Lompat ke isi

Moksa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Arindashifa (bicara | kontrib)
k Penambahan informasi
Arindashifa (bicara | kontrib)
k Penambahan informasi
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 45: Baris 45:
== Budha ==
== Budha ==
Dalam agama Budha, istilah "moksa" itu tidak umum, tetapi sama dengan istilah ''vimutti,'' "melepas". Dalam sutta disebutkan dua bentuk pelepasan, yaitu ''ceto-vimutti'', “pembebasan pikiran,” dan ''panna-vimutti'', “pembebasan melalui kebijaksanaan” (pandangan terang). ''Ceto-vimutti'' terkait dengan praktik dhyana, sementara ''panna-vimutti'' terikat dengan pengembangan pengetahuan. Menurut Gombrich, pembedaannya mungkin merupakan perkembangan selanjutnya, yang mengakibatkan perubahan doktrin, mengenai praktik ''dhyana'' tidak cukup untuk pembebasan akhir.
Dalam agama Budha, istilah "moksa" itu tidak umum, tetapi sama dengan istilah ''vimutti,'' "melepas". Dalam sutta disebutkan dua bentuk pelepasan, yaitu ''ceto-vimutti'', “pembebasan pikiran,” dan ''panna-vimutti'', “pembebasan melalui kebijaksanaan” (pandangan terang). ''Ceto-vimutti'' terkait dengan praktik dhyana, sementara ''panna-vimutti'' terikat dengan pengembangan pengetahuan. Menurut Gombrich, pembedaannya mungkin merupakan perkembangan selanjutnya, yang mengakibatkan perubahan doktrin, mengenai praktik ''dhyana'' tidak cukup untuk pembebasan akhir.

Dengan pelepasan datanglah Nirwana (Pali: Nibbana), "meniup", "memadamkan", atau "mematikan" api nafsu dan pandangan diri. Ini adalah "keadaan abadi" di mana tidak ada lagi yang sengsara.

Nirwana mengakhiri putaran [[Dukkha]] dan reinkarnasi di enam alam Saṃsāra (Buddhisme). Ini adalah bagian dari doktrin [[Empat Kebenaran Mulia]] agama Budha, yang memainkan peran penting dalam Buddhisme Theravada.


== Jainisme ==
== Jainisme ==

Revisi per 10 September 2023 08.36

Moksa (Sanskerta: mokṣa) juga disebut vimoksha, vimukti, dan mukti adalah sebuah konsep agama Hindu, Budha, Jainisme, dan Sikhisme untuk segala bentuk emansipasi, pencerahan, kebebasan, dan pelepasan. Dalam pengertian soteriologi dan eskatologi, ini merujuk pada kebebasan dari saṃsāra, putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan. Dalam pengertian epistemologi dan psikologi, moksa adalah kebebasan dari penolakan: realisasi diri, aktualisasi diri, dan pengetahuan diri.

Dalam tradisi Hindu, moksa merupakan sebuah konsep pusat dan tujuan utama hidup manusia yang sepenuhnya; tiga tujuan lainnya yaitu dharma (kehidupan yang berbudi luhur, pantas, dan bermoral), arta (kemakmuran materi, keamanan pendapatan, sarana hidup), dan kama (kesenangan, sensualitas, kepuasan emosional). Secara bersamaan, empat konsep ini disebut sebagai Caturpurusarta dalam agama Hindu.

Di beberapa mazhab agama India, moksa dianggap sama dengan dan digunakan secara bergantian dengan istilah-istilah lain, seperti vimoksha, vimukti, kaivalya, apavarga, mukti, nihsreyasa and nirwana. Bagaimanapun, istilah-istilah seperti moksa dan nirwana berbeda dan berarti keadaan yang berbeda antara berbagai aliran Hindu, Budha, dan Jainisme. Istilah nirwana lebih umum di agama Budha, sementara moksa lebih lazim di agama Hindu.

Etimologi

Moksa diturunkan dari akarnya, muc, yang berarti membebaskan, membiarkan, melepas, dan memerdekakan.

Pengertian dan Makna

Pengertian dan makna moksa bervariasi antara berbagai aliran agama India. Moksa berarti kebebasan, pembebasan; dari apa dan bagaimana perbedaan mazhab tersebut. Moksa juga merupakan sebuah konsep yang berarti kemerdekaan dari reinkarnasi atau samsara. Pembebasan ini dapat dicapai ketika seseorang berada di bumi (jivanmukti), atau secara eskatologis (karmamukti, videhamukti). Beberapa tradisi India menekankan pembebasan pada tindakan konkret dan etis di dunia. Pembebasan ini adalah sebuah perubahan epistemologi yang mengizinkan seseorang untuk melihat kebenaran dan realita di balik kabut penolakan.

Moksa didefinisikan tidak hanya sebagai ketidakhadiran penderitaan dan pelepasan dari ikatan saṃsāra. Beberapa mazhab Hindu juga menjelaskan konsepnya sebagai kehadiran keadaan paripurna-brahmanubhava (pengalaman kesatuan dengan Brahman, Diri Yang Maha Esa), keadaan pengetahuan, kedamaian dan kebahagiaan. Sebagai contoh, Vivekachudamani – sebuah buku kuno moksa, menjelaskan salah satu banyak langkah meditasi menuju moksa sebagai:

जाति नीति कुल गोत्र दूरगं
नाम रूप गुण दोष वर्जितम्।
देश काल विषया तिवर्ति यद्
ब्रह्म तत्त्वमसि भाव यात्मनि॥ २५४ ॥

Melampaui kasta, keyakinan, keluarga, atau garis keturunan,
Yang tanpa nama dan bentuk, melampaui kelebihan dan kekurangan,
Yang melampaui ruang, waktu, dan obyek-obyek indra,
Anda adalah Dewa itu sendiri; Renungkan ini dalam diri Anda. ||Ayat 254||

— Vivekachudamani, 8th Century CE[1]

Pencapaian

Dalam Hinduisme, atma-jnana (kesadaran akan "sang diri") adalah kunci untuk meraih moksa. Umat Hindu boleh melakukan suatu bentuk (atau lebih) dari beberapa macam Yoga - Bhakti, Karma, Jnana, Raja - dengan menyadari bahwa Tuhan bersifat tak terbatas dan mampu hadir dalam berbagai wujud, baik bersifat personal maupun impersonal.

Diyakini bahwa ada empat Yoga (pengendalian) atau marga (jalan) untuk mencapai moksa. Hal ini meliputi: berbakti demi Yang Mahakuasa (Karma Yoga), memahami Yang Mahakuasa (Jnana Yoga), bermeditasi kepada Yang Mahakuasa (Raja Yoga), dan melayani Yang Mahakuasa dengan bakti yang tulus (Bhakti Yoga). Tradisi Hinduisme yang berbeda-beda memiliki kecenderungan antara jalan yang satu dengan yang lainnya, beberapa yang terkenal di antaranya adalah tradisi Tantra dan Yoga yang berkembang dalam Hinduisme.

Pendekatan oleh tradisi Wedanta terbagi menjadi non-dualitas (adwaita), non-dualitas dengan kualifikasi (misalnya wisistadwaita), dan dualitas (dwaita). Cara mencapai moksa yang dianjurkan oleh tiga tradisi tersebut bervariasi.

  1. Adwaita Wedanta menekankan Jnana Yoga sebagai cara utama untuk mencapai moksa. Tradisi ini fokus kepada pengetahuan tentang Brahman yang disediakan oleh literatur tradisional Wedanta dan ajaran pendirinya, Adi Shankara.[2] Melalui pemilahan antara hal yang nyata dan yang tak nyata, sadhaka (praktisi spiritual) akan mampu melepaskan diri dari jerat ilusi dan menyadari bahwa dunia yang teramati sesungguhnya merupakan dunia ilusi, fana, dan maya, dan "kesadaran" tersebut merupakan satu-satunya hal yang nyata. Pemahaman tersebut merupakan moksa, saat atman (percikan Tuhan dalam diri) dan Brahman (esensi alam semesta) saling memahami sebagai substansi dan kehampaan akan dualitas eksistensial.
  2. Tradisi non-dualis memandang Tuhan sebagai objek kasih sayang yang paling patut disembah, misalnya personifikasi konsep monoteistik akan Siwa atau Wisnu. Tidak seperti tradisi agama Abrahamik, Adwaita/Hinduisme tidak melarang aspek Tuhan yang berbeda-beda, seperti berbagai sinar yang berasal dari sumber cahaya yang sama.

Seseorang harus mencapai moksa dengan bimbingan seorang guru. Seorang guru atau siddha hanya membimbing namun tidak campur tangan.

Surga (svarga) diyakini sebagai tempat bagi karma sementara yang mesti dihindari oleh orang yang menginginkan moksa demi bersatu dengan Tuhan melalui Yoga.

Budha

Dalam agama Budha, istilah "moksa" itu tidak umum, tetapi sama dengan istilah vimutti, "melepas". Dalam sutta disebutkan dua bentuk pelepasan, yaitu ceto-vimutti, “pembebasan pikiran,” dan panna-vimutti, “pembebasan melalui kebijaksanaan” (pandangan terang). Ceto-vimutti terkait dengan praktik dhyana, sementara panna-vimutti terikat dengan pengembangan pengetahuan. Menurut Gombrich, pembedaannya mungkin merupakan perkembangan selanjutnya, yang mengakibatkan perubahan doktrin, mengenai praktik dhyana tidak cukup untuk pembebasan akhir.

Dengan pelepasan datanglah Nirwana (Pali: Nibbana), "meniup", "memadamkan", atau "mematikan" api nafsu dan pandangan diri. Ini adalah "keadaan abadi" di mana tidak ada lagi yang sengsara.

Nirwana mengakhiri putaran Dukkha dan reinkarnasi di enam alam Saṃsāra (Buddhisme). Ini adalah bagian dari doktrin Empat Kebenaran Mulia agama Budha, yang memainkan peran penting dalam Buddhisme Theravada.

Jainisme

Dalam aliran Jainisme, moksa dan nirwana adalah satu dan sama. Teks Jainisme terkadang menggunakan istilah Kevalya, dan menyebut jiwa yang terbebaskan sebagai Kevalin. Seperti halnya semua aliran di India, moksa adalah tujuan spiritual utama Jainisme. Ini mendefinisikan moksa sebagai pelepasan spiritual dari semua karma.

Jainisme adalah filosofi non-teistik Sramana yang percaya pada diri atau jiwa metafisik permanen yang sering disebut jiva. Jaina percaya bahwa jiwa ini adalah apa yang berpindah dari satu ke lainnya pada waktu kematian. Keadaan moksa dicapai ketika jiwa (atman) terbebas dari siklus kematian dan reinkarnasi (saṃsāra), berada di puncak, mahatahu, menetap di sana selamanya, dan dikenal sebagai siddha. Di Jainisme, ini diyakini sebagai tahap melampaui pencerahan dan kesempurnaan etika, kata Paul Dundas, karena mereka dapat melakukan aktivitas fisik dan mental seperti mengajar, tanpa menimbulkan karma yang mengarah pada reinkarnasi.

Tradisi Jaina percaya bahwa Abhavya (tidak mampu), atau golongan jiwa yang tidak pernah bisa mencapai moksa (pembebasan) itu ada. Keadaan jiwa Abhavya dimasuki setelah tindakan jahat yang disengaja dan mengejutkan, tetapi teks Jaina juga menerapkan kondisi Abhavya secara polemik kepada mereka yang termasuk dalam tradisi India kuno yang bersaing yang disebut Ājīvika. Seorang pria dianggap yang paling dekat dengan puncak moksa, dengan potensi mencapai pembebasan, khususnya melalui asketisme. Kemampuan wanita untuk mencapai moksa masih menjadi perdebatan, dan subtradisi Jainisme tidak mendukungnya. Di dalam tradisi Digambara Jainisme, wanita harus hidup secara etis dan memeroleh pahala karma untuk terlahir kembali sebagai seorang pria, karena hanya pria yang dapat mencapai pembebasan spiritual. Sebaliknya, tradisi Śvētāmbara memercayai bahwa wanita juga dapat mencapai moksa seperti pria.

Menurut Jainisme, pemurnian jiwa dan pembebasan dapat dicapai melalui jalan tiga permata: Samyak darśana (Pandangan Benar), artinya keyakinan, penerimaan kebenaran jiwa (jīva); Samyak jnana (Pengetahuan yang Benar), artinya pengetahuan yang tidak diragukan lagi tentang tattva; dan Samyak charitra (Perilaku Benar), artinya perilaku yang sesuai dengan Lima Sumpah. Teks Jaina kadang-kadang menambahkan samyak tap (Pertapaan yang Benar) sebagai permata keempat, menekankan keyakinan pada praktik pertapaan sebagai sarana menuju pembebasan (moksa). Keempat permata tersebut disebut moksa marg. Menurut teks Jaina, jiwa murni yang terbebaskan (Siddha) menuju ke atas

Sikhisme

Konsep Sikh mukti (Gurmukhi: ਮੁਕਤੀ) serupa dengan aliran India lainnya dan merujuk kepada pembebasan spiritual. Dijelaskan dalam Sikhisme sebagai keadaan yang memutus siklus reinkarnasi. Mukti diperoleh berdasarkan Sikhisme, kata Singha, melalui "rahmat Tuhan". Menurut Guru Granth Sahib, pengabdian kepada Tuhan dipandang lebih penting daripada keinginan untuk Mukti.

Saya tidak menginginkan kekuatan duniawi maupun kebebasan.
Aku tidak menginginkan apa pun selain melihat Tuhan.
Brahma, Shiva, the Siddhas, orang bijak yang diam dan Indra
Aku hanya mencari Visi Terberkahi dari Tuhanku dan Darshan Guruku.
Aku datang, tanpa daya, ke PintuMu, ya Tuhan Yang Maha Esa;
Saya kelelahan – saya mencari Tempat Suci Para Suci.
Ucap Nanak, Aku telah bertemu dengan Tuhanku yang Memikat; pikiranku menjadi sejuk dan tenteram –
pikiranku berkembang dalam kegembiraan.

Sikhisme merekomendasikan Naam Simran sebagai jalan menuju Mukti, yang berarti meditasi dan mengulang Naam (nama-nama Dewa).

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Many verses from Vivekachudamani expound on “Tat tvam asi” phrase such as the verse above. For other verses, and translation, see:
  2. ^ Anantanand Rambachan, The limits of scripture: Vivekananda's reinterpretation of the Vedas. University of Hawaii Press, 1994, pages 125, 124: [1].
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama hssingha54
  4. ^ Guru Granth Sahib P534, 2.3.29