Lompat ke isi

Pengguna:Dedhert.Jr/Uji halaman 05/4

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Empty balance scale
The weighing pans of this balance scale contain zero objects, divided into two equal groups.

Dalam matematika, paritas dari nol dikatakan genap, atau nol yang merupakan bilangan genap. Dengan kata lain, paritasnya adalah genap jika kualitas bilangan bulat adalah genap ataupun ganjil. Hal ini dapat dibenarkan dengan mudah melalui definisi "bilangan genap", yang mengatakan bahwa 0 merupakan kelipatan bilangan bulat dari 2, khususnya 0 × 2. Akibatnya, nol membagi semua sifat yang mencirikan bilangan genap, sebagai contoh, 0 diapit oleh bilangan-bilangan ganjil. Setiap bilangan bulat desimal yang mempunyai paritas yang sama sebagai digit terakhirnya—jadi, karena 10 adalah genap, 0 akan genap, dan jika y adalah genap, maka y + x mempunyai paritas yang sama sebagai x—dan 0 + x selalu mempunyai paritas yang sama.

Nol juga dimasukkan ke dalam pola yang dibentuk dengan bilangan genap lainnya. Aturan paritas aritmetika, contohnya sebagai genapgenap = genap, memerlukan 0 agar bilangan menjadi genap. Nol merupakan unsur identitas penambahan dari grup bilangan bulat genap, dan 0 merupakan kasus yang paling awal dari kasus bilangan asli genap lainnya yang didefinisikan secara rekursif. Penerapan rekursi tersebut yang dimulai dari teori graf hinga geometri komputasi bergantung pada nol yang merupakan bilangan genap. 0 tidak hanya dapat dibagi dengan 2, namun 0 dapat dibagi oleh setiap perpangkatan dari 2, yang berhubungan dengan sistem bilangan yang dipakai komputer, bilangan biner. Dalam artian, 0 merupakan bilangan yang "paling genap" dari semua bilangan.[1]

Paritas dari nol dapat menimbulkan kebingungan bagi kalangan masyarakat umum. Sebagai contoh, dalam eksperimen waktu reaksi, sebagian orang lebih lambat dalam mengidentifikasi apakah 0 merupakan bilangan genap selain 2, 4, 6, atau 8. Ada beberapa guru, dan beberapa siswa di kelas matematika, yang mengira bahwa nol adalah bilangan ganjil, atau bilangan genap dan ganjil, atau tidak kedua-duanya, menyebabkan kesalahpahaman dalam kesempatan belajar, seperti yang dikemukakan para peneliti dalam pendidkan matematika. Para siswa yang mempelajari persamaan seperti 0 × 2 = 0 dapat menyampaikan keraguannya terkait 0 yang disebut sebagai bilangan dan pemakaiannya dalam aritmetika. Diskusi di kelas dapat mengarahkan para siswa untuk memahami prinsip-prinsip dasar penalaran matematis, seperti pentingnya definisi. Menghitung paritas dari bilangan yang dikecualikan ini merupakan contoh awal tema yang diliputi dalam matematika, abstraction of a familiar concept to an unfamiliar setting.

Yang membuat nol adalah bilangan genap

Definisi "bilangan genap" yang standar dapat dipakai untuk membuktikan secara langsung bahwa nol adalah genap. Bilangan dikatakan "genap" jika ia adalah kelipatan dari 2. Sebagai contoh, alasan mengapa 10 adalah bilangan genap adalah karena ia sama dengan 5 × 2. Dengan cara yang sama, nol merupakan kelipatan bilangan bulat dari 2, yaitu 0 × 2, sehingga nol adalah genap.[2]

Tanpa mengacu pada definisi formal, ada juga yang dapat menjelaskan mengapa nol adalah genap.[3] Penjabaran berikut menjelaskan gagasan bahwa nol adalah genap dengan menggunakan konsep bilangan yang fundamental. Alasan mengenai definisi tersendiri beserta penerapannya dengan nol dapat diberikan melalui fondasi berikut.

Penjabaran dasar

On the left, boxes with 0, 2, and 4 white objects in pairs; on the right, 1, 3, and 5 objects, with the unpaired object in red
Kotak dengan 0 objek tidak mempunyai objek berwarna merah tersisa.[4]

Dengan diberikan sebuah himpunan objek-objek, maka ada yang menggunakan bilangan untuk menjelaskan berapa banyak objek-objek yang ada di dalam himpunan tersebut. Nol dihitung sebagai tidak ada objek; dalam istilah yang lebih formal, nol merupakan jumlah objek-objek di dalam himpunan kosong. Konsep paritas dipakai untuk membuat kumpulan dari dua objek. Jika objek-objek di dalam himpunan dapat ditandai menjadi kumpulan dari dua objek, tanpa ada yang tersisa, maka jumlah objeknya adalah genap. Namun, jika ada objek yang tersisa, maka jumlah objeknya adalah ganjil. Himpunan kosong memuat nol kumpulan dari dua objek, dan tidak ada objek yang tersisa dalam pengelompokkan tersebut, sehingga nol adalah genap.[5]

Gagasan ini dapat diilustrasikan dengan menggambar objek-objek dalam pasangan. Sangat sulit untuk menggambarkan nol kumpulan dari dua objek, atau menegaskan ketidakberadaan terkait objek-objek yang tersisa, sehingga ilustrasi tersebut membantu menggambarkan kumpulan lainnya dan membandingkannya dengan nol. Sebagai contoh, dalam kumpulan lima objek, terdapat dua pasangan. Lebih perntingnya, kumpulan tersebut mempunyai sebuah objek tersisa, jadi 5 adalah ganjil. Dalam kumpulan empat objek, tidak ada objke-objek tersisa, jadi 4 adalah genap. Dalam kumpulan yang hanya terdapat satu objek, tidak ada pasangan dan ada objek yang tersisa, jadi 1 adalah ganjil. Sedangkan, dalam kumpulan nol objek, tidak ada objek tersisa, jadi 0 adalah genap.[6]

Selain itu, ada definisi konkret mengenai kegenapan, yang mirip dengan definisi sebelumnya. Definisi tersebut mengatakan jika objek-objek di dalam himpunan dapat diletakkan ke dalam dua kumpulan yang memiliki ukuran yang sama, maka jumlah objeknya adalah genap. Lagi-lagi, nol adalah genap karena himpunan kosongnya dapat dibagi menjadi dua kumpulan dari masing-masing nol benda.[7]

Bilangan-bilangan juga dapat dipandang sebagai titik-titik pada garis bilangan. Polanya terlihat jelas ketika bilangan genap dan bilangan ganjil dibedakan dengan satu sama lain, khususnya jika bilangan negatif dimasukkan ke dalam garis bilangan:

Integers −4 through 10; even numbers are open circles; odd numbers are dots

Bilangan genap dan bilangan ganjil pada garis bilangan mempunyai pola yang bergantian. Dimulai dari setiap bilangan genap, dengan menghitung maju ataupun mundur dua langkah mencapai bilangan genap lainnya, dan tidak alasan untuk melewati nol.[8]

Konsep paritas dapat dijelaskan dalam cara yang lebih formal dengan menggunakan ekspresi aritmetika, yaitu operasi perkalian. Setiap bilangan bulat yang merupakan bentuk dari (2 × ▢) + 0, menghasilkan bilangan genap, atau bentuk dari (2 × ▢) + 1, menghasilkan bilangan ganjil. Sebagai contoh, 1 adalah ganjil karena 1 = (2 × 0) + 1, dan 0 adalah genap karena 0 = (2 × 0) + 0. Konsep melalui garis bilangan pada gambar di atas diperkuat dengan menggunakan tabel pada contoh-contoh tersebut.[9]

Mendefinisikan paritas

Definisi dari istilah matematika yang tepat, contohnya seperti "genap" yang berarti "kelipatan bilangan bulat dari dua", merupakan konvensi yang paling mendasar. Berbeda dengan istilah "genap", ada beberapa istilah matematika yang sengaja dibuat untuk menghindari kasus yang bersifat trivial atau degenerasi. Bilangan prima adalah salah satu contoh yang paling terkenal. Sebelum abad ke-20, definisi primalitas masih inkonsisten, dan matematikawan khususnya seperti Goldbach, Lambert, Legendre, Cayley, dan Kronecker menulis bahwa 1 adalah bilangan prima.[10] Namun, definisi modern memandang "bilangan prima" sebagai "bilangan bulat positif dengan setidaknya mempunyai 2 faktor", jadi 1 bukanlah bilangan prima. Definisi tersebut tentunya dapat diproses dengan mengamati bahwa bilangan prima jika ia disesuaikan dengan teorema yang melibatkannya. Sebagai contoh, teorema dasar aritmetika dapat dijelaskan ketika 1 tidak dianggap sebagai bilangan prima.[11]

Hal ini dapat mendefinisikan ulang istilah "genap" dengan serupa melalui cara tanpa menggunakan nol. Sayangnya, pada kasus ini, definisi yang baru akan terasa lebih sulit untuk menyatakan teorema-teorema yang melibatkan bilangan prima. Aturan yang paling relevan melibatkan operasi penambahan, pengurangan, dan perkalian:

bilangan genap ± bilangan genap = bilangan genap
bilangan ganjil ± bilangan ganjil = bilangan genap
bilangan genap × bilangan bulat = bilangan genap

Dengan memasukkan nilai yang sesuai pada ruas kiri, maka dapat menghasilkan 0 pada ruas kanan. Sebagai contoh,

2 − 2 = 0
−3 + 3 = 0
4 × 0 = 0

Aturan di atas akan menjadi salah jika nol bukan bilangan genap.[12] Namun dalam keadaan yang sebaik-baiknya, aturan-aturan tersebut harus dimodifikasi. Sebagai contoh, ada panduan ujian yang mengatakan bahwa bilangan genap digambarkan sebagai kelipatan bilangan bulat dari dua, namun nol "tidak digambarkan sebagai bilangan genap ataupun bilangan ganjil".[13] Oleh sebab itulah aturan panduan mengenai bilangan genap dan bilangan ganjil memberikan pengecualian:

bilangan genap ± bilangan genap = bilangan genap (atau nol)
bilangan ganjil ± bilangan ganjil = bilangan genap (atau nol)
bilangan genap × bilangan bulat taknol = bilangan genap[13]

Dengan membuat pengecualian mengenai nol pada definisi kegenapan, maka aturan mengenai bilangan genap dipaksa untuk membuat pengecualian. Di sisi lain, definisi biasa dan kegenapan dari nol dipaksa dengan mengambil aturan-aturan yang patuh dengan bilangan genap positif dan memerlukan bahwa aturan-aturan tersebut tetap berlaku untuk bilangan bulat.[12]

Konteks dalam matematika

Hasil yang tak terhitung dalam teori bilangan meminta teorema dasar aritmetika dan sifat aljabar mengenai bilangan genap, sehingga pilihan di atas telah memberikan konsekuensi yang luas. Sebagai contoh, bilangan positif yang mempunyai faktorisasi tunggal berarti bahwa bilangan positif dapat menentukan apakah bilangan mempunyai bilangan genap atau bilangan ganjil dari faktor prima yang berbeda. Karena 1 bukan bilangan prima atau tidak mempunyai faktor prima, maka 1 merupakan hasil kali dari 0 bilangan prima yang berbeda; karena 0 adalah bilangan genap, maka 1 mempunyai bilangan genap dari faktor prima yang berbeda. Hal ini menyiratkan bahwa fungsi Möbius mengambil nilai μ(1) = 1, yang diperlukan untuk membuatnya menjadi fungsi perkalian dan untuk rumus inversi Möbius agar dapat bekerja.[14]

Bilangan bukan merupakan bilangan ganjil

Bilangan n dikatakan bilangan ganjil jika ada bilangan bulat k sehingga n = 2k + 1. Salah satu cara untuk membuktikan bahwa nol bukan merupakan bilangan ganjil adalah dengan menggunakan kontradiksi: jika 0 = 2k + 1, maka k = −1/2, yang mengakibatkan k bukan bilangan bulat.[15] Jika ada sebuah bilangan yang tidak diketahui terbukti merupakan bilangan ganjil, maka bilangan tersebut tidak mungkin nol, karena nol bukan bilangan ganjil. Pengamatan trivial tersebut rupanya dapat memberikan sebuah konvensi dan mengungkapkan bukti yang menjelaskan mengapa bilangan ganjil adalah bilangan yang bukan nol.

Hasil dari teori graf klasik mengatakan bahwa graf dari orde ganjil, graf yang mempunyai jumlah simpul bernilai ganjil, selalu setidaknya mempunyai satu simpul dari derajat genap. Pernyataan tersebut memerlukan nol agar jumlah simpulnya bernilai genap: graf kosong mempunyai orde genap, dan simpul terpencil mempunyai derajat genap.[16] Untuk membuktikan pernyataan tersebut, cara yang lebih mudah adalah membuktikan hasil yang lebih kuat: setiap graf orde ganjil mempunyai bilangan ganjil dari simpul derajat genap. Kehadiran bilangan ganjil ini dijelaskan melalui hasil yang lebih umum lagi, yang dikenal sebagai lema berjabat tangan (bahasa Inggris: handshaking lemma), yang mengatakan setiap graf mempunyai jumlah simpul dari derajat ganjil.[17] Yang terakhir, bilangan genap dari simpul ganjil tentunya dijelaskan melalui rumus jumlah derajat.

Lema Sperner merupakan penerapan yang lebih lanjut dari cara yang sama. Lema tersebut mengatakan bahwa jenis pewarnaan pada triangulasi dari simpleks mempunyai subsimpleks yang mengandung setiap warna. Tanpa membangun subsimpleks langsung, cara yang lebih mudah untuk membuktikan bahwa ada jumlah ganjil dari subsimpleks adalah dengan melalui argumen induksi.[18] Maka, pernyataan lema yang lebih kuat menjelaskan bahwa jumlahnya ganjil: jumlah subsimpleks terurai sebagai (n + 1) + n ketika dianggap mempunyai dua kemungkinan orientasi simpleks.[19]

Pergantian bilangan genap dan bilangan ganjil

0->1->2->3->4->5->6->... in alternating colors
Definsii rekursif dari paritas bilangan asli.

Nol yang merupakan bilangan genap, dan juga pola bilangan ganjil dan bilangan genap yang bergantian, cukup menentukan paritas dari setiap bilangan asli yang lain. Gagasan ini dapat diformalisasikan menjadi definisi rekursif dari himpunan bilangan asli genap:

  • 0 adalah bilangan genap.
  • (n + 1) adalah genap jika dan hanya jika n bukan genap.

Definisi yang mempunyai kemajuan yang bersifat konseptual ini hanya bergantung pada dasar-dasar dari bilangan asli, yakni keberadaan 0 dan penerusnya. Karena itu, definisi ini berguna untuk sistem logika dalam komputer, contohnya seperti Edinburgh Logical Framework dan pembukti teorema Isabelle.[20] Melalui definisi ini, kegenapan dari nol bukan merupakan sebuah teorema, melainkan sebuah aksioma. Bahkan, "nol merupakan sebuah bilangan genap" dapat dipandang sebagai salah satu aksioma Peano, dengan bilangan asli genap yang dipakai sebagai model.[21] Konstruksi yang serupa memperluas definisi paritas ke bilangan ordinal transfinit, yang mengatakan bahwa setiap ordinal limit adalah genap, bahkan nol, dan penerus dari ordinal genap adalah ganjil.[22]

Non-convex polygon penetrated by an arrow, labeled 0 on the outside, 1 on the inside, 2 on the outside, etc.
Titik di poligon

Titik di poligon klasik yang diuji melalui geometri komputasi menerapkan gagasan di atas. Untuk menentukan jika sebuah titik terletak di dalam poligon, sinar pada poligon tersebut digambarkan dari takhingga ke titik tersebut, dan jumlah sinar yang melalui sisi poligon dihitung. Jumlah yang dilalui sinar tersebut adalah genap jika dan hanya jika titik tersebut berada di luar poligon. Algoritma tersebut bekerja karena jika sinarnya tidak pernah melalui poligon, maka jumlah yang dilalui adalah nol, yang berarti jumlahnya adalah genap, dan titiknya berada di luar. Setiap kali sinar tersebut melalui poligon, jumlah yang dilalui berselang-seling diantara bilangan genap dan ganjil, dan titik yang ditandai berselang-seling di dalam dan diluar poligon.[23]

A graph with 9 vertices, alternating colors, labeled by distance from the vertex on the left
Bangunan dwipartisi

Dalam teori graf, graf dwipihak merupakan sebuah graf yang membagi simpulnya menjadi dua warna, sehingga simpul yang bertetangga mempunyai warna yang berbeda. Jika graf terhubung tidak mempunyai siklus ganjil, maka sebuah dwipartisi dapat dibangun dengan memilik simpul basis v dan mewarnai setiap simpul dengan warna hitam atau putih, tergantung apakah jarak dari v adalah genap atau ganjil. Karena jarak antara v dan dirinya sendiri adalah 0, dan 0 adalah genap, maka simpul basis diwarnai dengan berbeda dari tetangganya, yang terletak di jarak 1.[24]

Pola-pola dalam aljabar

Integers −4 through +4 arranged in a corkscrew, with a straight line running through the evens
2Z (berwarna biru) sebagai subgrup dari Z

Dalam aljabar abstrak, bilangan bulat genap membentuk berbagai ragam struktur aljabar yang memerlukan inklusi dari nol. Bahkan identitas penambahan, yakni nol, adalah genap, beserta dengan kegenapan dari jumlah dan invers aditif dari bilangan genap dan penambahan yang bersifat asosiatif, mengartikan bahwa bilangan bulat genap membentuk sebuah grup. Terlebih lagi, contoh sederhana dari konsep subgrup mengatakan bahwa grup bilangan bulat terhadap operasi penambahan merupakan subgrup dari grup semua bilangan bulat.[16] Pengamatan yang merupakan aturan "bilangan genap − bilangan genap = bilangen genap" sebelumnya, memaksa 0 menjadi genap merupakan bagian dari pola umum: setiap subhimpunan takkosong dari grup aditif yang tertutup terhadap pengurangan harus berupa subgrup, dan khususnya, harus memuat identitas.[25]

Karena bilangan bulat genap membentuk subgrup dari bilangan bulat, maka bilangan-bilangan tersebut membagi bilangan bulat menjadi kohimpunan. Kohimpunan tersebut dapat dijelaskan sebagai kelas kesetaraan dari relasi kesetaraan: x ~ y jika (xy) genap. Kegenapan dari nol diperlihatkan secara langsung sebagai reflektivitas dari relasi biner ~.[26] Namun pada subgrup ini, hanya ada dua subkohimpunan, yaitu mempunyai anggota bilangan genap dan ganjil, sehingga subgrup tersebut mempunyai indeks 2.

Mirip dengan sebelumnya, grup selang-seling merupakan subgrup dari indeks 2 dalam simetri grup pada n huruf. Anggota dari grup selang-seling, yang disebut permutasi genap, merupakan hasil kali dari bilangan genap transposisi. Peta identitas, yang merupakan hasil kali kosong tanpa transposisi, merupakan permutasi genap karena nol adalah genap; it is the identity element of the group.[27]

Aturan "bilangan genap × bilangan bulat = bilangan genap" mengartikan bahwa bilangan genap membentuk ideal dalam gelanggang bilangan bulat, dan relasi ekuivalensi di atas dapat dijelaskan sebagai ekuivalensi modulo ideal tersebut. Penjelasan lebih khususnya, bilangan bulat genap setidaknya merupakan bilangan bulat k dengan k ≡ 0 (mod 2). Rumus ini berguna untuk mencari akar polinomial bilangan bulat.[28]

Urutan dari bilangan 2-adik

Ada beberapa kelipatan dari 2 diartikan sebagai bilangan yang "lebih genap" dari bilangan yang lain. Sebagai contoh, kelipatan dari 4 disebut bilangan genap ganda, karena bilangan dengan kelipatan tersebut dapat dibagi dengan 2 sebanyak dua kali. Selain nol yang dapat dibagi dengan 4, nol juga mempunyai sifat yang unik, yaitu dapat dibagi dengan setiap perpangkatan dari 2. Jadi, 0 melebihi semua bilangan lain dalam "kegenapan".[1]

One consequence of this fact appears in the bit-reversed ordering of integer data types used by some computer algorithms, such as the Cooley–Tukey fast Fourier transform. This ordering has the property that the farther to the left the first 1 occurs in a number's binary expansion, or the more times it is divisible by 2, the sooner it appears. Zero's bit reversal is still zero; it can be divided by 2 any number of times, and its binary expansion does not contain any 1s, so it always comes first.[29]

Walaupun 0 dapat dibagi dengan 2 berkali-kali daripada bilangan yang lainnya, namun belum terus-terang dalam mengukur seberapa banyak 0 dibagi. Untuk setiap bilangan bulat taknol n, urutan bilangan 2-adik dari n yang dapat didefinisikan sebagai bilangan dari perkalian n dapat dibagi dengan 2. Namun hal ini tidak berlaku untuk 0, karena seberapa banyak bilangan tersebut dibagi dengan 2, bilangan tersebut selalu dapat dibagi dengan 2 lagi. Malahan, ketentuan yang menetapkan urutan bilangan 2-adik dari 0 adalah tak hingga dinyatakan sebagai kasus istimewa.[30] Ketentuan ini bukan merupakan kasus yang istimewa untuk urutan bilangan 2-adik, melainkan sebagai salah satu aksioma dari valuasi penambahan dalam aljabar dengan tingkat yang lebih tinggi.[31]

Perpangkatan dari 2 seperti 1, 2, 4, 8, ..., membentuk sebuah barisan sederhana yang memuat urutan bilangan 2-adik yang menaik. Barisan tersebut dalam bilangan 2-adik konvergen menuju nol.[32]

Dalam pendidikan

Bar chart; see description in body text
Percentage responses over time[33]

Paritas dari nol acapkali dipelajari dalam dua atau tiga tahun pertama pendidikan dasar, saat memperkenalkan dan mengembangkan tentang konsep bilangan genap dan bilangan ganjil.[34]

Pengetahuan siswa-siswi

Grafik menggambarkan sebuah progres pemahaman siswa-siswi tentang paritas dari nol, yang dimulai dari Year 1 to Year 6 of the English education system. The data is from Len Frobisher, who conducted a pair of surveys of English schoolchildren. Frobisher was interested in how knowledge of single-digit parity translates to knowledge of multiple-digit parity, and zero figures prominently in the results.[35]

In a preliminary survey of nearly 400 seven-year-olds, 45% chose even over odd when asked the parity of zero.[36] A follow-up investigation offered more choices: neither, both, and don't know. This time the number of children in the same age range identifying zero as even dropped to 32%.[37] Success in deciding that zero is even initially shoots up and then levels off at around 50% in Years 3 to 6.[38] For comparison, the easiest task, identifying the parity of a single digit, levels off at about 85% success.[39]

In interviews, Frobisher elicited the students' reasoning. One fifth-year decided that 0 was even because it was found on the 2 times table. A couple of fourth-years realized that zero can be split into equal parts. Another fourth-year reasoned "1 is odd and if I go down it's even."[40] The interviews also revealed the misconceptions behind incorrect responses. A second-year was "quite convinced" that zero was odd, on the basis that "it is the first number you count".[41] A fourth-year referred to 0 as "none" and thought that it was neither odd nor even, since "it's not a number".[42] In another study, Annie Keith observed a class of 15 second-graders who convinced each other that zero was an even number based on even-odd alternation and on the possibility of splitting a group of zero things in two equal groups.[43]

More in-depth investigations were conducted by Esther Levenson, Pessia Tsamir, and Dina Tirosh, who interviewed a pair of sixth-grade students in the USA who were performing highly in their mathematics class. One student preferred deductive explanations of mathematical claims, while the other preferred practical examples. Both students initially thought that 0 was neither even nor odd, for different reasons. Levenson et al. demonstrated how the students' reasoning reflected their concepts of zero and division.[44]

Pencapaian yang diperoleh siswa-siswi[45]
"Nol bukan bilangan genap atau ganjil."
"Nol bisa saja bilangan genap."
"Nol bukan bilangan ganjil."
"Nol harus bilangan genap."
"Nol bukan bilangan genap."
"Nol selalu bilangan genap."
"Nol tidak selalu bilangan genap."
"Nol adalah bilangan genap."
"Nol adalah bilangan spesial."

Deborah Loewenberg Ball analyzed US third grade students' ideas about even and odd numbers and zero, which they had just been discussing with a group of fourth-graders. The students discussed the parity of zero, the rules for even numbers, and how mathematics is done. The claims about zero took many forms, as seen in the list on the right.[45] Ball and her coauthors argued that the episode demonstrated how students can "do mathematics in school", as opposed to the usual reduction of the discipline to the mechanical solution of exercises.[46]

One of the themes in the research literature is the tension between students' concept images of parity and their concept definitions.[47] Levenson et al.'s sixth-graders both defined even numbers as multiples of 2 or numbers divisible by 2, but they were initially unable to apply this definition to zero, because they were unsure how to multiply or divide zero by 2. The interviewer eventually led them to conclude that zero was even; the students took different routes to this conclusion, drawing on a combination of images, definitions, practical explanations, and abstract explanations. In another study, David Dickerson and Damien Pitman examined the use of definitions by five advanced undergraduate mathematics majors. They found that the undergraduates were largely able to apply the definition of "even" to zero, but they were still not convinced by this reasoning, since it conflicted with their concept images.[48]

Pengetahuan para guru

Researchers of mathematics education at the University of Michigan have included the true-or-false prompt "0 is an even number" in a database of over 250 questions designed to measure teachers' content knowledge. For them, the question exemplifies "common knowledge ... that any well-educated adult should have", and it is "ideologically neutral" in that the answer does not vary between traditional and reform mathematics. In a 2000–2004 study of 700 primary teachers in the United States, overall performance on these questions significantly predicted improvements in students' standardized test scores after taking the teachers' classes.[49] In a more in-depth 2008 study, the researchers found a school where all of the teachers thought that zero was neither odd nor even, including one teacher who was exemplary by all other measures. The misconception had been spread by a math coach in their building.[50]

It is uncertain how many teachers harbor misconceptions about zero. The Michigan studies did not publish data for individual questions. Betty Lichtenberg, an associate professor of mathematics education at the University of South Florida, in a 1972 study reported that when a group of prospective elementary school teachers were given a true-or-false test including the item "Zero is an even number", they found it to be a "tricky question", with about two thirds answering "False".[51]

Implikasi tentang instruksi

Mathematically, proving that zero is even is a simple matter of applying a definition, but more explanation is needed in the context of education. One issue concerns the foundations of the proof; the definition of "even" as "integer multiple of 2" is not always appropriate. A student in the first years of primary education may not yet have learned what "integer" or "multiple" means, much less how to multiply with 0.[52] Additionally, stating a definition of parity for all integers can seem like an arbitrary conceptual shortcut if the only even numbers investigated so far have been positive. It can help to acknowledge that as the number concept is extended from positive integers to include zero and negative integers, number properties such as parity are also extended in a nontrivial way.[53]

Pemahaman terkait numerik

Numbers 0–8, repeated twice, in a complex arrangement; the 0s are on top, separated by a dotted line
Statistical analysis of experimental data, showing separation of 0. In this smallest space analysis, only the clustering of data is meaningful; the axes are arbitrary.[54]

Adults who do believe that zero is even can nevertheless be unfamiliar with thinking of it as even, enough so to measurably slow them down in a reaction time experiment. Stanislas Dehaene, a pioneer in the field of numerical cognition, led a series of such experiments in the early 1990s. A numeral is flashed to the subject on a monitor, and a computer records the time it takes the subject to push one of two buttons to identify the number as odd or even. The results showed that 0 was slower to process than other even numbers. Some variations of the experiment found delays as long as 60 milliseconds or about 10% of the average reaction time—a small difference but a significant one.[55]

Dehaene's experiments were not designed specifically to investigate 0 but to compare competing models of how parity information is processed and extracted. The most specific model, the mental calculation hypothesis, suggests that reactions to 0 should be fast; 0 is a small number, and it is easy to calculate 0 × 2 = 0. (Subjects are known to compute and name the result of multiplication by zero faster than multiplication of nonzero numbers, although they are slower to verify proposed results like 2 × 0 = 0.) The results of the experiments suggested that something quite different was happening: parity information was apparently being recalled from memory along with a cluster of related properties, such as being prime or a power of two. Both the sequence of powers of two and the sequence of positive even numbers 2, 4, 6, 8, ... are well-distinguished mental categories whose members are prototypically even. Zero belongs to neither list, hence the slower responses.[56]

Repeated experiments have shown a delay at zero for subjects with a variety of ages and national and linguistic backgrounds, confronted with number names in numeral form, spelled out, and spelled in a mirror image. Dehaene's group did find one differentiating factor: mathematical expertise. In one of their experiments, students in the École Normale Supérieure were divided into two groups: those in literary studies and those studying mathematics, physics, or biology. The slowing at 0 was "essentially found in the [literary] group", and in fact, "before the experiment, some L subjects were unsure whether 0 was odd or even and had to be reminded of the mathematical definition".[57]

This strong dependence on familiarity again undermines the mental calculation hypothesis.[58] The effect also suggests that it is inappropriate to include zero in experiments where even and odd numbers are compared as a group. As one study puts it, "Most researchers seem to agree that zero is not a typical even number and should not be investigated as part of the mental number line."[59]

Konteks dalam kehidupan sehari-hari

Some of the contexts where the parity of zero makes an appearance are purely rhetorical. The issue provides material for Internet message boards and ask-the-expert websites.[60] Linguist Joseph Grimes muses that asking "Is zero an even number?" to married couples is a good way to get them to disagree.[61] People who think that zero is neither even nor odd may use the parity of zero as proof that every rule has a counterexample,[62] or as an example of a trick question.[63]

Around the year 2000, media outlets noted a pair of unusual milestones: "1999/11/19" was the last calendar date composed of all odd digits that would occur for a very long time, and that "2000/02/02" was the first all-even date to occur in a very long time.[64] Since these results make use of 0 being even, some readers disagreed with the idea.[65]

In standardized tests, if a question asks about the behavior of even numbers, it might be necessary to keep in mind that zero is even.[66] Official publications relating to the GMAT and GRE tests both state that 0 is even.[67]

The parity of zero is relevant to odd–even rationing, in which cars may drive or purchase gasoline on alternate days, according to the parity of the last digit in their license plates. Half of the numbers in a given range end in 0, 2, 4, 6, 8 and the other half in 1, 3, 5, 7, 9, so it makes sense to include 0 with the other even numbers. However, in 1977, a Paris rationing system led to confusion: on an odd-only day, the police avoided fining drivers whose plates ended in 0, because they did not know whether 0 was even.[68] To avoid such confusion, the relevant legislation sometimes stipulates that zero is even; such laws have been passed in New South Wales[69] and Maryland.[70]

On U.S. Navy vessels, even-numbered compartments are found on the port side, but zero is reserved for compartments that intersect the centerline. That is, the numbers read 6-4-2-0-1-3-5 from port to starboard.[71]

In the game of roulette, the number 0 does not count as even or odd, giving the casino an advantage on such bets.[72] Similarly, the parity of zero can affect payoffs in prop bets when the outcome depends on whether some randomized number is odd or even, and it turns out to be zero.[73]

The game of "odds and evens" is also affected: if both players cast zero fingers, the total number of fingers is zero, so the even player wins.[74] One teachers' manual suggests playing this game as a way to introduce children to the concept that 0 is divisible by 2.[75]

Referensi

  1. ^ a b Arnold 1919, hlm. 21: "By the same test zero surpasses all numbers in 'evenness.'" Terjemahan:

    "Melalui uji yang sama, nol melebihi semua bilangan dalam 'kegenapan.'"

    Wong 1997, hlm. 479: "Thus, the integer b000⋯000 = 0 is the most 'even.'" Terjemahan:

    "Jadi, bilangan bulat b000⋯000 = 0 adalah [bilangan yang] paling 'genap.'"

  2. ^ Penner 1999, hlm. 34: Lemma B.2.2, The integer 0 is even and is not odd. (Terj.: Bilangan bulat 0 adalah genap dan bukan ganjil) Penner memakai simbol matematika ∃, kuantifikasi eksistensial, untuk menyatakan bukti:

    "To see that 0 is even, we must prove that ∃k (0 = 2k), and this follows from the equality 0 = 2 ⋅ 0."

    Terjemahan:

    "Untuk melihat bahwa 0 adalah genap, kita harus membuktikan bahwa ∃k (0 = 2k), dan hal ini diambil dari 0 = 2 ⋅ 0."

  3. ^ (Ball, Lewis & Thames 2008, hlm. 15) membahas tantangan ini kepada para guru yang mengajar kelas dasar, yang meminta untuk memberikan alasan tentang fakta secara matematis, namun murid-muridnya tidak menggunakan definisi yang sama, atau tidak memahami definisi tersebut jika diperkenalkan.
  4. ^ Bandingkan Gambar 1 (Lichtenberg 1972, hlm. 535)
  5. ^ Lichtenberg 1972, hlm. 535–536:

    "...numbers answer the question How many? for the set of objects ... zero is the number property of the empty set ... If the elements of each set are marked off in groups of two ... then the number of that set is an even number."

    Terjemahan:

    "...bilangan-bilangan menjawab pertanyaan Berapa banyak? untuk himpunan objek ... nol merupakan sifat bilangan dari himpunan kosong ... Jika anggota dari masing-masing himpunan ditandai dalam kumpulan dari dua ... maka bilangan dari himpunan tersebut adalaj bilangan genap."

  6. ^ Lichtenberg 1972, hlm. 535–536:

    "Zero groups of two stars are circled. No stars are left. Therefore, zero is an even number."

    Terjemahan:

    "Nol kumpulan dari dua bintang dilingkari. Tidak ada bintang yang tersisa. Jadi, nol adalah bilangan genap."

  7. ^ Dickerson & Pitman 2012, hlm. 191.
  8. ^ Lichtenberg 1972, hlm. 537;

    compare her Fig. 3. "If the even numbers are identified in some special way ... there is no reason at all to omit zero from the pattern."

    Terjemahan:

    bandingkan Gambar 3. "Jika bilangan genap diidenitifikasi dalam cara yang khusus ... [maka] tidak ada alasan sama sekali untuk menghilangkan nol dari pola."

  9. ^ Lichtenberg 1972, hlm. 537–538:

    "At a more advanced level ... numbers expressed as (2 × ▢) + 0 are even numbers ... zero fits nicely into this pattern."

    Terjemahan:

    "Pada tingkatan lebih lanjut ... bilangan yang dinyatakan sebagai (2 × ▢) + 0 adalah bilangan genap ... nol dimasukkan dengan baik ke dalam pola ini."

  10. ^ Caldwell & Xiong 2012, hlm. 5–6.
  11. ^ Gowers 2002, hlm. 118:

    "The seemingly arbitrary exclusion of 1 from the definition of a prime … does not express some deep fact about numbers: it just happens to be a useful convention, adopted so there is only one way of factorizing any given number into primes."

    Terjemhan:

    "Nampaknya, pengecualian 1 sebarang dari definisi bilangan prima … tidak mengekpresikan fakta yang mendalam tentang bilangan: pengecualiannya juga merupakan konvensi yang berguna yang telah diterima, sehingga ada satu cara untuk memfaktorkan setiap bilangan yang dinyatakan ke bilangan prima."

    Untuk pembahasan yang lebih rinci, lihat (Caldwell & Xiong 2012).

  12. ^ a b Partee 1978, hlm. xxi
  13. ^ a b Stewart 2001, hlm. 54. Aturan-aturan tersebut dinyatakan tanpa mengutip kata per kata.
  14. ^ Devlin 1985, hlm. 30–33
  15. ^ Penner 1999, hlm. 34.
  16. ^ a b Berlinghoff, Grant & Skrien 2001. Mengenai simpul terpencil, lihat hlm. 149; sedangkan mengenai grup, lihat hlm. 311.
  17. ^ Lovász, Pelikán & Vesztergombi 2003, hlm. 127–128
  18. ^ Starr 1997, hlm. 58–62
  19. ^ Border 1985, hlm. 23–25
  20. ^ Lorentz 1994, hlm. 5–6; Lovas & Pfenning 2008, hlm. 115; Nipkow, Paulson & Wenzel 2002, hlm. 127
  21. ^ Bunch 1982, hlm. 165
  22. ^ Salzmann et al. 2007, hlm. 168
  23. ^ Wise 2002, hlm. 66–67
  24. ^ Anderson 2001, hlm. 53; Hartsfield & Ringel 2003, hlm. 28
  25. ^ Dummit & Foote 1999, hlm. 48
  26. ^ Andrews 1990, hlm. 100
  27. ^ Tabachnikova & Smith 2000, hlm. 99; Anderson & Feil 2005, hlm. 437–438
  28. ^ Barbeau 2003, hlm. 98
  29. ^ Wong 1997, hlm. 479
  30. ^ Gouvêa 1997, hlm. 25. (tanda titiknya memang dari sumber asli) Dari bilangan prima umum p:

    "The reasoning here is that we can certainly divide 0 by p, and the answer is 0, which we can divide by p, and the answer is 0, which we can divide by p…"

    Terjemahan:

    "Alasannya adalah bahwa kita tentunya dapat membagi 0 dengan p, dan jawaban memberikan nilai 0, yang kita dapat membaginya dengan p, dan jawaban memberikan nilai 0, yang kita dapat membaginya dengan p…"

  31. ^ Krantz 2001, hlm. 4
  32. ^ Salzmann et al. 2007, hlm. 224
  33. ^ Frobisher 1999, hlm. 41
  34. ^ This is the timeframe in United States, Canada, Great Britain, Australia, and Israel; see (Levenson, Tsamir & Tirosh 2007, hlm. 85).
  35. ^ Frobisher 1999, hlm. 31 (Introduction); 40–41 (The number zero); 48 (Implications for teaching)
  36. ^ Frobisher 1999, hlm. 37, 40, 42; results are from the survey conducted in the mid-summer term of 1992.
  37. ^ Frobisher 1999, hlm. 41 "The percentage of Year 2 children deciding that zero is an even number is much lower than in the previous study, 32 per cent as opposed to 45 per cent"
  38. ^ Frobisher 1999, hlm. 41 "The success in deciding that zero is an even number did not continue to rise with age, with approximately one in two children in each of Years 2 to 6 putting a tick in the 'evens' box ..."
  39. ^ Frobisher 1999, hlm. 40–42, 47; these results are from the February 1999 study, including 481 children, from three schools at a variety of attainment levels.
  40. ^ Frobisher 1999, hlm. 41, attributed to "Jonathan"
  41. ^ Frobisher 1999, hlm. 41, attributed to "Joseph"
  42. ^ Frobisher 1999, hlm. 41, attributed to "Richard"
  43. ^ Keith 2006, hlm. 35–68 "There was little disagreement on the idea of zero being an even number. The students convinced the few who were not sure with two arguments. The first argument was that numbers go in a pattern ...odd, even, odd, even, odd, even... and since two is even and one is odd then the number before one, that is not a fraction, would be zero. So zero would need to be even. The second argument was that if a person has zero things and they put them into two equal groups then there would be zero in each group. The two groups would have the same amount, zero"
  44. ^ Levenson, Tsamir & Tirosh 2007, hlm. 83–95
  45. ^ a b Ball, Lewis & Thames 2008, hlm. 27, Figure 1.5 "Mathematical claims about zero."
  46. ^ Ball, Lewis & Thames 2008, hlm. 16.
  47. ^ Levenson, Tsamir & Tirosh 2007; Dickerson & Pitman 2012
  48. ^ Dickerson & Pitman 2012.
  49. ^ Ball, Hill & Bass 2005, hlm. 14–16
  50. ^ Hill et al. 2008, hlm. 446–447.
  51. ^ Lichtenberg 1972, hlm. 535
  52. ^ Ball, Lewis & Thames 2008, hlm. 15. See also Ball's keynote for further discussion of appropriate definitions.
  53. ^ As concluded by (Levenson, Tsamir & Tirosh 2007, hlm. 93), referencing (Freudenthal 1983, hlm. 460)
  54. ^ (Nuerk, Iversen & Willmes 2004, hlm. 851): "It can also be seen that zero strongly differs from all other numbers regardless of whether it is responded to with the left or the right hand. (See the line that separates zero from the other numbers.)"
  55. ^ See data throughout (Dehaene, Bossini & Giraux 1993), and summary by (Nuerk, Iversen & Willmes 2004, hlm. 837).
  56. ^ Dehaene, Bossini & Giraux 1993, hlm. 374–376
  57. ^ Dehaene, Bossini & Giraux 1993, hlm. 376–377
  58. ^ Dehaene, Bossini & Giraux 1993, hlm. 376 "In some intuitive sense, the notion of parity is familiar only for numbers larger than 2. Indeed, before the experiment, some L subjects were unsure whether 0 was odd or even and had to be reminded of the mathematical definition. The evidence, in brief, suggests that instead of being calculated on the fly by using a criterion of divisibility by 2, parity information is retrieved from memory together with a number of other semantic properties ... If a semantic memory is accessed in parity judgments, then interindividual differences should be found depending on the familiarity of the subjects with number concepts."
  59. ^ Nuerk, Iversen & Willmes 2004, hlm. 838, 860–861
  60. ^ The Math Forum participants 2000; Straight Dope Science Advisory Board 1999; Doctor Rick 2001
  61. ^ Grimes 1975, hlm. 156 "...one can pose the following questions to married couples of his acquaintance: (1) Is zero an even number? ... Many couples disagree..."
  62. ^ Wilden & Hammer 1987, hlm. 104
  63. ^ Snow 2001; Morgan 2001
  64. ^ Steinberg 1999; Siegel 1999; Stingl 2006
  65. ^ Sones & Sones 2002 "It follows that zero is even, and that 2/20/2000 nicely cracks the puzzle. Yet it's always surprising how much people are bothered by calling zero even..."; Column 8 readers 2006a "'...according to mathematicians, the number zero, along with negative numbers and fractions, is neither even nor odd,' writes Etan..."; Column 8 readers 2006b "'I agree that zero is even, but is Professor Bunder wise to 'prove' it by stating that 0 = 2 x 0? By that logic (from a PhD in mathematical logic, no less), as 0 = 1 x 0, it's also odd!' The prof will dispute this and, logically, he has a sound basis for doing so, but we may be wearing this topic a little thin ..."
  66. ^ Kaplan Staff 2004, hlm. 227
  67. ^ Graduate Management Admission Council 2005, hlm. 108, 295–297; Educational Testing Service 2009, hlm. 1
  68. ^ Arsham 2002; The quote is attributed to the heute broadcast of October 1, 1977. Arsham's account is repeated by (Crumpacker 2007, hlm. 165).
  69. ^ Sones & Sones 2002 "Penn State mathematician George Andrews, who recalls a time of gas rationing in Australia ... Then someone in the New South Wales parliament asserted this meant plates ending in zero could never get gas, because 'zero is neither odd nor even. So the New South Wales parliament ruled that for purposes of gas rationing, zero is an even number!'"
  70. ^ A 1980 Maryland law specifies, "(a) On even numbered calendar dates gasoline shall only be purchased by operators of vehicles bearing personalized registration plates containing no numbers and registration plates with the last digit ending in an even number. This shall not include ham radio operator plates. Zero is an even number; (b) On odd numbered calendar dates ..." Partial quotation taken from Department of Legislative Reference (1974), Laws of the State of Maryland, Volume 2, hlm. 3236, diakses tanggal 2 June 2013 
  71. ^ Cutler 2008, hlm. 237–238
  72. ^ Brisman 2004, hlm. 153
  73. ^ Smock 2006; Hohmann 2007; Turner 1996
  74. ^ Diagram Group 1983, hlm. 213
  75. ^ Baroody & Coslick 1998, hlm. 1.33

Daftar pustaka

Pranala luar