Lompat ke isi

Pinang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zulfan Amanu (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
KamikazeBot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: ar, az, bn, ca, cs, de, en, eo, es, et, fi, fr, hsb, ht, hu, it, ja, lt, ml, ms, my, nl, pl, pt, ru, sk, su, sv, sw, th, tl, vi, zh, zh-min-nan, zh-yue
Baris 60: Baris 60:
{{cquote|Bagai pinang dibelah dua}}
{{cquote|Bagai pinang dibelah dua}}
Yakni perumpamaan yang sering digunakan untuk menunjukkan rupa atau perilaku yang mirip.
Yakni perumpamaan yang sering digunakan untuk menunjukkan rupa atau perilaku yang mirip.

[[ar:الحضض الهندي]]
[[az:Katexu palması]]
[[bn:সুপারি]]
[[ca:Palmera d'areca]]
[[cs:Palma areková]]
[[de:Betelnusspalme]]
[[en:Areca catechu]]
[[eo:Kateĉuareko]]
[[es:Areca catechu]]
[[et:Beetli-areekapalm]]
[[fi:Arekapalmu]]
[[fr:Palmier à bétel]]
[[hsb:Wšědna betelpalma]]
[[ht:Nwa betèl]]
[[hu:Bételpálma]]
[[it:Areca catechu]]
[[ja:ビンロウ]]
[[lt:Katekinė areka]]
[[ml:കവുങ്ങ്]]
[[ms:Pokok pinang]]
[[my:ကွမ်းသီးပင်]]
[[nl:Betelpalm]]
[[pl:Areka katechu]]
[[pt:Areca catechu]]
[[ru:Бетелевая пальма]]
[[sk:Areka betelová]]
[[su:Jambé]]
[[sv:Betelpalm]]
[[sw:Mpopoo]]
[[th:หมากสง]]
[[tl:Luyos]]
[[vi:Cau]]
[[zh:檳榔]]
[[zh-min-nan:Pin-nn̂g]]
[[zh-yue:檳榔]]

Revisi per 25 April 2011 18.32

Pinang
Lukisan dari Koehler
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. catechu
Nama binomial
Areca catechu

Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang. Pelbagai nama daerah di antaranya adalah pineung (Aceh), pining (Batak Toba), penang (Md.), jambe (Sd., Jw.), bua, ua, wua, pua, fua, hua (aneka bahasa di Nusa Tenggara dan Maluku) dan berbagai sebutan lainnya.[1]

Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Betel palm atau Betel nut tree, dan nama ilmiahnya adalah Areca catechu.

Deskripsi

Pohon pinang. Benggala barat, India

Batang lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter lk 15 cm, meski ada pula yang lebih besar. Tajuk tidak rimbun.

Pelepah daun berbentuk tabung dengan panjang 80 cm, tangkai daun pendek; helaian daun panjangnya sampai 80 cm, anak daun 85 x 5 cm, dengan ujung sobek dan bergerigi.

Tongkol bunga dengan seludang (spatha) yang panjang dan mudah rontok, muncul dibawah daun, panjang lebih kurang 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap, sumbu ujung sampai panjang 35 cm, dengan 1 bunga betina pada pangkal, di atasnya dengan banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur. Bunga jantan panjang 4 mm, putih kuning; benang sari 6. Bunga betina panjang lebih kurang 1,5 cm, hijau; bakal buah beruang 1.

Buah buni bulat telur terbalik memanjang, merah oranye, panjang 3,5 - 7 cm, dengan dinding buah yang berserabut. Biji 1 berbentuk telur, dan memiliki gambaran seperti jala.[2]

Di Jawa, pinang tumbuh hingga ketinggian 1.400 m dpl.

Kegunaan

Buah pinang yang masak

Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya, yang di dunia Barat dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur.

Biji pinang mengandung alkaloida seperti misalnya arekaina (arecaine) dan arekolina (arecoline), yang sedikit banyak bersifat racun dan adiktif, dapat merangsang otak. Sediaan simplisia biji pinang di apotek biasa digunakan untuk mengobati cacingan, terutama untuk mengatasi cacing pita. [3] Sementara itu, beberapa macam pinang bijinya menimbulkan rasa pening apabila dikunyah. Zat lain yang dikandung buah ini antara lain arecaidine, arecolidine, guracine (guacine), guvacoline dan beberapa unsur lainnya.

Secara tradisional, biji pinang digunakan dalam ramuan untuk mengobati sakit disentri, diare berdarah, dan kudisan. Biji ini juga dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna merah dan bahan penyamak.[1]

Perkebunan pinang di Taiwan

Akar pinang jenis pinang itam, di masa lalu digunakan sebagai bahan peracun untuk menyingkirkan musuh atau orang yang tidak disukai. Pelepah daun yang seperti tabung (dikenal sebagai upih) digunakan sebagai pembungkus kue-kue dan makanan. Umbutnya dimakan sebagai lalapan atau dibikin acar.

Batangnya kerap diperjual belikan, terutama di kota-kota besar di Jawa menjelang perayaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, sebagai sarana untuk lomba panjat pinang. Meski kurang begitu awet, kayu pinang yang tua juga dimanfaatkan untuk bahan perkakas atau pagar. Batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk membuat talang atau saluran air.

Pinang juga kerap ditanam, di luar maupun di dalam ruangan, sebagai pohon hias atau ornamental.

Perdagangan

Buah pinang yang masih muda di pohonnya

Saat ini biji pinang sudah menjadi komoditi perdagangan. Ekspor dari Indonesia diarahkan ke negara-negara Asia selatan seperti India, Pakistan, Bangladesh, atau Nepal. Negara-negara pengekspor pinang utama adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.

Biji pinang yang diperdagangkan terutama adalah yang telah dikeringkan, dalam keadaan utuh (bulat) atau dibelah. Di negara-negara importir tersebut biji pinang diolah menjadi semacam permen sebagai makanan kecil.

Budaya

Pohon pinang (tengah) di Setra Gandamayit, tempat bersemayam Batari Durga (membawa pedang). Relief Candi Sukuh dari abad ke-15.

Pinang sudah sangat lama menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara. Relief pada Candi Borobudur dan Candi Sukuh, keduanya berselisih sekitar delapan abad, menampilkan pohon pinang secara jelas. Di Bandar Udara Sentani, ada tanda larangan memakan buah pinang di bandara karena membuat masalah, yaitu bercak-bercak merah . [1]

Pinang juga menjadi bahan pepatah, yaitu:

Bagai pinang dibelah dua

Yakni perumpamaan yang sering digunakan untuk menunjukkan rupa atau perilaku yang mirip.

  1. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 460-465.
  2. ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 141.
  3. ^ Sutrisno, R.B. 1974. Ihtisar Farmakognosi, edisi IV. Pharmascience Pacific, Jakarta. Hal. 155.