Radio Republik Indonesia
Radio Republik Indonesia (RRI) adalah stasiun radio milik pemerintah Indonesia. RRI didirikan pada tanggal 11 September 1945. Slogan RRI adalah "sekali di udara, tetap di udara".
Pra Kata
Selama 64 tahun Indonesia merdeka, telah banyak kemajuan dan hasil yang dicapai di bidang keradioan, sebagai alat sarana perjuangan bangsa, namun untuk masa-masa yang akan datang masih jauh lebih banyak lagi yang harus dilakukan, karena partisipasi radio masih sangat diharapkan dalam mengawal demokrasi bangsa serta mewujudkan cita-cita proklamasi yang masih akan terus berlanjut. Kebih-lebih lagi karena kagiatan dibidang radio yang bersifat multi fungsi, maka cakupan tugasnya dimasa depan akan semakin luas sebagai akibat perubahan yang menyangkut bermacam aspek yang begitu cepat terjadi dan meningkat di seluruh dunia.
Selama ini, usaha-usaha yang dilakukan dibidang radio untuk menyebarkan informasi, pendidikan, dan hiburan yang sehat bagi masyarakat boleh dikatakan selalu mengalami peningkatan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi.
Pada dasarnya kekuatan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekuatan fisik tetapi juga sangat ditentukan oleh ketahanan mental ideologis bangsa itu sendiri. Dalam kaitan ini media massa khususnya radio menjadi berperan aktif dalam membangun karakter sebuah bangsa dan negara.
Dengan disahkannya Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, RRI saat ini berstatus Lembaga Penyiaran Publik. Pasal 14 Undang Undang Nomor 32/2002 menegaskan bahwa RRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi melayani kebutuhan masyarakat.
Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, RRI terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 orang terdiri dari unsur publik, pemerintah dan RRI. Dewan Pengawas yang merupakan wujud representasi dan supervisi publik memilih Dewan Direksi yang berjumlah 5 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan penyiaran dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan penyiaran. Status sebagai Lembaga Penyiaran Publik juga ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang Undang Nomor 32/2002.
Sebelum menjadi Lembaga Penyiaran Publik selama hampir 5 tahun sejak tahun 2000, RRI berstatus sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) yaitu badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak mencari untung. Dalam status Perusahaan Jawatan RRI telah menjalankan prinsip-prinsip radio publik yang independen. Perusahaan Jawatan dapat dikatakan sebagai status transisi dari Lembaga Penyiaran Pemerintah menuju Lembaga Penyiaran Publik pada masa reformasi.
Radio Republik Indonesia, secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam Jakarta menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama.
Rapat tersebut juga menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI. Butir Tri Prasetya yang ketiga merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral tidak memihak kepada salah satu aliran / keyakinan partai atau golongan. Hal ini memberikan dorongan serta semangat kepada broadcaster RRI pada era Reformasi untuk menjadikan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang independen, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Likuidasi Departemen Penerangan oleh Pemerintah Presiden Abdurahman Wahid dijadikan momentum dari sebuah proses perubahan Government Owned Radio ke arah Public Service Boradcasting dengan didasari Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2000 yang ditandatangani Presiden RI tanggal 7 Juni 2000. Pembenahan organisasi dan manajemen dilakukan seiring dengan upaya penyamaan visi (shared vision) dikalangan pegawai RRI yang berjumlah sekitar 8500 orang yang semula berorientasi sebagai pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas yang cenderung birokratis.
Dewasa ini RRI mempunyai 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran khusus yang ditujukan ke Luar Negeri, "Suara Indonesia". Kecuali di Jakarta, RRI di daerah hampir seluruhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 program yaitu Programa Daerah yang melayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan, Programa Kota (Pro II) yang melayani masyarakat di perkotaan dan Programa III (Pro III) yang menyajikan Berita dan Informasi (News Chanel) kepada masyarakat luas. Di Stasiun Cabang Utama Jakarta terdapat 6 programa yaitu Programa I untuk pendengar di Propinsi DKI Jakarta Usia Dewasa, Programa II untuk segment pendengar remaja dan pemuda di Jakarta, Programa III khusus berita dan informasi, Programa IV kebudayaan, Programa V untuk saluran pendidikan dan Programa VI Musik Klasik dan Bahasa Asing. Sedangkan "Suara Indonesia" (Voice of Indonesia) menyelenggarakan siarannya sendiri.
Radio Republik Indonesia
Masa Penjajahan Belanda
Hasil penemuan telegraf radio atau telegraph tanpa kawat tanggal 27 Juli 1896 oleh Guglielo Marconi yang telah memungkinkan hubungan antara dua tempat yang jaraknya sangat berjauhan dan dapat dilakukan dengan sangat cepat, telah mendorong keinginan permerintah Belanda untuk memanfaatkannya.
Keinginan tersebut mulai dirintis pada tahun 1909, pada tanggal 8 September 1911 stasiun pantai radio telegrafi pemerintah untuk pertama kali dibuka di Sabang, Stasiun ini pada mulanya hanya dipergunakan untuk keperluan hubungan dengan kapal-kapal yang sedang berlayar di laut.
Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV)di Batavia (Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan di Uni Soviet.
Radio siaran di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Karena sejak adanya BRV tadi, maka muncullah badan-badan radiosiarn lainnya Nederlandsch Indische radio Omroep Mij ( NIROM) di jakarta, Bandung dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV) di Surakarta, Mataramse Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO) di Jogjakarta, Verniging Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung, Vereniging Voor Oosterse Radio Omroep (VORO) di Surakarta, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun, Radio Semarang di Semarang dll.
Di Medan, selain NIROM, juga terdapat radio swasta Meyers Omroep Voor Allen (M.O.V.A), yang di usahakan oleh tuan Meyers, dan Algeemene Vereniging Radio Omroep Medan (VROMA). Diantara sekian banyak badan radio siaran tersebut, NIROM adalah yang terbesar dan terlengkap, oleh karena mendapat bantuan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Perkembangan NIROM yang pesat itu disebabkan pula keuntungannya yang besar dalam bidang keuangan yakni dari "pajak radio". Semakin banyak pesawat radio dikalangan masyarakat, semakin banyak uang yang diterima oleh NIROM. Dengan demikian, NIROM dapat meningkatkan daya pancarnya, mengadakan stasiun-stasiun relay, mengadakan sambungan telepon khusus dengan kota-kota besar, dll.
Pada waktu itu terdapat saluran telepon khusus antara Batavia, Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang,Solo, Jogja, Magelang, Surabaya, Malang yang jumlahnya kira-kira 1.200.000 meter saluran telepon untuk memberi modulasi kepada pemancar-pemancar di kota-kota itu. Dengan Demikian NIROM dapat mengadakan siaran sentral dari Semarang, Bandung, Surabaya, Yogja ataupun Solo.
Hal itu beda sekali dengan badan-badan radio siaran lainnya yang berbentuk perkumpulan swasta, terutama yang diusahakan bangsa pribumi, yang hidupnya dari iuran para anggota.
Munculnya perkumpulan-perkumpulan radio siaran dikalangan bangsa Indonesia disebabkan kenyataan, bahwa NIROM memang dapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda itu lebih bersifat perusahaan yang mencari keuntungan finansial dan membantu kukuhnya penjajahan di Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah penjajahan Belanda menghadapi semangat kebangsaan di kalangan penduduk pribumi yang berkobar sejak tahun 1908, lebih-lebih setelah tahun 1928.
Sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia ialah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan pada tanggal 1 april 1933. Dalam hubungan dengan itu patut di catat nama Mangkunegoro VII seorang bangsawan Solo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo yang berhasil mewujudkan SRV itu.
Sejak tahun 1933 itulah berdirinya badan-badan radio siaran lainnya, usaha bangsa Indonesia di berbagai kota besar seperti disebutkan diatas, berdirinya SRV, MARVO, VORL, CIRVO, EMRO, dan radio Semarang itu pada mulanya dibantu oleh NIROM,oleh karena NIROM mendapat bahan siaran yang bersifat ketimuran dari berbagai perkumpulan tadi. Tetapi kemudian ternyata NIROM merasa khawatir perkumpulan-perkumpulan radio ketimuran tadi membahayakan baginya.
Pada tahun 1936 terbetik berita, bahwa mulai tahun 1937 "Siaran Ketimuran seluruhnya akan dikuasai oleh NIROM sendiri". Ini berarti bahwa mulai tahun 1937 subsidi dari NIROM akan dicabut, setidk-tidaknya akan dikurangi, karena NIROM tidak akan lagi merelay siaran-siaran radio milik pribumi, setidak-tidaknya kalau terpaksa merelay hanya sedikit sekali. Seperti diketahui subsidi NIROM itu semula diberikan berdasarkan perhitungan jam-merelay.
Berita itu cukup menggemparkan orang-orang radio diluar NIROM, karena pencabutan subsidi itu akan melemahkan badan-badan radio siaran bersangkutan.
Memang adalah maksud NIROM yang bersandarkan kekuatan penjajahan itu untuk mematikan perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
Pada tanggal 29 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M.Sutarjo Kartokusumo dan seorang Insinyur bernama Ir.Sarsito Mangunkusumo diselenggaraka suatu pertemuan antara wakil-wakil radio ketimuran bertempat di Bandung wakil-wakil yang mengirimkan utusannya ialah : VORO (Jakarta), VORL (Bandung), MAVRO (Jogyakarta), SRV (Solo), dan CIRCO (Surabaya), pertemuan hari itu melahirkan suatu badan baru bernama : PERIKATAN PERKUMPULAN RADIO KETIMURAN (PPRK) sebagai ketuanya adalah : Sutarjo Kartohadikusumo.
Tujuan PPRK yang non-komersial itu bersifat "Sociaal kultureel" semata-mata memajukan keseniaan dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia, rohani dan jasmani.
Pada tanggal 7 Mei 1937 atas usaha PPRK diadakan pertemuan dengan pembesar-pembesar pemerintahan untuk membicarakan hubungan antara PPRK dengan NIROM. Pertemuan itu menghasilkan suatu persetujuan bersama, bahwa PPRK menyelenggarakan siaran ketimuran, NIROM menyelenggarakan segi tehniknya.
Sejak itu PPRK berusaha keras agar PPRK dapat menyelenggarakan sendiri sepenuhnya tanpa bantuan dari NIROM.Disebabkan situasi semakin panas oleh api perang di Eropa yang menyebabkan Negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan bantuan rakyat jajahannya, maka pemerintah Hindia Belanda menjadi agak lunak.
Seperti diketahui, tanggal 1 September 1939 Jerman dibawah pimpinan Adolf Hitler menyerbu Polandia yang menyebabkan timbulnya perang dunia II, dan kemudian pada tahun 1940 Jerman menduduki Denmark, Norwegia, Belgia dan Negeri Belanda.
Pada tanggal 1 November 1940 tercapailah tujuan PPRK yakni menyelenggarakan siaran yang pertama dari PPRK.
Masa Penjajahan Jepang
Dalam peperangan di Asia dan Pasifik, Jepang sebagai sekutunya Nazi Jerman dan Italia di Eropa, mengadakan ekspansi ke arah selatan.
Sekilas Sejarah RRI dimasa Perjuangan
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta tiba di bandara Kemayoran dari Saigon. Jusuf Ronodipoero meliput di bandara. Dalam wawancaranya di bandara, Bung Karno mengatakan bahwa untuk memperoleh kemerdekaan tidak perlu menunggu jagung berbunga. Bung Karno mengutip ramalan joyoboyo, dan pada waktu itu tidak ada yang tahu bahwa Kaisar Jepang telah menyatakan menyerah kepada Sekutu.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 komplek radio tetap dijaga ketat oleh kampetai (tentara Jepang). Siaran dalam negeri berjalan seperti biasa membawakan lagu-lagu Jepang dan Indonesia, serta berita-berita yang masih menyatakan kemenangan Jepang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi hari, siaran dalam negeri terus berjalan, dan berita disiarkan dari sumber Domei (kantor Berita Jepang). Sekitar pukul 17.30, ketika pegawai bersiap-siap berbuka puasa, seorang wartawan kantor berita Jepang Syachruddin berhasil menyusup ke gedung radio dan ke ruang pemberitaan dengan membawa teks proklamasi yang diterimanya dari Adam Malik untuk disiarkan melalui radio. Pada pukul 18.00 petugas pemberitaan, siaran dan teknik berunding di ruangan pemberitaan untuk mencari kesempatan menyiarkan teks proklamasi. Petugas teknik menginformasikan bahwa studio luar negeri yang tidak mengudara, berada dalam keadaan kosong. Studio itu dapat dipergunakan dan petugas teknik mengatur line modulasi dari sana bisa langsung ke pemancar 10 kw yang terletak di Tanjung Priok.
Tepat pukul 19.00 teks proklamasi dibacakan secara bergantian dalam bahasa Indonesia oleh Jusuf Ronodipoero daj dalam bahasa Inggris oleh Suprapto. Penyiaran teks proklamasi tersebut melalui radio di Jakarta berlangsung berkali-kali selama 15 menit dan pembacaan yang sama dilakukan juga oleh Radio Bandung. Pada pukul 20.30 WIB para kampetai datang ke ruang pemberitaan karena peristiwa penyiaran teks proklamasi telah diketahui oleh Jepang, dan menyiksa seluruh petugas radio yang menyiarkan teks proklamasi, hal yang sama juga dialami oleh Radio Bandung dihentikan pada pukul 21.00 WIB.
Dengan demikian bahwa radio sepeninggalnya Jepang di Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada Republik Indonesia, dan ini merupakan cikal bakal dari berdirinya Radio Republik Indinesia dan hingga saat ini RRI terus berjuang demi eksistensinya dibidang komunikasi dengan semangat ”Sekali di udara tetap diudara”.
Lihat pula
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi
- Radio Republik Indonesia KOREAN