Lompat ke isi

Pendidikan di Jepang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pendidikan di Jepang mencakup pendidikan formal di sekolah, pendidikan moral di rumah, dan pendidikan masyarakat (pendidikan seumur hidup). Wajib belajar pendidikan dasar dan menengah berlaku untuk penduduk berusia 6 tahun hingga 15 tahun. Penduduk terdaftar yang memiliki anak usia wajib belajar akan menerima pemberitahuan untuk memasukkan anak ke sekolah. Sebagian besar lulusan sekolah menengah pertama melanjutkan ke sekolah menengah atas.

Sekolah negeri atau sekolah umum (公立学校, kōritsu gakkō) diselenggarakan oleh pemerintah prefektur atau pemerintah kota, dan kadang-kadang oleh pemerintah pusat. Sebagian besar sekolah dasar negeri dan sekolah menengah pertama negeri dikelola pemerintah kota. Sebagian besar sekolah menengah atas dikelola oleh pemerintah prefektur, dan kadang-kadang oleh pemerintah kota. Sekolah swasta (市立学校, shiritsu gakkō) diselenggarakan oleh badan hukum.

Landasan pemikiran

[sunting | sunting sumber]

Konfusianisme

[sunting | sunting sumber]

Letak negara Jepang yang berada di Asia Timur membuatnya memperoleh pengaruh pemikiran dari konfusianisme, sama seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Dalam Konfusianisme, pendidikan dan penanaman karakter secara kuat merupakan sesuatu yang diagungkan. Konfusianisme juga langsung menerapkan teori pendidikan dan penanaman karakter dalam praktik langsung sehingga keduanya menjadi satu kesatuan. Di lain hal, Kekaisaran Jepang dibangun atas dasar nilai luhur yang bersifat kekal dari leluhur pendirinya. Kedua jenis falsafah ini mempengaruhi pendidikan di Jepang di tiap masa.[1]

Pendidikan moral

[sunting | sunting sumber]

Dalam filsafat bangsa Jepang diyakini bahwa keadaan dan sifat dari manusia dapat diubah melalui usaha dirinya sendiri atau usaha orang lain. Dalam keyakinan mereka, mustahil bahwa manusia telah ditetapkan dalam keadaan tertentu yang tidak dapat diubah atau berubah sejak semula. Filsafat ini membuat bangsa Jepang sangat mengutamakan pendidikan moral. Di Jepang, pendidikan moral disebut dengan nama doutoku-kyouiku yang berarti pendidikan moral. Pemberian pendidikan moral dilakukan melalui sekolah dari jenjang paling dasar hingga paling tinggi.[2]

Ideologi monarki konstitusional

[sunting | sunting sumber]

Bangsa Jepang menganut ideologi pemerintahan monarki konstitusional. Ideologi ini yang menjadi landasan dari pendidikan moral di Jepang. Prinsip utama dari ideologi ini adalah penghargaan yang tinggi kepada atasan atau pimpinan. Keputusan tertinggi atas segala pengambilam keputusan dan tindakan berada dalam kewenangan Kaisar Jepang.[2]

Sebelum Perang Dunia II

[sunting | sunting sumber]

Periode pendidikan di Jepang berdasarkan sejarah dapat dibedakan menjadi dua. Periode pertama meliputi masa sebelum Perang Dunia II dimulai, sedangkan periode kedua meliputi masa setelah Perang Dunia II berakhir.[3] Kebijakan pendidikan negara Jepang sebelum dimulainya Perang Dunia II ditetapkan dalam salinan naskah Kekaisaran Jepang yang berjudul Reskrip Kekaisaran tentang Pendidikan. Dalam naskah ini, pelajaran utamanya adalah kesetiaan dan kepatuhan dari generasi penerus dengan memperhatikan nilai-nilai estetika. Setiap individu wajib membentuk hubungan yang harmonis dengan orang-orang di sekelilingnya dengan disertai kasih sayang. Pemberian kasih sayang ini disertai dengan jiwa seni. Hakikat pendidikan dalam naskah ini meliputi etika, estetika dan perkembangan ilmu.[4]

Setelah Perang Dunia II

[sunting | sunting sumber]

Perang Dunia ke II berakhir pada tanggal 3 November 1946. Setelah berakhirnya perang, kebijakan pendidikan Jepang diubah dengan fokus pada hak asasi manusia. Setiap individu diberi kebebasan sesuai hati nuraninya untuk mengembangkan kebebasan berpikir dan kebebasan akademik. Tiap individu memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuannya.[4]

Fokus pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Bangsa Jepang memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan karakter. Karenanya, pendidikan di Jepang memiliki keunggulan dalam membentuk karakter-karakter yang berbeda dengan bangsa lain di dunia.[5] Pemerintah Jepang memfokuskan pendidikannya pada pendidikan karakter. Dalam kebijakan pendidikan di Jepang, nilai-nilai kebudayaan Jepang dimasukkan bersamaan dengan nilai-nilai modernisasi. Pemerintah Jepang memberikan akses bagi masyarakat untuk tetap mengelola nilai-nilai moral dalam kehidupan yang telah diajarkan oleh leluhur bangsa Jepang.[6] Kebudayaan Jepang yang bersifat tradisional menjadi dasar bagi pendidikan karakter di Jepang.[7]

Program pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Pemerintah Jepang menerapkan program pendidikan wajib selama 9 tahun. Semua anak yang mengikuti sekolah di tingkat I hingga IX akan menerima pendidikan secara gratis. Pada tahun 2008, dilaporkan bahwa lebih dari 90% siswa mengikuti sekolah umum dari Taman Kanak-Kanak hingga kelas IX. Pemerintah Jepang telah memberlakukan masa sekolah lima hari sepekan (Senin–Jumat) sejak tahun 2001. Pada hari Sabtu, Siswa dapat mengikuti pembelajaran tambahan atau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Kebijakan hari Sabtu ini dikenal di Jepang sebagai Yutori Kyoiku.[8]

Kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh siswa di Jepang tidak dihitung sebagai tanggung jawab akademis. Siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler berjenis olahraga, grup musik, klub, atau kelompok akademis. Siswa juga diperbolehkan mengikuti kegiatan berjenis budaya popopuler seperti permainan video, telepon seluler dan komunikasi internet.[9]

Pendidikan dasar

[sunting | sunting sumber]

Fokus pendidikan dasar di Jepang adalah pendidikan moral dan kepribadian. Pada pendidikan dasar tidak ada mata pelajaran khusus. Peserta didik hanya menerima pendidikan yang langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.[10]

Penanggung jawab pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Orang tua

[sunting | sunting sumber]

Jepang menjadikan orang tua sebagai panutan utama dalam pendidikan keluarga. Bangsa Jepang masih memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi atas tradisi leluhur atas nilai-nilai pendidikan moral dan etika. Orang tua di Jepang memiliki model khas dalam mendidik anak-anaknya sehingga karakter bangsa Jepang tetap bertahan pada generasi penerusnya.[11]

Lembaga pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Di Jepang terdapat lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan informal. Lembaga pendidikan formal adalah sekolah yang menggunakan kurikulum sebagai acuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sekolah ini memiliki lingkungan yang membentuk perilaku dan kepribadian siswa. Sementara lembaga pendidikan informal dikenal di Jepang sebagai juku. Lembaga pendidikan ini khusus memberikan bantuan kepada siswa terhadapa pelajaran yang kurang mampu dipelajarinya dengan baik di sekolah.[12]

Pendidikan di sekolah

[sunting | sunting sumber]

Karakteristik persekolahan

[sunting | sunting sumber]

Kedisiplinan

[sunting | sunting sumber]

Sekolah-sekolah di Jepang memulai kegiatannya pada pukul 8.00–15.00 waktu setempat. Siswa yang datang terlambat ke sekolah diminta untuk membuat surat perjanjian. Isinya adalah pernyataan untuk tidak mengulangi keterlambatannya.[13]

Kebersihan

[sunting | sunting sumber]

Sekolah-sekolah di Jepang tidak mempekerjakan petugas kebersihan lingkungan sekolah. Pada saat jam pulang pukul 15.00, siswa di sekolah-sekolah di Jepang melakukan kegiatan yang bernama O-Soji. Para siswa diminta bergotong-royong untuk membersihkan lingkungan sekolahnya.[13]

Seragam sekolah yang dikenakan oleh para siswa di Jepang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Siswa perempuan mengenakan seragam yang mirip dengan seragam pelaut. Sementara siswa laki-laki menggunakan seragam yang mirip seperti seragam militer. Kain baju dibuat tebal dan berlengan panjang.[14]

Struktur pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Tahun ajaran dimulai bulan April. Kegiatan belajar mengajar berlangsung dari Senin hingga Jumat (sekolah negeri). Satu tahun ajaran dibagi menjadi 3 caturwulan yang dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin, serta liburan musim panas yang lebih panjang.[15] Lama liburan sekolah bergantung kepada iklim tempat sekolah tersebut berada. Di Hokkaido dan tempat-tempat yang banyak turun salju, libur musim dingin lebih panjang dan libur musim panas lebih pendek.

Usia Kelas Lembaga pendidikan
6 1 Sekolah dasar (小学校, shōgakkō)
7 2
8 3
9 4
10 5
11 6
12 7 Sekolah menengah pertama (中学校, chūgakkō)
13 8
14 9
15 10 Sekolah menengah atas (高等学校, kōtōgakkō) disingkat kōkō (高校) Sekolah teknik/politeknik (高等専門学校, kōtō senmongakkō) disingkat kōsen (高専)
16 11
17 12
18 Universitas (大学, daigaku) (strata 1: 4 tahun)

Akademi (短期大学, tanki daigaku) (strata 1: 2 tahun)

19
20
21

Pendidikan anak usia dini memang tidak termasuk dalam pendidikan yang diwajibkan, tetapi pemerintah menyediakan sekolah TK atau yg disebut dengan Youchien. Selain itu juga ada Hoikuen (day care). Perbedaan antara Youchien dan Hoikuen hanya terletak pada jam belajarnya. Youchien hanya dari pukul 8;50-13;30, sedangkan Hoikuen dimulai sejak pukul 07:00-19:00. Hoikuen memang diperuntukkan untuk anak-anak yang orang tuanya bekerja dan tidak ada yang bisa menjaganya. Oleh karena itu, salah satu syarat mendaftarkan ke sekolah ini adalah surat keterangan bahwa kedua orang tua bekerja.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Aniswita, dkk. 2021, hlm. 3.
  2. ^ a b Syamsurrijal 2021, hlm. 193.
  3. ^ Aniswita, dkk. 2021, hlm. 3-4.
  4. ^ a b Aniswita, dkk. 2021, hlm. 4.
  5. ^ Widisuseno 2018, hlm. 222.
  6. ^ Widisuseno 2022, hlm. 221-222.
  7. ^ Syamsurrijal 2021, hlm. 192.
  8. ^ Risnita dan Asvio 2019, hlm. 128.
  9. ^ Risnita dan Asvio 2019, hlm. 128-129.
  10. ^ Puspitarini, Diyah (2019). "Pendidikan Dasar di Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat". Seminar Nasional Pagelaran Pendidikan Dasar Nasional (PPDN) 2019: 348. ISSN 2714-5972. 
  11. ^ Widisuseno, Iriyanto (2018). "Pendidikan Anak Model Orang Tua di Jepang". Kiryoku. 2 (1): 59. ISSN 2599-0497. 
  12. ^ Ningrum, N.L.E.Y.P., Suartini, N.N., dan Mardani, D.M.S. (2017). "Perilaku Guru dalam Pendidikan di Sekolah dan di Juku yang Digambarkan dalam Film Birigyaru". Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang. 3 (3): 493. ISSN 2613-9618. 
  13. ^ a b Montanesa, Firman dan Ahmad 2021, hlm. 177.
  14. ^ Montanesa, Firman dan Ahmad 2021, hlm. 178.
  15. ^ Japanese education system

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]