Lompat ke isi

Hari Jadi Kota Depok: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Lame78 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Krekot20 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 272: Baris 272:


[[Kategori:Kota Depok]]
[[Kategori:Kota Depok]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]

Revisi per 14 Mei 2014 04.54

Hari Jadi Kota Depok
Daerah tingkat II
Lambang resmi Hari Jadi Kota Depok
Motto: 
Paricara Darma
Peta
Peta
Koordinat: {{{koordinat}}}
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
Tanggal berdiri27 April 1999
Dasar hukumUndang-undang Nomor 15 Tahun 1999 dan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 1999
Jumlah satuan pemerintahanDaftar
Demografi
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)


Hari Jadi Kota Depok adalah hari lahirnya Kota Depok berdasarkan penetapan Kota Administratif Depok menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Depok yang diresmikan oleh Mendagri pada tanggal 27 April 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah tingkat II Depok

Penetapan Hari Jadi Kota Depok juga berlandaskan pada Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 01 Tahun 1999 Tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok yang disahkan oleh DPRD Kota Depok

Penetapan Hari Jadi dan Lambang Kota Depok

Penetapan Hari Jadi dan Lambang Kota Depok dalam pembahasannya memang sangat alot. Ada yang berpendapat Hari Jadi Kota Depok jatuh pada tanggal 13 Maret 1714 ketika Cornelis Chastelein membuat testament tentang penyerahan tanah depok seluas 1244 Ha, Bahkan ada yang berpendapat Hari Jadi Kota Depok jatuh pada tanggal 04 Agustus 1952 berdasarkan musyawarah orang-orang depok sebagai ahli waris Cornelis Chastelein

Begitu juga ada yang berpendapat Hari Jadi Kota Depok jatuh pada tanggal 18 Maret 1982 karena saat itu merupakan tanggal peresmian Depok menjadi Kota administratif Depok. Namun dari semua pendapat itu akhirnya disepakati Hari jadi Kota Depok jatuh pada tanggal 27 April 1999.

Penetapan ini berdasarkan momentum peresmian Kotamadya Daerah tingkat II Depok dan pelantikan penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok hingga menjadi suatu landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan Hari Jadi Kota Depok

Anggota Panitia Khusus Penetapan Hari Jadi dan Lambang Kota Depok :

Foto Anggota Panitia Khusus Hari Jadi dan Lambang Kota Depok, Posisi duduk sebelah kiri : Agus Sutondo, Toni Hutapea, Rafi Ahmad, Sutikno, Sumaris Sudamara, Syamsirwan. Berdiri dari Kiri : Mahruf Aman, Bernhard, Mansuria, Palgunadi, Imam Budi Hartono, Haryono, Mulani, Damanhuri, Ahmad Dahlan, Ratna Nurianah, Bambang Sutopo, Adung Sodik,(foto diambil tahun 1999)
  • Agus Sutondo
  • Mulani MK
  • Sutikno
  • Bernhard
  • Syamsirwan
  • Mahruf Aman
  • Adung Sodik
  • Mansuria
  • Togu Sibuea
  • Ratna Nuriana
  • Bambang Sutopo
  • Imam Budi Hartono
  • Sumaris Sudamara
  • Palgunadi
  • Toni Hutapea
  • Rafi Ahmad
  • Damanhuri
  • Haryono
  • Ahmad Dahlan
  • Naming D Bothin

Penetapan pembentukan Panitia Khusus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok berubah menjadi Kota hingga perlu ditetapkan Hari Jadi dan Lambang Kota Depok yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.

Perihal penyampaian Rancangan Peraturan Daerah. Maka perlu segera dibentuk Panitia Khusus untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah dimaksud. Peraturan Daerah dimaksud adalah Peraturan Daerah Kota Depok tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok.

Sejarah Singkat Kota Depok

Sejarah singkat Kota Depok dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :

  • Depok Pada Zaman Prasejarah
  • Depok Pada Zaman Pajajaran
  • Depok Pada Zaman Islam
  • Depok Pada Zaman Kolonial
  • Depok Pada Zaman Jepang
  • Terbentuknya Kota Administratif Depok
  • Terbentuknya Kota Depok

Depok Pada Zaman Prasejarah

Bahwa penemuan-penemuan benda bersejarah di wilayah Kota Depok menunjukkan bahwa Kota Depok telah berpenghuni sejak zaman prasejarah, hal ini terlihat dengan adanya penemuan ahli sejarah, peninggalan-peninggalan benda bersejarah di Depok dan sekitarnya antara lain Menhir “Gagang Golok”, Punden Berundak “Sumur Bandung”, Kapak Persegi dan Pahat Batu yang merupakan peninggalan zaman Megalit serta Paji Batu dan jenis Beliung Batu yang merupakan Peninggalan Zaman Neolit.

Depok Pada Zaman Pajajaran

Pada akhir abad ke 15 Kerajaan Pajajaran diperintah oleh seorang raja yang diberi gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi. Disepanjang Sungai Ciliwung terdapat beberapa Kerajaan kecil yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran diantaranya adalah Kerajaan Muaraberes. Kerajaan Muaraberes ini sangat penting artinya pada jaman Pajajaran, karena sampai karadenan terbentang benteng yang sangat kuat, sehingga mampu bertahan terhadap serangan pasukan Jayakarta yang dibantu oleh pasukan Demak, Cirebon dan Banten. Depok berada + 13 kilo meter sebelah utara Muaraberes, jadi wajar apabila Depok dijadikan front terdepan buat tentara Jayakarta pada waktu berperang dengan Pajajaran. Untuk hal tersebut dapat dibuktikan dari :

  1. Masih terdapatnya nama-nama kampung / Desa yang mempergunakan bahasa Sunda, antara lain  ; Parung Serab, Parung Belingbing, Parung Malela, Parung Bingung, Cisalak, Karang Anyar dan lain-lain.
  2. Di desa Nangerang dan Kawung Pandak sampai sekarang masyarakatnya masih mempergunakan bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari.
  3. Dr. N.J. Krom pernah menemukan cincin emas kuno peninggalan zaman Pajajaran di Nangela, cincin emas tersebut sekarang tersimpan di Musium Jakarta.
  4. Pada tahun 1709 Abraham Van Riebeeck telah menemukan sebuah benteng kuno peninggalan jaman Pajajaran di Karadenan.
  5. Dirumah penduduk Kawung Pandak sampai sekarang masih ditemukan senjata-senjata kuno peninggalan Jaman Pajajaran. Senjata-senjata ini mereka terima secara turun – temurun.

Depok Pada Zaman Islam

Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada setelah tahun 1527 dan Agama Islam di Depok berkembang bersamaan dengan perlawanan Banten terhadap VOC yang pada waktu itu berkedudukan di Batavia. Hubungan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta di rebut VOC harus melalui jalan darat, sebagai jalan pintas yang terdekat yaitu melalui Depok. Karena itu tidaklah mengherankan kalau di Depok dan Sawangan banyak terdapat peninggalan-peninggalan tentara Banten, hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan berupa :

  1. Antara Perumnas Depok I dan Depok Utara terdapat tempat yang disebut Kramat Beji, disekitar tempat tersebut terdapat 7 buah sumur yang berdiameter + 1 meter dan dibawah pohon beringin terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci, didalam bangunan terdapat banyak sekali senjata kuno, yaitu keris, tombak dan golok. Dari peninggalan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa orang-orang yang tinggal di lokasi tersebut bukanlah petani, tetapi tentara pada jamannya. Menurut keterangan kuncen Keramat Beji yang disampaikan secara turun temurun bahwa ditempat ini sering diadakan pertemuan antara Banten dan Cirebon. Jadi senjata tersebut merupakan peninggalan tentara Banten waktu melawan VOC dan ditempat semacam ini biasanya diadakan latihan bela diri dan pendidikan Agama yang sering disebut padepokan. Jadi nama Depok kemungkinan besar berasal dari Padepokan Beji.
  2. Di Kawung Pandak (Karandenan) terdapat masjid kuno, masjid ini merupakan masjid pertama di Bogor, bentuk masjid ini masih sesuai dengan bentuk aslinya walaupun telah beberapa kali direnovasi. Menurut keterangan pengurusnya masjid ini dibangun oleh Raden Safei cucu Pangeran Sangiang, Pangeran Sangiang ini dalam sejarah bergelar Prabu Surawesesa, ia pernah jadi Raja Mandala di Muaraberes. Dirumah-rumah penduduk disekitar masjid ini masih terdapat senjata-senjata peninggalan jaman Pajajaran, juga terdapat beberapa buah kujang. Jadi masjid dibangun oleh tentara Pajajaran yang telah masuk Islam kurang lebih sekitar tahun 1550. Lokasi Masjid ini dengan Bojonggede hanya terhalang oleh sungai Ciliwung. Jadi pengaruh Islam masuk di Bojonggede sudah cukup lama.
  3. Di Bojonggede terdapat makam Ratu Anti, nama sebenarnya Ratu Maemunah seorang prajurit Banten yang bertempur melawan tentara Pajajaran di Kedungjiwa. Setelah perang selesai suaminya (Raden Pakpak) menyebarkan agama Islam di Priangan, sedangkan Ratu Anti sendiri menetap di Bojonggede sampai meninggal. Ratu Anti ini salah seorang yang menyebarkan Agama Islam di Bojonggede.

Depok Pada Zaman Kolonial

Depok dan wilayah Bogor menjadi wilayah kekuasaan VOC sejak tanggal 17 April 1684, yaitu sejak ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Haji dari Banten dengan pihak VOC. Pasal tiga pada perjanjian tersebut dinyatakan Cisadane sampai ke hulu menjadi batas wilayah Kesultanan Banten dengan wilayah kekuasaan VOC. Perjanjian tersebut terpaksa harus diterima oleh Pangeran Haji sebagai akibat dari amibisi pribadinya yang tak terkendalikan untuk menjadi penguasa di Kesultanan Banten. Disamping harus menyerahkan sebagian wilayah Banten kepada VOC sebagai upah atas bantuan VOC, Pangeran Haji Harus pula mengorbankan orang tuanya sendiri yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan saudara-saudaranya sendiri serta pahlawan-pahlawan Banten lainnya.

Sebelum VOC menarik keuntungan dari wilayahnya yang baru, terlebih dahulu VOC mengadakan survei pengenalan wilayah. Ekspedisi yang pertama pada tahun 1687 dengan mengirim Werktroop dibawah pimpinan Letnan Tanu Jiwa (pendiri Kabupaten Bogor) dibantu oleh seorang bawahannya sersan Scipio. Route yang ditempuh oleh ekspedisi yang pertama ini yaitu  : Batavia, Meester Cornelis, Cipinang, Ciluar, Kedung Halang, Parung Angsana (Ibu Kota Kabupaten Bogor) sekarang bernama Tanah Baru.

Ekspedisi yang kedua tahun 1960 dibawah pimpinan Adolf Winker dengan Route sebagai berikut : Batavia, Cipinang, Cijantung, Kelapa Dua, Tanah Kapiten Muller, Tanah Kapiten Manggis, Tanah Bapak Buang, Cukumpay, Citeureup, Cikeas, Kedung Halang, Parung Angsana. Yang ketiga kalinya merupakan perjalanan Dinas dari Abraham Van Riebeck selaku Inspektur Jenderal VOC pada tahun 1703. Route yang ditempuhnya yaitu Batavia - Cililitan - Tanjung (Tanjung Barat) - Seringsing - Pondok Cina - Depok - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Kedung Halang - Parung Angsana.

Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC secara resmi dibubarkan, semua daerah yang telah direbut VOC dinyatakan menjadi daerah jajahan Belanda. Jadi sejak tahun 1800 terjadilah pemindahan Administrasi dari VOC kepada Pemerintah Belanda.

Pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels banyak tanah di pulau Jawa yang dijual kepada pihak swasta, muncullah tuan tanah-tuan tanah baru. Disekitar Depok terdapat tuan tanah Pondok Cina, tuan tanah Mampang, tuan tanah Cinere, tuan tanah Citayem dan tuan tanah Bojong gede. bagi rakyat mungkin tidak terlalu menderita tuan tanah itu hanya mengelola tanah miliknya sendiri. Tetapi didaerah Bogor Utara ini tuan tanah itu juga diberi wewenang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memungut pajak sesuai dengan daerah yang telah ditentukan oleh Belanda.

Pada akhir abad ke-17 perdagangan rempah-rempah dari Indonesia di Eropa sudah mulai menurun. Bagi perusahaan besar semacam VOC sudah tentu tanggap akan situasi ini. Karena mulai dipikirkan Komoditi ekspor apa yang bisa dikembangkan di Indonesia. Salah satu alternatif diantaranya pengembangan Kopi dan Tebu. Salah seorang diantaranya yang menjadi sponsor penanam Kopi dan Tebu ialah Cornelis Chastelein, untuk maksud itulah akhirnya Cornelis Chastelein sampai di Depok.

Pada tahun 1693 dibelinya tanah disekitar Senen, sekarang tanah tersebut diberi nama Weltervreden. Selanjutnya juga dibeli tanah disekitar Pintu Air dan lapangan Banteng. Kesemuanya tanah-tanah tersebut ditanami kopi dan tebu.Di Weltervreden didirikannya kilang penggilingan tebu.

Pada tanggal 15 Oktober 1695 dibelinya tanah di Lenteng Agung, di tempat inilah Cornelis Chastelein mendirikan rumah perisirahatan. Cornelis Chastelein membeli tanah disekitar Depok sekarang seluas 1.244 ha.

Berdasarkan peta yang terdapat pada lampiran Akta Mas Soerojo NO. 18 tanggal 4 Agustus 1952 tanah milik Cornelis Chastelein bisa diperinci sebagai berikut : Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang sebelah selatan jalan, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.

Untuk mengerjakan tanah depok Cornelis Chastelein membeli 200 orang budak dari Makasar dan Bali. Jadi kemungkinan besar budak-budak yang dibawa oleh Cornelis Chastelin ke Depok terdiri atas pahlawan-pahlawan asal Makasar dan Bali. Tetapi karena nama-namanya telah diganti sulit bagi kita untuk menelusuri siapa nenek moyang mereka sebenarnya.

Hasil bumi dari Depok diangkut ke Batavia dengan mempergunakan perahu melalui Ciliwung. Sebagai pangkalanperahunya disekitar Jembatan Panus sekarang. Sedangkan jalan tembus Batavia-Depok-Bogor baru ada pada waktu Gubernur Jenderal Daendels. Hasil Bumi yang utama yaitu Kopi, buah-buahan dan Sayuran.

Cornelis Chastelein selain seorang pengusaha yang sukses juga seorang penganut Kristen Protestan yang fanatik sesuai dengan orang tuanya sendiri ANTHONIE CHALESTEIN. Untuk kepentingan pegawai-pegawainya dan budak-budaknya yang telah menganut agama Kristen Protestan dibuatlah sebuah Gereja dari Kayu.

Pada tanggal 13 Maret 1714 CORNELIS CHASTELEIN membuat testament yang isinya antara lain :

  1. Sebagian tanah milik Cornelis Chastelein ( yang diluar Depok) diberikan kepada anaknya dan anak angkatnya.
  2. Tanah depok seluas 1244 Ha. Dihibahkan kepada budak-budaknya yang bersedia memeluk agama Kristen Protestan, dan mereka juga dibebaskan dari perbudakan.
  3. Di tanah Depok yang telah diterima oleh bekas budak-budak Cornelis Chastelein tidak boleh ada orang Cina dan Arab menginap (bertempat tinggal)
  4. Tanah Depok ini tidak boleh dijual kepada pihak ketiga, hanya boleh untuk kepentingan Keluarga dan untuk kepentingan Agama Kristen Protestan.
  5. Tidak boleh memperdagangkan Opium (candu). Terbentuknya masyarakat di Depok masyarakat Kristen protestan yang diawali dengan 12 KK (fam) dengan nama-nama baru sebagai berikut  : BACAS, JACOB, ISAKH, JONATHANS, JOSEPH, LAURENS, LEANDER, LOEN, SAMUEL, SOEDIRA, THOLENSE dan ZADOKH. Dari ke 12 fam itu hanya ZADOKH yang tidak ada kelanjutannya.

Setelah tanah depok sah pemilikanya berdasarkan hukum yaitu berdasarkan keputusan Pengadilan, para “ahli waris” Cornelis Chastelein mulai menata Depok dalam bentuk Pemerintahan sipil yang dinamakan Gemeente Bestur ( Pemerintahan Kota ) Depok.

Sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap Gemeente Bestur ini ngambang tidak mengesahkan juga tidak melarang (J.W. DE VRIES). Walaupun demikian Gemeente Bestur Depok ini berjalan terus melaksanakan tugasnya dengan baik.

Gemeente Bestur Depok dipimpin oleh seseorang Presiden (ketua), seorang sekretaris, seorang Bendahara dan beberapa orang anggota Dewan. Presiden dipilih untuk masa bakti 3 tahun sedangkan yang lainnya dipilih untuk masa bakti 2 tahun. Yang berhak dipilih dan memilih hanya terbatas kepada keturunan dari yang 12 fam (11 fan) sedangkan penduduk yang lainnya tidak diberi hak. Gemeente Bestur Depok berkantor ditempat sekarang dijadikan Rumah Sakit Harapan.

Di bidang agama Kristen Protestan dan pendidikan mendapat perhatian besar baik dari gemeente bestur maupun dari Pemerintah Hindia Belanda. Gereja yang pertama ada dibuat dari kayu sudah beberapa kali dipugar, akhirnya pada tahun 1854 dibangun Gereja yang permananen yang sampai sekarang masih dipergunakan. Pada tahun 1878 didirikan Sekolah Injil yang pertama di Indonesia, alumni dari sekolah ini disebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun 1926 Sekolah ini ditutup karena dianggap sudah tidak diperlukan lagi.

Dengan hadirnya tentara Jepang di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1942 Praktis Gemeente Bestur Depok tidak berfungsi lagi sekalipun secara resminya belum membubarkan diri. Begitu pula kekuasaan tuan tanah Pondok Cina, Mampang, Cinere, Citayam dan Bojonggede telah berakhir.

Setelah penyerahan kedaulatan, tepatnya pada tanggal 4 Agustus 1952 berdasarkan musyawarah serta dikuatkan Akte Notaris Soerojo No. 18 tertanggal 4 Agustus 1952 orang-orang Depok sebagai “Ahli Waris” Cornelis Chastelein bersedia membantu usaha Pemerintah RI untuk menghapus tanah-tanah partikulir.

Depok Pada Zaman Jepang

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, HEIHO dan PETA dibubarkan. Putra-putra HEIHO dan PETA kembali kekampungnya, mereka diperbolehkan membawa perlengkapan kecuali senjata, dengan di proklamasikannya Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 para pemuda Depok, pada khususnya bekas HEIHO dan PETA terpanggil hatinya untuk berjuang. Pada bulan September 1945 diadakan rapat pertama kali yang bertempat di sebuah rumah di jalan Citayam (sekarang jalan Kartini) yang hadir pada waktu itu seorang bekas PETA (Tole Iskandar) 7 orang bekas HEIHO dan 13 orang pemuda Depok lainnya.

Pada rapat tersebut diputuskan dibentuk barisan Keamanan Depok yang keseluruhannya berjumlah 21 orang dengan ketuanya (Komandan) Tole Iskandar. Senjata yang dimiliki Barisan Keamanan ini 4 pucuk karaben Jepang sebagai rampasan dari Polisi Jepang yang bertugas di Depok. Ke-21 orang inilah sebagai cikal bakal perjuangan di Depok. Oleh Kolonel Samuan (salah satu team penyusun sejarah perjuangan di Bogor ke 21 orang ini diberi nama kelompok 21, yaitu : TOLE ISKANDAR, ABDOELAH, SAIJAN, SAINAN, SINAN, SALAM A., NIRAN, SAIDI BOTJET, IDAN SAIJAN, TAMIN, JOESOEP, SALAM B., BAOENG, MAHROEP, MUHASIM, HASBI, RODJAK, TARIP, KOSIM, NADJID, MAMOEN.

Terbentuknya Kota Administratif Depok

Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada dalam lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) Wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 Perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun Pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan jasa yang semakin pesat, sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.

Pada tahun 1981 pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1981 yang peresmiannya diselenggarakan pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri (Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu :

  1. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu  ; Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoran Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapanjaya, Desa Rangkapan jaya Baru.
  2. Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa yaitu Desa Beji, Desa Kemirimuka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
  3. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa yaitu  : Desa Mekarjaya, Desa Sukmajaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya.

Selama Kurun waktu 17 Tahun Kota Administratif Depok berkembang dengan pesat baik di bidang Pemerintahan, pembangunan dan Kemasyarakatan, Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berubah menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :

  1. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu kelurahan Depok, Kelurahan Depok jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang, Kelurahan Rangkapanjaya, Kelurahan Rangkapanjaya Baru.
  2. Kecamatan Beji, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji timur, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
  3. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan yaitu Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jatimulya, Kelurahan Tirta Jaya.

Terbentuknya Kota Depok

Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok ditingkatkan menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama-sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tersebut,dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat Ii Depok, yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999 berbarengan dengan pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Kota Administratif Depok terdiri dari 3 (tiga) kecamatan sebagaimana tersebut di atas dan ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :

  1. Kecamatan Cimanggis yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa, yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Harjamukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Jatijajar, Desa Tapos, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung
  2. Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa yaitu  : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojongsari, Desa Bojongsari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
  3. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
  4. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojonggede, yaitu  : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.

Bentuk, Arti, Lambang Kota Depok

  • Lambang Kota Depok berbentuk Perisai bersisi 5 (lima) dengan warna dasar biru yang didalamnya terdapat gambar, warna dan bentuk serta di bagian atas terdapat tulisan “KOTA DEPOK” dan dibagian bawah terdapat tulisan “PARICARA DHARMA” dengan warna putih.
  • Lambang Kota terdiri dari 3 (tiga) bagian, dengan perincian sebagai berikut :

Bagian Depan terdiri dari :

  1. Gambar Kujang dengan posisi tegak;
  2. Kujang merupakan senjata/alat kerja masyarakat Jawa Barat, Kujang dianggap sebagai manifestasi satria-satria Pajajaran, yang identik dengan nilai-nilai kejuangan pahlawan Depok, yang memiliki sifat tak gentar dalam menegakkan kebenaran dan rela berkorban;
  3. Pada gambar Kujang terdapat 2(dua) buah Lubang, dengan lengkungan luar sebanyak 7 (tujuh) buah dan tangkai (gagang) mempunyai lekukan 4 (empat) buah, yang dikelilingi rangkain padi dan bunga kapas yang terdiri dari 9 (sembilan) butir padi dan 9 (sembilan) kuntum bungan kapas yang mempunyai arti Kota Depok dilahirkan pada tanggal “27 April 1999”. Padi dan Kapas melambangkan cita-cita pemerintahan dan masyarakat Kota Depok guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran;
  4. Di bawah gambar Kujang terdapat gambar sebuah mata pena dan gambar sebuah buku terbuka, yang melambangkan Depok sebagai Kota Pendidikan.

Bagian Tengah terdiri dari :

  1. Gambar Pendopo merupakan simbol Pusat Pemerintahan Kota Depok dalam melaksanakan tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan.
  2. Gambar Bangunan Gedung melambangkan Kota Depok sebagai Kota Pemukiman serta sebagai pusat perdagangan dan jasa;
  3. Gambar tumpukan batu bata membentuk rangkaian kesatuan yang menggambarkan dinamika masyarakat Kota Depok dalam melaksanakan Pembangunan di segala bidang;
  4. Gambar gelombang air menggambarkan aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Depok melambangkan kesuburan serta menunjukkan Depok sebagai Kota Resapan Air;

Bagian Dasar terdiri dari :

  • Bentuk Perisai yang memiliki 5 (lima) sisi melambangkan tameng dan benteng, yang mampu mengayomi, memberikan rasa aman dan tenram baik lahir maupun batin bagi masyarakat Depok serta melambangkan ketahanan fisik dan mental masyarakat Depok dalam menghadapi segala macam gangguan, halangan dan tantangan yang datang dari manapun juga terhadap kehidupan Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dan ke 5 (lima) sisi tersebut melambangkan pula fungsi/pesan yang diemban oleh Pemerintah Kota Depok yaitu sebagai :
  1. Kota Pemukiman;
  2. Kota Pendidikan;
  3. Pusat Perdagangan dan Jasa;
  4. Kota Wisata;
  5. Kota Resapan Air;
  • Tulisan “Kota Depok” menunjukkan sebutan bagi Kota dan Pemerintah Kota Depok;
  • Tulisan Paricara Dharma : berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata Paricara yang berarti Abdi, sedangkan Dharma adalah kebaikan, kebenaran dan keadilan jadi Paricara Dharma mengandung makna bahwa Pemerintah Kota Depok sebagai Abdi Masyarakat dan Abdi Negara senantiasa mengutamakan kepada kebaikan, kebenaran dan keadilan. Warna dalam lambang Kota mempunyai arti sebagai berikut :
  1. Kuning emas melambangkan kemuliaan;
  2. Merah bata melambangkan keberanian;
  3. Putih melambangkan kesucian;
  4. Hijau melambangkan harapan masa depan serta menunjukkan Daerah yang subur;
  5. Hitam melambangkan keteguhan;
  6. Warna Biru melambangkan keluasan wawasan dan kerjernihan pikiran.

Lihat pula

Referensi

Pranala Luar