Polisi global
Polisi global adalah istilah informal untuk sebuah negara yang berusaha mencari atau mengklaim kekuasaan tertinggi dalam dunia global. Istilah polisi global pertama kali digunakan oleh Kerajaan Inggris, dan digunakan sejak tahun 1945 oleh Amerika Serikat, negara yang paling berpengaruh di antara empat negara yang memenangkan Perang Dunia II.[1][2]
Dalam beberapa tahun terakhir telah ada spekulasi bahwa Tiongkok dapat mengambil alih peran[3] sebagai polisi global, sebagaimana Tiongkok telah berusaha melindungi jalur pelayaran, melindungi para pekerja luar negeri mereka, dan 'menyelinap ke dalam persekutuan negara-negara adidaya'. Pihak Barat, berdasarkan Financial Times menyatakan, 'harus melihat hal ini sebagai suatu peluang, bukan sebagai suatu ancaman.'
Dalam hukum Internasional
Tidak ada pengakuan formal mengenai adanya posisi sebagai polisi global. Secara teoritis, dalam hukum internasional, semua negara adalah sama; 'par in parem non habet imperium', tidak ada kewenangan di antara kedudukan yang sama, merupakan prinsip yang berlaku. Dalam kenyataannya, hukum internasional mengalami desentralisasi, tidak terpengaruh pada peraturan yang efektif, menentang hal yang sah secara hukum untuk melakukan pelanggaran, tidak jelas, dan sering diselewengkan. Negara-negara polisi global adalah 'negara-negara yang abadi' dan tidak bisa didakwa.[4]
Perbandingan dengan perpolisian negara
Di dalam negara, hukum terkendali dan kekuasaan terbatasi; namun antar negara, hal yang terjadi ialah sebaliknya.[5]
Prinsip Peelian dari perpolisian meliputi tugas: mencegah kejahatan; menjaga perdamaian; menegakkan hukum, dengan persetujuan masyarakat, dan dengan penggunaan kekuatan dan pemenjaran yang minimal, bertindak secara tidak memihak, dan dilakukan bukan untuk merebut kekuasaan kehakiman.[6] Pada standar tugas yang terakhir dibutuhkan penerapan asas praduga tak bersalah. Para kandidat dalam rekrutmen serta promosi jabatan polisi diangkat berdasarkan prestasi, sedangkan 'polisi global' diangkat oleh diri sendiri atau faute de mieux.
Di dalam negara, monopoli kehebatan merupakan norma; pihak polisi dapat membawa senjata, namun hanya ada beberapa negara lain yang melakukannya secara internasional (Amerika Serikat adalah pengecualian, mendorong Charles Lane mempertanyakan jika hal tersebut 'benar-benar dilakukan oleh pihak negara'[7]), 'polisi global', di lain pihak, merupakan negara bersenjata berat di antara 200 negara lainnya.
Dalam perundingan mengenai peran 'kepolisian global' untuk setiap kepentingan sendiri, negara yang diekspansi menyiratkan adanya konflik kepentingan. Negara polisi global membekali perang dengan kekuatan maksimum; terlibat dalam penjualan senjata; dan membentuk aliansi, yang oleh sebab itu kurang memiliki ketidakberpihakan.[8]
Sejarah
Tahun yang relatif damai pada 1815-1914 dikenal sebagai Pax Britannica. Inggris melakukan upaya untuk mengendalikan perdagangan budak melalui Skuadron Afrika Barat.[9] Pada tahun 1827, Inggris bersama dengan Perancis dan Rusia turut campur tangan dalam kemerdekaan yunani dengan menghancurkan armada turki pada Pertempuran Navarino. Pada tahun 1854, Inggris bersama dengan Perancis mencegah Rusia menghancurkan kekaisaran Ottoman. Rusia harus menarik diri dari Moldavia dan Wallachia, sementara Sebastopol telah terkepung dalam perang Krimea.
Pada tahun 1914-1945 tidak ada negara yang lebih berkuasa. Di era multipolaritas dan tersebarnya tanggung jawab, diktator fasis muncul dan Eropa tenggelam dalam dua perang dunia. Pemerintah otoriter Jerman menantang demokrasi Inggris, yang kemudian sebanding dengan pemerintah otoriter Cina yang menantang demokrasi Amerika pada masa sekarang, menurut Richard J Evans.[10]
Doktrin Truman pada tahun 1947 menjanjikan bantuan kepada pihak sekutu yang antikomunis. 'Hak netralitas dihapuskan...hal itu berlangsung pada era kebijakan masa damai yang agresif, yang menandai masa awal peran Amerika Serikat sebagai polisi global.'[11] Sejak berakhirnya Perang Dingin, 'musuh pada saat itu ialah terorisme, bukan komunisme'.[12] Tetapi setelah terjadinya bencana intervensi di Somalia pada tahun 1993, Amerika Serikat enggan untuk terlibat dalam intervensi kemanusiaan di Bosnia[13] dan Rwanda.[14]
Amerika Serikat memimpin Invasi ke Irak, seolah-olah menjalankan misi kepolisian untuk menemukan WMD, yang sebenarnya merupakan kedok ilegal untuk motif kepentingan diri sendiri; yakni kebutuhan Amerika serikat untuk mengamankan basis regional, pasokan minyak, dan loyalitas negara-negara sekutu utama.[15][16]
Sejak saat itu, keraguan yang serius telah bangkit mengenai keabsahan intervensi Amerika Serikat di luar negeri dan destabilisasi yang terjadi di Irak, Libya dan Suriah.[17][18] Amerika Serikat tidak menerima hukum selain hukum mereka sendiri di tanah mereka, selain itu mengharapkan bangsa lain untuk tunduk kepada aturan dari pasukan Amerika Serikat; sebuah standar ganda.[19]
Penggunaan serangan pesawat tak berawak terhadap teroris di Pakistan dan Afghanistan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Pihak CIA terkecualikan dari Konvensi Jenewa, secara 'diam-diam menghukum mati orang-orang untuk kejahatan yang tidak terbukti, tanpa melalui pemeriksaan pengadilan atau pemeriksaan resmi.'[20] Al Qaeda bukan merupakan suatu negara, sehingga 'hukum perang' yang memungkinkan pembunuhan terhadap pihak yang bertempur menjadi tidak berlaku.
Lihat juga
- Korban sipil serangan pesawat tak berawak AS
- Hegemoni
- Hukum internasional
- Pax Britannica
- Prinsip Peelian
- Politik kekuasaan
- Keruntuhan negara adidaya
- Perdamaian dunia
Referensi
- ^ Linda Colley, 'Britain and the US once ran the world. Now they're all at sea', The Guardian, 14 June 2017.
- ^ Gideon Rachman, 'The world would miss the American policeman', Financial Times, 2 September 2013.
- ^ Jonas Parello-Plesner and Parag Khanna, 'Stop fretting about Beijing as a global policeman', Financial Times, 28 December 2011.
- ^ Martin Wight, Power Politics (Wight book), 1978, p 98- 109
- ^ Martin Wight, Power Politics, 1978 , p 102
- ^ Charles Reith, A new study of police history, Oliver and Boyd, 1956, appendix.
- ^ 'In the US, who has the monopoly on force?', Washington Post, 13th July 2016
- ^ Daniel L Davis, 'What the 'world police' analogy gets wrong,' The National Interest, 2/10/2016
- ^ www.nationalarchives.gov.uk>pdf>britain-and-the-trade.pdf
- ^ 'Before the first world war: what can 1914 tell us about 2014?' New Statesman, 23/1/2014
- ^ Wendy McElroy, 'How America became the World's Policeman', The Daily Bell, 19/3/2015
- ^ ibid,
- ^ Connor Murphy, 'World Police Force?' psu.edu, 31/10/2013
- ^ Scott Baldauf, 'Why the US didn't intervene in the Rwandan massacre', Christian Science Monitor 7/4/2009.
- ^ Richard Norton-Taylor, 'Top judge: US and UK acted as vigilantes in Iraq invasion, Guardian, 17/11/2008
- ^ David Usborne, 'WMD just an excuse for war, admits Wolfowitz', Independent, 29/5/2003
- ^ Tariq Ali, 'America's selective vigilantism will make as many enemies as friends', The Guardian, 6/9/2011
- ^ Nathan Gardels and Hans Blix, 'America is not the world's policeman - in Syria or Iraq', Christian Science Monitor, 27/8/2013
- ^ Daniel L Davis, 'What the World Police Analogy gets wrong', The National Interest, 2/10/2016
- ^ Geoffrey Robertson, 'Drone attacks go against every Human Right in the book', New Statesman, 13/6/2012