 2019.{{sfn|Ridley|2019|pp=365–371}} Despite leaving the sarcophagus behind, Akhenaten's mummy was removed from the royal tombs after Tutankhamun abandoned Akhetaten and returned to Thebes. It was most likely moved to tomb [[KV55]] in [[Valley of the Kings]] near Thebes.{{sfn|Dodson|2014|p=244}}{{sfn|Aldred|1968|pp=140–162}} This tomb was later desecrated, likely during the [[Nineteenth Dynasty of Egypt|Ramesside period]].{{sfn|Ridley|2019|pp=411–412}}{{sfn|Dodson|2009|pp=144–145}} |
|||
Whether [[Smenkhkare]] also enjoyed a brief independent reign after Akhenaten is unclear.{{sfn|Allen|2009|pp=1–4}} If Smenkhkare outlived Akhenaten, and became sole pharaoh, he likely ruled Egypt for less than a year. The next successor was Nefertiti{{sfn|Ridley|2019|p=251}} or Meritaten{{sfn|Tyldesley|2006|pp=136–137}} ruling as [[Neferneferuaten]], reigning in Egypt for about two years.{{sfn|Hornung|Krauss|Warburton|2006|pp=207, 493}} She was, in turn, probably succeeded by Tutankhaten, with the country being administered by the [[Vizier (Ancient Egypt)|vizier]] and future pharaoh [[Ay (pharaoh)|Ay]].{{sfn|Ridley|2019}} |
|||
[[File:KV55 scull.jpg|thumb|upright|Profile view of the skull (thought to be Akhenaten) recovered from KV55]] |
|||
While Akhenaten—along with Smenkhkare—was most likely reburied in tomb KV55,{{sfn|Dodson|2018|pp=75–76}} the identification of the mummy found in that tomb as Akhenaten remains controversial to this day. The mummy has repeatedly been examined since its discovery in 1907. Most recently, Egyptologist [[Zahi Hawass]] led a team of researchers to examine the mummy using medical and [[Genetic testing|DNA analysis]], with the results published in 2010. In releasing their test results, Hawass's team identified the mummy as the father of Tutankhamun and thus "most probably" Akhenaten.{{sfn|Hawass|Gad|Somaia|Khairat|2010|p=644}} However, the study's [[validity (statistics)|validity]] has since been called into question.{{sfn|Strouhal|2010|pp=97–112}}{{sfn|Duhig|2010|p=114}}{{sfn|Marchant|2011|pp=404–406}}{{sfn|Dodson|2018|pp=16–17}}{{sfn|Ridley|2019|pp=409–411}} For instance, the discussion of the study results does not discuss that Tutankhamun's father and the father's siblings would share some [[genetic marker]]s; if Tutankhamun's father was Akhenaten, the DNA results could indicate that the mummy is a brother of Akhenaten, possibly Smenkhkare.{{sfn|Ridley|2019|pp=409–411}}{{sfn|Dodson|2018|pp=17, 41}} |
|||
=== Legacy === |
|||
With Akhenaten's death, the Aten cult he had founded fell out of favor: at first gradually, and then with decisive finality. Tutankhaten changed his name to Tutankhamun in Year 2 of his reign ({{circa|1332 BC|lk=no}}) and abandoned the city of Akhetaten.{{sfn|Dodson|2014|pp=245–249}} Their successors then attempted to erase Akhenaten and his family from the historical record. During the reign of Horemheb, the last pharaoh of the Eighteenth Dynasty and the first pharaoh after Akhenaten who was not related to Akhenaten's family, Egyptians started to destroy temples to the Aten and reuse the building blocks in new construction projects, including in temples for the newly restored god Amun. Horemheb's successor continued in this effort. [[Seti I]] restored monuments to Amun and had the god's name re-carved on inscriptions where it was removed by Akhenaten. Seti I also ordered that Akhenaten, Smenkhkare, Neferneferuaten, Tutankhamun, and Ay be excised from official lists of pharaohs to make it appear that Amenhotep III was immediately succeeded by Horemheb. Under the [[Twentieth Dynasty of Egypt|Ramessides]], who succeeded Seti I, Akhetaten was gradually destroyed and the building material reused across the country, such as in constructions at [[Hermopolis]]. The negative attitudes toward Akhenaten were illustrated by, for example, inscriptions in the tomb of scribe [[Mose (scribe)|Mose]] (or Mes), where Akhenaten's reign is referred to as "the time of the enemy of Akhet-Aten."{{sfn|Hoffmeier|2015|pp=241–243}}{{sfn|Ridley|2019|p=415}}{{sfn|Mark|2014}} |
|||
Some Egyptologists, such as [[Jacobus van Dijk]] and [[Jan Assmann]], believe that Akhenaten's reign and the Amarna period started a gradual decline in the Egyptian government's power and the pharaoh's standing in Egyptian's society and religious life.{{sfn|van Dijk|2003|p=303}}{{sfn|Assmann|2005|p=44}} Akhenaten's religious reforms subverted the relationship ordinary Egyptians had with their gods and their pharaoh, as well as the role the pharaoh played in the relationship between the people and the gods. Before the Amarna period, the pharaoh was the representative of the gods on Earth, the son of the god Ra, and the living incarnation of the god [[Horus]], and maintained the [[Maat|divine order]] through rituals and offerings and by sustaining the temples of the gods.{{sfn|Wilkinson|2003|p=55}} Additionally, even though the pharaoh oversaw all religious activity, Egyptians could access their gods through [[Ancient Egyptian religion#Official rituals and festivals|regular public holidays, festivals, and processions]]. This led to a seemingly close connection between people and the gods, especially the [[tutelary deity|patron deity]] of their respective towns and cities.{{sfn|Reeves|2019|pp=139, 181}} Akhenaten, however, banned the worship of gods beside the Aten, including through festivals. He also declared himself to be the only one who could worship the Aten, and required that all religious devotion previously exhibited toward the gods be directed toward himself. After the Amarna period, during the [[Nineteenth Dynasty of Egypt|Nineteenth]] and [[Twentieth Dynasty of Egypt|Twentieth Dynasties]]—{{circa|270 years|lk=no}} following Akhenaten's death—the relationship between the people, the pharaoh, and the gods did not simply revert to pre-Amarna practices and beliefs. The worship of all gods returned, but the relationship between the gods and the worshipers became more direct and personal,{{sfn|Breasted|1972|pp=344–370}} circumventing the pharaoh. Rather than acting through the pharaoh, Egyptians started to believe that the gods intervened directly in their lives, protecting the pious and punishing criminals.{{sfn|Ockinga|2001|pp=44–46}} The gods replaced the pharaoh as their own representatives on Earth. The god [[Amun]] once again became king among all gods.{{sfn|Wilkinson|2003|p=94}} According to van Dijk, "the king was no longer a god, but god himself had become king. Once Amun had been recognized as the true king, the political power of the earthly rulers could be reduced to a minimum."{{sfn|van Dijk|2003|p=307}} Consequently, the influence and power of the Amun priesthood continued to grow until the [[Twenty-first Dynasty of Egypt|Twenty-first Dynasty]], {{circa|1077 BC|lk=no}}, by which time the [[High Priest of Amun|High Priests of Amun]] effectively became rulers over parts of Egypt.{{sfn|Assmann|2005|p=44}}{{sfn|van Dijk|2003|pp=303–307}}{{sfn|Kitchen|1986|p=531}} |
|||
Akhenaten's reforms also had a longer-term impact on Ancient Egyptian language and hastened the spread of the spoken [[Late Egyptian language]] in official writings and speeches. Spoken and written Egyptian diverged early on in Egyptian history and stayed different over time.{{sfn|Baines|2007|p=156}} During the Amarna period, however, royal and religious texts and inscriptions, including the [[Boundary Stelae of Akhenaten|boundary stelae]] at Akhetaten or the [[Amarna letters]], started to regularly include more [[vernacular]] linguistic elements, such as the [[Article (grammar)#Definite article|definite article]] or a new [[possessive]] form. Even though they continued to diverge, these changes brought the spoken and written language closer to one another more systematically than under previous pharaohs of the [[New Kingdom of Egypt|New Kingdom]]. While Akhenaten's successors attempted to erase his religious, artistic, and even linguistic changes from history, the new linguistic elements remained a more common part of official texts following the Amarna years, starting with the [[Nineteenth Dynasty of Egypt|Nineteenth Dynasty]].{{sfn|Goldwasser|1992|pp=448–450}}{{sfn|Gardiner|2015}}{{sfn|O'Connor|Silverman|1995|pp=77–79}} |
|||
Akhenaten is also recognized as a [[Prophet]] in the [[Druze]] faith.<ref>{{Cite web|title=Druze|url=http://druze.de/|access-date=2022-01-18|website=druze.de}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/741355693|title=Entrepreneurship and Religion.|date=2010|publisher=Edward Elgar Pub|editor-first=L.P. |editor-last=Dana|isbn=978-1-84980-632-9|oclc=741355693}}</ref>--> |
|||
== Penemuan kembali == |
== Penemuan kembali == |
Revisi per 10 September 2023 04.02
Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Inggris. (September 2023)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
|
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Amenophis IV, Naphurureya, Ikhnaton[1][2] | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Firaun | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Masa pemerintahan | (Dinasti ke-18 Mesir) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pendahulu | Amenhotep III | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pengganti | Smenkhkare | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasangan |
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Anak | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayah | Amenhotep III | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ibu | Tiye | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Meninggal | 1336 atau 1334 SM | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Makam |
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Monumen | Akhetaten, Gempaaten | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Agama |
Akhenaten (diucapkan sebagai /ˌækəˈnɑːtən/),[8] juga dieja sebagai Akhenaton[3][9][10] atau Echnaton[11] (bahasa Mesir: ꜣḫ-n-jtn ʾŪḫə-nə-yātəy, diucapkan [ˈʔuːχəʔ nə ˈjaːtəj],[12][13] artinya "Yang bermanfaat bagi Aten"), adalah seorang firaun Mesir kuno yang memerintah ca 1353–1336[3] atau 1351–1334 SM,[4] penguasa kesepuluh dari Dinasti kedelapan belas. Sebelum tahun kelima pemerintahannya, ia dikenal sebagai Amenhotep IV (bahasa Mesir: jmn-ḥtp, artinya "Kepuasan Sang Amun", dihellenisasi sebagai Amenophis IV).
Sebagai seorang firaun, Akhenaten terkenal karena meninggalkan tradisional Mesir politeisme dan memperkenalkan Atenisme, atau ibadah yang berpusat pada Aten. Pandangan para Egiptologis berbeda mengenai apakah kebijakan keagamaan itu benar-benar monoteistik, atau apakah itu monolatristik, sinkretistik, atau henoteistik.[14][15] Pergeseran budaya dari agama tradisional ini terbalik setelah kematiannya. Monumen Akhenaten dibongkar dan disembunyikan, patung-patungnya dihancurkan, dan namanya tidak termasuk dari daftar penguasa yang disusun oleh para firaun kemudian.[16] Praktik keagamaan tradisional secara bertahap dipulihkan, terutama di bawah penerus dekatnya Tutankhamun, yang mengubah namanya dari Tutankhaten pada awal masa pemerintahannya.[17] Ketika belasan tahun kemudian, para penguasa tanpa hak suksesi yang jelas dari Dinasti Kedelapan Belas mendirikan dinasti baru, mereka mendiskreditkan Akhenaten dan penerus langsungnya dan menyebut Akhenaten sebagai "musuh" atau "penjahat" dalam catatan arsip.[18][19]
Akhenaten hampir hilang dari sejarah hingga ditemukannya Amarna pada akhir abad ke-19, atau Akhetaten, ibu kota baru yang ia bangun untuk memuja Aten.[20] Selanjutnya, pada tahun 1907, mumi yang mungkin milik Akhenaten digali dari makam KV55 di Lembah Para Raja oleh Edward R. Ayrton. Pengujian genetik telah menentukan bahwa pria yang dimakamkan di KV55 adalah ayah Tutankhamun,[21] tetapi identifikasinya sebagai Akhenaten telah dipertanyakan.[6][7][22][23][24]
Penemuan kembali Akhenaten dan penggalian awal Flinders Petrie di Amarna memicu minat publik yang besar terhadap kehidupan pribadi Alhenaten dan ratunya Nefertiti. Ia digambarkan sebagai sosok yang "enigmatis", "misterius", "revolusioner", "idealis terhebat di dunia", dan "individu pertama dalam sejarah", namun juga sebagai "sesat", "fanatik", dan "gila".[14][25][26][27][28] Ketertarikan publik dan ilmiah terhadap Akhenaten berasal dari hubungannya dengan Tutankhamun, gaya unik dan kualitas tinggi dari gambar seni yang ia dukung, dan agama yang ia coba dirikan, yang menandakan monoteisme.
Keluarga
Ayah Akhenaten adalah Amenhotep, putra bungsu firaun Amenhotep III dan istri utama Tiye. Akhenaten memiliki kakak laki-laki, putra mahkota Thutmose, yang diakui sebagai pewaris Amenhotep III. Akhenaten juga memiliki empat atau lima saudara perempuan: Sitamun, Henuttaneb, Iset, Nebetah, dan mungkin Beketaten.[29] Kematian awal Thutmose, mungkin sekitar tahun ketiga puluh pemerintahan Amenhotep III, berarti Akhenaten adalah pewaris takhta Mesir berikutnya.[30]
Akhenaten menikah dengan Nefertiti, Istri Kerajaan Agungnya. Tanggal pasti pernikahan mereka tidak diketahui, namun prasasti dari proyek bangunan firaun menunjukkan bahwa mereka menikah tidak lama sebelum atau setelah Akhenaten naik takhta.[10] Misalnya, ahli Mesit Dimitri Laboury berpendapat bahwa pernikahan tersebut dilangsungkan pada tahun keempat pemerintahan Akhenaten.[31] Istri kedua Akhenaten bernama Kiya juga diketahui dari prasasti. Beberapa ahli Mesir berteori bahwa dia menjadi penting sebagai ibu dari Tutankhamun.[32] William Murnane menyatakan bahwa Kiya adalah nama sehari-hari dari putri Mitanni Tadukhipa, putri raja Mitanni Tushratta yang menikah dengan Amenhotep III sebelum menjadi istri Akhenaten.[33][34] Selir Akhenaten yang lainnya adalah putri penguasa Enišasi Šatiya dan putri raja Babilonia Burna-Buriash II.[35]
Akhenaten bisa saja mempunyai tujuh atau delapan orang anak berdasarkan prasasti. Ahli Mesir Kuno cukup yakin dengan keenam putrinya, yang telah dibuktikan dengan baik dalam penggambaran kontemporer.[36] Di antara enam putrinya, Meritaten lahir pada tahun pemerintahan satu atau lima; Meketaten pada tahun keempat atau keenam; Ankhesenpaaten, yang kemudian menjadi ratu Tutankhamun, sebelum tahun lima atau delapan; Neferneferuaten Tasherit di tahun kedelapan atau sembilan; Neferneferure di tahun sembilan atau sepuluh; dan Setepenre di tahun sepuluh atau sebelas.[37][38][39][40] Tutankhamun, lahir Tutankhaten, kemungkinan besar adalah putra Akhenaten, dengan Nefertiti atau istri lain.[41][42] Kurangnya kepastian seputar hubungan Akhenaten dengan Smenkhkare, wakil atau penerus Akhenaten[43] dan suami dari putrinya, Meritaten; dia bisa saja adalah putra sulung Akhenaten dengan istri yang tidak diketahui atau adik laki-laki Akhenaten.[44][45]
Beberapa sejarawan, seperti Edward Wente dan James Allen, telah menyatakan bahwa Akhenaten mengambil beberapa putrinya sebagai istri atau pendamping seksual untuk menjadi ayah dari ahli waris laki-laki.[46][47] Meskipun hal ini masih diperdebatkan, ada beberapa kesamaan sejarah: Ayah Akhenaten, Amenhotep III, menikahi putrinya Sitamun, sementara Ramses II menikahi dua atau lebih putrinya, meskipun pernikahan mereka mungkin hanya bersifat seremonial.[48][49] Dalam kasus Akhenaten, putri tertuanya, Meritaten, tercatat sebagai Istri Kerajaan Agung Smenkhkare tetapi juga terdaftar di kotak makam Tutankhamun bersama firaun Akhenaten dan Neferneferuaten sebagai Istri Kerajaan Agung. Selain itu, surat yang ditulis untuk Akhenaten dari penguasa asing menyebut Meritaten sebagai "nyonya rumah". Ahli Mesir Kuno pada awal abad ke-20 juga percaya bahwa Akhenaten bisa saja menjadi ayah dari seorang anak dari putri tertua keduanya, Meketaten. Kematian Meketaten, mungkin pada usia sepuluh hingga dua belas tahun, dicatat di makam kerajaan di Akhetaten dari sekitar tahun pemerintahan tiga belas atau empat belas tahun. Ahli Mesir Kuno menghubungkan kematiannya dengan persalinan, karena penggambaran bayi di makamnya. Karena Meketaten tidak dikenal sebagai suami, maka ada anggapan bahwa Akhenaten adalah ayahnya. Aidan Dodson meyakini hal ini tidak mungkin terjadi, karena tidak ditemukan satupun makam Mesir yang menyebutkan atau menyinggung penyebab kematian pemilik makam tersebut. Lebih lanjut, Jacobus van Dijk mengusulkan bahwa anak adalah gambaran dari jiwa.[50] Akhirnya, berbagai monumen, awalnya untuk Kiya, ditulis ulang untuk putri Akhenaten, Meritaten dan Ankhesenpaaten. Prasasti yang direvisi mencantumkan Meritaten-tasherit ("yang paling muda") dan Ankhesenpaaten-tasherit. Menurut beberapa orang, hal ini menunjukkan bahwa Akhenaten adalah ayah dari cucunya sendiri. Yang lain berpendapat bahwa, karena cucu-cucu ini tidak disebutkan di tempat lain, mereka adalah fiksi yang diciptakan untuk mengisi ruang yang awalnya menggambarkan anak Kiya.[46][51]
Masa muda
Ahli Mesir Kuno hanya tahu sedikit tentang kehidupan Akhenaten sebagai pangeran Amenhotep. Donald B. Redford mencatat bahwa tanggal lahirnya adalah sebelum tahun ke-25 pemerintahan ayahnya, Amenhotep III, ca 1363–1361 SM, berdasarkan kelahiran putri pertama Akhenaten, yang kemungkinan besar lahir pada awal masa pemerintahannya.[4][52] Satu-satunya penyebutan namanya, sebagai "Putra Raja Amenhotep", ditemukan pada map anggur di istana Amenhotep III di Malkata, tempat beberapa sejarawan memperkirakan Akhenaten dilahirkan. Yang lain berpendapat bahwa ia dilahirkan di Memphis, di mana ia tumbuh dewasa dipengaruhi oleh pemujaan dewa matahari Ra yang dilakukan di dekat Heliopolis.[53] Redford dan James K. Hoffmeier menyatakan, bagaimanapun, bahwa pemujaan Ra begitu luas dan mapan di seluruh Mesir sehingga Akhenaten bisa saja terpengaruh oleh pemujaan matahari bahkan jika ia tidak tumbuh besar di sekitar Heliopolis.[54][55]
Beberapa sejarawan telah mencoba untuk menentukan siapa guru Akhenaten semasa mudanya, dan telah mengusulkan juru tulis Heqareshu atau Meryre II, guru kerajaan Amenemop, atau wazir Aperel.[56] Satu-satunya orang yang kita tahu pasti melayani sang pangeran adalah Parennefer, yang mana fakta ini telah tertulis di makamnya.[57]
Ahli Mesir kuno, Cyril Aldred berpendapat bahwa pangeran Amenhotep mungkin adalah Imam Besar Ptah di Memphis, meskipun tidak ada bukti yang mendukung hal ini ditemukan.[58] Diketahui bahwa saudara laki-laki Amenhotep, putra mahkota Thutmose, menjabat dalam peran ini sebelum dia meninggal. Jika Amenhotep mewarisi semua peran saudaranya dalam persiapan naik takhta, ia mungkin akan menjadi imam besar menggantikan Thutmose. Aldred mengusulkan bahwa kecenderungan artistik Akhenaten yang tidak biasa mungkin terbentuk selama ia mengabdi pada Ptah, dewa pelindung para pengrajin, yang imam besarnya kadang-kadang disebut sebagai "Direktur Pengerjaan Terhebat."[59]
Memerintah
Koregensi dengan Amenhotep III
Ada banyak kontroversi seputar apakah Amenhotep IV naik takhta Mesir setelah kematian ayahnya Amenhotep III atau apakah ada koregensi yang mungkin berlangsung selama 12 tahun. Eric Cline, Nicholas Reeves, Peter Dorman, dan sejarawan lainnya sangat menentang pembentukan pemerintahan bersama yang panjang antara kedua penguasa dan mendukung tidak adanya pemerintahan bersama atau tidak adanya pemerintahan bersama. satu yang bertahan paling lama dua tahun.[60] Donald B. Redford, William J. Murnane, Alan Gardiner, dan Lawrence Berman menentang pandangan adanya hubungan baik apa pun antara Akhenaten dan ayahnya.[61][62]
Pada tahun 2014, para arkeolog menemukan kedua nama firaun tersebut tertulis di dinding makam Luxor wazir Amenhotep-Huy. Kementerian Negara Urusan Kepurbakalaan Mesir menyebut ini sebagai "bukti konklusif" bahwa Akhenaten berbagi kekuasaan dengan ayahnya setidaknya selama delapan tahun, berdasarkan tanggal makam tersebut.[63] Namun, kesimpulan ini kemudian dipertanyakan oleh ahli Mesir Kuno lainnya, yang berpendapat bahwa prasasti tersebut hanya berarti bahwa pembangunan makam Amenhotep-Huy dimulai pada masa pemerintahan Amenhotep III dan berakhir pada masa pemerintahan Akhenaten, dan Amenhotep-Huy hanya ingin memberikan penghormatan kepada kedua penguasa tersebut.[64]
Memerintah sebagai Amenhotep lV
Akhenaten naik takhta Mesir sebagai Amenhotep IV, kemungkinan besar pada tahun 1353[65] atau 1351 SM.[4] Tidak diketahui berapa umur pasti Amenhotep IV saat naik takhta, namun beberapa sejarawan memperkirakan bahwa umurnya berkisar antara 10 hingga 23 tahun.[66] Kemungkinan besar ia dinobatkan di Thebes. Namun terdapat kemungkinan bahwa ia dinobatkan sebagai firaun di Memphis atau Armant.[66]
Awal pemerintahan Amenhotep IV mengikuti tradisi firaun sebelumnya yang sudah mapan. Dia tidak segera mengarahkan pemujaan kepada Aten dan menjauhkan diri dari dewa-dewa lain. Ahli Mesir Kuno Donald B. Redford percaya bahwa hal ini menyiratkan bahwa kebijakan keagamaan Amenhotep IV tidak dipikirkan sebelum masa pemerintahannya, dan ia tidak mengikuti rencana atau program yang telah ditetapkan sebelumnya. Redford menunjukkan tiga bukti yang mendukung hal ini. Pertama, prasasti yang masih ada menunjukkan Amenhotep IV menyembah beberapa dewa yang berbeda, termasuk Atum, Osiris, Anubis, Nekhbet, Hathor,[67] dan Eye of Ra, dan teks-teks dari era ini merujuk pada "para dewa" dan "setiap dewa dan setiap dewi." Imam Besar Amun juga masih aktif pada tahun keempat pemerintahan Amenhotep IV.[68] Kedua, meskipun ia kemudian memindahkan ibu kotanya dari Thebes ke Akhetaten, gelar kerajaan miliknya menghormati Thebes —nomen miliknya adalah "Amenhotep, dewa penguasa Thebes"— dan menyadari pentingnya kota itu, dia menyebut kota itu "Heliopolis Selatan, (pusat) besar pertama Cakram Sang Re." Ketiga, Amenhotep IV belum menghancurkan kuil dewa lain dan dia bahkan melanjutkan proyek pembangunan Kawasan Amun-Re yang dimulai oleh ayahnya di Karnak.[69] Dia menghiasi dinding Third Pylon|Third Pylon dengan gambar dirinya sedang memuja Ra-Horakhty, yang digambarkan dalam wujud dewa tradisional berupa pria berkepala elang.[70]
Penggambaran artistik terus tidak berubah pada awal pemerintahan Amenhotep IV. Makam yang dibangun atau diselesaikan dalam beberapa tahun pertama setelah ia naik takhta, seperti makam Kheruef, Ramose, dan Parennefer, memperlihatkan para firaun dalam gaya seni tradisional.[71] Di makam Ramose, Amenhotep IV muncul di dinding barat, duduk di singgasana, dengan Ramose muncul di hadapannya. Di sisi lain pintu, Amenhotep IV dan Nefertiti ditampilkan di jendela, dengan Aten yang digambarkan sebagai piringan matahari. Di makam Parennefer, Amenhotep IV dan Nefertiti duduk di singgasana dengan piringan matahari tergambar di atas firaun dan ratunya.[71]
Sambil melanjutkan pemujaan terhadap dewa-dewa lain, program awal pembangunan Amenhotep IV berupaya membangun tempat ibadah baru di Aten. Ia memerintahkan pembangunan candi atau tempat pemujaan terhadap Aten di beberapa kota di tanah air, seperti Bubastis, Tell el-Borg, Heliopolis, Memphis, Nekhen, Kawa, dan Kerma.[72] Ia juga memerintahkan pembangunan kompleks candi besar yang didedikasikan untuk Aten di Karnak di Thebes, timur laut bagian kompleks Karnak yang didedikasikan untuk Amun. Kompleks Candi Aten, yang secara kolektif dikenal sebagai Per Aten ("Rumah Aten"), terdiri dari beberapa candi yang namanya masih bertahan: Gempaaten ("Sang Aten telah ditemukan di perkebunan Aten"), Hwt Benben ("Rumah Sang Benben"), Rud-Menu ("Monumen abadi untuk Sang Aten"), Teni-Menu ("Ditinggikanlah monumen Sang Aten yang abadi"), dan Sekhen Aten ("stan Sang Aten").[73]
Sekitar tahun kedua atau ketiga pemerintahan, Amenhotep IV menyelenggarakan festival Sed. Festival Sed adalah ritual peremajaan firaun yang sudah tua, yang biasanya diadakan untuk pertama kalinya sekitar tahun ketiga puluh masa pemerintahan firaun dan setiap tiga tahun atau lebih setelahnya. Ahli Mesir Kuno hanya berspekulasi bahwa Amenhotep IV menyelenggarakan festival Sed ketika ia kemungkinan masih berusia dua puluhan. Beberapa sejarawan melihatnya sebagai bukti pemerintahan bersama Amenhotep III dan Amenhotep IV, dan percaya bahwa festival Sed Amenhotep IV bertepatan dengan salah satu perayaan ayahnya. Yang lain berspekulasi bahwa Amenhotep IV memilih untuk mengadakan festivalnya tiga tahun setelah kematian ayahnya, dengan tujuan untuk menyatakan pemerintahannya sebagai kelanjutan dari pemerintahan ayahnya. Namun yang lain percaya bahwa festival ini diadakan untuk menghormati Aten atas nama firaun yang memerintah Mesir, atau, karena Amenhotep III dianggap telah menjadi satu dengan Aten setelah kematiannya, festival Sed menghormati firaun dan dewa pada waktu yang sama. Mungkin juga tujuan diselenggarakannya festival tersebut adalah untuk secara kiasan mengisi Amenhotep IV dengan kekuatan sebelum ia mulai mengenalkan kultus Aten dan mendirikan ibu kota baru Akhetaten. Terlepas dari tujuan perayaan tersebut, para ahli Mesir Kuno percaya bahwa selama perayaan tersebut, Amenhotep IV hanya memberikan persembahan kepada Aten, bukan kepada banyak dewa dan dewi, seperti yang biasa dilakukan.[59][74][75]
Perubahan nama
Di antara dokumen terakhir yang menyebut Akhenaten sebagai Amenhotep IV adalah dua salinan surat kepada firaun dari Ipy, pengurus tinggi dari Memphis. Surat-surat ini, ditemukan di Gurob dan memberi tahu firaun bahwa tanah kerajaan di Memphis "dalam keadaan baik" dan kuil Ptah dalam keadaan yang "makmur dan berkembang." Surat-surat ini tertanggal tahun pemerintahan lima, hari kesembilan belas dari musim tanam bulan ketiga. Sekitar sebulan kemudian, pada hari ketigabelas bulan keempat musim tanam, salah satu stel batas di Akhetaten sudah terukir nama Akhenaten di atasnya. Hal ini menyiratkan bahwa Amenhotep IV telah mengubah namanya pada saat itu.[76][77][78][79]
Amenhotep IV mengubah gelar kerajaan untuk menunjukkan pengabdiannya kepada Aten. Dia tidak lagi dikenal sebagai Amenhotep IV dan dikaitkan dengan dewa Amun, melainkan dia akan sepenuhnya mengalihkan pengabdiannya kepada Aten. Ahli Mesir Kuno memperdebatkan arti sebenarnya dari Akhenaten, nama pribadi barunya. Kata "akh" (bahasa Mesir: ꜣḫ) bisa mempunyai terjemahan yang berbeda, seperti "kepuasan", "bermanfaat untuk", atau "dapat melayani". Dengan demikian, nama Akhenaten dapat diterjemahkan menjadi "Kepuasan Sang Aten", "Bermanfaat bagi Sang Aten", atau "Melayani Sang Aten".[80] Gertie Englund dan Florence Friedman menganalisis teks dan prasasti kontemporer untuk mencoba menerjemahkan kata "Bermanfaat untuk Aten", di mana Akhenaten sering menggambarkan dirinya sebagai "Yang bermanfaat untuk" cakram matahari. Englund dan Friedman menyimpulkan bahwa seringnya Akhenaten menggunakan istilah ini kemungkinan besar berarti bahwa nama Akhenaten memiliki arti "Yang Bermanfaat bagi Aten."[80]
Beberapa sejarawan, seperti William F. Albright, Edel Elmar, dan Gerhard Fecht, berpendapat bahwa nama Akhenaten salah eja dan salah pengucapan. Beberapa sejarawan percaya bahwa "Aten" seharusnya diucapkan sebagai "Jāti," sehingga terdapat kemungkinan bahwa nama baru Amenhotep IV adalah Akhenjāti atau Aḫanjāti (pengucapan /ˌækəˈnjɑːtɪ/), seperti yang biasa diucapkan dalam tradisi Mesir Kuno.[81][82][83]
Amenhotep IV | Akhenaten | ||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Horus |
Kanakht-qai-Shuti "Banteng yang kuat dari Bulu Ganda" |
Meryaten "Kekasih Aten" | |||||||||||||||||||
Nebty |
Wer-nesut-em-Ipet-swt "Kerajaan Agung di Karnak" |
Wer-nesut-em-Akhetaten "Kerajaan Agung di Akhet-Aten" | |||||||||||||||||||
Golden Horus |
Wetjes-khau-em-Iunu-Shemay "Dimahkotai di Heliopolis Selatan" (Thebes) |
Wetjes-ren-en-Aten "Yang Mengagungkan Nama Aten" | |||||||||||||||||||
Prenomen |
Neferkheperure-waenre "Keindahan Bentuk Re, yang unik dari Sang Re" | ||||||||||||||||||||
Nomen |
Amenhotep Netjer-Heqa-Waset "Kepuasan Sang Amun, Penguasa Ilahi Thebes" |
Akhenaten "Yang bermanfaat bagi Aten" |
Pendirian Amarna
Sekitar waktu yang sama ia mengubah gelar kerajaannya, pada hari ketiga belas dari bulan keempat Musim Kemunculan, Akhenaten menetapkan bahwa ibu kota baru akan dibangun: Akhetaten (bahasa Mesir: ꜣḫt-jtn, yang berarti "Cakrawala Aten"), lebih dikenal sekarang sebagai Amarna. Peristiwa-peristiwa yang paling diketahui para ahli Mesir Kuno selama masa hidup Akhenaten berkaitan dengan pendirian Akhetaten, karena beberapa yang disebut stel batas ditemukan di sekitar kota untuk menandai perbatasannya.[84] Akhenaten memilih lokasi sekitar pertengahan antara Thebes, ibu kota pada saat itu, dan Memphis, di tepi timur Nil, di mana [ [Wadi Kerajaan dan makam|wadi]] dan kemiringan alami di tebing sekitarnya membentuk siluet yang mirip dengan hieroglif "cakrawala." Selain itu, situs tersebut sebelumnya tidak berpenghuni. Menurut prasasti pada salah satu prasasti batas, situs tersebut cocok untuk kota Aten karena "bukan milik dewa, bukan milik dewi, bukan milik penguasa, atau milik penguasa perempuan, juga tidak menjadi milik siapa pun yang ingin mengklaimnya."[85]
Para sejarawan belum mengetahui secara pasti alasan Akhenaten mendirikan ibu kota baru dan meninggalkan Thebes, ibu kota lama. Stela batas yang merinci pendirian Akhetaten rusak dan kemungkinan besar menjelaskan motif firaun atas pemindahan ibu kota tersebut. Pihak yang masih hidup menyatakan bahwa apa yang terjadi pada Akhenaten "lebih buruk daripada apa yang saya dengar" sebelumnya pada masa pemerintahannya dan lebih buruk daripada apa yang "didengar oleh raja mana pun yang mengambil alih Mahkota Putih," dan menyinggung pidato "ofensif" Aten. Ahli Mesir Kuno percaya bahwa pemindahan ibu kota ini mungkin mengacu pada konflik antara Akhenaten dengan para pendeta dan pengikut Amun, dewa pelindung Thebes. Kuil-kuil besar Amun, seperti Karnak, semuanya terletak di Thebes dan para pendeta di sana mencapai kekuasaan yang signifikan pada awal Dinasti Kedelapan Belas, khususnya di bawah Hatshepsut dan Thutmose III, yang menyetorkan sejumlah besar kekayaan Mesir untuk ritual pemujaan Amun. Oleh karena itu, sejarawan, seperti Donald B. Redford berpendapat bahwa dengan pindah ke ibu kota baru, Akhenaten mungkin mencoba memutuskan hubungan dengan para pendeta Amun dan dewa.[86][87][88]
Akhetaten adalah kota terencana dengan Kuil Aten Besar, Kuil Aten Kecil, kediaman kerajaan, kantor catatan, dan gedung pemerintahan di pusat kota. Beberapa bangunan tersebut, seperti kuil Aten, diperintahkan untuk dibangun oleh Akhenaten pada prasasti batas yang menetapkan pendirian kota tersebut.[87][89][90]
Kota ini dibangun dengan cepat, berkat metode konstruksi baru yang menggunakan blok bangunan yang jauh lebih kecil dibandingkan pada masa firaun sebelumnya. Balok-balok ini, disebut talatats, diukur ½ kali ½ kali 1 hasta Mesir kuno (ca 27 kali 27 kali 54 cm), dan karena bobotnya yang lebih kecil dan ukuran standar, penggunaannya selama konstruksi lebih efisien dibandingkan menggunakan balok penyusun berat dengan berbagai ukuran.[91][92] Pada tahun kedelapan pemerintahannya, Akhetaten mencapai keadaan yang dapat ditempati oleh keluarga kerajaan. Hanya rakyatnya yang paling setia yang mengikuti Akhenaten dan keluarganya yang pindah ke ibu kota baru. Sementara kota terus dibangun, pada tahun lima hingga delapan, pekerjaan konstruksi di Thebes mulai terhenti. Kuil Theban Aten yang telah dimulai ditinggalkan, dan desa tempat para pekerja makam Lembah Para Raja dipindahkan ke desa pekerja di Akhetaten. Namun, pekerjaan konstruksi terus berlanjut di negara lain, karena pusat pemujaan yang lebih besar, seperti Heliopolis dan Memphis, juga mempunyai kuil yang dibangun untuk Aten.[93][94]
Hubungan Internasional
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Penemuan kembali
Riwayat raja ini sama sekali hilang dari sejarah sampai ditemukannya kembali kota Amarna pada abad ke-19. Kota Amarna, lokasi Akhetaten, kota yang dibuat raja ini untuk dewa Aten, awalnya diekskavasi oleh Flinders Petrie yang segera menumbuhkan ketertarikan dengan firaun yang aneh ini, yang makamnya digali pada tahun 1907 oleh Edward R. Ayrton. Akhenaten semakin terkenal karena penemuan di Valley of the Kings, Luxor, adanya makam raja Tutankhamun, yang terbukti adalah putra Akhenaten berdasarkan tes DNA pada tahun 2010.[95] Sebuah mummi yang ditemukan di KV55 pada tahun 1907 telah diidentifikasi sebagai Akhenaten. Orang ini dan Tutankhamun mempunyai hubungan darah yang tidak diragukan,[96] tetapi identifikasi mummi KV55 sebagai Akhenaten masih dipertanyakan.[97][98][99][100][101]
Ketenaran modern Akhenaten dan ratunya, Nefertiti, sebagian dari hubungannya dengan Tutankhamun, sebagian dari caranya yang unik dan kualitas tinggi dari seni ukir serta gambar yang dibuat pada zamannya, juga karena agama yang ia mulai.
Hubungan internasional
Bukti penting pemerintahan dan kebijakan luar negeri Akhenaten didapatkan dari penemuan kumpulan Surat Amarna, yaitu sejumlah besar korespondensi diplomatik yang digali dari el-Amarna, kota modern dari lokasi kuno Akhetaten. Korespondensi ini meliputi koleksi yang tak ternilai dari tablet/lempengan tanah liat, yang dikirimkan kepada Akhetaten dari berbagai pemimpin daerah di seluruh pos militer Mesir, dan dari pemimpin negara asing (dikenali sebagai Raja-raja Agung atau "Great Kings") dari Kerajaan Mitanni, Babylon, Asyur dan Hatti. Gubernur-gubernur dan raja-raja jajahan Mesir juga sering menulis untuk meminta emas dari firaun, dan juga mengeluh karena diacuhkan dan ditipu oleh raja.
Di awal pemerintahannya, Akhenaten berselisih dengan raja Mitanni, Tushratta, yang mencoba membina hubungan dengan ayah Akhenaten untuk melawan Hittit. Tushratta mengeluh dalam beberapa surat bahwa Akhenaten mengiriminya patung berlapis emas, bukannya dari emas murni; di mana patung-patung itu merupakan sebagian maskawin yang diterima Tushratta untuk memberikan putrinya Tadukhepa menjadi istri Amenhotep III dan kemudian Akhenaten. Surat Amarna EA 27 mengawetkan keluhan Tushratta kepada Akhenaten mengenai situasi ini.
Dari kumpulan surat-surat ini diketahui bahwa Akhenaten memberi perhatian besar atas urusan bawahan-bawahannya di Kanaan dan Siria. Akhenaten berhasil mempertahankan kekuasaan Mesir di Palestina dan pantai Fenisia, sementara menghindari konflik dengan Kerajaan Hittit yang semakin kuat di bawah pimpinan Suppiluliuma I. Satu-satunya provinsi perbatasan Mesir yang Amurru di Siria melingkari sungai Orontes pindah ke tangan orang Hittit ketika pemimpinnya, Aziru, membelot kepada Hittit. Berlawanan dengan pandangan umum bahwa Akhenaten mengabaikan hubungan luar negeri, ia dikenal memimpin paling sedikit satu penyerangan ke Nubia pada tahun ke-12 pemerintahannya dan serangan ini disebut dalam Amada stela CG 41806 dan dalam sebuah stela pendamping terpisah di Buhen.[102]
Kematian, Pemakaman dan Penggantinya
Penampilan terkahir Akhenaten dan keluarga Amarna adalah di makam Meryra II, yang bertanggalkan bulan ke-2 tahun ke-12 pemerintahannya.[103] Pada bulan Desember 2012, diumumkan bahwa inskripsi Tahun 16 III Akhet day 15 memuat penanggalan eksplisit pemerintahan Akhenaten yang juga menyebutkan kehadiran ratu Nefertiti yang masih hidup, dan inksripsi ini ditemukan dalam tambang batu kapur di Deir el-Bersha sebelah utara Amarna.[104][105] Tulisan itu menyangkut proyek pembangunan di Amarna dan memberi bukti bahwa Akhenaten dan Nefertiti masih hidup sebagai pasangan kerajaan setahun sebelum matinya Akhenaten.
Meskipun diterima bahwa Akhenaten mati pada tahun ke-17 pemerintahannya, muncul pertanyaan apakah Smenkhkare menjadi raja muda mungkin dua atau tiga tahun sebelumnya atau menjadi raja tunggal untuk beberapa waktu dan ini belum jelas.[106] Jika Smenkhkare menggantikan Akhenaten, dan menjadi firaun tunggal, pemerintahannya tidaklah sampai setahun. Pengganti berikutnya adalah Neferneferuaten, seorang firaun perempuan yang memerintah Mesir selama 2 tahun dan 1 bulan.[107] Ia kemudian digantikan oleh Tutankhaten (kemudian berganti nama menjadi Tutankhamun), sementara negara diatur oleh perdana menteri (Vizier) utama yang kemudian menjadi firaun, Ay. Tutankhamun diyakini sebagai adik laki-laki Smenkhkare dan putra Akhenaten, dengan Kiya meskipun ada pakar yang menduga Tutankhamun mungkin saja putra Smenkhkare. Tes DNA pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa Tutankhamun benar adalah putra Akhenaten.[95] Diduga setelah matinya Akhenaten, Nefertiti memerintah dengan nama Neferneferuaten[108] tetapi pakar-pakar lain percaya pemimpin wanita ini adalah Meritaten. Sebuah stela "Pemerintahan Bersama" (Co-Regency Stela), yang ditemukan dalam sebuah makam di Amarna kemungkinan menunjukkan ratu Nefertiti sebagai raja bersama, memerintah bersama Akhenaten, tetapi tidak pasti karena nama-namanya dihapus dan diukir menjadi Ankhesenpaaten dan Neferneferuaten.[109]
Dengan kematian Akhenaten, ibadah dewa Aten yang didirikannya lambat laun kehilangan pengikut. Tutankhaten mengganti namanya menjadi Tutankhamun pada tahun ke-2 pemerintahannya dan meninggalkan kota Akhetaten, yang akhirnya menjadi puing-puing. Penggantinya, Ay dan kemudian Horemheb, membongkar kuil yang dibangun Akhenaten, termasuk kuil di Thebes, menggunakan bahannya untuk membangun kuil bagi mereka sendiri.
Akhirnya, Akhenaten, Neferneferuaten, Smenkhkare, Tutankhamun, dan Ay dihapus dari daftar resmi firaun, sehingga hanya dilaporkan bahwa Amenhotep III langsung digantikan oleh Horemheb. Ini dianggap upaya Horemheb untuk menghapus jejak penyembahan Atenisme dan para firaun yang berhubungan dari catatan sejarah. Nama Akhenaten tidak pernah muncul di daftar raja-raja yang dibuat firaun-firaun sesudahnya dan baru di akhir abad ke-19 identitasnya ditemukan kembali dan catatan pemerintahannya disusun lagi oleh para arkeolog.
Kronologi Baru
David Rohl mendapatkan argumen kuat mengenai tahun pemerintahan Akhenaten yang berbeda dengan kronologi konvensional (yang diperkirakan berdasarkan penyamaan "Sisak" dengan "Shoshenq I"). Argumen ini didasarkan pada gerhana matahari yang terjadi pada sore hari menjelang matahari terbenam (~pukul 18:09) pada tanggal 9 Mei 1012 SM, yang terlihat di kota kuno Ugarit. Kejadian sangkat langka ini didapatkan tanggalnya dengan perhitungan terbalik astronomi berdasarkan catatan pada Tablet KTU-1.78, dan berkaitan dengan terbakarnya istana raja Nikmaddu II, penguasa Ugarit, yang disebut-sebut dalam salah satu Surat Amarna (EA 151) yang dikirimkan oleh Abimilku, penguasa Tirus kepada Akhenaten pada tahun ke-12 pemerintahan Akhenaten, beberapa bulan setelah ayahnya, Amenhotep III, mangkat.[110] Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Akhenaten dinobatkan menjadi raja muda untuk memerintah bersama ayahnya pada tahun 1022 SM. Amenhotep III mangkat pada tahun ke-11 pemerintahan bersama dengan Akhenaten dan sejak tahun ke-12, Akhenaten memerintah sebagai penguasa tunggal Mesir.[110]
Berikut adalah tahun-tahun pemerintahan sejumlah raja sebelum dan sesudah zaman Akhenaten:[110]
- Ahmose (25 tahun) - 1194-1170 SM
- Amenhotep I (21 tahun) - 1170-1150 SM
- Thutmose I (12 tahun) - 1150-1139 SM
- Thutmose II (2 tahun) - 1139-1138 SM
- Thutmose III (54 tahun) - 1138-1085 SM
- Hatshepsut (15 tahun) - 1131-1116 SM (pemerintahan bersama Thutmose III)
- Amenhotep II (27 tahun) - 1085-1059 SM
- Thutmose IV (10 tahun) - 1059-1050 SM
- Amenhotep III (37 tahun) - 1050-1012 SM (mangkat pada tahun ke-11 Akhenaten)
- Akhenaten (16 tahun) - 1022-1006 SM (memerintah bersama Amenhotep III selama 11 tahun)
- Neferneferuaten - 1011-1007 SM (memerintah bersama Akhenaten selama 5 tahun)
- Smenkhkare - 1006-1003 SM (memerintah bersama Akhenaten selama 1 tahun)
- Tutankhamun - 1003-995 SM (memerintah sendiri selama 9 tahun)
- Ay - 995-990? (lama pemerintahan tidak diketahui pasti)
Ini membuat Akhenaten sezaman dengan Saul dan Daud di Israel.
Lihat pula
Referensi
- ^ Cohen & Westbrook 2002, hlm. 6.
- ^ Rogers 1912, hlm. 252.
- ^ a b c Britannica.com 2012.
- ^ a b c d von Beckerath 1997, hlm. 190.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Leprohon 2013, hlm. 104–105.
- ^ a b Strouhal 2010, hlm. 97–112.
- ^ a b Duhig 2010, hlm. 114.
- ^ Dictionary.com 2008.
- ^ Kitchen 2003, hlm. 486.
- ^ a b Tyldesley 2005.
- ^ Montserrat 2003, hlm. 105, 111.
- ^ Loprieno, Antonio (1995) Ancient Egyptian: A Linguistic Introduction, Cambridge: Cambridge University Press,
- ^ Loprieno, Antonio (2001) "From Ancient Egyptian to Coptic" in Haspelmath, Martin et al. (eds.), Language Typology and Language Universals
- ^ a b Ridley 2019, hlm. 13–15.
- ^ Hart 2000, hlm. 44.
- ^ Manniche 2010, hlm. ix.
- ^ Zaki 2008, hlm. 19.
- ^ Gardiner 1905, hlm. 11.
- ^ Trigger et al. 2001, hlm. 186–187.
- ^ Hornung 1992, hlm. 43–44.
- ^ Hawass et al. 2010.
- ^ Marchant 2011, hlm. 404–06.
- ^ Lorenzen & Willerslev 2010.
- ^ Bickerstaffe 2010.
- ^ Spence 2011.
- ^ Sooke 2014.
- ^ Hessler 2017.
- ^ Silverman, Wegner & Wegner 2006, hlm. 185–188.
- ^ Ridley 2019, hlm. 37–39.
- ^ Dodson 2018, hlm. 6.
- ^ Laboury 2010, hlm. 62, 224.
- ^ Ridley 2019, hlm. 220.
- ^ Tyldesley 2006, hlm. 124.
- ^ Murnane 1995, hlm. 9, 90–93, 210–211.
- ^ Grajetzki 2005.
- ^ Dodson 2012, hlm. 1.
- ^ Ridley 2019, hlm. 78.
- ^ Laboury 2010, hlm. 314–322.
- ^ Dodson 2009, hlm. 41–42.
- ^ University College London 2001.
- ^ Ridley 2019, hlm. 262.
- ^ Dodson 2018, hlm. 174–175.
- ^ Dodson 2018, hlm. 38–39.
- ^ Dodson 2009, hlm. 84–87.
- ^ Ridley 2019, hlm. 263–265.
- ^ a b Harris & Wente 1980, hlm. 137–140.
- ^ Allen 2009, hlm. 15–18.
- ^ Ridley 2019, hlm. 257.
- ^ Robins 1993, hlm. 21–27.
- ^ Dodson 2018, hlm. 19–21.
- ^ Dodson & Hilton 2004, hlm. 154.
- ^ Redford 2013, hlm. 13.
- ^ Ridley 2019, hlm. 40–41.
- ^ Redford 1984, hlm. 57–58.
- ^ Hoffmeier 2015, hlm. 65.
- ^ Laboury 2010, hlm. 81.
- ^ Murnane 1995, hlm. 78.
- ^ Hoffmeier 2015, hlm. 64.
- ^ a b Aldred 1991, hlm. 259.
- ^ Reeves 2019, hlm. 77.
- ^ Berman 2004, hlm. 23.
- ^ Kitchen 2000, hlm. 44.
- ^ Martín Valentín & Bedman 2014.
- ^ Brand 2020, hlm. 63–64.
- ^ Ridley 2019, hlm. 45.
- ^ a b Ridley 2019, hlm. 46.
- ^ Ridley 2019, hlm. 48.
- ^ Aldred 1991, hlm. 259–268.
- ^ Redford 2013, hlm. 13–14.
- ^ Dodson 2014, hlm. 156–160.
- ^ a b Nims 1973, hlm. 186–187.
- ^ Redford 2013, hlm. 19.
- ^ Hoffmeier 2015, hlm. 98, 101, 105–106.
- ^ Desroches-Noblecourt 1963, hlm. 144–145.
- ^ Gohary 1992, hlm. 29–39, 167–169.
- ^ Murnane 1995, hlm. 50–51.
- ^ Ridley 2019, hlm. 83–85.
- ^ Hoffmeier 2015, hlm. 166.
- ^ Murnane & Van Siclen III 2011, hlm. 150.
- ^ a b Ridley 2019, hlm. 85–87.
- ^ Fecht 1960, hlm. 89.
- ^ Hornung 2001, hlm. 50.
- ^ Elmar 1948.
- ^ Ridley 2019, hlm. 85.
- ^ Dodson 2014, hlm. 180–185.
- ^ Dodson 2014, hlm. 186–188.
- ^ a b Ridley 2019, hlm. 85–90.
- ^ Redford 2013, hlm. 9–10, 24–26.
- ^ Aldred 1991, hlm. 269–270.
- ^ Breasted 2001, hlm. 390–400.
- ^ Arnold 2003, hlm. 238.
- ^ Shaw 2003, hlm. 274.
- ^ Aldred 1991, hlm. 269–273.
- ^ Shaw 2003, hlm. 293–297.
- ^ a b "A Frail King Tut Died From Malaria, Broken Leg - ABC News". Abcnews.go.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-18. Diakses tanggal 2010-05-30.
- ^ "See the KV 55 Mummy & Tutankhamen". Anubis4_2000.tripod.com. Diakses tanggal 2012-08-25.
- ^ "News from the Valley of the Kings: DNA Shows that KV55 Mummy Probably Not Akhenaten". Kv64.info. 2010-03-02. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-07. Diakses tanggal 2012-08-25.
- ^ Nature 472, 404-406 (2011); Published online 27 April 2011; Original link
- ^ NewScientist.com; January, 2011; Royal Rumpus over King Tutankhamun's Ancestry
- ^ JAMA; 2010;303(24):2471-2475. King Tutankhamun’s Family and Demise (subscription)
- ^ Bickerstaffe, D; The Long is dead. How Long Lived the King? in Kmt vol 22, n 2, Summer 2010
- ^ Schulman (1982), pp.299-316
- ^ Allen (2006), p.1
- ^ Athena Van der Perre, "Nofretetes (vorerst) letzte dokumentierte Erwähnung," in: Im Licht von Amarna - 100 Jahre Fund der Nofretete. [Katalog zur Ausstellung Berlin, 07.12.2012 - 13.04.2013]. (December 7, 2012 - April 13, 2013) Petersberg, pp.195-197
- ^ Dayr al-Barsha Project featured in new exhibit 'Im Licht von Amarna' at the Ägyptisches Museum und Papyrussammlung in Berlin Diarsipkan 2012-12-19 di Wayback Machine. 12/06/2012
- ^ Allen (2006), p.5
- ^ Erik Hornung, Rolf Krauss and David Warburton (editors), Handbook of Ancient Egyptian Chronology (Handbook of Oriental Studies), Brill: 2006, pp.207 & 493
- ^ Pocket Guides: Egypt History, p.37, Dorling Kindersley, London 1996.(the Neferneferuaten part is taken from Wikipedia Nefertiti entry)
- ^ Nicholas Reeves. "Book Review: Rolf Krauss, Das Ende der Amarnazeit (Hildesheimer Ägyptologische Beiträge, 1978)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-31. Diakses tanggal 2008-10-02.
- ^ a b c Rohl, David (1995). A Test of Time: The Bible - from Myth to History. London: Century. ISBN 0-7126-5913-7. Published in the U.S. as Rohl, David (1995). Pharaohs and Kings: A Biblical Quest. New York: Crown Publishers. ISBN 0-517-70315-7.
Bibliografi
- "Akhenaten". Dictionary.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 14, 2008. Diakses tanggal October 2, 2008.
- Dorman, Peter F. "Akhenaton (King of Egypt)". Britannica.com. Diakses tanggal August 25, 2012.
- Albright, William F. (1973). "From the Patriarchs to Moses II. Moses out of Egypt". The Biblical Archaeologist. 36 (2): 48–76. doi:10.2307/3211050. JSTOR 3211050.
- Aldred, Cyril (1968). Akhenaten, Pharaoh of Egypt: A New Study. New Aspects of Antiquity (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1st). London: Thames and Hudson. ISBN 978-0500390047.
- Aldred, Cyril (1985) [1980]. Egyptian art in the Days of the Pharaohs 3100–32 BC. World of Art. London; New York: Thames & Hudson. ISBN 0-500-20180-3. LCCN 84-51309.
- Aldred, Cyril (1991) [1988]. Akhenaten, King of Egypt. London: Thames and Hudson. ISBN 0500276218.
- Allen, James Peter (1988). "Two Altered Inscriptions of the Late Amarna Period". Journal of the American Research Center in Egypt (dalam bahasa Inggris). San Antonio, Texas: American Research Center in Egypt. 25: 117–126. doi:10.2307/40000874 . ISSN 0065-9991. JSTOR 40000874 .
- Allen, James P. (2005). "Akhenaton". Dalam Jones, L. Encyclopedia of Religion. Macmillan Reference.
- Allen, James Peter (2009). "The Amarna Succession". Dalam Brand, Peter; Cooper, Louise. Causing His Name to Live: Studies in Egyptian Epigraphy and History in Memory of William J. Murnane (PDF). Culture and History of the Ancient Near East. 37. Leiden: E. J. Brill Academic Publishers. hlm. 9–20. doi:10.1163/ej.9789004176447.i-240.9. ISBN 978-90-47-42988-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal May 21, 2020. Diakses tanggal May 21, 2020.
- Alter, Robert (2018). Couey, J. Blake; James, Elaine T., ed. Biblical Poetry and the Art of Close Reading (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-15620-3.
- "Amenhotep IV – Akhenaten". Marvel. 2021. Diakses tanggal April 4, 2021.
- Arnold, Dieter (2003) [1994]. Strudwick, Nigel; Strudwick, Helen, ed. The Encyclopaedia of Ancient Egyptian Architecture (edisi ke-English language). London: I.B. Tauris. ISBN 1-86064-465-1.
- Arnold, Dorothea (1996). The Royal Women of Amarna: Images of Beauty from Ancient Egypt (Exhibition catalogue). New York: The Metropolitan Museum of Art. ISBN 0-87099-816-1.
- Assmann, Jan (1997). Moses the Egyptian: The Memory of Egypt in Western Monotheism. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. ISBN 0-674-58739-1.
- Assmann, Jan (2005). "'Axial' Breakthroughs and Semantic 'Relocations' in Ancient Egypt and Israel" (PDF). Dalam Giesen, Bernhard; Šuber, Daniel. Religion And Politics: Cultural Perspectives (Conference publication). International Studies in Religion and Society. 3. Leiden; Boston: Brill Academic Publishers. hlm. 39–53. ISBN 978-90-04-14463-7. Diakses tanggal June 21, 2020.
- Assmann, Jan (2020). The Invention of Religion: Faith and Covenant in the Book of Exodus. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-20319-5.
- Baines, John Robert (2007). Visual and Written Culture in Ancient Egypt. Oxford; New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-815250-7. OCLC 804615763.
- Baikie, James (1926). The Amarna Age (dalam bahasa Inggris). London: A. and C. Black.
- Baptista, Fernando G.; Santamarina, Oscar; Conant, Eve (April 20, 2017). "The Age of Akhenaten". National Geographic. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 19, 2018. Diakses tanggal June 11, 2020.
- Bárta, Miroslav; Dulíková, Veronika (2015). "Divine and Terrestrial: The Rhetoric of Power in Ancient Egypt (The Case of Nyuserra)". Dalam Coppens, Filip; Janák, Jiří; Vymazalová, Hana. Royal versus Divine Authority: Acquisition, Legitimization and Renewal of Power: 7th Symposium on Egyptian Royal Ideology, Prague, June 26–28, 2013 (Conference publication). Königtum, Staat und Gesellschaft früher Hochkulturen. 4,4. Wiesbaden: Harrassowitz Verlag. hlm. 31–47. ISBN 978-3-447-10427-2. OCLC 940935344.
- von Beckerath, Jürgen (1997). Chronologie des Pharaonischen Ägypten: Die Zeitbestimmung der ägyptischen Geschichte von der Vorzeit bis 332 v. Chr. Münchner Ägyptologische Studien (dalam bahasa Jerman). 46. Mainz: Philipp von Zabern. ISBN 3805323107.
- Berman, Lawrence (2004) [1998]. "Overview of Amenhotep III and His Reign". Dalam O'Connor, David B.; Cline, Eric H. Amenhotep III: Perspectives on His Reign. Ann Arbor: The University of Michigan Press. ISBN 0-472-08833-5.
- Bickerstaffe, Dylan (2010). "The King Is Dead. How Long Lived the King?". Kmt. Weaverville, North Carolina: Kmt Communications. 21 (2). ISSN 1053-0827.
- Brand, Peter J. (2020). "The Historical Record". Dalam Davies, Vanessa; Laboury, Dimitri. The Oxford Handbook of Egyptian Epigraphy and Palaeography. Oxford Handbooks. Oxford, New York: Oxford University Press. ISBN 978-0190604653.
- Braverman, Irwin M.; Mackowiak, Philip A. (June 23, 2010). "King Tutankhamun's Family and Demise". Letters. Journal of the American Medical Association. Chicago, Illinois: American Medical Association. 303 (24): 2471–2475. doi:10.1001/jama.2010.821. ISSN 1538-3598. PMID 20571008. Diakses tanggal May 24, 2020.
- Braverman, Irwin M.; Redford, Donald B.; Mackowiak, Philip A. (April 21, 2009). "Akhenaten and the Strange Physiques of Egypt's 18th Dynasty". Annals of Internal Medicine. American College of Physicians. 150 (8): 556–560. doi:10.7326/0003-4819-150-8-200904210-00010. ISSN 1539-3704. OCLC 43032966. PMID 19380856.
- Breasted, James Henry, ed. (2001) [1906]. Ancient Records of Egypt. 2 (edisi ke-Paperback). Urbana; Chicago: University of Illinois Press. ISBN 0-252-06974-9.
- Breasted, James Henry (1909). A History Of Egypt: From the Earliest Times to the Persian Conquest (edisi ke-2nd). New York: Charles Scribner's Sons. OCLC 848576611.
- Breasted, James Henry (1972). Development of religion and thought in ancient Egypt. Philadelphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-1045-3.
- Brown, William P. (2014). The Oxford Handbook of the Psalms (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-979050-0.
- Bryce, Trevor Robert (1998). The Kingdom of the Hittites (edisi ke-First). Oxford; New York: Clarendon Press; Oxford University Press. ISBN 0198140959. LCCN 97014411.
- Burridge, A. (September 1995). "Did Akhenaten Suffer From Marfan's Syndrome?". Akhenaten Temple Project Newsletter (3).
- Chaney, Edward (2006a). "Freudian Egypt". The London Magazine. London: Burhan Al-Chalabi. 2016 (April/May): 62–69. ISSN 0024-6085.
- Chaney, Edward (2006b). "Egypt in England and America: The Cultural Memorials of Religion, Royalty and Revolution". Dalam Ascari, Maurizio; Corrado, Adriana. Sites of Exchange: European Crossroads and Faultlines. Internationale Forschungen Zur Allgemeinen Und Vergleichenden Literaturwissenschaft. 103. Amsterdam: Rodopi. hlm. 39–69. ISBN 978-9042020153.
- Clayton, Peter (2006). Chronicle of the Pharaohs, Thames and Hudson
- Cohen, Raymond; Westbrook, Raymond, ed. (2002) [2000]. Amarna Diplomacy: The Beginnings of International Relations (edisi ke-Paperback). Baltimore; London: The Johns Hopkins University Press. ISBN 0-8018-7103-4.
- Darnell, John Coleman; Manassa, Colleen (2007). Tutankhamun's Armies: Battle and Conquest during Ancient Egypt's Late 18th Dynasty. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-471-74358-3. OCLC 70265584.
- David, Rosalie (1998). Handbook to Life in Ancient Egypt. Facts on File Inc.
- Davidson, Justin (November 11, 2019). "Gleaming and Self-Aware, Philip Glass's Akhnaten Is Borne to the Met". Vulture. Vox Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 21, 2020. Diakses tanggal April 4, 2021.
- Davies, Norman de Garis (1903–1908). The Rock Tombs of El Amarna. Memoir (Archaeological Survey of Egypt). 13–14. London: Egypt Exploration Fund. OCLC 11263615.
- Day, John (2013). "Psalm 104 and Akhenaten's Hymn to the Sun". Dalam Gillingham, Susan. Jewish and Christian Approaches to the Psalms: Conflict and Convergence. Oxford University Press. hlm. 211–228. ISBN 978-0-19-969954-4.
- Day, John (2014). From Creation to Babel: Studies in Genesis 1-11 (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-0-567-37030-3.
- Desroches-Noblecourt, Christiane (1963). Tutankhamen: Life and Death of a Pharaoh. Illustrated by F. L. Kenett (edisi ke-1st). New York: New York Graphic Society. ISBN 978-0821201510.
- van Dijk, Jacobus (2003) [2000]. "The Amarna Period and the Later New Kingdom (c.1352–1069 BC)" (PDF). Dalam Shaw, Ian. The Oxford History of Ancient Egypt (edisi ke-New). Oxford; New York: Oxford University Press. hlm. 265–307. ISBN 978-0-19-280458-7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal June 19, 2018. Diakses tanggal June 21, 2020.
- Dodson, Aidan (2012). "Akhenaten (Amenhotep IV)". Dalam Bagnall, Roger S.; Brodersen, Kai; Champion, Craige B.; Erskine, Andrew; Huebner, Sabine R. The Encyclopedia of Ancient History. 1. Malden, Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd. ISBN 978-1405179355. OCLC 230191195.
- Dodson, Aidan (2014). Amarna Sunrise: Egypt from the Golden Age to Age of Heresy (edisi ke-1st). Cairo; New York: The American University in Cairo Press. ISBN 978-9774166334.
- Dodson, Aidan (2009). Amarna Sunset: Nefertiti, Tutankhamun, Ay, Horemheb, and the Egyptian Counter-Reformation (edisi ke-1st). Cairo; New York: The American University in Cairo Press. ISBN 978-977-416-304-3.
- Dodson, Aidan (2018) [2009]. Amarna Sunset: Nefertiti, Tutankhamun, Ay, Horemheb, and the Egyptian Counter-Reformation (edisi ke-Revised). Cairo; New York: The American University in Cairo Press. ISBN 978-977-416-859-8. OCLC 1004248105.
- Dodson, Aidan; Hilton, Dyan (2004). The Complete Royal Families of Ancient Egypt. Thames & Hudson.
- Drioton, Étienne; Vandier, Jacques (1952) [1938]. L'Égypte. Les Peuples de l'Orient Méditerranéen (dalam bahasa Prancis). II (edisi ke-3rd). Paris: Presses Universitaires de France.
- Duhig, Corinne (2010). "The remains of Pharaoh Akhenaten are not yet identified: Comments on 'Biological age of the skeletonised mummy from Tomb KV55 at Thebes (Egypt)' by Eugen Strouhal". Anthropologie (dalam bahasa Inggris). Moravian Museum. 48 (2): 113–115. JSTOR 26292899 .
It is essential that, whether the KV55 skeleton is that of Smenkhkare or some previously-unknown prince... the assumption that the KV55 bones are those of Akhenaten be rejected before it becomes "received wisdom".
- Elmar, Edel (1948). "Neue Keilschriftliche Umschreibungen Ägyptischer Namen aus den Boǧazköytexten". Journal of Near Eastern Studies (dalam bahasa Jerman). The University of Chicago Press. 7 (1): 11–24. doi:10.1086/370848. ISSN 0022-2968. JSTOR 542570 .
- Fecht, Gerhard (1960). "Amarna Probleme (1–2)". Zeitschrift für Ägyptische Sprache und Altertumskunde (dalam bahasa Jerman). De Gruyter. 85: 83–118. doi:10.1524/zaes.1960.85.1.99. ISSN 0044-216X.
- Freud, Sigmund (1939). Moses and Monotheism. New York: A.A. Knopf. OCLC 624780.
- Gabolde, Marc (1998). D'Akhenaton à Toutânkhamon. Collection de l'Institut d'Archéologie et d'Histoire de l'Antiquité (dalam bahasa Prancis). 3. Lyon: Université Lumière-Lyon 2. ISBN 978-2911971020. ISSN 1275-269X.
- Gabolde, Marc (February 17, 2011). "The End of the Amarna Period". BBC.co.uk. BBC. Diakses tanggal June 12, 2020.
- Gardiner, Alan H. (1905). The Inscriptions of Mes, A Contribution to the Study of Egyptian Judicial Procedure. Untersuchungen zur Geschichte und Altertumskunde Ägyptens. IV, Book 3. J. C. Hinrichs publishers. Diakses tanggal July 24, 2020.
- Gardiner, Shayna (2015). "Taking Possession of the Constant Rate Hypothesis: Variation and Change in Ancient Egyptian Possessive Constructions". University of Pennsylvania Working Papers in Linguistics. 21 (2): 69–78.
- Gohary, Jocelyn Olive (1992). Akhenaten's Sed-festival at Karnak. Studies in Egyptology (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1st). London; New York: Kegan Paul International. ISBN 978-0710303806. ISSN 1754-601X. OCLC 22309806.
- Goldwasser, Orly (1992). "Literary Late Egyptian as a Polysystem". Poetics Today. Duke University Press. 13 (3): 447–462. doi:10.2307/1772871. ISSN 0333-5372. JSTOR 1772871.
- Grajetzki, Wolfram (2005). Ancient Egyptian Queens: A Hieroglyphic Dictionary. London: Golden House Publications. ISBN 978-0-9547218-9-3. OCLC 61189103.
- Hall, Henry (1921). "Egypt and the External World in the Time of Akhenaten". The Journal of Egyptian Archaeology. 7 (1): 39–53. doi:10.1177/030751332100700105.
- Harris, James E.; Wente, Edward F., ed. (1980). An X-ray Atlas of the Royal Mummies (edisi ke-1st). Chicago: University of Chicago Press. ISBN 978-0226317458.
- Hart, George (2000) [1986]. A Dictionary of Egyptian Gods and Goddesses. London; New York: Routledge. ISBN 0415059097.
- Hawass, Zahi (September 2010). "King Tut's Family Secrets". National Geographic (dalam bahasa Inggris). Photographs by Kenneth Garrett. Washington, D.C.: National Geographic Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 9, 2020. Diakses tanggal May 13, 2020.
- Hawass, Zahi; Gad, Yehia Z.; Somaia, Ismail; Khairat, Rabab; Fathalla, Dina; Hasan, Naglaa; Ahmed, Amal; Elleithy, Hisham; Ball, Markus; Gaballah, Fawzi; Wasef, Sally; Fateen, Mohamed; Amer, Hany; Gostner, Paul; Selim, Ashraf; Zink, Albert; Pusch, Carsten M. (February 17, 2010). "Ancestry and Pathology in King Tutankhamun's Family". Journal of the American Medical Association. Chicago, Illinois: American Medical Association. 303 (7): 638–647. doi:10.1001/jama.2010.121 . ISSN 1538-3598. PMID 20159872. Diakses tanggal May 24, 2020.
- Hessler, Peter (2017). "Meet King Tut's Father, Egypt's First Revolutionary". National Geographic. National Geographic Society. Diakses tanggal May 10, 2020.
- Hoffmeier, James K. (2005). Ancient Israel in Sinai: The Evidence for the Authenticity of the Wilderness Tradition (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press, USA. ISBN 978-0-19-515546-4.
- Hoffmeier, James Karl (2015). Akhenaten and the Origins of Monotheism (edisi ke-1st). Oxford; New York: Oxford University Press. ISBN 978-0199792085.
- Hornung, Erik (1992). "The Rediscovery of Akhenaten and His Place in Religion". Journal of the American Research Center in Egypt. San Antonio, Texas: American Research Center in Egypt. 29: 43–49. doi:10.2307/40000483. ISSN 0065-9991. JSTOR 40000483 .
- Hornung, Erik (2001) [1995]. Akhenaten and the Religion of Light. Diterjemahkan oleh Lorton, David. Ithaca, New York; London: Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-8725-5. OCLC 48417401.
- Hornung, Erik; Krauss, Rolf; Warburton, David, ed. (2006). Ancient Egyptian Chronology. Handbook of Oriental Studies. 83. Brill. ISBN 978-90-04-11385-5.
- Hotton, Emily (November 3, 2018). "Game Review: Assassin's Creed – The Curse of the Pharaohs". Nile Scribe. Diakses tanggal April 4, 2021.
- Kemp, Barry John (2015). "The Amarna Royal Tombs at Amarna" (PDF). Akhetaten Sun. Vol. 21 no. 2. Denver, Colorado: Amarna Research Foundation. hlm. 2–13. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal June 8, 2020. Diakses tanggal June 20, 2020.
- Kitchen, Kenneth Anderson (2003). On the Reliability of the Old Testament. Grand Rapids, Michigan: William. B. Eerdmans Publishing. ISBN 978-0-8028-0396-2.
- Kitchen, Kenneth Anderson (2000). "Regnal and Genealogical Data of Ancient Egypt (Absolute Chronology I): The Historical Chronology of Ancient Egypt, A Current Assessment". Dalam Bietak, Manfred. The Synchronisation of Civlisations in the Eastern Mediterranean in the Second Millennium B.C.: Proceedings of an international symposium at Schloss Haindorf, 15th–17th of November 1996 and at the Austrian Academy, Vienna, 11th–12th of May 1998 (Conference proceedings). Contributions to the Chronology of the Eastern Mediterranean. 4. Vienna, Austria: Austrian Academy of Sciences Press. ISBN 978-3-7001-2936-3.
- Kitchen, Kenneth Anderson (1986) [1972]. The Third Intermediate Period in Egypt (1100–650 BC) (edisi ke-2nd). Warminster, England: Aris & Phillips. ISBN 978-0-85668-298-8.
- Laboury, Dimitri (2010). Akhénaton. Les grands pharaons (dalam bahasa Prancis). Paris: Pygmalion-Flammarion. ISBN 978-2756400433.
- Landes, Richard (2011). Heaven on Earth: The Varieties of the Millennial Experience (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-983181-4.
- Laroche, Emmanuel (1971). Catalogue des Textes Hittites (dalam bahasa Prancis). Paris: Klincksieck. OCLC 607304.
- Leprohon, Ronald J. (2013). The Great Name: Ancient Egyptian Royal Titulary. SBL Press. ISBN 978-1-58983-736-2.
- Levenson, Jon Douglas (1994). Creation and the persistence of evil. Princeton University Press. ISBN 0-691-02950-4.
- Lorenz, Megaera. "Lorenz, Maegara "The Mystery of Akhenaton: Genetics or Aesthetics"". Heptune.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 8, 2010. Diakses tanggal March 21, 2010.
- Lorenzen, Eline D; Willerslev, E (2010). "King Tutankhamun's Family and Demise". JAMA. 303 (24): 2471; author reply 2473–475. doi:10.1001/jama.2010.818. PMID 20571007.
- Manniche, Lise (2010). Akhenaten Colossi of Karnak. Cairo: American University in Cairo Press. OCLC 938908123.
- Marchant, Jo (2011). "Ancient DNA: Curse of the Pharaoh's DNA". Nature. 472 (7344): 404–406. Bibcode:2011Natur.472..404M. doi:10.1038/472404a . PMID 21525906.
- "Marfan syndrome". Gaithersburg, Maryland: National Center for Advancing Translational Sciences. January 26, 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 5, 2018. Diakses tanggal May 21, 2020.
- Mark, Joshua J. (April 22, 2014). "Horemheb". World History Encyclopedia. Diakses tanggal June 10, 2020.
- Martín Valentín, Francesco J.; Bedman, Teresa (2014). "Proof of a 'Long Coregency' between Amenhotep III & Amenhotep IV Found in the Chapel of Vizier Amenhotep-Huy (Asasif Tomb 28) West Luxor". Kmt. Weaverville, North Carolina: Kmt Communications. 25 (2): 17–27. ISSN 1053-0827.
- Montserrat, Dominic (2003) [2000]. Akhenaten: History, Fantasy and Ancient Egypt (edisi ke-1st paperback). London; New York: Routledge. ISBN 0415301866.
- Moran, William Lambert, ed. (1992) [1987]. The Amarna Letters (edisi ke-English-language). Baltimore; London: The Johns Hopkins University Press. ISBN 0-8018-4251-4. LCCN 91020570.
- Murnane, William J. (1995). Texts from the Amarna Period in Egypt. Society of Biblical Literature Writings from the Ancient World. 5. Atlanta: Society of Biblical Literature. ISBN 978-1555409661.
- Murnane, William J.; Van Siclen III, Charles C. (2011) [1993]. The Boundary Stelae Of Akhentaten. London; New York: Routledge. ISBN 978-0710304643.
- Najovits, Simson (2004). Egypt, the Trunk of the Tree, A Modern Survey of and Ancient Land, Vol. II. New York: Algora Publishing. ISBN 978-0875862569.
- Nims, Charles F. (1973). "The Transition from the Traditional to the New Style of Wall Relief under Amenhotep IV". Journal of Near Eastern Studies. Chicago, Illinois: University of Chicago Press. 32 (1/2): 181–187. doi:10.1086/372234. ISSN 0022-2968. JSTOR 543483 .
- Van der Perre, Athena (2012). "Nofretetes [vorerst] letzte dokumentierte Erwähnung". Dalam Kampp-Seyfried, Friederike. Im Licht von Amarna – 100 Jahre Fund der Nofretete (Exhibition catalogue) (dalam bahasa Jerman). Petersberg, Hesse: Imhof Verlag. ISBN 978-3865688422.
- Van der Perre, Athena (2014). "The Year 16 graffito of Akhenaten in Dayr Abū Ḥinnis: A Contribution to the Study of the Later Years of Nefertiti". Journal of Egyptian History. Brill. 7 (1): 67–108. doi:10.1163/18741665-12340014. ISSN 1874-1657.
- Perry, Dominic (May 15, 2019). "The Aten Appears (Episode 110)". The History of Egypt Podcast (Podcast). Terjadi pada 03:59. https://egyptianhistorypodcast.com/2019/05/15/the-aten-appears-episode-110/. Diakses pada May 23, 2020.
- O'Connor, David; Silverman, David P., ed. (1995). Ancient Egyptian Kingship. Probleme der Ägyptologie. 9. Leiden; New York; Köln: Brill. ISBN 90-04-10041-5.
- Ockinga, Boyo (2001). "Piety". Dalam Redford, Donald. The Oxford Encyclopedia of Ancient Egypt. 3. Oxford University Press. hlm. 44–47. ISBN 0-19-510234-7.
- Redford, Donald B. (1976). "The Sun-disc in Akhenaten's Program: Its Worship and Antecedents, I". Journal of the American Research Center in Egypt. San Antonio, Texas: American Research Center in Egypt. 13: 53–56. doi:10.2307/40001118. ISSN 0065-9991. JSTOR 40001118 .
- Redford, Donald B. (1984). Akhenaten: The Heretic King. Princeton, New Jersey: Princeton University Press. ISBN 978-0691035673. OCLC 10099207.
- Redford, Donald B. (1987). "The Monotheism of the Heretic Pharaoh: Precursor of Mosaic monotheism or Egyptian anomaly?". Biblical Archaeology Review. 13 (3): 53–56.
- Redford, Donald B.; Shanks, Hershel; Meinhardt, Jack (1997). Aspects of Monotheism: How God is One (Conference paper and proceedings). Washington, D.C.: Biblical Archaeology Society. ISBN 978-1880317198. OCLC 37608180.
- Redford, Donald B. (May 2013). "Akhenaten: New Theories and Old Facts". Bulletin of the American Schools of Oriental Research. American Schools of Oriental Research. 369 (369): 9–34. doi:10.5615/bullamerschoorie.369.0009. ISSN 0003-097X. JSTOR 10.5615/bullamerschoorie.369.000 . OCLC 05748058.
- Reeves, Nicholas (2019) [2001]. Akhenaten: Egypt's False Prophet (edisi ke-Electronic). London; New York: Thames & Hudson. ISBN 978-0-500-29469-7. LCCN 00108868.
- Rogers, Robert William, ed. (1912). Cuneiform Parallels to the Old Testament. London; Toronto; Melbourne; and Bombay: Oxford University Press.
- "The royal family at Amarna". University College London. 2001. Diakses tanggal June 10, 2020.
- Ridley, Ronald Thomas (2019). Akhenaten: A Historian's View. The AUC History of Ancient Egypt. Cairo; New York: The American University in Cairo Press. ISBN 978-9774167935.
- Robins, G. (1993). Women in Ancient Egypt. Harvard University Press.
- Ross, Barbara (November–December 1999). "Akhenaten and Rib Hadda from Byblos". Saudi Aramco World. 50 (6): 30–35. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 13, 2010. Diakses tanggal August 8, 2013.
- Schemm, Paul (February 16, 2010). "A Frail King Tut Died From Malaria, Broken Leg". USA Today. Associated Press.
- Schulman, Alan R. (1982). "The Nubian War of Akhenaten". L'Égyptologie en 1979: Axes prioritaires de recherches. Colloques internationaux du Centre national de la recherche scientifique. 2. Paris: Editions du Centre national de la recherche scientifique. hlm. 299–316. ISBN 978-2222029298.
- Sethe, Kurt, ed. (1906–1909). Urkunden der 18. Dynastie [Documents of the 18th Dynasty] (PDF). Urkunden des Ägyptischen Altertums (dalam bahasa Jerman). 4. Leipzig, Germany: J.C. Hinrichs'sche Buchhandlung. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal June 6, 2020. Diakses tanggal June 12, 2020.
- Shaw, Ian, ed. (2003) [2000]. The Oxford History of Ancient Egypt (edisi ke-New). Oxford; New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-280458-7.
- Shaw, Ian (2004). Ancient Egypt: A Very Short Introduction (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-157840-3.
- Shupak, Nili (1995). "The Monotheism of Moses and the Monotheism of Akhenaten". The Bible as a Meeting Point of Cultures through the Ages. Sevivoth. hlm. 18–27.
- Silverman, David P.; Wegner, Josef W.; Wegner, Jennifer Houser (2006). Akhenaten and Tutankhamun: Revolution and Restoration (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1st). Philadelphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Museum of Archeology and Anthropology. ISBN 978-1931707909.
- Smith, Elliot, ed. (1923). Tutankhamen and the discovery of his tomb by the late Earl of Canarvon and Mr Howard Carter. London: Routledge.
- Sooke, Alastair (January 9, 2014). "Akhenaten: mad, bad, or brilliant?". The Daily Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 11, 2022. Diakses tanggal May 10, 2020.
- Sooke, Alastair (February 4, 2016). "How ancient Egypt shaped our idea of beauty". Culture. British Broadcasting Corporation. Diakses tanggal May 25, 2020.
- Spence, Kate (February 17, 2011). "Akhenaten and the Amarna Period". BBC.co.uk. BBC. Diakses tanggal May 10, 2020.
- Stent, Gunther Siegmund (2002). Paradoxes of Free Will. Transactions of the American Philosophical Society. 92. Philadelphia, Pennsylvania: American Philosophical Society. ISBN 0-87169-926-5. OCLC 50773277.
- Strachey, James (1939). "Preliminary Notes Upon the Problem of Akhenaten". International Journal of Psycho-Analysis. 20: 33–42. ISSN 0020-7578. Diakses tanggal June 12, 2020.
- Strouhal, Eugen (2010). "Biological age of skeletonized mummy from Tomb KV 55 at Thebes". Anthropologie. Brno, Czech Republic: Moravian Museum. 48 (2): 97–112. JSTOR 26292898 .
- Takács, Sarolta Anna; Cline, Eric H., ed. (2015) [2007]. "Akhenaten (also Akhenaton) (r. ca. 1353–1335 B.C.E.)". The Ancient World. 1–5. London; New York: Routledge. ISBN 978-0-7656-8082-2. LCCN 2006101384.
- Trigger, Bruce Graham; Kemp, Barry; O'Connor, David Bourke; Lloyd, Alan Brian (2001) [1983]. Ancient Egypt, A Social History. Cambridge; New York: Cambridge University Press. ISBN 0521284279. LCCN 82-22196.
- Tyldesley, Joyce Ann (1998). Nefertiti: Egypt's Sun Queen. London: Viking. ISBN 978-0670869985. OCLC 1153684328.
- Tyldesley, Joyce A. (2005). Egypt: How a Lost Civilisation was Rediscovered. Berkeley, California: University of California Press. ISBN 978-0520250208.
- Tyldesley, Joyce A. (2006). Chronicle of the Queens of Egypt: From Early Dynastic Times to the Death of Cleopatra. New York: Thames & Hudson. ISBN 0-500-05145-3. OCLC 61189103.
- Wilkinson, Richard H. (2003). The Complete Gods and Goddesses of Ancient Egypt. London: Thames & Hudson. ISBN 0-500-05120-8.
- Zaki, Mey (2008). The Legacy of Tutankhamun: Art and History. Photographs by Farid Atiya. Giza, Egypt: Farid Atiya Press. ISBN 978-977-17-4930-1.
Pranala luar
Cari tahu mengenai Akhenaten pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Entri basisdata #Q81794 di Wikidata |
- "Finally a site on Akhenaten - forum and information" Diarsipkan 2019-04-02 di Wayback Machine.
- Akhenaten and the Hymn to the Aten Diarsipkan 2004-06-11 di Wayback Machine.
- "The City of Akhetaten
- A more detailed profile of Akhenaten
- A profile discussing his familial relations
- The Great Hymn to the Aten
- A Re-examination of the Long Coregency from the Tomb of Kheruef by Peter Dorman Diarsipkan 2007-01-25 di Wayback Machine.
- The Bible - Book of the Pharaohs Diarsipkan 2007-01-27 di Wayback Machine.
- "Moses and Akhenaten: The Secret History of Egypt at the Time of the Exodus" Diarsipkan 2007-02-18 di Wayback Machine.