Lompat ke isi

Kabupaten Rembang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan terakhir (oleh 180.254.5.197) dan mengembalikan revisi 4980518 oleh Wagino 20100516
Baris 26: Baris 26:
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, [[Raden Ajeng Kartini|R. A. Kartini]], terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora.
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, [[Raden Ajeng Kartini|R. A. Kartini]], terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora.


Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang
== Sejarah Rembang ==
Pada mulanya asal nama Kabupaten Rembang sebagai kota atau wilayah masih belum dapat dibuktikan dengan tepat, hal ini disebabkan karena sumber - sumber atau bukti - bukti tertulis yang menceritakan tentang Rembang atau aktifitas kotanya belum ditemukan. Salah satu sumber yang berasal dari penuturan cerita secara turun menurun dan ditulis oleh Mbah Guru disebut bahwa nama Rembang berasal dari Ngrembang yang berarti membabat tebu . Dari kata Ngrembang inilah dijadikan nama kota Rembang hingga saat ini.

Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang pada masa Kolonial Belanda berkaitan erat sebagai akibat dari perang Pacinan. Terjadinya perang Pacinan pada waktu itu akibat dari peraturan dan tindakan sewenang-wenang dari orang Belanda (VOC) di Batavia pada tahun 1741 yang kemudian meluas hampir keseluruh Jawa termasuk Jawa Tengah.

Pada tahun 1741 pertempuran meletus di Rembang di bawah pimpinan Pajang. Pada waktu itu kota Rembang dikepung selama satu bulan dan Garnisun kompeni yang ada di kota Rembang tidak mampu menghadapi pemberontak . Rakyat Rembang dibawah pemerintahan Anggajaya dengan semboyan perang suci dengan perlawanan luar biasa akhirnya dapat menghancurkan Garnisun Kompeni.

Sehingga pada tanggal 27 Juli 1741 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Rembang. Dengan Suryo Sengkala "SUDIRO AKARYO KASWARENG JAGAD" yang artinya : Keberanian Membuat Termasyur di Dunia.

Pada masa kerajaan Majapahit, Rembang sebagai kota ataupun wilayah yang sudah berpemerintahan sendiri ataupun menjadi bagian dari suatu negara bagian kerjaan Majapahit masih belum bisa dibuktikan dengan jelas dan tepat.

Hal ini disebabkan sumber-sumber atau bukti-bukti tertulis yang meceritakan Rembang dalam kativitas kota mataupun pemerintahan daerah tidak banyak disebutkan. Berdasarkan sumber tertulis masa Majapahit, nama Rembang memang telah disebutkan didalam kitab negara kertagama ada pupuh XXI.

Meskipun demikian, kota di pantai utara jawa dari beberapa sumber baik dari dalam maupun luar telah disebutkan eksistensinya. Antonio Pigafetta, seorang elaut dari Iatalia, yang pernah mengadakan perjalanan ke beberaa temat di Indonesia, dalam cacatan perjalananya pada tanggal 26 januari sampai 11 pebruari telah menyebutkan beberapa nama kota di wilayah itu. Diketahui bahwa kota-kota penting yang terdaat dalam ilmu bumi, yaitu Majaahit, Mentraman, Jepara, Sedayu, Gresik, Surabaya dan Bali.
Pada masa Pendudukan Jepang, pihak penguasa melakukan perubahan dalam tata pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.27 tahun 1942. Berdasarkan Undang-Undang itu kecuali wilayah “Vorstenlanden” (wilayah bekas kerajaan Surakarta dan Yogyajarta) seluruh Jawa dibagi menjadi : Syuu (karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik) dan Ko (Kelurahan).
Pada dasarnya pembagian itu hanya merupakan pergantian nama dari tata pemerintahan (pembagian wilayah) di Jawa yang sudah ada pada masa sebelumnya. Perubahan yang menonjol adalah dihapuskannya pemerintahan tingkat propinsi, dan perubahan nama Karesidenan Jepara-Rembang menjadi Syuu Pati.
(Sumber: Buku “Menggali Warisan Sejarah Kab. Rembang” Kerjasama Kantor Departemen Pariwisata dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Undip Semarang Tahun 2003)

Rembang Zaman Majapahit

Pada masa Kerajaan Majapahit, Rembang berada dibawah kekuasaan Lasem. Tome Pires memberitahukan pula bahwa Rembang memiliki galangan kapal, tempat pembuatan kapal-kapal dagang Demak. Akan tetapi aktivitas di daerah maupun Pelabuhan Rembang pada masa Majapahit, berdasarkan sumber-sunber sejarah baik sumber tradisional maupun sumber asing, tidak banyak yang dapat diceritakan.
Pada masa Kerajaan Mataram dibawah Panembahan Senopati, nama daerah Rembang tidak terdengar, baik ketika masa damai maupun masa penaklukan-penaklukan Senopati terhadap daerah-daerah Pesisir Utara Jawa. Sampai dengan wafatnya Senopati pada Tahun 1600. Apabila saat itu Rembang termasuk wilayah kekuasaan Lasem, maka pada masa Senopati, Rembang belum dikuasai oleh Mataram, karena Lasem baru dapat ditaklukkan Mataram dibawah Sultan Agung pada Tahun 1616.

Rembang Zaman Kerajaan Islam

Pada jaman Kerajaan Demak dan kemudian jaman pajang, daerah Lasem tampaknya secara bergantian berada dibawah kekuasaan dua kerajaan tersebut, atau paling tidak mengakui rajanya sebagai yang tertinggi diantara mereka. Hal itu dapat diketahui misalnya, ketika Raja Pajang dilantik sebagai Sultan pada tahun 1581, yaitu Jakatingkir atau Sultan Hadiwijaya, dihadiri oleh raja-raja Sedayu,Tuban, Pati, Lasem,dan raja-raja pantai Jawa Timur lainnya.43 Menurut De Graaf hal ini sebagai bukti bahwa kedudukan Sultan Pajang dianggap sebagai Maharaja oleh raja-raja atau penguasa-penguasa kota-kota pelabuhan Pesisiran Timur. Walaupun mereka bukan merupakan vasal dari Pajang, paling tidak mereka mengakui Sultan Pajang sebagai Raja Islam dan Sultan dari para raja-raja atau penguasa kota-kota pelabuhan di Pasisiran Timur. Dalam hal ini saling hubungan mereka adalah bersifat bersahabat.
Ekspansi terakhir Senopati untuk menguasai kota-kota pantai adalah ke Tuban pada tahun 1598-1599, menurut De Graaf tidak berhasil berdasarkan kesaksian orang Belamda pada waktu itu ternyata belum dikuasai Mataram. Sebaliknya kota Pelabuhan Jepara berhasil dikuasai Mataram pada tahun 1521 A.J. seperti tertulis dalam Babad Sengkala”bedhahe kalinyamat”.
Menurut De Graaf sama dengan tahun 1599 A.D.y ternyata cocok dengan catatan orang-orang Eropa. Setahun kemudian yaitu tahun 1600, daerah Pati yang penguasanya adik ipar Senopati, menentang Mataram dan berhasil ditaklukkan dengan demikian sampai wafatnya Senopati pada tahun 1601,Mataram telah meluaskan kekuasaannya di pedalaman Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur, namun hanya sebgian saja kerajaan-kerajaan pantai yang berhasil dikuasainya, yaitu Demak, Jepara, dan Pati. Pada masa ini tidak terdengar kata Rembang. Apabila Rembang termasuk wilayah kekuasaan Lasem, dan Lasem sendiri merupakan bagian dari wilayah kerajaan Tuban, maka pada masa senopati, Rembang belum dikuasai oleh Mataram.
Zaman Mataram Kartosuro

Sementara pada zaman Mataram Kartosuro, daerah Rembang termasuk wilayah Pesisir Timur bersama daerah-daerah Jepara, Kudus, Cengkal, Pati, Juana, Panjangkungan, Lamongan, Gresik, Surabaya, Pasuruhan, Bangil, Banyuwangi dan Blambangan, dan Madura.
Pada masa pemerintahan Daendeles (1808-1811) ditemukan sumber yang menyebutkan bahwa Perfectur (semacam karesidenan) Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Juana, Rembang, Lasem dan Tuban. Namun demikian pada masa Kultur Stelsel, berbagai sumber colonial khususnya Kultuurverslagen menyebutkan bahwa Lasem hanya merupakan daerah yang merupakan bagian dan termasuk wilayah Kabupaten Rembang.
Pada waktu itu daerah Lasem dikepalai oleh seorang Demang. Dengan melihat siapa yang menjadi kepala daerah di Lasem yaitu Demang, maka menurut system pemerintahan pribumi (Inlandsche bestuur) yang berlaku pada waktu itu, Lasem hanyalah merupakan order distrik atau setingkat dengan kecamatan pada saat ini. Walaupun hanya berstatus sebagai order distrik (kecamatan masa kini) Lasem mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi bagi Kabupaten Rembang. Bahkan pada jaman Mataram Islam, Lasem sudah mempunyai fungsi penting bagi perdagangan dan hubungan luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Sungai Lasem yang bagian muaranya merupakan pelabuhan dagang.
Pada jaman colonial Belanda sungai Lasem pernah diperdalam sehingga bisa dilewati perahu berukuran 2,5 pal (1pai = 300 ton) dari kota Lasem sampai ke laut. Di sisi timur dekat muara sungai Lasem terdapat perusahaan galangan kapal milik seorang Belanda yang bernama Browne.
Rembang Zaman Kolonial

Rembang, baik sebagai nama suatu kota, kabupaten, maupun karisidenan, sudah dikenal sejak masa lampau. Pada masa klasik, pengungkapan sejarah Rembang tidak bisa dilepaskan dengan nama Lasem, karena pada saat itu, wilayah Rembang pernah menjadi bagian dari wilayah Lasem.
Pada masa Kolonial Hindia Belanda, Rembang selain menjadi nama Karesidenan juga menjadi nama Kabupaten dan Lasem menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Rembang.
Pada masa Klasik atau masa Kerajaan Majapahit, aktivitas Rembang tidak terlalu banyak yang bisa diceritakan karena terbatasnya sumber-sumber yang bisa menjelaskan. Namun pada masa Mataram dan prokolonial, wilayah ini mulai banyak diceritakan secara relative lengkap. Dari beberapa bukti sejarah yang ada, Rembang pada masa ini sangat dikenal sebagai kota pelabuhan dengan aktivitas baharinya. Namun sayangnya pada masa akhir kolonial kebesaran Rembang sebagai daerah bahari mulai menurun.
Rembang Zaman Tanam Paksa

Pada masa Kultur Stelsel atau Tanam Paksa (1830-1970), Karesidenan Rembang termasuk bagian dari wilayah Jawa Timur. Dengan demikian disamping sebagai ibukota kabupaten, Rembang juga merupakan ibukota karesidenan, bahkan juga merupakan ibukota kedistrikan yaitu Distrik Rembang.
Di Rembang menjadi tempat kedudukan Residen, Bupati dan kepala Distrik Rembang. Dengan demikian disamping sebagai kota perdagangan Rembang juga merupakan kota pusat pemerintahan sampai tingkat karesidenan. Oleh karena itu bisa diperkirakan bahwa Rembang pada waktu itu merupakan satu kota yang ramai di Jawa Tengah.
Sebagai Karesidenan, Rembang disebelah timur berbatasan dengan Karesidenan Surabaya, di sebelah barat dengan Karesidenan Jepara dan Kabupaten Grobogan, Di sebelah selatan dengan Karesidenan Madiun dan Kediri, sedangakan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Mengenai pembagian wilayah pada waktu itu karesidenan Rembang terdiridari 4 kabupaten yaitu: Kabupaten Rembang, Blora, Tuban, Bojonegoro. Sedangkan untuk Kabupaten Rembang sendiri terdiri dari tujuh wilayah kedistrikan yaitu : Rembang, Waru, Binangun, Kragan, Sulang, Pamotan, dam Sedan. Luasnya meliputi 1.032 km2 yang merupakan sepertujuh dari bagian luas wilayah karesidenan Rembang. Kabupaten tersebut (Rembang), disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tuban, sebelah selatan kabupaten Blora, dan disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Karesidenan Jepara.
Pada Tahun 1905, yaitu tahun diberlakukannya Decentralisatie Besluit, karesidenan atau Gewest Rembang seperti halnya daerah-daerah lainnya yang setingkat memperoleh hak-hak otonom, yang berarti wilayah Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro menjadi daerah otonom penuh. Untuk itu maka dibentuklah Dewan Daerah (Gewestelijke Raad) untuk wilayah Rembang.
Perubahan terjadi lagi dengan diberlakukannya Provincie Ordonantie (Undang-Undang Propinsi) pada tanggal 1 April 1925. Berdasarkan Provincie Ordonantie tersebut, maka khusus untuk Jawa Tengah berdasarkan Ordonantie 1929, secara resmi menjadi salah satu provinsi di Indonesia (Hindia Belanda pada waktu itu).
Sebagai wilayah propinsi, Jawa Tengah merupakan daerah otonom dengan hak-hak otonomi tertentu disamping juga memiliki Dewan Propinsi (Provinciale Raad). Berdasarkan Ordonansi itu pula Propinsi Jawa Tengah dibagi menjadi karesidenan yang salah satu diantaranya adalah Karesidenan Rembang-Jepara, yang terdiri dari Kabupaten Jepara, Rembang, Pati, Blora dan Kudus. Kabupaten Bojonegoro dan Tuban yang sebelumnya merupakan 2 kabupaten di Karesidenan Rembang sejak saat itu menjadi bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur.
Zaman Pendudukan Jepang

Pada masa Pendudukan Jepang, pihak penguasa melakukan perubahan dalam tata pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.27 tahun 1942. Berdasarkan Undang-Undang itu kecuali wilayah “Vorstenlanden” (wilayah bekas kerajaan Surakarta dan Yogyajarta) seluruh Jawa dibagi menjadi : Syuu (karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik) dan Ko (Kelurahan).
Pada dasarnya pembagian itu hanya merupakan pergantian nama dari tata pemerintahan (pembagian wilayah) di Jawa yang sudah ada pada masa sebelumnya. Perubahan yang menonjol adalah dihapuskannya pemerintahan tingkat propinsi, dan perubahan nama Karesidenan Jepara-Rembang menjadi Syuu Pati.
Rembang Zaman Sekarang

Pada masa sekarang ini, Rembang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa memiliki luas kurang lebih 968,02 km2. Pada tahun 1980-an wilayah ini berpenduduk kira-kira 442.594 jiwa.Disebelah selatan Kabupaten Rembang berbatasan dengan Kabupaten Blora, di sebelah barat dengan Pati, dandi sebelah tinur dengan Tuban (di propinsi Jawa Timur) dan Laut Jawa di sebelah utara.
Secara fisiografi, wilayah Kabupaten Rembang meliputi jajaran Pegunungan Kapur Utara yang mendominasi sepertiga wilayah kabupaten. Ada juga gunung yang tidak tinggi yakni Gunung Butak (dengan ketinggian = 679 m) dan Gunung Lasem (ketinggian = 806 m), selebihnya terdiri dari dataran rendah yang melajur ke utara sampai ke pesisir Laut Jawa.
Hasil pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi manis, kacang hijau, kacang tanah, kelapa, kapok, tembakau. Sementara itu hasil perikanan laut penduduk Rembang antara lain berupa ikan kembung,tengiri, kakap, tongkol,, udang, dan lain-lain. Untuk hasil perikanan darat terdiri dari banding, mujahir, udang tambak. Ibu kota Kabupaten Rembang terletak di pesisir Laut Jawa di hubungkan dengan kota-kota di sekitarnya.
Adapun daerah Lasem, yang sekarang menjadi salah satu kecamatan dari Kabupaten Rembang, terletak di koordinat 6o 42’ Lintang Selatan dan 111o 25’ Bujur Timur. Secara geografis daerah Lasem dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1) daerah pantai yang berpusat di Caruban dan Bonang Binangun; 2) daerah dataran rendah terdapat di sekitar kota Lasem yang dialiri Sungai Lasem; 3) daerah pegunungan Lasem dengan puncak-puncaknya Gunung Ngeblek, Gunung Ijo, Gunung Setro, dan sebagainya. Iklim daerah pantai ini terdiri dari musim kemarau yang jatuh mulai bulan Juni sampai Oktober, musim Pancaroba mulai bulan November hingga Desember dan bulan April sampai Mei, serta musim hujan yang jatuh pada bulan Januari sampai Maret. Curah hujan relatif sedikit sekali, rata-rata kurang dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.


== Geografi ==
== Geografi ==

Revisi per 2 Desember 2011 03.45

Kabupaten Rembang
Daerah tingkat II
Motto: 
Rembang Bangkit
Peta
Peta
Kabupaten Rembang di Jawa
Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang
Peta
Kabupaten Rembang di Indonesia
Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang (Indonesia)
Koordinat: 6°43′S 111°21′E / 6.72°S 111.35°E / -6.72; 111.35
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri-
Dasar hukumUU No. 13/1950
Ibu kotaRembang
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 14
  • Kelurahan: 287/7
Pemerintahan
 • BupatiH. Moch. Salim
Luas
 • Total1.014,10 km2 (39,150 sq mi)
Populasi
 ((2003))
 • Total577.000
 • Kepadatan569/km2 (1,470/sq mi)
Demografi
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3317 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0295, 0356
Kode Kemendagri33.17 Edit nilai pada Wikidata
DAURp. 468.987.872.000,-
Situs webhttp://www.rembangkab.go.id/

Kabupaten Rembang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Rembang. Kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara, Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan, serta Kabupaten Pati di barat.

Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, R. A. Kartini, terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora.

Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang Pada mulanya asal nama Kabupaten Rembang sebagai kota atau wilayah masih belum dapat dibuktikan dengan tepat, hal ini disebabkan karena sumber - sumber atau bukti - bukti tertulis yang menceritakan tentang Rembang atau aktifitas kotanya belum ditemukan. Salah satu sumber yang berasal dari penuturan cerita secara turun menurun dan ditulis oleh Mbah Guru disebut bahwa nama Rembang berasal dari Ngrembang yang berarti membabat tebu . Dari kata Ngrembang inilah dijadikan nama kota Rembang hingga saat ini.

Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang pada masa Kolonial Belanda berkaitan erat sebagai akibat dari perang Pacinan. Terjadinya perang Pacinan pada waktu itu akibat dari peraturan dan tindakan sewenang-wenang dari orang Belanda (VOC) di Batavia pada tahun 1741 yang kemudian meluas hampir keseluruh Jawa termasuk Jawa Tengah.

Pada tahun 1741 pertempuran meletus di Rembang di bawah pimpinan Pajang. Pada waktu itu kota Rembang dikepung selama satu bulan dan Garnisun kompeni yang ada di kota Rembang tidak mampu menghadapi pemberontak . Rakyat Rembang dibawah pemerintahan Anggajaya dengan semboyan perang suci dengan perlawanan luar biasa akhirnya dapat menghancurkan Garnisun Kompeni.

Sehingga pada tanggal 27 Juli 1741 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Rembang. Dengan Suryo Sengkala "SUDIRO AKARYO KASWARENG JAGAD" yang artinya : Keberanian Membuat Termasyur di Dunia.

Pada masa kerajaan Majapahit, Rembang sebagai kota ataupun wilayah yang sudah berpemerintahan sendiri ataupun menjadi bagian dari suatu negara bagian kerjaan Majapahit masih belum bisa dibuktikan dengan jelas dan tepat.

Hal ini disebabkan sumber-sumber atau bukti-bukti tertulis yang meceritakan Rembang dalam kativitas kota mataupun pemerintahan daerah tidak banyak disebutkan. Berdasarkan sumber tertulis masa Majapahit, nama Rembang memang telah disebutkan didalam kitab negara kertagama ada pupuh XXI.

Meskipun demikian, kota di pantai utara jawa dari beberapa sumber baik dari dalam maupun luar telah disebutkan eksistensinya. Antonio Pigafetta, seorang elaut dari Iatalia, yang pernah mengadakan perjalanan ke beberaa temat di Indonesia, dalam cacatan perjalananya pada tanggal 26 januari sampai 11 pebruari telah menyebutkan beberapa nama kota di wilayah itu. Diketahui bahwa kota-kota penting yang terdaat dalam ilmu bumi, yaitu Majaahit, Mentraman, Jepara, Sedayu, Gresik, Surabaya dan Bali. Pada masa Pendudukan Jepang, pihak penguasa melakukan perubahan dalam tata pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.27 tahun 1942. Berdasarkan Undang-Undang itu kecuali wilayah “Vorstenlanden” (wilayah bekas kerajaan Surakarta dan Yogyajarta) seluruh Jawa dibagi menjadi : Syuu (karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik) dan Ko (Kelurahan). Pada dasarnya pembagian itu hanya merupakan pergantian nama dari tata pemerintahan (pembagian wilayah) di Jawa yang sudah ada pada masa sebelumnya. Perubahan yang menonjol adalah dihapuskannya pemerintahan tingkat propinsi, dan perubahan nama Karesidenan Jepara-Rembang menjadi Syuu Pati. (Sumber: Buku “Menggali Warisan Sejarah Kab. Rembang” Kerjasama Kantor Departemen Pariwisata dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Undip Semarang Tahun 2003)

Rembang Zaman Majapahit

Pada masa Kerajaan Majapahit, Rembang berada dibawah kekuasaan Lasem. Tome Pires memberitahukan pula bahwa Rembang memiliki galangan kapal, tempat pembuatan kapal-kapal dagang Demak. Akan tetapi aktivitas di daerah maupun Pelabuhan Rembang pada masa Majapahit, berdasarkan sumber-sunber sejarah baik sumber tradisional maupun sumber asing, tidak banyak yang dapat diceritakan. Pada masa Kerajaan Mataram dibawah Panembahan Senopati, nama daerah Rembang tidak terdengar, baik ketika masa damai maupun masa penaklukan-penaklukan Senopati terhadap daerah-daerah Pesisir Utara Jawa. Sampai dengan wafatnya Senopati pada Tahun 1600. Apabila saat itu Rembang termasuk wilayah kekuasaan Lasem, maka pada masa Senopati, Rembang belum dikuasai oleh Mataram, karena Lasem baru dapat ditaklukkan Mataram dibawah Sultan Agung pada Tahun 1616.

Rembang Zaman Kerajaan Islam

Pada jaman Kerajaan Demak dan kemudian jaman pajang, daerah Lasem tampaknya secara bergantian berada dibawah kekuasaan dua kerajaan tersebut, atau paling tidak mengakui rajanya sebagai yang tertinggi diantara mereka. Hal itu dapat diketahui misalnya, ketika Raja Pajang dilantik sebagai Sultan pada tahun 1581, yaitu Jakatingkir atau Sultan Hadiwijaya, dihadiri oleh raja-raja Sedayu,Tuban, Pati, Lasem,dan raja-raja pantai Jawa Timur lainnya.43 Menurut De Graaf hal ini sebagai bukti bahwa kedudukan Sultan Pajang dianggap sebagai Maharaja oleh raja-raja atau penguasa-penguasa kota-kota pelabuhan Pesisiran Timur. Walaupun mereka bukan merupakan vasal dari Pajang, paling tidak mereka mengakui Sultan Pajang sebagai Raja Islam dan Sultan dari para raja-raja atau penguasa kota-kota pelabuhan di Pasisiran Timur. Dalam hal ini saling hubungan mereka adalah bersifat bersahabat. Ekspansi terakhir Senopati untuk menguasai kota-kota pantai adalah ke Tuban pada tahun 1598-1599, menurut De Graaf tidak berhasil berdasarkan kesaksian orang Belamda pada waktu itu ternyata belum dikuasai Mataram. Sebaliknya kota Pelabuhan Jepara berhasil dikuasai Mataram pada tahun 1521 A.J. seperti tertulis dalam Babad Sengkala”bedhahe kalinyamat”. Menurut De Graaf sama dengan tahun 1599 A.D.y ternyata cocok dengan catatan orang-orang Eropa. Setahun kemudian yaitu tahun 1600, daerah Pati yang penguasanya adik ipar Senopati, menentang Mataram dan berhasil ditaklukkan dengan demikian sampai wafatnya Senopati pada tahun 1601,Mataram telah meluaskan kekuasaannya di pedalaman Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur, namun hanya sebgian saja kerajaan-kerajaan pantai yang berhasil dikuasainya, yaitu Demak, Jepara, dan Pati. Pada masa ini tidak terdengar kata Rembang. Apabila Rembang termasuk wilayah kekuasaan Lasem, dan Lasem sendiri merupakan bagian dari wilayah kerajaan Tuban, maka pada masa senopati, Rembang belum dikuasai oleh Mataram. Zaman Mataram Kartosuro

Sementara pada zaman Mataram Kartosuro, daerah Rembang termasuk wilayah Pesisir Timur bersama daerah-daerah Jepara, Kudus, Cengkal, Pati, Juana, Panjangkungan, Lamongan, Gresik, Surabaya, Pasuruhan, Bangil, Banyuwangi dan Blambangan, dan Madura. Pada masa pemerintahan Daendeles (1808-1811) ditemukan sumber yang menyebutkan bahwa Perfectur (semacam karesidenan) Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Juana, Rembang, Lasem dan Tuban. Namun demikian pada masa Kultur Stelsel, berbagai sumber colonial khususnya Kultuurverslagen menyebutkan bahwa Lasem hanya merupakan daerah yang merupakan bagian dan termasuk wilayah Kabupaten Rembang. Pada waktu itu daerah Lasem dikepalai oleh seorang Demang. Dengan melihat siapa yang menjadi kepala daerah di Lasem yaitu Demang, maka menurut system pemerintahan pribumi (Inlandsche bestuur) yang berlaku pada waktu itu, Lasem hanyalah merupakan order distrik atau setingkat dengan kecamatan pada saat ini. Walaupun hanya berstatus sebagai order distrik (kecamatan masa kini) Lasem mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi bagi Kabupaten Rembang. Bahkan pada jaman Mataram Islam, Lasem sudah mempunyai fungsi penting bagi perdagangan dan hubungan luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Sungai Lasem yang bagian muaranya merupakan pelabuhan dagang. Pada jaman colonial Belanda sungai Lasem pernah diperdalam sehingga bisa dilewati perahu berukuran 2,5 pal (1pai = 300 ton) dari kota Lasem sampai ke laut. Di sisi timur dekat muara sungai Lasem terdapat perusahaan galangan kapal milik seorang Belanda yang bernama Browne. Rembang Zaman Kolonial

Rembang, baik sebagai nama suatu kota, kabupaten, maupun karisidenan, sudah dikenal sejak masa lampau. Pada masa klasik, pengungkapan sejarah Rembang tidak bisa dilepaskan dengan nama Lasem, karena pada saat itu, wilayah Rembang pernah menjadi bagian dari wilayah Lasem. Pada masa Kolonial Hindia Belanda, Rembang selain menjadi nama Karesidenan juga menjadi nama Kabupaten dan Lasem menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Rembang. Pada masa Klasik atau masa Kerajaan Majapahit, aktivitas Rembang tidak terlalu banyak yang bisa diceritakan karena terbatasnya sumber-sumber yang bisa menjelaskan. Namun pada masa Mataram dan prokolonial, wilayah ini mulai banyak diceritakan secara relative lengkap. Dari beberapa bukti sejarah yang ada, Rembang pada masa ini sangat dikenal sebagai kota pelabuhan dengan aktivitas baharinya. Namun sayangnya pada masa akhir kolonial kebesaran Rembang sebagai daerah bahari mulai menurun. Rembang Zaman Tanam Paksa

Pada masa Kultur Stelsel atau Tanam Paksa (1830-1970), Karesidenan Rembang termasuk bagian dari wilayah Jawa Timur. Dengan demikian disamping sebagai ibukota kabupaten, Rembang juga merupakan ibukota karesidenan, bahkan juga merupakan ibukota kedistrikan yaitu Distrik Rembang. Di Rembang menjadi tempat kedudukan Residen, Bupati dan kepala Distrik Rembang. Dengan demikian disamping sebagai kota perdagangan Rembang juga merupakan kota pusat pemerintahan sampai tingkat karesidenan. Oleh karena itu bisa diperkirakan bahwa Rembang pada waktu itu merupakan satu kota yang ramai di Jawa Tengah. Sebagai Karesidenan, Rembang disebelah timur berbatasan dengan Karesidenan Surabaya, di sebelah barat dengan Karesidenan Jepara dan Kabupaten Grobogan, Di sebelah selatan dengan Karesidenan Madiun dan Kediri, sedangakan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Mengenai pembagian wilayah pada waktu itu karesidenan Rembang terdiridari 4 kabupaten yaitu: Kabupaten Rembang, Blora, Tuban, Bojonegoro. Sedangkan untuk Kabupaten Rembang sendiri terdiri dari tujuh wilayah kedistrikan yaitu : Rembang, Waru, Binangun, Kragan, Sulang, Pamotan, dam Sedan. Luasnya meliputi 1.032 km2 yang merupakan sepertujuh dari bagian luas wilayah karesidenan Rembang. Kabupaten tersebut (Rembang), disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tuban, sebelah selatan kabupaten Blora, dan disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Karesidenan Jepara. Pada Tahun 1905, yaitu tahun diberlakukannya Decentralisatie Besluit, karesidenan atau Gewest Rembang seperti halnya daerah-daerah lainnya yang setingkat memperoleh hak-hak otonom, yang berarti wilayah Rembang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro menjadi daerah otonom penuh. Untuk itu maka dibentuklah Dewan Daerah (Gewestelijke Raad) untuk wilayah Rembang. Perubahan terjadi lagi dengan diberlakukannya Provincie Ordonantie (Undang-Undang Propinsi) pada tanggal 1 April 1925. Berdasarkan Provincie Ordonantie tersebut, maka khusus untuk Jawa Tengah berdasarkan Ordonantie 1929, secara resmi menjadi salah satu provinsi di Indonesia (Hindia Belanda pada waktu itu). Sebagai wilayah propinsi, Jawa Tengah merupakan daerah otonom dengan hak-hak otonomi tertentu disamping juga memiliki Dewan Propinsi (Provinciale Raad). Berdasarkan Ordonansi itu pula Propinsi Jawa Tengah dibagi menjadi karesidenan yang salah satu diantaranya adalah Karesidenan Rembang-Jepara, yang terdiri dari Kabupaten Jepara, Rembang, Pati, Blora dan Kudus. Kabupaten Bojonegoro dan Tuban yang sebelumnya merupakan 2 kabupaten di Karesidenan Rembang sejak saat itu menjadi bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Zaman Pendudukan Jepang

Pada masa Pendudukan Jepang, pihak penguasa melakukan perubahan dalam tata pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.27 tahun 1942. Berdasarkan Undang-Undang itu kecuali wilayah “Vorstenlanden” (wilayah bekas kerajaan Surakarta dan Yogyajarta) seluruh Jawa dibagi menjadi : Syuu (karesidenan), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik) dan Ko (Kelurahan). Pada dasarnya pembagian itu hanya merupakan pergantian nama dari tata pemerintahan (pembagian wilayah) di Jawa yang sudah ada pada masa sebelumnya. Perubahan yang menonjol adalah dihapuskannya pemerintahan tingkat propinsi, dan perubahan nama Karesidenan Jepara-Rembang menjadi Syuu Pati. Rembang Zaman Sekarang

Pada masa sekarang ini, Rembang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa memiliki luas kurang lebih 968,02 km2. Pada tahun 1980-an wilayah ini berpenduduk kira-kira 442.594 jiwa.Disebelah selatan Kabupaten Rembang berbatasan dengan Kabupaten Blora, di sebelah barat dengan Pati, dandi sebelah tinur dengan Tuban (di propinsi Jawa Timur) dan Laut Jawa di sebelah utara. Secara fisiografi, wilayah Kabupaten Rembang meliputi jajaran Pegunungan Kapur Utara yang mendominasi sepertiga wilayah kabupaten. Ada juga gunung yang tidak tinggi yakni Gunung Butak (dengan ketinggian = 679 m) dan Gunung Lasem (ketinggian = 806 m), selebihnya terdiri dari dataran rendah yang melajur ke utara sampai ke pesisir Laut Jawa. Hasil pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi manis, kacang hijau, kacang tanah, kelapa, kapok, tembakau. Sementara itu hasil perikanan laut penduduk Rembang antara lain berupa ikan kembung,tengiri, kakap, tongkol,, udang, dan lain-lain. Untuk hasil perikanan darat terdiri dari banding, mujahir, udang tambak. Ibu kota Kabupaten Rembang terletak di pesisir Laut Jawa di hubungkan dengan kota-kota di sekitarnya. Adapun daerah Lasem, yang sekarang menjadi salah satu kecamatan dari Kabupaten Rembang, terletak di koordinat 6o 42’ Lintang Selatan dan 111o 25’ Bujur Timur. Secara geografis daerah Lasem dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu 1) daerah pantai yang berpusat di Caruban dan Bonang Binangun; 2) daerah dataran rendah terdapat di sekitar kota Lasem yang dialiri Sungai Lasem; 3) daerah pegunungan Lasem dengan puncak-puncaknya Gunung Ngeblek, Gunung Ijo, Gunung Setro, dan sebagainya. Iklim daerah pantai ini terdiri dari musim kemarau yang jatuh mulai bulan Juni sampai Oktober, musim Pancaroba mulai bulan November hingga Desember dan bulan April sampai Mei, serta musim hujan yang jatuh pada bulan Januari sampai Maret. Curah hujan relatif sedikit sekali, rata-rata kurang dari 1500 mm/tahun. Jumlah rata-rata hujan 60 hari/tahun.

Geografi

Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Propinsi Jawa Tengah dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), terletak pada garis koordinat 111000' - 111030' Bujur Timur dan 6030' - 706' Lintang Selatan. Laut Jawa terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas permukaan air laut. Adapun batas- batasnya antara lain:

• Sebelah Utara : Laut Jawa • Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur • Sebelah Selatan : Kabupaten Blora • Sebelah Barat : Kabupaten Pati dan

Kabupaten Rembang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur, sehingga menjadi gerbang sebelah timur Provinsi Jawa Tengah. Daerah perbatasan dengan Jawa Timur (seperti di Kecamatan Sarang, memiliki kode telepon yang sama dengan Tuban (Jawa Timur).

Bagian selatan wilayah Kabupaten Rembang merupakan daerah perbukitan, bagian dari Pegunungan Kapur Utara, dengan puncaknya Gunung Butak (679 meter). Sebagian wilayah utara, terdapat perbukitan dengan puncaknya Gunung Lasem (ketinggian 806 meter). Kawasan tersebut kini dilindungi dalam Cagar Alam Gunung Celering.

Pembagian administratif

Kabupaten Rembang terdiri atas 14 kecamatan, yang dibagi lagi atas 287 desa dan 7 kelurahan serta memiliki luas wilayah meliputi 101.408 ha. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Rembang.

Sumber Daya Alam

  • Perikanan Laut
  • Garam
  • Hasil Tambang
  • Batik Lasem

Pariwisata

Gedung Sociëteit (tempat pertemuan orang Eropa) di Rembang (foto diambil sebelum tahun 1880)

Pantai Dampo Awang

Adalah sebuah taman dan pantai yang terletak di Kota Rembang, tepat di sisi utara jalur pantura. Sebelum pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta, taman ini bernama Taman Rekreasi Pantai Kartini (TRPK). Penggantian nama dilakukan untuk membedakan dengan Pantai Kartini di Jepara. Fasilitas yang tersedia di tempat rekreasi yang dikelola Pemda setempat ini antara lain;

  • Taman bermain anak
  • Kolam renang
  • Pantai berpasir putih
  • Anjungan
  • Panggung hiburan
  • Perahu wisata
  • kios cinderamata
  • Kolam buaya
  • Permainan air (banana boat)

Pesanggrahan Kartini

Tempat Rekreasi wanawisata yang dikelola oleh Perum Perhutani ini terletak di Kecamatan Bulu Rembang, berdekatan dengan Makam R.A. Kartini. Fasilitasnya:

  • Konservasi tanaman
  • Kolam renang
  • Bumi Perkemahan
  • Koleksi satwa
  • Arena olahraga

Bumi Perkemahan Karangsari Park

Terletak di Desa Karangsari. Bumi Perkemahan ini pernah digunakan untuk menggelar Jambore Daerah Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Tengah pada tahun 2007.

Sumber Semen

Merupakan hutan wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani yang terletak di Kecamatan Sale Rembang. Tempat wisata yang terletak ditengah-tengah hutan lindung ini mempunyai fasilitas antara lain:

  • Pemandian/Kolam renang
  • Taman bermain anak
  • Bumi Perkemahan

Puncak Argopuro

Merupakan puncak tertinggi di Gunung Lasem dengan ketinggian 806 meter diatas permukaan laut. Tempat ini banyak dikunjungi oleh para pecinta alam dan penyuka kegiatan out dor dari Rembang, Pati, Tuban dan lainnya. Jalur pendakian yang sering dilalui adalah melalui Nyode Pancur.

Pasujudan Sunan Bonang

Konon merupakan tempat berdakwah Sunan Bonang. Dan di tempat ini pulalah Sunan Bonang dimakamkan sebelum akhirnya mayatnya dicuri dan dipindah ke Tuban oleh murid beliau. Lokasinya terletak di Desa Bonang Kecamatan Lasem, tepat di atas bukit di sisi jalan Pantura. Setiap bulan Dzulqaidah diadakan acara haul. Obyek-obyek lainnya di sini adalah:

Bukit Kajar

Konong merupakan sebuah Kadipaten yang dipimpin oleh Rasemi pada masa kerajaan Majapahit. Obyek yang menrik antara lain:

  • Puncak Bukit Kajar
  • Mata air dan pemandian
  • Agrowisata

Masakan Rembang

  • Makanan khas Rembang adalah lonthong tuyuhan,sayur merico,serondeng,dumbeg,koya dudul, mangut
  • Oleh-oleh khas Rembang adalah sirup kawis, buah kawis,siwalan, legen,
  • lontong tuyuhan adalah makanan khas daerah rembang yang maknyus rasanya, yaitu lonthong yang diberi kuah opor ayam yang agak encer tetapi rasanya leghit karena rempah-rempah yang dipakai sangat berkualitas, lauknya bisa memlilih daging ayam yang dimasak dalam kuah atau pilih jerohan ayam, kalau kurang pedas bisa ditambahkan sambal, akan lebih enak bila disantap dengan kerupuk jambal,dan minumnya teh tawar panas.Lonthong tuyuhan biasanya dijual di sekitar tepi jalan raya oleh pedagang asonga.
  • sayur merica,banyak sekali ditemukan di dekat laut, biasanya berada di desa tanjung sari dan sekitarnya, lebih tepatnya lagi berada di kota rembangnya, makanan ini lezat sekali, berisi ikan yang gede, dan ikan tersebut biasanya adalah ikan tongkol.
  1. Sate Sarepeh
    Berupa sate ayam kampung yang bumbunya terdiri dari cabe merah, gula merah, santan dan garam. Adalah sebagai lauk pauk dan biasanya dirangkai dengan lontong.
  2. Mangut
    Ikan laut segar yang dipanggang dengan bumbu-bumbu cabe hijau, bawang merah, bawang putih, garam dan santan kental. Sebagai sayur untuk makan siang/malam dalam menu sehari-hari.
  3. Pindang Tempe{br}Tempe dengan bumbu-bumbu cabe, bawang merah, bawang putih, asam (tomat) garam dan air. Biasanya ditambahkan juga ikan pindang. Sebagai sayur untuk makan siang (menu sehari-hari).
  4. Sayur Merica
    Dari ikan laut segar dengan bumbu cabe, merica, bawang merah, bawang putih, kunyit, garam dan air.
  5. Petis Bumbon{br}Sayur untuk makan siang/malam yang terbuat dari bahan-bahan petis ikan/udang, telur rebus/ceplok langsung dengan bumbu cabe, bawang putih, bawang merah, kunci, lengkuas, daun jeruk purut, garam dan ditambah santan kental.
  6. Lontong Tuyuhan
    Lontong dengan opor ayam kampung pedas khas desa Tuyuhan (Kecamatan Pancur). Makanan ini tidak pernah atau jarang dibuat ibu rumah tangga. Sebagai makanan sore hari/malam hari, biasanya sekitar jam 15.00 WIB sudah dijual di lokasi desa Tuyuhan di sepanjang pinggir jalan dengan pemandangan sawah-sawah yang menghijau. Dan minumannya air putih yang ditempatkan di kenda (tanpa gelas).
  7. Dumbeg
    Dibuat dari tepung beras, gula pasir/gula aren dan ditambahkan garam, air pohon nira (legen); dan kalau suka ditaburi buah nangka/kelapa muda yang dipotong sebesar dadu. Kemudian tempatnya dari daun lontar (pohon nira) berbentuk kerucut dengan bau yang khas. Yang terkenal dari desa Pohlandak (Kecamatan Pancur) dan desa Mondoteko (Kecamatan Rembang).
  8. Jenang Waluh
    Dibuat dari buah waluh, gula aren, air nira dan garam, yang rasanya sangat manis. Dan biasanya dimakan dengan Jadah. Jadah yang terkenal adalah dari desa Pohlandak (Kecamatan Pancur).
  9. Jadah
    Terbuat dari beras ketan putih, kelapa muda, garam yang ditumbuk halus (sewaktu masih panas) di atas keranjang yang Terbuat dari daun lontar/daun kelapa muda dan alat tumbuknya juga dilapis dengan daun lontar dan kelapa muda. Rasanya sangat gurih, kemudian dicetak persegi dan dibungkus dengan daun pisang (seperti lemper). Biasanya dimakan bersama dengan Jenang waluh, yang terkenal dari desa Pohlandak (Kecamatan Pancur).
  10. Kaoya Dudul
    Terbuat dari beras ketan, kacang hijau, gula aren/gula pasir dan garam. Tempatnya dari daun lontar berlubang bulat kecil sebanyak 5 buah, kalau makan tinggal didudul (ditekan) saja, rasanya sangat manis dan gurih. Berasal dari desa Gunem Kecamatan Gunem.
  11. Kerupuk Bakar
    Kerupuk udang dan tengiri dari kota rembang yang dioven/dibakar.
  12. Kacang Atom
    Terbuat dari tepung beras dan tepung tapioka, kacang tanah, garam, bawang putih dan air yang dicetak bulat-bulat kecil dan digoreng. Rasanya sangat gurih dan banyak disukai masyarakat.
  13. Kacang Pres Non Kolesterol
    Terbuat dari kacang tanah yang dipres (diambil minyaknya). Kemudian dibumbui bawang putih dan garam dan dioven.
  14. Gula Semut
    Terbuat dari pohon nira (legen) dengan proses pemanasan, sehingga hasilnya seperti gula pasir/gula halus yang berwarna coklat.
  15. Terasi Petis Bonang
    Terbuat dari udang/ikan segar dengan proses pemanasan. Bau dan rasanya enak. Yang terkenal dari desa Bonang Kecamatan Lasem.

Budaya Rembang

Kesenian tradisional adalah Pathol Sarang, thong-thong lek, engklek, sodhor, jorit, gacon, kekean

Perwakilan =

DPRD Kabupaten Rembang hasil Pemilihan Umum Legislatif 2009 tersusun dari 11 partai politik, dengan perincian sebagai berikut:

Partai Kursi %
Partai Demokrat 8 18
Partai Golkar 8 18
PKB 6 13
PPP 6 13
PDI-P 5 11
PAN 4 9
Partai Bulan Bintang 2 4
Partai Gerindra 2 4
PKNU 1 2
Partai Peduli Rakyat Nasional 1 2
Partai Pelopor 1 2
Total 45 100

Tokoh

Buku-Buku

Buku-buku yang berkaitan dengan Rembang:

Blandong: kerja wajib eksploitasi hutan di Karesidenan Rembang abad ke-19

Mutiara pesantren: perjalanan khidmah K.H. Bisri Mustofa

Mbah Ma'shum Lasem: the authorized biography of K.H. Ma'shum Ahmad

Opium to Java: Revenue Farming and Chinese Enterprise in Colonial Indonesia

Referensi