Hakka (linguistik)
Bahasa Hakka
客家話 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Mauritius dan komunitas Tionghoa Hakka lainnya di seluruh dunia | ||||||
Wilayah | Timur laut, timur dan selatan Provinsi Guangdong, barat daya dan selatan Fujian dan tenggara Guangxi di Tiongkok, Sichuan | ||||||
Penutur | 45 juta | ||||||
| |||||||
Status resmi | |||||||
Bahasa resmi di | Tidak ada. | ||||||
Diatur oleh | Tidak ada | ||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-1 | zh | ||||||
ISO 639-2 | chi (B) / zho (T) | ||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
| |||||||
Portal Bahasa | |||||||
Bahasa Hakka (Hanzi: 客家話; Pha̍k-fa-sṳ: Hak-kâ-fa, Pinyin: Kèjiāhuà; secara harafiah berarti "bahasa keluarga tamu")[1] atau di Indonesia umumnya dipanggil Khek adalah bahasa yang dituturkan oleh orang Hakka, yakni suku Han yang tersebar di kawasan pegunungan provinsi Guangdong, Fujian dan Guangxi di Tiongkok. Masing-masing daerah ini juga memiliki khas dialek Hakka yang agak berbeda tergantung provinsi dan juga bagian gunung sebelah mana mereka tinggal.
Sejarah
Menurut ahli bahasa Hakka di awal abad ke-20 Donald Maciver, Bahasa Hakka di satu sisi masih berkerabat dengan Bahasa Kanton dan di satu sisi dengan Bahasa Mandarin.[1] Bahasa Hakka diwariskan dari bahasa rakyat Tiongkok Utara yang mengungsi ke selatan Tiongkok sejak periode Dinasti Song dan Dinasti Yuan.[1] Bahasa ini mendapatkan namanya dari penyebutan kelompok penuturnya oleh orang Kanton di Provinsi Guangdong "Hakka".[1] Di daerah lain seperti di Jiangxi atau Fujian, umummnya tidak mengenal istilah Hakka, melainkan "Thú-fa" yang berarti "Bahasa Lokal" untuk membedakan mereka dengan penutur bahasa lain.[1] Meixian, dahulu dinamakan Kayin adalah konsentrasi Hakka terbesar di Guangdong, maka bahasa Hakka standar adalah Bahasa Hakka dialek Meixian.[1]
Penutur di Indonesia
Penutur bahasa Hakka di Indonesia banyak terdapat di Aceh, Bangka-Belitung, kupang, kendari, Jawa, serta Kalimantan Barat. Paling khas untuk yang bermukim di Jawa dalam abad 20, banyak yang menjalankan perdagangan terutama barang kelontong. Pembuatan sepatu banyak dimulai oleh mereka, dari Jakarta kemudian diteruskan ke daerah Bandung.