Candima Sutta
Tipiṭaka Pāli |
---|
Buddhisme Theravāda |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Candima Sutta merupakan salah satu dari pelbagai sutta yang ada pada Saṁyutta Nikāya. Sutta ini berisi tentang kisah dewa bulan, Candima yang memohon perlindungan sang Buddha karena ia telah ditangkap oleh Rahu, Raja para Asura. Meskipun sutta ini berisi teladan bahwa sang Buddha merupakan tempat perlindungan dan masuk dalam bagian Paritta, sutta ini tidak banyak didaraskan secara umum dan bahkan tidak dikenal secara umum oleh umat Buddha dalam pembacaan paritta. Sutta ini dapat dijumpai di Tipitaka, tepatnya pada bagian Sutta Pitaka, kitab Saṁyutta Nikāya (SN 2.9).[1]
Isi
Sutta ini berisi tentang permohonan dewa bulan, Candima, kepada sang Tathagata agar dilindungi dari kelaliman Rahu, Raja para Asura yang telah menangkapnya.[2]
Teks bahasa Pali
Sāvatthinidānaṃ. Tena kho pana samayena candimā devaputto rāhunā asurindena gahito hoti. Atha kho candimā devaputto bhagavantaṃ anussaramāno tāyaṃ velāyaṃ imaṃ gāthaṃ abhāsi: “Namo te buddha vīratthu, vippamuttosi sabbadhi; Sambādhapaṭipannosmi, tassa me saraṇaṃ bhavā”ti. Atha kho bhagavā candimaṃ devaputtaṃ ārabbha rāhuṃ asurindaṃ gāthāya ajjhabhāsi: “Tathāgataṃ arahantaṃ, candimā saraṇaṃ gato; Rāhu candaṃ pamuñcassu, buddhā lokānukampakā”ti. Atha kho rāhu asurindo candimaṃ devaputtaṃ muñcitvā taramānarūpo yena vepacitti asurindo tenupasaṅkami; upasaṅkamitvā saṃviggo lomahaṭṭhajāto ekamantaṃ aṭṭhāsi. Ekamantaṃ ṭhitaṃ kho rāhuṃ asurindaṃ vepacitti asurindo gāthāya ajjhabhāsi: “Kiṃ nu santaramānova, rāhu candaṃ pamuñcasi; Saṃviggarūpo āgamma, kiṃ nu bhītova tiṭṭhasī”ti. “Sattadhā me phale muddhā, jīvanto na sukhaṃ labhe; Buddhagāthābhigītomhi, no ce muñceyya candiman”ti.[1]
Terjemahan bahasa Indonesia
Di Sāvatthī. Pada saat itu dewa muda Candimā telah ditangkap oleh Rāhu, raja para asura. Kemudian, dengan mengingat Sang Buddha, dewa muda Candimā pada kesempatan itu mengucapkan syair ini: “Hormat kepada-Mu, Sang Buddha! Wahai Pahlawan, Engkau telah terbebaskan di mana pun juga. Aku telah jatuh menjadi tawanan, karena itu mohon jadilah perlindungan bagiku.” Kemudian, dengan merujuk pada dewa muda Candimā, Sang Bhagavā berkata kepada Rāhu, raja para asura, dalam syair: “Candimā telah menyatakan berlindung kepada Sang Tathāgata, Sang Arahanta. Bebaskan Candimā, Wahai Rāhu, Para Buddha berbelas kasih terhadap dunia.” Kemudian Rāhu, raja para asura, membebaskan dewa muda Candimā dan bergegas mendatangi Vepacitti, raja para asura. Setelah mendekat, dengan terguncang dan ketakutan, ia berdiri di satu sisi. Kemudian, sambil berdiri di sana, Vepacitti, raja para asura, berkata kepadanya dalam syair: “Mengapa, Rāhu, engkau datang bergegas? Mengapa engkau membebaskan Candimā? Setelah datang dengan terguncang, Mengapa engkau berdiri di sana ketakutan?” “Kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping, Selagi hidup aku tidak akan merasa nyaman, Jika setelah disabdakan oleh syair Sang Buddha, Aku tidak membebaskan Candimā.”[3]
Penafsiran
Sutta ini bersama dengan Surya Sutta digunakan untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai bagaimana fenomena gerhana terjadi pada zaman dahulu sebelum ilmu astronomi berkembang dan sebelum adanya penelitian ilmiah lebih lanjut terkait fenomena alam gerhana bulan itu sendiri. Itulah mengapa masyarakat pada zaman dahulu terutama di wilayah-wilayah mayoritas beragama Buddha dan Hindu atau wilayah yang memperoleh pengaruh yang signifikan dari kedua agama tersebut menganggap bahwa fenomena gerhana merupakan sebuah fenomena alam yang menakutkan.
Lihat pula
Referensi
- ^ a b "Candima Sutta". Diakses tanggal 4 Januari 2021.
- ^ Candima Sutta: The Moon Deity's Prayer for Protection
- ^ "Candimasutta". Diakses tanggal 4 Januari 2021.