Lompat ke isi

Dinasti Qing: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Glent (bicara | kontrib)
edit
Baris 17: Baris 17:
Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah [[1662]] - [[1722]]), [[Kaisar Yongzheng|Yongzheng]] ([[1723]] - [[1735]]) dan [[Kaisar Qianlong|Qianlong]] ([[1735]] - [[1796]]).
Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah [[1662]] - [[1722]]), [[Kaisar Yongzheng|Yongzheng]] ([[1723]] - [[1735]]) dan [[Kaisar Qianlong|Qianlong]] ([[1735]] - [[1796]]).


Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai [[Kaisar Kangxi]]. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, [[Ibu Suri Xiaozhuang]]. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, Ao Bai yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam pemberontakan tiga wilayah(salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689.
Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai [[Kaisar Kangxi]]. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, [[Ibusuri Xiaozhuang]]. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, [[Aobai]] yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam Pemberontakan Tiga Raja Muda (salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689.


Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai [[Kaisar Yongzheng|Yongzheng]]. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa.
Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai [[Kaisar Yongzheng|Yongzheng]]. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa.

Revisi per 5 Agustus 2007 14.49

Bagian dari seri artikel mengenai
Sejarah Tiongkok
ZAMAN KUNO
Neolitikum ±8500 – ±2070 SM
Tiga Maharaja dan Lima Kaisar
±6000 – ±4000 SM
Dinasti Xia ±2070 – ±1600 SM
Dinasti Shang ±1600 – ±1046 SM
Dinasti Zhou ±1046 – 256 SM
 Zhou Barat ±1046 – 771 SM
 Zhou Timur 770 - 256 SM
   Zaman Musim Semi dan Gugur 770 - 476 SM
   Periode Negara Perang 476 - 221 SM
ZAMAN KEKAISARAN
Dinasti Qin 221–206 SM
Dinasti Han 206 SM – 220 M
  Han Barat 206 SM – 8 M
  Dinasti Xin 8-23
  Han Timur 23-220
Tiga Negara 220–280
  Wei, Shu, dan Wu
Dinasti Jin (晉) 265–420
  Jin Barat (西晋)
265-316
  Jin Timur (东晋)
317-420
Enam Belas Negara
304-439
Dinasti Selatan dan Utara
420–589
Dinasti Sui 581–618
Dinasti Tang 618–907
  (Dinasti Zhou Kedua 690–705)
Lima Dinasti dan
Sepuluh Negara

907–960
Dinasti Liao
907–1125
Dinasti Song
960–1279
  Song Utara
960-1127
Xia Barat
1038-1227
  Song Selatan
1127-1279
Jin (金)
1115-1234
Dinasti Yuan 1271–1368
Dinasti Ming 1368–1644
Dinasti Qing 1644–1911
ZAMAN MODERN
Republik Tiongkok
1912–1949 di Tiongkok Daratan
Republik Rakyat
Tiongkok

1949–kini
Republik
Tiongkok di Taiwan

1949–kini di Taiwan
Peta pengaruh Dinasti Qing
Bendera Qing Raya pada tahun 1888

Dinasti Qing (Hanzi: 清朝, hanyu pinyin: Qing Chao) (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Tiongkok setelah dinasti Yuan Mongol dan juga adalah dinasti yang terakhir di Tiongkok. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang dianggap sebagai entitas China di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh orang Manchuria dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam entitas China itu sendiri.

Sejarah

Pembentukan Negara Jin

Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming yang kian melemah, Aisin Gioro Nurhachi (Pinyin: Aixīnjuéluó Nǔ'ěrhāchì 爱新觉罗努尔哈赤努/愛新覺羅努爾哈赤) menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Tiongkok. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming yang dipimpin jendral Yuan Chonghuan. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji merubah nama negaranya dari 'Jin' (berarti emas) menjadi 'Qing' (artinya murni) sehingga naman negaranya Negara Qing Agung (Hanzi: 大清国/大清國; Pinyin: dàqīngguó) dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh China. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan gelar Kaisar Shunzhi sementara pamannya Pangeran Duo'ergun sebagai Pangeran Wali karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu.

Jatuhnya dinasti Ming

Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen menggantung dirinya setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari ditangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming pun secara resmi berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun dengan Xi'an sebagai ibukota. Wu Sangui, jendral dinasti Ming yang menjaga gerbang Shanhai menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Duo'ergun. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan bergerak ke selatan. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan delapan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Duo'ergun menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat langit telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou, Kong Youde, Shang Kexi, Shi Lang dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Tiongkok. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan akhirnya berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming pada tahun 1683.

Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Dalah hal pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam sidang kekaisaran.

Masa Keemasan

Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735) dan Qianlong (1735 - 1796).

Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai Kaisar Kangxi. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, Ibusuri Xiaozhuang. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, Aobai yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam Pemberontakan Tiga Raja Muda (salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689.

Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai Yongzheng. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa.

Pangeran Bao (Aixinjueluo Hongli) menggantikan ayahnya dengan era Qianlong pada tahun 1735.

Korupsi mulai merajalela dalam pemerintahan pada masa akhir kaisar Qianlong, yang menandakan mulai melemahnya dinasti Qing.

Pemberontakan dan Imperialisme Barat

Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming terjadi dalam berbagai skala. Namun salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang Candu yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Manchu.

Perang Candu I, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya pelabuhan-pelabuhan Tiongkok pada bangsa barat.

Pemerintahan di balik tirai

Setelah kekalahan Tiongkok dalam perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Yuan Shikai, panglima militer yang tadinya diminta bantuan militernya oleh Kaisar Guangxu, memilih untuk memihak Ibu Suri Cixi sehingga menimbulkan dendam yang dalam pada kaisar Guangxu terhadapnya. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat dan menyatakan perang terhadap 8 negara asing. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan harus lari ke Xi'an. Walaupun gabungan delapan negara pada awalnya menghendaki Ibu Suri Cixi dihukum mati, berkat diplomasi dari Li Hongzhang (panglima tentara Beiyang, yang sepeninggalnya menyerahkan tentara Beiyang di bawah pimpinan Yuan Shikai) ia selamat walaupun China harus membayar ganti rugi yang sangat besar. Sekembalinya ke Beijing, Ibu Suri Cixi akhirnya setuju dengan reformasi, walaupun terlambat. Pihak kekaisaran Qing mengumumkan bahwa kekaisaran akan secara bertahap diubah menjadi monarki konstitusional, namun pihak nasionalis menganggap pemerintah Qing tidak mempunyai itikad baik untuk mengimplementasikannya.

Jatuhnya Dinasti

Pada tahun 1908 Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi wafat pada saat yang bersamaan dan tahta diserahkan kepada keponakan kaisar Guangxu, Aixinjueluo Puyi yang berumur 3 tahun dengan ayahnya Pangeran Chun sebagai pangeran wali. Pangeran Chun berniat membunuh Yuan Shikai sesuai wasiat kaisar Guangxu namun digagalkan oleh Zhang Zhidong dengan alasan membunuh Yuan dapat mengakibatkan pemberontakan tentara Beiyang. Karena kekuatan militer tentara Beiyang yang dipimpin Yuan Shikai cukup besar, Yuan dipanggil lagi untuk memerangi kekuatan nasionalis di selatan yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Pemberontakan di Wuchang pada 10 Oktober 1911 berhasil dan diikuti dengan didirikannya Republik Tiongkok di selatan dengan Nanjing sebagai ibukota dan Sun Yat Sen (Sun Zhongshan) sebagai kepala sementara. Sejak saat itu berbagai propinsi di selatan menyatakan lepas dari dinasti Qing untuk bergabung dengan republik.

Yuan menyingkirkan pangeran Chun dan membuat kabinet yang isinya adalah kroni-kroninya dengan Yuan sendiri sebagai Perdana Menteri. Namun Yuan berhubungan dengan Sun untuk kepentingan pribadinya. Sun setuju untuk menyerahkan tampuk kepresidenan untuk Yuan bila ia setuju untuk memaksa Kaisar Xuantong (Puyi) turun tahta.

Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati sebagian kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisar, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya Kaisar negara asing. Dinasti Qing pun berakhir pada 12 Februari 1912.


Wilayah

Struktur Pemerintahan

Militer

Sosial Budaya dan Agama

Hubungan Luar Negeri

Tokoh-tokoh Terkenal

Lihat pula