Sunat: Perbedaan antara revisi
Baris 182: | Baris 182: | ||
Beberapa kelompok di Amerika dikenal memiliki riwayat sunat. [[Christopher Columbus]] menemukan praktek sunat oleh penduduk asli Amerika. Hal itu juga dilakukan oleh [[Kekaisaran Inka|Inka]], [[Aztek]] dan [[Peradaban Maya|Maya]]. Sunat mungkin dimulai di antara suku-suku Amerika Selatan sebagai pengorbanan darah atau mutilasi ritual untuk menguji keberanian dan daya tahan, dan penggunaannya kemudian berkembang menjadi suatu ritus inisiasi.<ref name=doyle_2005/> |
Beberapa kelompok di Amerika dikenal memiliki riwayat sunat. [[Christopher Columbus]] menemukan praktek sunat oleh penduduk asli Amerika. Hal itu juga dilakukan oleh [[Kekaisaran Inka|Inka]], [[Aztek]] dan [[Peradaban Maya|Maya]]. Sunat mungkin dimulai di antara suku-suku Amerika Selatan sebagai pengorbanan darah atau mutilasi ritual untuk menguji keberanian dan daya tahan, dan penggunaannya kemudian berkembang menjadi suatu ritus inisiasi.<ref name=doyle_2005/> |
||
===Zaman |
===Zaman kini=== |
||
Sunat tidak menjadi prosedur medis umum sampai akhir abad ke-19.<ref name=Darby2003>{{cite journal|last=Darby|first=Robert|title=The Masturbation Taboo and the Rise of Routine Male Circumcision: A Review of the Historiography|journal=Journal of Social History|date=Spring 2003|volume=36|issue=3|pages=737–757}}</ref> Pada saat itu, dokter Inggris dan Amerika mulai merekomendasikan sunat terutama sebagai pencegah [[masturbasi]].<ref name=Darby2003/><ref>{{cite book|last=Gollaher|first=David L.|title=Circumcision: A History of the World's Most Controversial Surgery|year=2000|publisher=Basic Books|location=New York|isbn=0465026532|pages=101–104}}</ref> Sebelum abad ke-20, masturbasi diyakini menjadi penyebab dari berbagai penyakit fisik dan mental seperti epilepsi, kelumpuhan, impotensi, gonorea, TBC, kelemahan berpikir, dan kegilaan.<ref>{{cite book|last=Bullough|first=Vern L.|title=Human Sexuality: An Encyclopedia|year=1994|publisher=Garland|location=New York|isbn=0824079728|page=425|author2=Bonnie Bullough}}</ref><ref>{{cite book|last=Conrad|first=Peter|title=Deviance and Medicalization: From Badness to Sickness|year=1992|publisher=Temple University Press|location=Philadelphia|isbn=0877229996|page=212|author2=Joseph W. Schneider}}</ref> |
|||
==Masyarakat dan budaya== |
==Masyarakat dan budaya== |
Revisi per 12 Mei 2014 06.05
Sunat | |
---|---|
Intervensi | |
ICD-10-PCS | 0VBT |
ICD-9-CM | V50.2 |
MeSH | D002944 |
MedlinePlus | 002998 |
eMedicine | 1015820 |
Seks dan hukum |
---|
Isu sosial |
Pelanggaran tertentu (Dapat bervariasi sesuai dengan yurisdiksi) |
Perselingkuhan · Pemikatan anak |
Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum (berarti "memutar") dan caedere (berarti "memotong").
Sunat telah dilakukan sejak zaman prasejarah, diamati dari gambar-gambar di gua yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.[1] Alasan tindakan ini masih belum jelas pada masa itu tetapi teori-teori memperkirakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas.[2] Sunat pada laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi.[3][4] Praktik ini juga terdapat di kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan,[5] Amerika, dan Filipina[6]
Sunat pada bayi telah didiskusikan pada beberapa dekade terakhir. American Medical Association atau Asoiasi Dokter Amerika menyatakan bahwa perhimpunan kesehatan di Amerika Serikat, Australia, Kanada, serta negara-negara di Eropa sangat tidak merekomendasikan sunat pada bayi laki-laki.[7]
Menurut literatur AMA tahun 1999, orang tua di AS memilih untuk melakukan sunat pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan karena alasan kesehatan.[7] Akan tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa 23,5% orang tua melakukannya dengan alasan kesehatan.[8]
Para pendukung integritas genital mengecam semua tindakan sunat pada bayi karena menurut mereka itu adalah bentuk mutilasi genital pria yang dapat disamakan dengan sunat pada wanita yang dilarang di AS.[9]
Beberapa ahli berargumen bahwa sunat bermanfaat bagi kesehatan, namun hal ini hanya berlaku jika pasien terbukti secara klinis mengidap penyakit yang berhubungan dengan kelamin. Beberapa penyakit yang kemungkinan besar memerlukan sunat untuk mempercepat penyembuhan seperti pendarahan dan kanker penis, namun, kedua hal ini jarang terjadi.[7][10] Penyakit fimosis juga bisa diatasi dengan sunat, walaupun sekarang juga telah berkembang tekhnik yang lainnya.[11]
Indikasi dan kontraindikasi
Rutin atau elektif
Indikasi medis
Kontraindikasi
Teknik
Kulup memanjang keluar dari pangkal glans penis dan menutupi glans saat penis tidak ereksi. Teori yang diusulkan untuk tujuan kulup adalah, kulup berfungsi untuk melindungi penis saat janin berkembang di dalam rahim ibu, membantu menjaga kelembaban glans, atau meningkatkan kenikmatan seksual. Kulup juga dapat menjadi jalur infeksi untuk penyakit tertentu. Sunat menghilangkan keterikatan kulup dengan dasar glans.[12]
Pemindahan kulup
Untuk sunat bayi, peralatan sunat seperti penjepit Gomco, Plastibell dan penjepit Mogen umum digunakan di Amerika Serikat.[13] Ini mengikuti prosedur dasar yang sama. Pertama, jumlah kulup yang dibuang diperkirakan. Praktisi membuka kulup melalui lubang kulup untuk membuka glans dan memastikan itu normal sebelum memisahkan lapisan dalam kulup (mukosa preputial) dari keterikatannya dengan glans. Praktisi kemudian menempatkan perangkat sunat (kadang-kadang memerlukan dorsal slit), sampai aliran darah berhenti. Akhirnya, kulup diamputasi.[13] Untuk orang dewasa, sunat sering dilakukan tanpa penjepit,[14] dan alternatif non-bedah seperti perangkat cincin elastis pengontrol kompresi radial tersedia. [15]
Penanganan sakit
Efek
Penyakit menular seksual
HIV
Human papillomavirus
Infeksi lainnya
Fimosis, balanitis dan balanopostitis
Infeksi saluran kemih
Kanker
Efek samping
Sunat neonatal umumnya aman bila dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.[16] Komplikasi akut yang paling umum adalah perdarahan, infeksi, dan penghilangan kulup baik terlalu banyak maupun terlalu sedikit.[13][17] Komplikasi ini terjadi kurang dari 1%, dan merupakan mayoritas dari semua komplikasi sunat akut di Amerika Serikat.[17] Komplikasi minor dilaporkan terjadi 3%.[16] Tingkat komplikasi yang spesifik sulit untuk ditentukan karena data komplikasi kurang dan inkonsistensi dalam klasifikasinya.[13] Komplikasi akan lebih besar ketika prosedur ini dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman, dalam kondisi yang tidak steril, atau ketika anak berada pada usia yang lebih tua.[18] Komplikasi akut yang disignifikan jarang terjadi,[13][18] sekitar 1 dari 500 pada bayi yang baru lahir di Amerika Serikat.[13] Tingkat kematian akibat sunat diperkirakan 1 dari setiap 500.000 prosedur neonatal di Amerika Serikat.[17] Komplikasi lain mungkin termasuk penis tersembunyi, fistula uretra, dan stenosis meatus.[19] Komplikasi ini dapat dihindari dengan teknik yang tepat, dan sering dapat diobati tanpa memerlukan kunjungan ke rumah sakit.[19]
Sunat tidak mengurangi sensitivitas penis, membahayakan fungsi seksual, ataupun mengurangi kepuasan seksual.[20][21] Pada tahun 2010 Asosiasi Medis Belanda Royal menyebutkan bahwa "komplikasi di area seksualitas" telah dilaporkan. [22] Selain itu, prosedur ini dapat membawa risiko respon nyeri yang tinggi untuk bayi yang baru lahir dan ketidakpuasan dengan hasilnya.[23]
Prevalensi
Sunat mungkin merupakan prosedur yang paling umum di dunia.[24] Sekitar satu pertiga pria di dunia telah disunat, paling sering untuk alasan selain indikasi medis.[12][18] Sunat umumnya dilakukan dari bayi hingga awal umur 20-an.[12] Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan pada tahun 2007 bahwa 664.500.000 pria berusia 15 tahun ke atas disunat (30% prevalensi global), hampir 70% di antaranya Muslim.[12] Sunat paling banyak ditemukan di dunia Muslim, Israel, Korea Selatan, Amerika Serikat dan sebagian dari Asia Tenggara dan Afrika. Sunat relatif jarang di Eropa, Amerika Latin, sebagian dari Afrika Selatan dan Oseania dan sebagian besar Asia. Prevalensi hampir universal di Timur Tengah dan Asia Tengah.[12][25] Sunat non-religius di Asia, di luar dari Korea Selatan dan Filipina, cukup langka,[12] dan prevalensi umumnya rendah (kurang dari 20%) di seluruh Eropa. [12][26] Perkiraan untuk masing-masing negara termasuk Taiwan sebesar 9%[27] dan Australia sebesar 58,7%.[28] Prevalensi di Amerika Serikat dan Kanada diperkirakan masing-masing 75% dan 30%.[12] Prevalensi di Afrika bervariasi dari kurang dari 20% di beberapa negara Afrika bagian selatan hingga hampir universal di Afrika Utara dan Barat.[25]
Tingkat sunat neonatal rutin dari waktu ke waktu telah bervariasi secara signifikan menurut negara. Di Amerika Serikat, survei rumah sakit memperkirakan tingkat di 64,7% pada tahun 1980, 59,0% pada tahun 1990, 62,4% pada tahun 2000, dan 58,3% di tahun 2010.[29] Perkiraan ini lebih rendah dari keseluruhan, karena tidak memperhitungkan sunat yang bukan dari rumah sakit,[29] atau prosedur yang dilakukan untuk kebutuhan medis;[12][29] survei masyarakat telah melaporkan prevalensi neonatal yang lebih tinggi.[12] Kanada telah memperlihatkan penurunan yang lambat sejak awal 1970, mungkin dipengaruhi oleh pernyataan dari AAP dan Masyarakat Pedriatik Kanada yang diterbitkan pada tahun 1970 mengatakan bahwa prosedur tersebut tidak ada indikasi medis.[12] Di Australia, tingkat menurun pada 1970-an dan 80-an, tetapi telah meningkat perlahan sejak 2004.[12] Di Britania Raya, prevalensi sekitar 25% pada 1940-an, namun menurun dramatis setelah National Health Service tidak menutupi biaya prosedur tersebut.[12] Prevalensi di Korea Selatan telah meningkat tajam dalam paruh kedua abad ke-20, naik dari mendekati nol sekitar tahun 1950 menjadi sekitar 60% pada tahun 2000, dengan lompatan yang paling disignifikan dalam dua dekade terakhir dalam periode itu.[12] Ini mungkin terjadi karena pengaruh dari Amerika Serikat, yang membentuk perwalian untuk Korea Selatan setelah Perang Dunia II.[12]
Organisasi medis dapat mempengaruhi tingkat sunat neonatal suatu negara dengan mempengaruhi apakah biaya prosedur ditanggung oleh orang tua, diasuransikan, atau ditanggung oleh sistem perawatan kesehatan nasional. Kebijakan yang memerlukan biaya yang harus dibayar oleh orang tua menghasilkan tingkat sunat neonatal yang lebih rendah. Penurunan tingkat sunat di Inggris merupakan salah satu contoh, contoh yang lain adalah Amerika Serikat. Perubahan kebijakan terhadap sunat dapat didorong oleh hasil penelitian baru, dan dimoderatori oleh politik, demografi, dan budaya masyarakat.[30]
Sejarah
Sunat adalah prosedur bedah terencana paling tua di dunia, disarankan oleh ahli anatomi dan sejarawan hiperdifusionis Grafton Elliot Smith. Sunat berusia lebih dari 15.000 tahun. Tidak ada konsensus yang kuat tentang bagaimana sunat dipraktekkan di seluruh dunia. Salah satu teori adalah bahwa itu dimulai pada satu wilayah geografis dan menyebar dari sana; teori lain adalah bahwa beberapa kelompok budaya yang berbeda mulai mempraktikkannya sendiri. Dalam karyanya pada tahun 1891 History of Circumcision, dokter Peter Charles Remondino menyarankan bahwa sunat dimulai sebagai bentuk yang tidak terlalu parah dari emaskulisasi musuh yang ditangkap: penektomi atau pengebirian mungkin akan berakibat fatal, sementara sunat secara permanen akan menandai kekalahan dan membiarkan ia hidup untuk melayani sebagai budak.[31][32]
Sejarah migrasi dan evolusi praktik sunat diikuti terutama melalui budaya dan masyarakat di dua wilayah yang terpisah. Di daerah selatan dan timur Mediterania, dimulai dari Sudan dan Ethiopia, sunat dipraktekkan di Mesir Kuno dan Semit, kemudian oleh Yahudi dan Islam, yang dengan siapa praktek itu diadopsi oleh Orang Bantu. Di Oseania, sunat dipraktekkan oleh Aborigin dan Polinesia.[32] Ada juga bukti bahwa sunat dipraktekkan di peradaban Aztek dan Maya, [12] tapi hanya sedikit detail yang tersedia tentang sejarah tersebut.[31][24]
Timur Tengah, Afrika dan Eropa
Bukti menunjukkan bahwa sunat dipraktekkan di Semenanjung Arab sejak milenium keempat SM, ketika orang Sumeria dan Semit pindah ke daerah yang kini merupakan Irak.[24] Catatan sejarah terawal tentang sunat berasal dari Mesir, dalam bentuk gambar sunat orang dewasa yang diukir di makam Ankh-Mahor di Saqqara, sekitar 2400-2300 SM. Sunat dilakukan oleh orang Mesir mungkin untuk alasan kesehatan, tetapi juga merupakan bagian dari obsesi mereka terhadap kemurnian dan dikaitkan dengan pengembangan spiritual dan intelektual. Tidak ada teori yang diterima dengan baik yang menjelaskan pentingnya sunat bagi Mesir, tetapi tampaknya telah diberkahi dengan kehormatan besar dan pentingnya sebagai ritual menjadi dewasa, dilakukan dalam sebuah upacara publik menekankan kelanjutan dari generasi keluarga dan kesuburan. Ini mungkin telah menjadi tanda perbedaan untuk para elit: Buku Kematian bangsa Mesir menggambarkan dewa matahari Ra telah menyunat dirinya sendiri.[31][32]
Sunat menonjol dalam Alkitab Ibrani. Narasi Kejadian pasal 17 menjelaskan sunat Abraham, kerabat dan hamba-hambanya, membuatnya individu bernama pertama yang menjalani sunat. Dalam bab yang sama, keturunan Abraham diperintahkan untuk menyunat anak-anak mereka pada hari kedelapan. Banyak generasi kemudian, Musa dibesarkan oleh elit Mesir, jadi sunat tidak diragukan lagi asing baginya. Untuk orang-orang Yahudi waktu itu, sunat tidak sebanyak tindakan spiritual seperti itu adalah tanda fisik mereka perjanjian dengan Allah, dan prasyarat bagi pemenuhan perintah untuk menghasilkan keturunan. Selain mengusulkan sunat orang-orang Yahudi murni sebagai mandat agama, akademisi telah menyarankan bahwa leluhur Yudaisme dan pengikut mereka mengadopsi sunat untuk membuat kebersihan penis lebih mudah di tempat yang panas, iklim berpasir; sebagai suatu ritus peralihan menjadi dewasa; atau sebagai bentuk pengorbanan darah. [24] [32] [33]
Aleksander Agung menaklukkan Timur Tengah pada abad keempat SM, dan dalam abad-abad berikutnya budaya Yunani kuno datang ke Timur Tengah. Orang-orang Yunani membenci sunat, membuat kehidupan orang Yahudi bersunat yang hidup di antara orang-orang Yunani (dan kemudian Roma) sangat sulit. Antiochus Epiphanes melarang sunat, seperti yang dilakukan Hadrian, yang membantu menyebabkan Pemberontakan Bar Kokhba. Selama periode ini dalam sejarah, sunat Yahudi menyerukan pemindahan hanya bagian dari kulup, dan beberapa Yahudi Helenis berusaha untuk terlihat tidak bersunat dengan meregangkan bagian-bagian yang masih ada dari kulup mereka. Hal ini dianggap oleh para pemimpin Yahudi untuk menjadi masalah serius, dan selama abad ke-2 Masehi mereka mengubah persyaratan sunat Yahudi untuk meminta penmindahan lengkap kulup, menekankan pandangan Yahudi sunat sebagaimana dimaksud untuk menjadi bukan hanya pemenuhan dari sebuah perintah Alkitab tetapi juga tanda penting dan permanen keanggotaan dalam suatu bangsa.[32][33]
Sebuah narasi dalam Injil Lukas menyebutkan secara singkat sunat Yesus, tetapi sunat fisik itu sendiri bukan bagian dari ajaran dari Yesus. Rasul Paulus menafsirkan sunat sebagai konsep spiritual, dengan alasan sunat fisik menjadi tidak lagi diperlukan. Ajaran bahwa sunat fisik itu tidak perlu untuk keanggotaan dalam perjanjian ilahi berperan penting dalam pemisahan agama Kristen dari Yudaisme. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam Quran (awal abad ke-6), sunat dianggap penting untuk Islam, dan itu hampir secara universal dilakukan di kalangan umat Islam. Praktek sunat tersebar di Timur Tengah, Afrika Utara dan Eropa Selatan dengan Islam. [34]
Praktek sunat diperkirakan telah dibawa ke suku berbahasa Bantu di Afrika baik oleh orang-orang Yahudi setelah salah satu dari banyak pengusiran mereka dari negara-negara Eropa, atau dengan Moor Muslim yang melarikan diri setelah penaklukan Spanyol pada tahun 1492. Di paruh kedua milenium pertama, penduduk dari timur laut Afrika berpindah ke selatan dan bertemu dengan suku Arabia, Timur Tengah dan Afrika Barat. Orang-orang ini pindah ke selatan dan membentuk apa yang dikenal hari ini sebagai Bantu. Suku Bantu diamati menegakkan apa yang disebut sebagai hukum Yahudi, termasuk sunat, di abad ke-16. Sunat dan unsur-unsur pantangan Yahudi masih ditemukan di antara suku-suku Bantu.[24]
Aborigin
Dibandingkan dengan sejarah yang tersedia sunat di Timur Tengah, hanya ada sedikit bukti terverifikasi untuk sejarah sunat di Aborigin Australia dan Polinesia. Apa yang diketahui tentangnya berasal dari sejarah lisan para misionaris dan penjelajah. Untuk Aborigin Australia dan Polinesia, sunat mungkin dimulai sebagai sebuah pengorbanan darah dan uji keberanian, dan menjadi ritus inisiasi dengan instruksi petugas di kedewasaan pada abad-abad yang lebih baru. Pemindahan kulup dilakukan dengan kerang, dan hal ini berteori bahwa perdarahan dihentikan dengan asap eukaliptus.[24][35]
Beberapa kelompok di Amerika dikenal memiliki riwayat sunat. Christopher Columbus menemukan praktek sunat oleh penduduk asli Amerika. Hal itu juga dilakukan oleh Inka, Aztek dan Maya. Sunat mungkin dimulai di antara suku-suku Amerika Selatan sebagai pengorbanan darah atau mutilasi ritual untuk menguji keberanian dan daya tahan, dan penggunaannya kemudian berkembang menjadi suatu ritus inisiasi.[24]
Zaman kini
Sunat tidak menjadi prosedur medis umum sampai akhir abad ke-19.[36] Pada saat itu, dokter Inggris dan Amerika mulai merekomendasikan sunat terutama sebagai pencegah masturbasi.[36][37] Sebelum abad ke-20, masturbasi diyakini menjadi penyebab dari berbagai penyakit fisik dan mental seperti epilepsi, kelumpuhan, impotensi, gonorea, TBC, kelemahan berpikir, dan kegilaan.[38][39]
Masyarakat dan budaya
Budaya dan agama
Dalam beberapa budaya, laki-laki harus disunat sesaat setelah lahir, selama masa kanak-kanak atau sekitar pubertas sebagai bagian dari ritus perjalanan. Sunat biasa dilakukan dalam agama Yahudi dan Islam.
Yahudi
Sunat sangat penting untuk Yahudi, dengan lebih dari 90% penganut sudah disunat sebagai kewajiban agama. Dasar dari kewajiban ini ditemukan di dalam Taurat, dalam Kejadian pasal 17, di mana perjanjian sunat dibuat untuk Abraham dan keturunannya. Sunat Yahudi adalah bagian dari ritual brit milah, yang dilakukan oleh pesunat spesialis (seorang mohel) pada hari kedelapan dari kehidupan anak laki-laki yang baru lahir (dengan pengecualian tertentu seperti sakit). Konversi ke Yahudi juga harus disunat, mereka yang sudah disunat menjalani ritual sunat secara simbolis.[40][41]
Islam
Meskipun ada beberapa perdebatan mengenai apakah dalam Islam sunat merupakan persyaratan agama, sunat (disebut khitan) dipraktekkan hampir secara universal oleh pria Muslim. Islam mendasarkan praktek sunatnya pada narasi Kejadian 17, pasal Alkitab yang sama yang disebut oleh orang-orang Yahudi. Prosedur ini tidak disebutkan secara eksplisit dalam Quran, namun itu adalah tradisi yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad secara langsung, sehingga prakteknya dianggap sebagai sunnah (tradisi nabi) dan sangat penting dalam Islam. Bagi umat Islam, sunat juga soal kebersihan. Tidak ada kesepakatan di antara masyarakat Islam tentang usia di mana sunat harus dilakukan. Ini dapat dilakukan dari segera setelah lahir sampai sekitar usia 15 tahun, tetapi paling sering dilakukan di sekitar enam sampai tujuh tahun. Waktu tersebut bisa sesuai dengan selesainya anak itu dari bacaan seluruh Quran. Sunat dapat dirayakan dengan keluarga atau acara komunitas. Sunat dianjurkan, tetapi tidak diperlukan, konversi ke Islam. [42][43][44]
Kristen
Salah satu bab dari Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul 15 mencatat bahwa Kristen tidak mewajibkan sunat. Kristen juga tidak melarangnya; Injil Lukas menyebutkan bahwa Yesus sendiri disunat.[45] Pada tahun 1442, pimpinan Gereja Katolik menyatakan bahwa sunat tidak diperlukan.[46] Kristen Koptik mempraktekkan sunat sebagai suatu ritus.[12][47][48][49] Gereja Ortodoks Ethiopia mengajak untuk sunat, dengan prevalensi hampir universal di antara laki-laki Ortodoks di Ethiopia.[12] Di Afrika Selatan, beberapa gereja Kristen tidak menyetujui sunat, sementara yang lainnya mewajibkan sunat bagi anggotanya.[12]
Kebudayaan Afrika
Beberapa suku di Afrika, seperti Yoruba dan Igbo di Nigeria, biasa menyunatkan bayi mereka. Prosedur ini juga dilakukan oleh beberapa suku atau garis keluarga di Sudan, Zaire, Uganda dan selatan Afrika. Beberapa dari suku-suku ini, sunat tampaknya budaya yang, dilakukan tanpa signifikansi agama tertentu atau niat untuk membedakan anggota suku. Bagi orang lain, sunat bisa dilakukan untuk pemurnian, atau ditafsirkan sebagai tanda penaklukan. Di antara suku-suku ini bahkan sunat yang dilakukan karena alasan tradisi, sering dilakukan di rumah sakit.[50]
Kebudayaan Australia
Beberapa orang Aborigin menggunakan sunat sebagai uji keberanian dan pengendalian diri sebagai bagian dari suatu ritus peralihan menuju kedewasaan, yang menghasilkan keanggotaan sosial dan seremonial penuh. Ini dapat disertai dengan skarifikasi tubuh dan pencabutan gigi, dan diikuti kemudian oleh subinsisi penis. Sunat adalah salah satu dari banyak cobaan yang diwajibkan sebelum pemuda dianggap telah cukup berpengathuan luas untuk mempertahankan dan meneruskan tradisi budaya. Sunat juga sangat terkait dengan keluarga orang tersebut, dan juga bagian dari proses yang diperlukan untuk mempersiapkan seorang pria untuk mengambil istri dan memiliki keluarga sendiri.[50]
Masalah etika dan hukum
Pertimbangan ekonomi
Referensi
- ^ Wrana, P. (1939). "Historical review: Circumcision". Archives of Pediatrics. 56: 385–392. as quoted in: Zoske, Joseph (1998). "Male Circumcision: A Gender Perspective". Journal of Men’s Studies. 6 (2): 189–208.
- ^ Gollaher, David L. (2000). Circumcision: a history of the world’s most controversial surgery. New York, NY: Basic Books. hlm. 53–72. ISBN 978-0-465-04397-2.
- ^ "Circumcision". American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses tanggal 03-10-2006.
- ^ Beidelman, T. (1987). Mircea Eliade, ed. "CIRCUMCISION". The Encyclopedia of religion. New York, NY: Macmillan Publishers. hlm. 511–514. ISBN 978-0-02-909480-8. Diakses tanggal 03-10-2006.
- ^ Ku, J.H. (2003). "Circumcision practice patterns in South Korea: community based survey" (PDF). Sexually Transmitted Infections. 79 (1): 65–67. doi:10.1136/sti.79.1.65. PMID 12576619. Diakses tanggal 03-10-2006.
- ^ Lee, R.B. (2005). "Circumcision practice in the Philippines: community based study" (PDF). Sexually Transmitted Infections. 81 (1): 91. doi:10.1136/sti.2004.009993. PMID 15681733.
- ^ a b c "Report 10 of the Council on Scientific Affairs (I-99):Neonatal Circumcision". 1999 AMA Interim Meeting: Summaries and Recommendations of Council on Scientific Affairs Reports. American Medical Association. 1999. hlm. 17.
- ^ Adler, R (2001). "Circumcision: we have heard from the experts; now let's hear from the parents". Pediatrics. 107 (2): E20.
- ^ Milos, Marilyn F (1992). "Circumcision: A Medical or a Human Rights Issue?". Journal of Nurse-Midwifery. 37 (2): 87S–96S.
- ^ Schoen, Edgar J. (1997). "Benefits of newborn circumcision: is Europe ignoring medical evidence?" (PDF). Archives of Disease in Childhood. 77 (3): pp. 258–260. PMID 9370910. Diakses tanggal 13-06-2006.
- ^ Dewan, P.A. (1996). "Phimosis: Is circumcision necessary?". Journal of Paediatrics and Child Health. 32 (4): 285–289. Diakses tanggal 14-06-2006.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaWHO_2007_GTDPSA
- ^ a b c d e f Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAAP_2012
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBolnick_2012_ch14
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaWHO_adult_devices_2012
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAUA_2007
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAAFP_2007
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaweiss_2010_complications
- ^ a b Krill, Aaron J.; Palmer, Lane S.; Palmer, Jeffrey S. (2011). "Complications of Circumcision". The Scientific World JOURNAL. 11: 2458–2468. doi:10.1100/2011/373829. ISSN 1537-744X.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamasexual_function
- ^ Morris BJ, Waskett JH, Banerjee J, Wamai RG, Tobian AA, Gray RH, Bailis SA, Bailey RC, Klausner JD, Willcourt RJ, Halperin DT, Wiswell TE, Mindel A (2012). "A 'snip' in time: what is the best age to circumcise?". BMC Pediatr. 12: 20. doi:10.1186/1471-2431-12-20. PMC 3359221 . PMID 22373281.
Circumcision in adolescence or adulthood may evoke a fear of pain, penile damage or reduced sexual pleasure, even though unfounded.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaKNMG_2010
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaperera_2010
- ^ a b c d e f g Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamadoyle_2005
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamadrain_2006
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaklavs_2008
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamako_2007
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamarichters_2006
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaCDC_NCHS_EStat_2013
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBolnick_2012_ch1
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaalanis_2004
- ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamagollaher_2001_ch1
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaencyc_judaica_2006
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamagollaher_2001_ch2
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamagollaher_2001_ch3
- ^ a b Darby, Robert (Spring 2003). "The Masturbation Taboo and the Rise of Routine Male Circumcision: A Review of the Historiography". Journal of Social History. 36 (3): 737–757.
- ^ Gollaher, David L. (2000). Circumcision: A History of the World's Most Controversial Surgery. New York: Basic Books. hlm. 101–104. ISBN 0465026532.
- ^ Bullough, Vern L.; Bonnie Bullough (1994). Human Sexuality: An Encyclopedia. New York: Garland. hlm. 425. ISBN 0824079728.
- ^ Conrad, Peter; Joseph W. Schneider (1992). Deviance and Medicalization: From Badness to Sickness. Philadelphia: Temple University Press. hlm. 212. ISBN 0877229996.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaglass_1999
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBolnick_2012_ch23
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaclark_2011
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaalsabbagh_1996
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBolnick_2012_ch24
- ^ http://gracecommentary.com/luke-2_21-24/
- ^ Pope Eugene IV's bull Cantate Domino says that "The sacrosanct Roman Church" "commands all who glory in the name of Christian, at whatever time, before or after baptism, to cease entirely from circumcision, since, whether or not one places hope in it, it cannot be observed at all without the loss of eternal salvation."
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaColumbia_encyc_2011_circ
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamariggs_2006
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBolnick_2012_ch26
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaencyc_religion_2005