Lompat ke isi

Dinasti Qing: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 11: Baris 11:
Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Dalah hal pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Kong Hu Cu (Confucian). Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam sidang kaisar.
Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Dalah hal pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Kong Hu Cu (Confucian). Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam sidang kaisar.


Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735)dan Qianlong (1735 - 1796). Wilayah Tiongkok meliputi daratan Tiongkok, Manchuria, Mongolia, Tibet dan Taiwan sementara Korea dan negara-negara di selatan seperti Vietnam menjadi taklukan yang harus membayar upeti.
Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735)dan Qianlong (1735 - 1796). Wilayah Tiongkok meliputi daratan Tiongkok, Manchuria, Mongolia, Tibet dan Taiwan sementara Korea dan negara-negara di selatan seperti Vietnam menjadi taklukan yang harus membayar upeti.
Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming ('fan Qing fu Ming') terjadi dalam berbagai skala. Salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang opium yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Man.
Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming ('fan Qing fu Ming') terjadi dalam berbagai skala. Salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang opium yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Man.

Perang opium yang pertama, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya port-port China pada bangsa barat.

Setelah kekalahan Tiongkok dalam perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan lari ke Xi'an.




== Wilayah ==
== Wilayah ==

Revisi per 13 Januari 2007 18.10

Bagian dari seri artikel mengenai
Sejarah Tiongkok
ZAMAN KUNO
Neolitikum ±8500 – ±2070 SM
Tiga Maharaja dan Lima Kaisar
±6000 – ±4000 SM
Dinasti Xia ±2070 – ±1600 SM
Dinasti Shang ±1600 – ±1046 SM
Dinasti Zhou ±1046 – 256 SM
 Zhou Barat ±1046 – 771 SM
 Zhou Timur 770 - 256 SM
   Zaman Musim Semi dan Gugur 770 - 476 SM
   Periode Negara Perang 476 - 221 SM
ZAMAN KEKAISARAN
Dinasti Qin 221–206 SM
Dinasti Han 206 SM – 220 M
  Han Barat 206 SM – 8 M
  Dinasti Xin 8-23
  Han Timur 23-220
Tiga Negara 220–280
  Wei, Shu, dan Wu
Dinasti Jin (晉) 265–420
  Jin Barat (西晋)
265-316
  Jin Timur (东晋)
317-420
Enam Belas Negara
304-439
Dinasti Selatan dan Utara
420–589
Dinasti Sui 581–618
Dinasti Tang 618–907
  (Dinasti Zhou Kedua 690–705)
Lima Dinasti dan
Sepuluh Negara

907–960
Dinasti Liao
907–1125
Dinasti Song
960–1279
  Song Utara
960-1127
Xia Barat
1038-1227
  Song Selatan
1127-1279
Jin (金)
1115-1234
Dinasti Yuan 1271–1368
Dinasti Ming 1368–1644
Dinasti Qing 1644–1911
ZAMAN MODERN
Republik Tiongkok
1912–1949 di Tiongkok Daratan
Republik Rakyat
Tiongkok

1949–kini
Republik
Tiongkok di Taiwan

1949–kini di Taiwan
Peta pengaruh Dinasti Qing
Bendera Qing Raya pada tahun 1888

Dinasti Qing (Hanzi: 清朝, hanyu pinyin: Qing Chao) (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Tiongkok. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang dianggap sebagai entitas China di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh orang Manchuria dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam entitas China itu sendiri.

Kronologi Sejarah

Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming Raya (Da Ming Guo) yang kian melemah, Nurhachi menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin ; Da Jin Chao) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Tiongkok. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan Agung dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji merubah nama negaranya dari 'Jin' (berarti emas) menjadi 'Qing' (artinya murni) sehingga naman negaranya Negara Qing yang Agung (Da Qing Guo) dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh China. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan nama era Shunzhi sementara pamannya Pangeran Dorgon (Hanyu Pinyin: Duo-er-gun) sebagai pangeran Regent (Wali) karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu.

Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen menggantung dirinya setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari ditangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun (Da Shun) di Beijing. Salah seorang Jendral dinasti Ming yang bernama Wu Sangui menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Dorgon. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan akhirnya seluruh China. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Dorgon menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat surga telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Tiongkok. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming.

Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Dalah hal pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Kong Hu Cu (Confucian). Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam sidang kaisar.

Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735)dan Qianlong (1735 - 1796). Wilayah Tiongkok meliputi daratan Tiongkok, Manchuria, Mongolia, Tibet dan Taiwan sementara Korea dan negara-negara di selatan seperti Vietnam menjadi taklukan yang harus membayar upeti. Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming ('fan Qing fu Ming') terjadi dalam berbagai skala. Salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang opium yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Man.

Perang opium yang pertama, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya port-port China pada bangsa barat.

Setelah kekalahan Tiongkok dalam perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan lari ke Xi'an.


Wilayah

Struktur Pemerintahan

Militer

Sosial Budaya dan Agama

Hubungan Luar Negeri

Tokoh-tokoh Terkenal