Lompat ke isi

Orang Banyumasan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Banyumasan
ꦮꦺꦴꦁꦨꦚꦸꦩꦱꦤ꧀ /ꦠꦶꦪꦁꦡꦺꦴꦪꦗꦼꦤꦺꦲꦤ꧀ /ꦥꦿꦶꦪꦤ꧀ꦠꦸꦤ꧀ꦡꦺꦴꦪꦗꦼꦤꦺꦲꦤ꧀
Wòng Jawa Banyumasan / Tiyang Jawi Toyåjênéan / Priyantun Jawi Toyåjênéan
Jumlah populasi
9.206.000[1]
Bahasa
Bahasa Jawa Banyumasan
Indonesia
Agama
Islam 97,5%
Kristen (Protestan dan Katolik) 2,5%
Kelompok etnik terkait
sub etnis Jawa lainya dan Suku Sunda
Peta Pulau Jawa yang menunjukkan kawasan penuturan Bahasa Jawa Banyumasan

Jawa Banyumasan (Ngoko: Wong Jawa Banyumasan; Krama: Tiyang Jawi Toyajenean, Indonesia: Orang Jawa Banyumasan)[2] adalah etnis Jawa yang berasal dari Jawa Tengah bagian barat, yang lebih akrab disebut sebagai wong ngapak dengan slogannya yang terkenal "Ora Ngapak Ora Kepenak". Ciri khas dari etnis Jawa Banyumasan yaitu adanya sedikit perbedaan budaya, dialek, logat bahasa dan karakter dari etnis Jawa pada umumnya. Wilayah Banyumasan (eks Karesidenan Banyumas) terletak di bagian paling barat Jawa Tengah yang mengitari Gunung Slamet dan Sungai Serayu, meliputi; Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Meskipun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan logat bahasa, akan tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan "sewarna", yaitu sama-sama menggunakan bahasa Jawa Banyumasan.

Bahasa

Bagi masyarakat Banyumas, bahasa Bayumasan merupakan bahasa ibu yang hadir sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Hal ini seperti yang dikatakan Koentjaraningrat, orang Jawa memiliki pandangan yang sudah pasti mengenai kebudayaan Banyumas selain memiliki bentuk-bentuk organisasi sosial kuna yang khas, juga memiliki logat Banyumas yang berbeda (Koentjaraningrat, 1994:25).

Bahasa Banyumasan, atau yang lebih akrab disebut sebagai bahasa Ngapak, adalah dialek bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat di Jawa Tengah bagian barat. Lebih tepatnya di dua eks-karesidenan, Banyumas dan Pekalongan.

Eks-Karesidenan Banyumas meliputi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Eks Karesidenan Pekalongan meliputi Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Brebes, Pemalang, Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan. Dialek Banyumasan juga sampai ke Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon dan wilayah Jawa Barat yang berbatasan dengan Jawa Tengah lain seperti Ciamis, Pangandaran meskipun sudah tercampur dengan bahasa dan dialek Sunda. Sejumlah ahli bahasa Jawa menyebut Bahasa Banyumasan sebagai bentuk Bahasa Jawa asli atau tahap awal.[3][4]

Budaya

Pada prinsipnya kebudayaan Banyumas merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Jawa, namun dikarenakan kondisi dan letek geografis yang jauh dari pusat kekuasaan keraton. Dengan demikian latar belakang kehidupan dan pandangan masyarakat Banyumas sangat dijiwai oleh semangat kerakyatan yang mengakibatkan pada berbagai sisi budaya Banyumas dapat dibedakan dari budaya Jawa (keraton). Jiwa dan semangat kerakyatan kebudayaan Banyumas telah membawanya pada penampilan (perilaku) yang jika dilihat dari kacamata budaya keraton terkesan kasar dan rendah. Kebudayaan Banyumas berlangsung dalam pola kesederhanaan, yang dilandasi semangat kerakyatan, cablaka (terbuka, blak-blakan) dan dibangun dari kehidupan masyarakat yang berpola kehidupan tradisional-agraris. Kecenderungan demikian karena disebabkan wilayah Banyumas merupakan wilayah pinggiran dari kerajaan-kerajan besar seperti (Yogyakarta, Surakarta). Hal demikian mengakibatkan perkembangan kebudayaannya secara umum berlangsung lebih lambat dibanding dengan kebudayaan negarigung keraton.[5]

Kesenian

Kesenian khas Banyumasan mendapat pengaruh dari pusat kebudayaan Jawa (Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat). Kesenian yang tumbuh dan berkembang antara lain:

  • Begalan, adalah salah satu tradisi budaya masyarakat Jawa, utamanya Banyumas yang dilaksanakan sebagai bagian dari prosesi pernikahan yang dilaksanakan setelah acara akad nikah atau pada saat resepsi di tempat calon pengantin perempuan dimana yang dinikahkan adalah anak pertama dengan anak pertama, anak terakhir dengan anak terakhir, anak pertama dengan anak terakhir, dan anak pertama yang perempuan.[6]
Salah satu contoh alat musik calung banyumasan

Musik-musik tradisional Banyumasan memiliki perbedaan yang cukup jelas dengan musik Jawa lainnya.

  • Calung Banyumasan, adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumasan yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong & kendang. Selain itu ada juga Gong Sebul dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan dengan cara ditiup (sebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransir ulang.
  • Kenthongan Tek-Tek, adalah alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan Beduk, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan, Kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras. Lagu-lagu yang dibawakan kebanyakan tembang Jawa dan Dangdut.
  • Salawatan Jawa, adalah seni musik yang bercorak Islam dengan perangkat musik berupa terbang Jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji.
  • Lengger, adalah jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah sebaran budaya Banyumasan. Kesenian ini umumnya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badut (badut/bodor), Lengger disajikan di atas panggung pada malam hari atau siang hari, dan diiringi oleh perangkat musik calung.
  • Sintren, adalah seni traditional yang dimainkan oleh seorang pria yang mengenakan busana wanita. Biasanya kesenian ini melekat pada kesenian ébég. Ditengah pertunjukkan ebeg para pemain melakukan trance/mendem, kemudian salah seorang pemain mendem badan, kemudian ditindih dengan lesung dan dimasukkan ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama-sama dengan pemain yang lain. Pada beberapa kasus, pemain itu melakukan thole-thole, yaitu penari membawa tampah dan berkeliling arena untuk meminta sumbangan penonton.
  • Aksi Muda, adalah kesenian bercorak Islam yang tersaji dalam bentuk atraksi Pencak Silat yang digabung dengan tari-tarian.
  • Angguk, yaitu kesenian bernapaskan Islam yang tersaji dalam bentuk tari-tarian. Dilakukan oleh delapan orang pemain, & pada bagian akhir pertunjukkan para pemain Trance (tidak sadar).
  • Aplang atau Daeng, Kesenian yang serupa dengan Angguk, pemainnya terdiri atas remaja Putri.
  • Buncis, yaitu perpaduan antara seni musik & seni tari yang disajikan oleh delapan orang pemain. Dalam pertunjukkannya diiringi dengan perangkat musik Angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik & vokalis. Pada bagian akhir sajian para pemain Buncis Intrance atau mendem.
  • Ebeg, adalah bentuk tari tradisional khas Banyumasan dengan Properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cépét. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.

Referensi

  1. ^ "Java Banyumasan in Indonesia". Joshua Project. Diakses tanggal 2021-01-30. 
  2. ^ Harjawiyana, Haryana; Theodorus Supriya, (2001). Kamus unggah-ungguh basa Jawa. Kanisius. hlm. 185. ISBN 978-979-672-991-3. 
  3. ^ Budiono Herusasoto (2008) Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa Dan Watak
  4. ^ Orang Ngapak Bukannya Kasar, Tapi Blak-blakan dan Apa Adanya[1]
  5. ^ Sap, Tono (2010) Kebudayaan sebagai identitas masyarakat Banyumas. ISI Denpasar
  6. ^ Begalan, Tradisi Pernikahan Rakyat Banyumas[2]

Lihat pula