Lompat ke isi

Masyarakat adat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Juli 2021 13.24 oleh Dedy Tisna Amijaya (bicara | kontrib) (Definisi: Memperbaiki sudut pandang)
Berkas:Baduy-erin014-25.jpg
Suatu keluarga orang Kanekes
Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya
Negeri Ullath, kecamatan Saparua di kabupaten Maluku Tengah adalah salah satu negeri dengan tatanan masyarakat adat yang masih kental di Maluku
Leuit (lumbung padi tradisional Sunda) di desa Sirnarasa, Cikakak, Sukabumi

Masyarakat adat merupakan istilah umum atau konsep yang dipakai di Indonesia untuk merujuk pada komunitas-komunitas adat hukum (adat rechtsgemeenschappen) yang sudah ada di jaman pendudukan Hindia Belanda pada masa itu.[1] Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli Indonesia menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya menyangkut hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan.

Konsep masyarakat adat atau juga disebut dengan masyarakat hukum adat telah dikembangkan oleh sarjana-sarjana hukum dan ilmu sosial sejak pada masa kolonial Belanda. Masyarakat adat sendiri adalah konsep untuk menunjuk komunitas-komunitas adat (adat rechtsgemeenschappen) yang merupakan bagian terbesar dari populasi Hindia Belanda pada masa itu.

Definisi

Menurut sumber lain yang disebut sebagai "masyarakat adat"[2] adalah:

  1. Penduduk asli (Bahasa daera, bahasa Melayu: orang asli);
  2. Kaum minoritas; dan
  3. Kaum tertindas atau termarginal karena identitas mereka yang berbeda dari indentitas yang dominan di suatu negara atau wilayah.

Masyarakat adat adalah masyarakat pribumi

Secara singkat dapat dikatakan bahwa secara praktis dan untuk kepentingan memahami dan memaknai Deklarasi ini di lapangan, maka kata "masyarakat adat" dan "masyarakat/penduduk pribumi" digunakan silih berganti dan mengandung makna yang sama. Pandangan yang sama dikemukakan dalam merangkum konsep orang-orang suku dan populasi/orang-orang asli dari Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB dengan merujuk kepada Konvensi ILO 107 (1957) dan 169 (1989).[3]

Sem Karoba menyatakan dalam bukunya Papua Menggugat[4], menerjemahkan Deklarasi Masyarakat Hak Asasi Adat (atau Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Masyarakat Adat, atau disebut juga Deklarasi Masyarakat Adat) menyatakan "secara praktis ternyata mereka yang menyebut dirinya sebagai orang asli atau orang suku menyetujui agar kedua istilah ini digunakan secara sinonim:

many of these peoples refer to themselves as “indigenous” in order to fall under discussions taking place at the United Nations. For practical purposes the terms “indigenous” and “tribal” are used as synonyms in the UN system when the peoples concerned identify themselves under the indigenous agenda.

kebanyakan dari mereka yang menyebut diri sebagai "bumiputra" agar mereka dapat dimaksukkan ke dalam diskusi-diskusi yang sedang belangsung di tingkat PBB. Untuk tujuan praktis istilah "bumiputra" dan "masyarakat adat" dipakai sebagai sinonim dalam sistem PBB, saat orang-orang yang bersangkutan mengidentifikasi diri mereka di bawah agenda masyarakat asli.

Masih ada debat panjang tentang makna kedua istilah secara semantik, normatif, kronologis, politis dan sebagainya, tetapi secara praktis masyarakat yang merasa dirinya sedang ditangani dan dilayani lewat Deklarasi ini mengidentifikasi diri mereka sebagai bumiputra (indigenous). Dalam Konvensi ILO dan Deklarasi ini sendiri disebutkan bahwa identifikasi diri sendiri dari masyarakat merupakan kunci dalam menempatkan sebuah entitas sosial sebagai masyarakat adat. Idenfitikasi diri merupakan hak dasar yang dijamin dalam berbagai hukum universal yang sudah berlaku sejak pendirian PBB. Dalam Konvensi ILO No.169 tahun 1986 menyatakan bahwa:

Bangsa, suku, dan masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki jejak sejarah dengan masyarakat sebelum masa invasi dan penjajahan, yang berkembang di daerah mereka, menganggap diri mereka beda dengan komunitas lain yang sekarang berada di daerah mereka atau bukan bagian dari komunitas tersebut. Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari masyarakat dan bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan daerah leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya; sebagai dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu sukubangsa, sesuai dengan pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Mengenal Masyarakat Adat". GEOTIMES. 2019-05-25. Diakses tanggal 2020-11-04. 
  2. ^ Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008). "Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring". Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-29.  line feed character di |authors= pada posisi 13 (bantuan) Definisi pribumi adalah pri·bu·mi n penghuni asli; yg berasal dr tempat yg bersangkutan; mem·pri·bu·mi·kan v menjadikan milik pribumi
  3. ^ KONVENSI ILO No. 169 Tahun 1989 MENGENAI MASYARAKAT HUKUM ADAT (PDF). Jenewa: LO Publications. 2003. ISBN 978-92-2-820333-2. 
  4. ^ Karoba, Sem (2004). Papua menggugat. WatchPAPUA. ISBN 978-979-3627-15-1. 

Pustaka

  • Susanto, S.J, Budi (2007). Sisi senyap politik bising. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 978-979-21-1658-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-01-26. 
  • Surya, Y. Y. (2012). Hak-hak Masyarakat Adat Baduy Sebagai Warga Negara Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. SKRIPSI HUKUM.