Pengakuan dosa
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (October 2009) |
Pengakuan dosa, sering disingkat pengakuan (bahasa Inggris: confession), di dalam banyak agama, merupakan pernyataan dari seseorang dalam rupa pengakuan atas kesalahan atau dosa (keberdosaan) yang telah dilakukannya.
Buddhisme
Sejak awal lahirnya, Buddhisme utamanya merupakan tradisi penyangkalan diri dan monastisisme. Dalam kerangka monastik (disebut Vinaya) sangha, pengakuan kesalahan secara rutin kepada superior (tetua; bahasa Pali: Thera) merupakan kewajiban. Dalam sutra-sutra Kanon Pāli, para bhiksu mengakukan kesalahan mereka kepada Sang Buddha sendiri.[1] Bagian dari Kanon Pāli yang disebut Vinaya mensyaratkan para bhiksu untuk mengakukan dosa mereka masing-masing sebelum pertemuan dwimingguan untuk pembacaan Patimokkha.
Kekristenan
Katolik
Dalam ajaran Katolik, Sakramen Tobat adalah metode Gereja yang dengannya umat dapat mengakukan dosa-dosa yang telah dilakukan setelah baptisan dan belum memperoleh absolusi dari seorang imam. Meski tidak wajib, ritus Katolik ini biasanya dilakukan di dalam sebuah ruang atau bilik pengakuan. Sakramen ini dikenal dengan banyak nama, termasuk pertobatan, rekonsiliasi, dan pengakuan (Katekismus Gereja Katolik, Bagian 1423-1442). Publikasi resmi Gereja biasanya menyebut sakramen ini sebagai "Sakramen Tobat", "Sakramen Tobat dan Perdamaian", atau "Sakramen Rekonsiliasi", namun banyak kalangan awam yang menggunakan istilah "Sakramen Pengakuan".
Bagi Gereja Katolik, maksud dari sakramen ini adalah untuk memberikan penyembuhan bagi jiwa serta untuk mendapatkan kembali rahmat Allah, yang hilang karena dosa. Tindakan penyesalan sempurna, sekalipun di luar pengakuan sakramental, menghapuskan hukuman kekal akibat dosa berat, namun seorang Katolik diwajibkan untuk mengakukan dosa berat yang dilakukannya itu sesegera mungkin saat memungkinkan.[2] Dalam konteks teologis, imam bertindak in persona Christi dan menerima dari Gereja kuasa yurisdiksi atas peniten. Konsili Trente (Sesi Keempat Belas, Bab I) mengutip Yohanes 20:22-23 sebagi bukti biblis utama untuk ajaran mengenai sakramen ini, namun kalangan Katolik juga melihat Matius 9:2-8, 1 Korintus 11:27, dan Matius 16:17-20 sebagai dasar-dasar biblis untuk sakramen ini.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa pengakuan sakramental mensyaratkan tiga "tindakan" pada pihak peniten: penyesalan (dukacita jiwa karena dosa yang dilakukan), pengungkapan dosa ('pengakuan'), dan pemenuhan ('tobat' yaitu melakukan sesuatu untuk menyilih dosa).[3] Bentuk dasar pengakuan dosa tidak mengalami perubahan selama berabad-abad, kendati pada suatu waktu pengakuan dosa pernah dilakukan di depan publik.[4]
Biasanya peniten mengawali pengakuan sakramental dengan mengatakan, "Berkatilah saya Romo/Pastor, karena saya telah berdosa. Pengakuan saya yang terakhir adalah ... waktu yang lalu." Peniten harus mengakukan dosa-dosa yang ia yakini sebagai dosa berat dan serius, baik jenisnya maupun jumlahnya,[5] agar dapat didamaikan dengan Allah dan Gereja. Peniten juga dapat mengakukan dosa ringan, yang sangat dianjurkan terutama jika peniten tidak memiliki dosa berat untuk diakukan. Menurut Katekismus, "meski tidak benar-benar diperlukan, pengakuan kesalahan sehari-hari (dosa-dosa ringan) tetap sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu kita membentuk hati nurani kita, melawan kecenderungan jahat, membiarkan diri kita sendiri disembuhkan oleh Kristus, dan memperoleh kemajuan hidup rohani. Dengan lebih sering menerima anugerah Belas Kasih Bapa melalui sakramen ini, kita terdorong untuk berbelas kasih sebagaimana Dia."[6] "Bila umat beriman Kristus berusaha untuk mengakukan semua dosa yang dapat mereka ingat, niscaya mereka menempatkan semuanya itu di hadapan belas kasih ilahi untuk diampuni."[7] Akibatnya, apabila pengakuannya dilakukan dengan baik, "sakramen tersebut valid" sekalipun sang peniten secara tidak sengaja lupa mengakukan beberapa dosa berat, namun dosa-dosa yang 'terlupakan' itu perlu ia akukan dalam pengakuan berikutnya.[8]
Katolik Timur dan Ortodoks Timur
Secara umum, umat Kristen Ortodoks dan Katolik Timur memilih seorang pribadi yang dipercaya sebagai pembimbing rohaninya. Dalam kebanyakan kasus, pribadi tersebut adalah imam paroki, namun mungkin juga seorang starets (tetua, seorang biarawan yang dikenal karena kemajuannya dalam hidup rohani) ataupun siapa saja yang telah mendapat izin dari seorang uskup untuk mendengarkan pengakuan.[diragukan ] Pribadi tersebut sering disebut sebagai "bapa rohani" atau "ibu rohani". Setelah dipilih, umat meminta nasihat seputar perkembangan rohaninya dan mengakukan dosa-dosanya kepada pembimbing rohaninya. Umat Kristen Ortodoks cenderung hanya melakukan pengakuan kepada pribadi ini, dan kedekatan yang tercipta karena ikatan ini menjadikan bimbingan rohani sangat berkualitas, sehingga tidak ada umat yang dapat mengesampingkan apa yang disampaikan oleh pembimbing rohaninya. Apa yang diakukan kepada pembimbing rohaninya dilindungi dengan meterai yang sama seperti dalam pengakuan yang didengarkan oleh seorang imam. Tidak hanya imam semata yang dapat mendengarkan pengakuan, tetapi hanya seorang imam tertahbis yang dapat memberikan absolusi.[butuh rujukan]
Pengakuan tidak berlangsung dalam sebuah bilik pengakuan, tetapi umumnya di bagian utama bangunan gereja, biasanya di depan analogion yang terdapat di dekat ikonostasis. Pada analogion ditempatkan sebuah Buku Injil dan sebuah salib berkat. Pengakuan sering berlangsung di depan ikon Yesus Kristus. Kalangan Ortodoks memahami bahwa pengakuan tidak dilakukan kepada imam, tetapi kepada Kristus, dan imam hanya bertindak sebagai saksi dan pembimbing. Sebelum pengakuan, peniten menghormati Buku Injil dan salib, serta menempatkan ibu jari dan dua jari pertama tangan kanannya di kaki Kristus yang tergambar pada salib tersebut. Imam yang mendengarkan pengakuan seringkali membacakan peringatan untuk mengingatkan peniten agar melakukan pengakuan penuh, tidak menyimpan dosa apa pun.[butuh rujukan]
Sama seperti pelayanan sakramen lainnya, pengakuan darurat dapat dilakukan di mana saja dalam kasus darurat dan mendesak. Karena alasan ini, khususnya dalam Gereja Ortodoks Rusia, salib pektoral yang dikenakan setiap saat oleh imam seringkali memiliki Ikon Kristus "Yang Tidak Dibuat dengan Tangan" yang tergores padanya sehingga ikon tersebut tersedia bagi peniten yang mengalami bahaya kematian atau bahaya yang mengancam jiwa di hadapan seorang imam tetapi jauh dari gereja.[butuh rujukan]
Dalam praktik umum, setelah seseorang melakukan pengakuan kepada pembimbing rohaninya, imam paroki (yang mungkin mendengar ataupun tidak mendengarkan pengakuannya) menyelubungi kepalanya dengan Epitrakelion (Stola) dan mendaraskan Doa Absolusi, memohon kepada Allah untuk mengampuni pelanggarannya (terdapat perbedaan rumusan doa dalam penggunaan Yunani dan Slavia). Tidak jarang seorang umat mengakukan dosa-dosanya kepada pembimbing rohaninya secara rutin, tetapi hanya datang kepada imam yang mendaraskan doa tersebut sebelum menerima Komuni Kudus.[butuh rujukan]
Dalam Gereja-Gereja Timur, kaum klerus seringkali melakukan pengakuan di sanctuarium. Uskup, imam, ataupun diakon akan melakukan pengakuan di Meja Kudus (Altar) tempat Buku Injil dan salib berkat biasanya ditempatkan. Mereka melakukan pengakuan dengan cara yang sama seperti umat awam, namun ketika imam mendengarkan pengakuan seorang uskup maka imam tersebut berlutut.
Terdapat banyak praktik berbeda dalam hal seberapa sering umat Kristen Ortodoks perlu melakukan pengakuan. Beberapa patriarkat menyarankan agar pengakuan dilakukan setiap kali akan menerima Komuni Kudus, sementara lainnya menyarankan agar pengakuan dilakukan dalam masing-masing dari keempat periode puasa (Prapaskah Agung, Puasa Kelahiran, Puasa Para Rasul, dan Puasa Tertidurnya Maria), dan terdapat juga banyak variasi tambahan.[9] Banyak pastor yang mendorong praktik komuni dan pengakuan dosa rutin. Dalam beberapa biara di Gunung Athos, para rahib mengakukan dosa-dosa mereka setiap hari.
Umat Kristen Timur juga mempraktikkan semacam pengakuan umum, yang disebut sebagai "Pengampunan Bersama". Ritusnya terdiri dari pertukaran pengakuan antara imam dan jemaat (atau, dalam biara-biara, antara superior dan rekan sepersaudaraan). Imam akan menelungkup di hadapan semuanya dan memohon pengampunan mereka atas dosa-dosa yang dilakukan dalam tindakan, perkataan, perbuatan, dan pikiran. Mereka yang hadir memohon kepada Allah agar mengampuninya, dan selanjutnya mereka semua turut menelungkup dan memohon pengampunan sang imam. Imam tersebut kemudian mengucapkan kata-kata berkat. Ritus Pengampunan Bersama tidak menggantikan Misteri Pengakuan dan Absolusi, namun bertujuan untuk memelihara cinta kasih Kristen serta suatu semangat penyesalan dan kerendahan hati. Pengakuan umum ini dipraktikkan di biara-biara saat ibadat pertama setelah bangun tidur (Salat Tengah Malam) dan ibadat terakhir sebelum beristirahat untuk tidur (Completorium). Orang-Orang Percaya Lama melakukan ritus tersebut secara teratur sebelum permulaan Liturgi Ilahi. Permohonan untuk pengampunan bersama yang paling dikenal dilakukan saat Vesper pada Minggu Pengampunan, dan tindakan ini menjadi penanda dimulainya Prapaskah Agung.[butuh rujukan]
Anglikan
Dalam tradisi Anglikan, pengakuan dan absolusi biasanya merupakan suatu bagian integral dari ibadah bersama, terutama ketika kebaktian Ekaristi Kudus. Tata caranya memuat ajakan untuk bertobat oleh pastor, waktu doa hening yang memungkinkan umat untuk mengakukan dosa-dosa mereka di dalam hati, satu bentuk pengakuan umum yang diserukan bersama oleh semua yang hadir, dan pemakluman absolusi umum oleh pastor yang umumnya disertai dengan membuat tanda salib.
Pengakuan pribadi atau personal juga dipraktikkan oleh kalangan Anglikan dan sangat umum di kalangan Anglo-Katolik. Tempat berlangsung pengakuan adalah di bilik pengakuan tradisional, yang merupakan praktik umum di antara penganut Anglo-Katolik, atau juga dalam suatu pertemuan pribadi dengan pastor. Seringkali pastor duduk di sanctuarium, tepat di dalam jalur penerimaan komuni, menghadap ke arah altar dan jauh dari peniten. Terkadang ia juga menggunakan layar portabel untuk memisahkan dirinya dengan peniten. Setelah pengakuan dosa dan penetapan penitensi, sang pastor memaklumkan absolusi. Meterai pengakuan, seperti halnya di kalangan Katolik Roma, merupakan hal mutlak dan setiap pastor pendengar pengakuan yang membocorkan informasi yang diungkapkan dalam pengakuan akan diturunkan dan dipecat dari jabatannya.
Secara historis, praktik pengakuan pribadi merupakan hal yang sangat kontroversial di dalam Anglikanisme. Dahulu, ketika para pastor mulai mendengarkan pengakuan, mereka menanggapi kritik dengan menunjukkan fakta bahwa hal tersebut telah disetujui secara eksplisit dalam Perintah untuk Kunjungan Orang Sakit di dalam Buku Doa Umum, yang berisi arahan berikut ini:
Di sini orang sakit hendaknya tergerak untuk membuat suatu Pengakuan khusus atas dosa-dosanya, apabila ia merasa hati nuraninya terganggu dengan hal berat. Setelah Pengakuan, sang pastor akan memberikan dia absolusi (apabila dia dengan rendah hati dan sungguh-sungguh menginginkannya).
Pengakuan pribadi diterima di dalam Anglikanisme arus utama pada paruh kedua abad ke-20; Buku Doa Umum tahun 1979 dari Gereja Episkopal di Amerika Serikat menyajikan dua tata caranya di dalam bagian "Rekonsiliasi Seorang Peniten". Pengakuan pribadi juga dibahas dalam hukum kanon Gereja Inggris, demi menjamin Meterai Pengakuan, yang mencantumkan hal berikut ini:
Apabila seseorang mengakukan rahasia dan dosa-dosanya yang tersembunyi kepada pelayan, demi pelepasan beban dari hati nuraninya, dan untuk menerima penghiburan rohani serta kelapangan pikiran darinya; kami...dengan tegas menuntut dan memperingatkan dia [yaitu, sang pelayan], agar dalam kesempatan apa saja dia tidak mengungkapkan dan memberitahukan kepada siapapun kejahatan atau pelanggaran apa saja yang diserahkan pada kerahasiaan dan tanggung jawabnya.[10]
Tidak ada keharusan untuk melakukan pengakuan pribadi, tetapi terdapat pemahaman umum bahwa keinginan akan hal ini tergantung pada keadaan masing-masing individu. Satu pepatah Anglikan mengenai praktik ini menyebutkan: "Semua orang dapat; tidak ada orang yang harus; beberapa orang perlu".[11]
Protestan
Kebanyakan kalangan Protestan meyakini bahwa tidak perlu ada perantara selain Kristus dalam hubungan antara umat Kristen dengan Allah untuk dapat terbebas dari dosa-dosa. Banyak kalangan Protestan arus utama yang memasukkan pengakuan bersama di dalam ibadah reguler mereka. Sebagai contoh, Petunjuk Ibadah Gereja Presbiterian Amerika Serikat dalam rangka mengatur komponen-komponennya ataupun ibadah menyatakan: "Doa pengakuan akan realitas dosa dalam kehidupan pribadi dan bersama mengikuti. Dalam suatu pernyataan pengampunan, kabar baik diwartakan dan pengampunan dinyatakan dalam nama Yesus Kristus. Penebusan Allah dan tuntutan Allah atas kehidupan manusia dikenang."[12]
Beberapa kalangan Protestan mengakukan dosa-dosa mereka dalam doa pribadi di hadapan Allah, meyakini bahwa hal ini mencukupi untuk mendapatkan pengampunan Allah. Bagaimanapun, pengakuan di hadapan orang lain seringkali dianjurkan dan diharuskan di dalam beberapa denominasi ketika melakukan suatu kesalahan terhadap orang lain sebagaimana juga terhadap Allah. Pengakuan lalu dilakukan kepada orang yang dirugikan dan juga kepada Allah, serta merupakan bagian dari proses rekonsiliasi. Dalam kasus dosa yang diperbuat mengakibatkan keterpisahan seseorang dari keanggotaan gereja karena tidak adanya pertobatan, pengakuan publik seringkali dijadikan suatu prasyarat untuk penerimaan kembali. Orang yang berdosa itu mengakukan pertobatannya kepada jemaat dan diterima kembali ke dalam persekutuan. Dalam kedua kasus tersebut pengakuan yang perlu dilakukan adalah untuk dosa-dosa terhadap Allah dan untuk dosa-dosa terhadap sesama manusia.
Lutheran
Jemaat Lutheran berbeda dengan banyak jemaat Protestan lainnya karena mereka mempraktikkan "pengakuan dan absolusi" (dalam dua tata cara). Mereka, sama seperti penganut Katolik Roma dan banyak penganut Anglikan, menggunakan Yakobus 5:16 dan Yohanes 20:22-23 sebagai bukti alkitabiah untuk melakukan pengakuan.[13] Tata cara pertama pengakuan dan absolusi dilakukan saat Ibadah Ilahi dengan segenap jemaat yang berhimpun (serupa dengan tradisi Anglikan). Pada saat itu, seluruh jemaat berhenti sejenak untuk melakukan pengakuan dalam keheningan, mendaraskan confiteor, dan menerima pengampunan Allah melalui pastor atau pendeta yang memimpin ketika ia mengatakan hal berikut (atau yang serupa): "Atas pengakuan saudara/i ini serta sebagai wakil dan berdasarkan perintah dari Tuhanku Yesus Kristus, saya mengampuni saudara/i dari semua dosa saudara/i dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus."[14]
Tata cara pengakuan dan absolusi yang kedua dikenal sebagai "Absolusi Kudus", yang dilakukan secara pribadi di hadapan pendeta (biasanya hanya dilakukan berdasarkan permintaan). Pada saat ini umat yang melakukan pengakuan (juga dikenal dengan sebutan "peniten") mengakukan dosa-dosanya secara pribadi dan melakukan suatu tindakan penyesalan kemudian sang pendeta, bertindak in persona Christi, memaklumkan rumusan absolusi berikut ini (atau yang serupa): "Sebagai wakil dan berdasarkan perintah Tuhanku Yesus Kristus, saya mengampuni saudara/i dari semua dosa saudara/i dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus."[15] Pendeta Lutheran diikat oleh Meterai Pengakuan (serupa dengan tradisi Katolik Roma). Katekismus Kecil Luther menyebutkan: "pendeta berikrar untuk tidak memberitahukan kepada orang lain dosa-dosa yang diberitahukan kepadanya dalam pengakuan pribadi, karena dosa-dosa itu telah dihapuskan.[16]
Pada abad ke-19 dan ke-20, tata cara pengakuan dan absolusi yang kedua tidak digunakan; sementara pada zaman sekarang praktik ini, antara lain, dianjurkan sebelum menerima Roti dan Anggur Perjamuan Kudus untuk pertama kali.[17]
Lihat pula
- A Confession karya Leo Tolstoy yang mengisahkan konversinya ke Kekristenan
- Absolusi
- Hak untuk diam
- Meterai Pengakuan
- Pengakuan awam
- Pengakuan-Pengakuan, autobiografi St. Agustinus dari Hippo
- Prasasti pengakuan Lydia dan Frigia, prasasti pengakuan Yunani dari era Romawi
Referensi
Catatan
Kutipan
- ^ (Inggris) san.beck.org
- ^ (Inggris) Perfect Contrition
- ^ Catechism of the Catholic Church, nn. 1450-1460.
- ^ (Inggris) Hanna, E. (1911). The Sacrament of Penance. In The Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. Retrieved September 14, 2008 from New Advent: http://www.newadvent.org/cathen/11618c.htm
- ^ (Inggris) 1983 Code of Canon Law, Can. 988 §1: "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-08. Diakses tanggal 2011-05-30.
- ^ (Inggris) "Paragraph 1458", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012
- ^ (Inggris) "Paragraph 1456", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012
- ^ (Inggris) If I forgot to confess a mortal sin, was it forgiven?
- ^ (Inggris) "Confession, Communion and Preparation for Communion". Orthodox Christian Comment. 31 Aug 2007. Diakses tanggal 11 Apr 2016.
- ^ (Inggris) Proviso to Canon 113 of the Code of 1603, retained in the Supplement to the present Code
- ^ (Inggris) Becker, Michael Confession: None must, All may, Some should
- ^ (Inggris) pcusa.org
- ^ (Inggris) Luther's Small Catechism with Explanation
- ^ (Inggris) Lutheran Service Book, "Divine Service I"
- ^ (Inggris) Lutheran Service Book, "Individual Confession and Absolution"
- ^ small cat.
- ^ (Inggris) Apology of the Augsburg Confession, article 24, paragraph 1. Retrieved 2010-06-06.
Pranala luar
- (Inggris) The Catholic Encyclopedia's entries on the sacrament of reconciliation
- (Inggris) Confession "Made Easy"
- (Inggris) Catholic celebration of the Sacrament of Penance (Rite of Penance)
- (Inggris) Confession - Catholic Sacrament of Reconciliation - Penance
- (Inggris) Anglicanism and Confession
- (Inggris) Lutheran view on Confession
- (Inggris) Sacraments of Repentance and Confession in the Coptic Orthodox Church
- (Inggris) Confession in the Russian Orthodox Church (photo)
- (Inggris) Confession Eastern Orthodox Church
- (Inggris) Church Fathers on Confession
- (Inggris) The Sacrament of Forgiveness, by Gilbert Prower Symons, in series, The Advent Papers, Cincinnati, Ohio: Forward Movement Publications, [196-]. N.B.: Expresses an "Anglo-Catholic" viewpoint of Anglicanism.