Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta
Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta | |
---|---|
Sutradara | Hanung Bramantyo x.Jo |
Produser | Dr. Bra. Mooryati Soedibyo Haryo Tedjo Baskoro, MBA Yuli Warastuti |
Ditulis oleh | Ifan Ismail Mooryati Soedibyo Bagas Pudjilaksono Jeremias Nyangoen |
Pemeran | Ario Bayu Marthino Lio Adinia Wirasti Putri Marino Meriam Bellina Lukman Sardi Teuku Rifnu Wikana Asmara Abigail Hans de Kraker Loody Shakilagim |
Penata musik | Tya Subiakto |
Sinematografer | Faozan Rizal |
Penyunting | Wawan I. Wibowo |
Perusahaan produksi | Mooryati Soedibyo Cinema |
Tanggal rilis |
|
Durasi | 149 menit |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bahasa Indonesia Bahasa Jawa Bahasa Belanda Bahasa Arab |
Anggaran | 17.5 miliar rupiah |
Pendapatan kotor | 2.1 miliar rupiah |
Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (sebelumnya Sultan Agung Mataram 1628) adalah sebuah film sejarah Indonesia yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan x.Jo sebagai ko-sutradara. Film ini berkisah tentang Sultan Agung Hanyakrakusuma (1593-1646), raja ketiga Kerajaan Mataram yang memerintah pada 1613-1646.[1]
Produksi
[sunting | sunting sumber]Eksekutif Produser Film Sultan Agung, DR. BRA. Mooryati Soedibyo telah mengadakan riset bersama ahli sejarah Ir. Bagas Pujilaksono, M.Sc., Lic.Eng., Ph. D untuk membuat bahan naskah film yang pengerjaan skenarionya akan di tulis oleh Ifan Adriansyah Ismail yang juga membuat skenario film Habibie & Ainun.
Sinopsis
[sunting | sunting sumber]Setelah ayahnya, Panembahan Hanyokrowati, meninggal, Raden Mas Rangsang yang masih remaja menggantikannya dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sultan Agung harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai-berai oleh politik VOC yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen (Hans de Kraker). Di sisi lain, ia harus mengorbankan cinta sejatinya kepada Lembayung dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya. Kemarahan Sultan Agung kepada VOC memuncak ketika ia mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram dengan membangun kantor dagang di Batavia. Ia mengibarkan Perang Batavia sampai meninggalnya JP Coen dan runtuhnya benteng VOC. Selama perjuangan ini, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan. Di akhir hidupnya, Sultan Agung menghidupkan kembali padepokan tempatnya belajar, dan melestarikan tradisi dan karya-karya budaya Mataram.
Penghargaan dan Nominasi
[sunting | sunting sumber]Tahun | Penghargaan | Kategori | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|---|
2018 | Jogja-NETPAC Asian Film Festival | JAFF Indonesian Screen Awards (Sutradara Terbaik) | Hanung Bramantyo & x-Jo | Menang |
Festival Film Bandung | Film Terpuji | BRA Mooryati Soedibyo, RA Putri Kuswisnuwardhani, & Haryo Tedjo Baskoro | Menang | |
Penulis Skenario Film Bioskop Terpuji | Mooryati Soedibyo, Jeremias Nyangoen, Ifan Ismail, Bagas Pudjilaksono | Menang | ||
Pemeran Utama Pria Terpuji | Ario Bayu | Menang | ||
Penata Artistik Film Bioskop Terpuji | Edy Wibowo | Menang | ||
Festival Film Indonesia | Film Cerita Panjang Terbaik | Mooryati Soedibyo | Nominasi | |
Pemeran Utama Pria Terbaik | Ario Bayu | Nominasi | ||
Pemeran Pendukung Pria Terbaik | Marthino Lio | Nominasi | ||
Pengarah Artistik Terbaik | Allan Sebastian, Edy Wibowo | Nominasi | ||
Penata Efek Visual Terbaik | X-Jo, Hery Kuntoro | Nominasi | ||
Penata Suara Terbaik | Satrio Budiono, Krisna Purna | Nominasi | ||
Penata Rias Terbaik | Darto Unge | Nominasi | ||
2019 | Piala Maya 2018 | Film Cerita Panjang/Film Bioskop Terpilih | BRA Mooryati Soedibyo, RA Putri Kuswisnuwardhani, & Haryo Tedjo Baskoro | Nominasi |
Aktor Pendukung Terpilih | Marthino Lio | Menang | ||
Tata Kamera Terpilih | Faozan Rizal | Nominasi | ||
Tata Artistik Terpilih | Allan Sebastian dan Edy Wibowo | Nominasi | ||
Tata Suara Terpilih | Satrio Budiono dan Krisna Purna | Nominasi | ||
Tata Efek Khusus Terpilih | X-Jo dan Hery Kuntoro | Nominasi | ||
Tata Kostum Terpilih | Retno Ratih Damayanti | Nominasi | ||
Indonesian Movie Actors Awards | Film Terfavorit | Hanung Bramantyo & x. Jo - BRA Mooryati Soedibyo, RA Putri Kuswisnuwardhani, Haryo Tedjo Baskoro | Nominasi | |
Ansambel Terbaik | Nominasi | |||
Pemeran Utama Pria Terbaik | Ario Bayu | Nominasi | ||
Pemeran Utama Pria Terfavorit | Nominasi | |||
Pemeran Pendukung Pria Terbaik | Marthino Lio | Nominasi | ||
Pemeran Pendukung Pria Terfavorit | Nominasi | |||
Pemeran Pendukung Wanita Terbaik | Adinia Wirasti | Menang | ||
Pemeran Pendukung Wanita Terfavorit | Menang |
Kontroversi
[sunting | sunting sumber]GKR Bendara, salah satu putri Sultan Hamengkubuwana X mengkritik penayangan film ini dalam unggahannya di akun Instagram. Ia menyoroti penggunaan motif batik pada film tersebut, yang dianggap tidak sesuai dengan pranatan dalem atau aturan pakaian keraton. Bendara menjelaskan bahwa motif batik dalam film tersebut tertukar, motif parang ukuran besar yang seharusnya dipakai untuk bangsawan malah dipakai untuk abdi dalem, begitu sebaliknya dengan parang ukuran kecil yang malah dipakai oleh pemeran Sultan.
Unggahan tersebut sempat memunculkan beberapa komentar warganet, salah satunya dari seorang yang mengaku terlibat dalam proses pembuatan film tersebut. Menurutnya, kesalahan tersebut berasal dari kru yang bertugas, sedangkan saat itu Hanung sedang dalam posisi mengatur kamera.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-29. Diakses tanggal 2016-11-28.
- ^ "Film 'Sultan Agung' Diprotes Anak Sultan Hamengkubuwono X, GKR Bendara". kumparan.com. kumparan.com. Maret 7, 2018. Diakses tanggal November 23, 2022.