Lompat ke isi

Tritunggal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tritunggal atau Trinitas adalah doktrin Iman Kristen yang mengakui Satu Allah Yang Esa, namun hadir dalam Tiga Pribadi: Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus, di mana ketiganya adalah sama esensinya, sama kedudukannnya, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya. Istilah Tritunggal (Inggris: trinity, Latin: trinitas) mengandung arti tiga Pribadi dalam satu kesatuan esensi Allah. Istilah "pribadi" dalam bahasa Yunani adalah hupostasis, diterjemahkan ke Latin sebagai persona (Inggris: Person).

Sejak awal abad ketiga[1] doktrin Tritunggal telah dinyatakan sebagai "Satu keberadaan (Yunani: ousia, Inggris: beeing) Allah di dalam tiga Pribadi dan satu substansi (natur), Bapa, Anak, dan Roh Kudus "

Kamus Oxford Gereja Kristen (The Oxford Dictionary of the Christian Church) menjelaskan Trinitas sebagai "dogma sentral dari teologi Kristen".[2] Doktrin ini diterima oleh mayoritas aliran-aliran Kristen, seperti: Katolik, Protestan, dan Ortodoks.

Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, tidak secara eksplisit menuliskan istilah "Allah Tritunggal", tetapi keberadaan Bapa, Putra dan Roh Kudus tersirat dalam banyak ayat, baik secara terpisah maupun bersama-sama. Berdasarkan rumusan dalam perintah tentang pembaptisan di Matius 28:19: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." (TB-LAI). Doktrin Tritunggal mendapatkan bentuknya seperti sekarang, adalah berdasarkan Firman Tuhan dalam Injil. Ucapan Yesus: "Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku", dapat digunakan untuk menjelaskan istilah "pribadi", "sifat", "esensi", "subtansi", istilah-istilah yang belum pernah digunakan oleh para Rasul.

Karena kekurangpahaman dalam membaca Injil, beberapa orang atau kelompok menyangkal bahwa doktrin yang dinyatakan pada abad ke-4 tersebut didasarkan pada gagasan Kristen, dan bahwa doktrin itu merupakan sebuah penyimpangan dari ajaran Kristen mula-mula tentang Allah. Bahkan ada yang menyatakan bahwa doktrin tersebut meminjam konsep pra-Kristen tentang trinitas ilahi yang dipahami oleh Plato. Namun sebenarnya justru konsep trinitas ini muncul dari pembacaan lebih mendalam dari Alkitab itu sendiri.

Etimologi

Diagram "Scutum Fidei" atau "Perisai Trinitas" dari simbolisme Kristen Barat tradisional.

Kata Trinitas berasal dari bahasa Latin "trinus" dan "unitas" yang berarti "tiga serangkai atau tritunggal".[3] Kata benda abstrak ini terbentuk dari kata sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat),[4] sebagai kata unitas yang merupakan kata benda abstrak yang dibentuk dari unus (satu).

Kata yang sesuai dalam bahasa Yunani adalah Τριάς, yang berarti "satu set dari tiga" atau "berjumlah tiga".[5]

Penggunaan tercatat pertama dari kata Yunani ini dalam teologi Kristen (meskipun bukan tentang Trinitas Ilahi) adalah oleh Teofilus dari Antiokhia pada sekitar 170.[6][7][8]

Tertulianus, seorang teolog Latin yang menulis pada awal abad ke-3, yang dianggap menggunakan kata-kata "Trinitas",[9] "persona" dan "substansi"[10] menjelaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah "satu dalam esensi - bukan satu dalam Persona"[11]

Sekitar satu abad kemudian, pada tahun 325, Konsili Nicea menetapkan doktrin Trinitas sebagai ortodoksi dan mengadopsi Pengakuan Iman Nicea, yang menggambarkan Kristus sebagai "Allah dari allah, Terang dari terang, maha Allah dari maha Allah, diperanakkan, bukan dibuat, satu substansi (homoousios) dengan Bapa".

Perjanjian Lama

Suatu nama yang paling penting dalam Perjanjian Lama ialah 'יהוה (YHWH), nama Allah Israel, yang ditemukan kurang lebih 6823 dalam Perjanjian Lama. Menurut tradisi Yahudi nama Yang Mahasuci tersebut tidak boleh diucapkan untuk menghindari kemungkinan pelanggaraan Hukum Taurat dalam perintah yang ke-3 ("Jangan menyebut nama יהוה, Allahmu dengan sembarangan ..." Keluaran 20:7). Oleh sebab itu, setiap kali terdapat kata יהוה dalam Alkitab, orang Yahudi membacanya dengan kata אדני (Adonai) 'Tuhan'. Maka pada waktu Sarjana Yahudi membubuhi teks (sewaktu menyalin) Perjanjian Lama yang terdiri dari huruf-huruf mati dengan tanda-tanda vokal, kata יהוה dibubuhi dengan tanda vokal dari kata אדני, karena itulah yang menjadi pengucapan dan alih pemikiran dari kata tersebut, untuk menjaga kesucian nama Allah Israel. Seandainya bentuk tersebut disalin langsung ke dalam huruf Latin maka hasilnya ialah kata "Yehovah".

Penjagaan kesucian Hukum Taurat ke-3 ini, membawa sejarah unsur penyalinan Alkitab khususnya Perjanjian Lama pada saat ini. Bukan hanya dalam unsur eksistensi Allah saja penyalinan ini dijaga kesuciannya, namun pada setiap unsur teks ke-Ilahian. Bahkan unsur pengucapan Mesias dan Roh Kuduspun dialihkan penulisannya dalam Perjanjian Lama untuk menjaga kekudusan Hukum Taurat yang ke-3.

Berikut ini adalah contoh asal mula eksistensi tulisan Ibrani mengenai Tritunggal menurut para ilmuwan:

Tetragrammaton
'יהוה' YHWH (baca= adonay) artinya Tuhan (Keluaran 20:2; Yeremia 31:31–34; Yunus 1:1,3; 2:10; Mazmur 100:1,5; 103:1; 117:2); אדני יהוה (lafal= adonay elohim) Tuhan Allah (Yehemia 37:3) יהוה צבאות; lihat צבא;
אל (lafal= él) artinya Allah, ilah (Yunus 4:2); אלהים (lafal = élohim) artinya Allah, ilah-ilah; אלוה (lafal= eloah) (Keluaran 1:1–5; 20:1–3; Yeremia 31:33; Yunus 1:5,6; Mazmur 100:3);
עליון (lafal= élyon) artinya: sifat 'atas, tinggi', sering dipakai sebagai sebutan Allah 'Yang Maha Tinggi' (Kejadian 14:18,20,22; Ulangan 26:19);
אבא (lafal= abba) artinya Bapakku/Bapaku dan makna yang sama אבא (lafal:av) artinya Bapak, nenek moyang; terikat אבי (lafal= avi); אבות (lafal= avot) (Aram; Yeremia 31:32). Kata inilah yang menjadi kata kunci konteks Tritunggal yang menjadi ALLAH BAPA. Penggunaan kata Bapa digunakan pertama kali oleh Adam, di dalam keyakinan Yahudi bahwa Adamlah yang memberikan gelar pertama kali kepada Allah sebagai Bapa/Abba selain karena keadaan Adam yang masih suci dan alasan kekudusan nama Allah juga dikarenakan kedekatan hubungan dan jalinan cinta kasih Adam kepada Allah sebagai Pencipta dan sebagai Orangtua Adam. Tokoh berikut yang menyebut Allah sebagai Bapa/Abba adalah Henokh (lihat Kitab Henokh) lalu Abraham (lihat Kitab Taurat). Dari sejarah awal tersebutlah Allah dipanggil dengan kata Bapa/Abba oleh segenap umat Yahudi dan Kristiani sampai sekarang. Dan sejarah inilah yang membawa konteks Tritunggal dalam makna ALLAH BAPA yang merujuk kepada ALLAH.
'משיח' (lafal= masyiakh) artinya "yang diurapi" (1 Samuel 24:7);
אדון (lafal= adon) artinya "Tuan, Penguasa, Tuhan" (Kejadian 45:8; Mazmur 114:7); אדני (lafal= adoni atau adonai) artinya "Tuanku" (Bilangan 11:28). Dua unsur kata ini (adon, adoni), di dalam Perjanjian Lama terjemahan Bahasa Indonesia disatukan maknanya dengan "adonai" (arti= Tuhan)yang merujuk kepada Allah, sehingga seluruh konteks kata Tuhan dalam Perjanjian Lama baik untuk rujukan kepada Mesias maupun kepada Allah menjadi sama. Hal ini disebabkan karena bahasa dan tulisan Ibrani yang jauh lebih tua dan kaya dalam unsur perkataan dan artinya, sedangkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti perkataan dan pengucapan yang sama, sehingga banyak mengaburkan unsur rujukan Mesias dalam pelayanan dan pertemuanNya dengan para Nabi/Imam/Rasul dalam Perjanjian Lama terjemahan bahasa Indonesia. Apalagi bila dibaca oleh orang awam yang tidak mempelajari bahasa Ibrani secara otentik, ditambah nats-nats di dalam Perjanjian Lama banyak yang berupa syair-syair, lambang-lambang, perumpamaan-perumpamaan serta majas-majas kosa kata yang beragam bentuk pengalihan sehingga membututuhkan "kecerdasan Ilahi" (mengudang Roh Kudus) dalam membaca dan mencerna isinya. Sehingga dalam tradisi Yahudi tidak boleh sembarangan umat membaca dan menjelaskan makna dari isi kitab tersebut di atas mimbar bait suci selain para nabi-nabi, imam-imam, rasul-rasul yang diakui secara massal memiliki kepenuhan Roh Kudus atau ditunjuk Allah;
בעל (lafal= ba'al ) artinya ' majikan, pemilik, tuan, suami' (Yeremia 31:32; Kejadian 20:3);
מלך (lafal= mélékh ) artinya 'raja, memerintah, penguasa' (Kejadian 36:31; Yunus 3:6; Amsal 30:22)
בכור (lafal= bekhor) artinya "[anak] sulung" (Kejadian 4:4); בן (lafal= bén) artinya "putra, keturunan, orang-orang", בין (Yunus 1:1; 4:10; Mazmur 128:6). Dua kata ini bekhor dan ben mengandung arti "anak sulung atau putra". Menurut keyakinan Yahudi kata bekhor di ucapkan dan disematkan oleh Adam kepada Mesias sebagai rasa cinta kasih dan penghormatan Adam kepada Mesias, dan Mesias memberikan gelar kepada Adam sebagai Saudara-Nya (yang merujuk kepadada pelayanan Yesus Kristus di dunia yang menyebutkan bahwa diri Yesus yang tersulung dan umatNya adalah saudaraNya atau anak-anak Allah). Adam mengetahui alasan penciptaan dirinya, berawal dari "...karena begitu besar kasih Allah kepada ben (Putra-Nya= rujukan Mesias)... - ...maka manusia (Adam) diciptakan menurut gambar dan rupa Kita..." (adon rujukan Mesias)Kejadian 1:26–28. Karena hanya Mesias-lah Mahluk Surgawi satu-satunya yang memiliki gambar dan rupa (bentuk) sama seperti Adam. Inilah salah satu alasan Lucifer, dalam melampiaskan misi dendamnya kepada Mesias, dengan menjatuhkan Adam ke dalam dosa. Lucifer tahu bahwa Adam adalah wujud cinta kasih Allah terhadap Mesias, dan Mesias sangat mencintai Adam dan menuangkan kasihNya secara penuh. Kejatuhan Adam ke dalam dosa yang mengundang kematiannya di alam maut serta menciptakan penghukuman Bapa/Abba terhadap dosa, mengundang "kesedihan yang tak terhingga" dari Mesias kepada Adam. Sehingga meletuslah pertempuran besar di Surga antara Mesias dan Lucifer, yang mengakibatkan Lucifer dan malaikat-malaikat jahat diusir dari Surga sebelum bencana Air Bah terjadi di bumi. Begitulah sejarah dan keyakinan umat Yahudi sehingga penghormatan yang sangat tinggi disematkan juga kepada Mesias sebagai Ben atau Putra Allah (yang memang mereka mengetahui bahwa manusia adalah milik Mesias dan Mesiaslah yang berjanji kepada Adam lewat permohonan kepada Bapa/Abba untuk menebus dosa Adam/manusia dari alam maut dan penyiksaan api yang kekal akibat dosa ). Namun Bapa/Abba menangguhkan hal tersebut, sampai saat Abraham bapak orang percaya yang telah lulus uji pada saat Abraham mau mengorbankan Ishak yang merupakan anak perjanjian, sehingga Yakub/Israel menjadi ahli waris (janji penebusan Mesias) yang diteruskan kepada perjanjian Daud dengan Allah yang melahirkan Yesus Kristus sebagai perwujudan cinta kasih Mesias yang tak terhingga kepada Bapa/Abba serta Adam yang merupakan milikNya. Maka, Maria yang berkenan dihadapan Allah mengandung lewat ROH KUDUS yang merupakan wujud Ben/Putra Allah, untuk menggenapi misi penebusan dosa Adam(seluruh umat manusia). Allah yang mengatur itu semua, serta mengakuinya di dalam Injil bahwa Yesus adalah PutraNya yang sangat dikasihi, dan kata Ben jugalah yang disematkan oleh para malaikat di Surga kepada Mesias jauh sebelum penciptaan manusia. Dari sejarah dan keyakinan serta fakta-fakta yang ada di dalam Alkitab inilah membawa konteks Tritunggal dalam makna ALLAH ANAK yang merujuk kepada MESIAS.
  • 3. Merujuk kepada kata ROH KUDUS/ROH ALLAH dalam pengertian Perjanjian Lama:
קדוש (lafal= qadosy) artinya "sifat kudus, khusus", juga ditulis קדש (Keluaran 29:31);
רוח אלהים (lafal= ruakh elohim) artinya 'Roh Allah, nafas Allah, angin Allah' רוח הקדש (lafal= ruakh ha'qodesy) yang artinya 'Roh Kudus' (Kejadian 1:2; Yehezkiel 37:1–14; Yunus 1:4; Zakharia 4:6), arti kata ini memiliki arti yang sangat penting dalam sejarah manusia, menurut keyakinan Yahudi dan fakta sejarah di Alkitab Allah Roh Kudus memiliki peranan yang sangat dekat dengan manusia. Selain dijelaskan di dalam Alkitab baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa tubuh manusia adalah Bait Allah (בית אלהים lafal= bét elohim) tertulis di dalam Kejadian 6:3 Berfirmanlah Tuhan: "RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu daging, tetapi umurnya hanya 120 tahun saja", firman ini menunjukkan bahwa ROH KUDUS/ROH ALLAH sudah melakukan pelayanannya secara langsung dalam tubuh manusia jauh sebelum Hari Pentakosta dalam zaman Perjanjian Baru dan Roh Kudus yang sama ini jugalah yang menjadi lambang terlepas pakaian (merujuk pada pakaian Lenan putih halus pada Kitab Wahyu= melambangkan perbuatan-perbuatan suci orang kudus) daripada Adam setelah dia memakan buah yang dilarang tersebut. Maka Adam sadar bahwa dirinya sudah telanjang (ditinggalkan Roh Kudus), rasa penyesalan dan kesedihan tersebut membuat Adam menghindar dan bersembunyi saat disapa oleh Tuhan (baca Kitab Kejadianpasal 3), dan perasaan tersebut pada kepercayaan umat Yahudi dibawa oleh Adam sampai ke alam maut (karena Adam melihat akibat pelanggaran dosanya - pada saat pembunuhan pertama Kain dan kematian Habel yang membuat kesedihan dan penyesalan yang amat sangat, karena belas kasih Mesiaslah di dalam penghiburan dan kasih-Nya kepada Adam membuat kembali secercah harapan yang dibawa Adam ke alam maut - dan menjadikan pengharapan seluruh nabi-nabi yang dituang di dalam nubuatan-nubuatan penebusan Mesias di dalam Perjanjian Lama). Makna ditinggalkan ROH KUDUS ALLAH ini sangat penting sejarahnya dalam kerugian manusia sepenuhnya, karena akibat dari ditinggalkan ROH KUDUS ALLAH, kita bisa pahami maksud firman yang ditulis diatas; selain manusia hanya dinyatakan 120 tahun saja umurnya, ini sangat berbeda dengan keadaan sebelum terjadinya Air Bah. Akibat-akibat ysng lain bisa kita pelajari dalam Alkitab baik secara lahiriah maupun batiniah (contoh: lahiriah= manusia menjadi mudah terserang sakit penyakit, dan lain-lain; batiniah= penurunan kualitas daya pikir manusia, roh iblis dapat menguasai bait Allah atau tubuh manusia, dan lain-lain). Inilah yang menjadi misi penting bagi Mesias pada saat kenaikannya ke Surga di dalam Yesus Kristus dan kemunculan Hari Pentakosta yaitu mengembalikan keadaan manusia seperti semula, bagi yang percaya dan mau menerimaNya (Dia membagikan Roh Kudus Allah kembali secara cuma-cuma dan menebus dosa kita), agar manusia dapat bertahan dan dapat masuk kembali ke dalam Kerajaan Surga. Sehingga dalam sejarah dan keyakinan umat Kristiani sampai sekarang mereka mempercayai bahwa misi Mesias dalam kematianNya di kayu salib sebagai manusia biasa di dalam Yesus Kristus menanggung dosa saudaraNya (yaitu Adam yang merujuk kepada seluruh dosa manusia) dan perjalananNya ke alam maut selama tiga hari adalah pengabaranNya kepada Adam di alam maut dan bahwa janjiNya kepada Adam untuk menyelamatkannya di dalam Injil dan Roh Kudus Allah sudah terlaksana (di dalam nubuatan nabi-nabi Perjanjian Lama bahwa nama Adam dalam bahasa Ibrani sama dengan penulisan kata manusia di bahasa Ibrani). Seperti itulah yang menjadikan seluruh nubuatan nabi-nabi menjadi terpenuhi di dalam Yesus Kristus. Karena menurut para rasul-rasul Kristus, tanpa kelahiran Mesias sebagai Yesus Kristus dan kematianNya di kayu salib maka rasa rindu dan cintaNya yang luar biasa kepada Adam, setelah peninggalan Adam ke alam maut, maka janjiNya kepada Adam/manusia belum terpenuhi/digenapi. Namun sekarang umat Kristiani sudah menerima kepenuhan janji Mesias itu sebagai ahli waris janji daripada Adam, Abraham, Ishak, Yakub, serta mengemban misi penting penginjilan dalam firmanNya: "...Kabarkanlah Injil keseluruh bangsa dan baptiskan mereka di dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus...". Tugas yang diembankan Mesias kepada umat Kristiani bukan hanya sekadar membaptis di dalam air; karena kata baptis merujuk kepada 3 kunci baptisan yaitu "Baptisan Air, Baptisan Roh, dan Baptisan Api". Yang menurut para Rasul-Rasul Kristus hanya yang benar-benar menjalankan tugas penginjilan terhadap semua bangsa sajalah yang dapat menerima ke 3 baptisan tersebut dan mewarisi janji di kembalikannya manusia seperti keadaan semula (Firdaus) serta menerima ROH KUDUS ALLAH. Sebagai bala tentara-bala tentara Kristus di dunia ini dalam pertempuran melawan Iblis, yang dikuatkan di dalam ilham Roh Kudus: "Memang setiap orang yang mau hidup di dalam Yesus Kristus akan menderita aniaya." (2 Timotius 3:12) Sementara setan terus berupaya membutakan pikiran mereka kepada fakta, biarlah orang-orang Kristen tidak lupa bahwa"perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. (Efesus 6:12). Amaran yang diilhami ini diserukan berabad-abad sampai ke zaman kita: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu si iblis berjalan berkeliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis." (Efesus 6:11).
Dari sejarah dan keyakinan serta fakta-fakta yang ada di dalam Alkitab inilah membawa konteks Tritunggal dalam makna ALLAH ROH KUDUS yang merujuk kepada Roh Kudus.

Dari ketiga pejelasan para ilmuwan-ilmuwan Alkitab diatas khususnya dalam bahasa Ibrani, hal itulah yang mendasari konteks TRITUNGGAL yang menjadi rangkuman dari pedoman penginjilan Rasul-Rasul Kristus pada sejarah Gereja mula-mula, karena tanpa memahami konteks Tritunggal seperti yang di peragakan Yesus kepada murid-muridNya dan yang seperti diperagakan para Rasul pada zaman Gereja mula-mula, mustahil misi yang diembankan pada seluruh umat Kristiani di dalam pengharapan dan kasih untuk mengabarkan "Injil kepada seluruh bangsa dan membaptiskan mereka di dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus" dapat terlaksana. Karena kasih ALLAH BAPA terhadap ALLAH PUTERA dan penyampaian kasih di dalam ALLAH ROH KUDUS dan begitu juga sebaliknya, merupakan satu kesatuan penting yang mendasar akan Kasih ALLAH terhadap seluruh umat manusia/Adam, agar bagi yang mau dan percaya mendapatkan HIDUP YANG KEKAL.

Dalam analogi sederhana api dapat digunakan sebagai penjelasan:

  • Api terbagi menjadi tiga komponen yaitu:
  1. panas,
  2. cahaya (tepatnya gelombang cahaya), dan
  3. daya bakar.

Jadi walau api itu satu, namun api bisa ditemui dalam tiga wujud sesuai dengan pandangan orang, misalnya sebagai panas (waktu orang memasak), sebagai cahaya (waktu lampu mati dan orang menyalakan lilin), dan dalam wujud pembakar (waktu orang membakar kertas). Hal ini "identik" dengan keberadaan Allah, karena orang dapat berjumpa dengan Allah dalam tiga pribadi, sebagai Allah Bapa (waktu orang bertobat dan menyesali dosa), atau sebagai Yesus (waktu orang menerima penebusan dosa), dan sabagai Allah Roh Kudus (waktu orang meminta kekuatan dan penyertaan).

Zaman Konstantin

Pertemuan Nicea diadakan ketika Kaisar Romawi Konstantin memanggil semua uskup ke Nicea, yang saat itu jumlahnya sekitar 1800 uskup. Dari jumlah ini sekitar 1000 orang dari timur dan 800 orang dari barat. Namun, jumlah yang hadir lebih sedikit dan tidak diketahui pasti berapa. Eusebius dari Kaisaria menghitung 250, Athanasius dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius dari Antiokhia mencatat 270 orang. Mereka bertiga hadir pada konsili ini. Belakangan Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius, Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.

Konstantin asalnya bukan seorang Kristen. Ia menjadikan Kristen sebagai agama resmi, karena percaya kemenangannya adalah berkat dari Yesus Kristus. Ada dugaan, ia baru dibaptis pada waktu sedang terbaring sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The Early Church: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;... pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin... Ini adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen.”

“Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine. Yang ia tahu adalah bahwa perpecahan agama merupakan ancaman bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya.

Perkembangan selanjutnya

Setelah Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.

Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh Roh Kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Di sinilah dikatakan untuk pertama kalinya, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.

Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan:

“Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”

Kredo Athanasian

Tritunggal didefinisikan lebih lengkap dalam Kredo Athanasian. St Athanasius adalah seorang uskup yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang memakai namanya berbunyi:

“Kami menyembah satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”

Sejumlah para sarjana yang meneliti hal ini lebih mendalam berpendapat bahwa Athanasius tidak menyusun kredo ini. The New Encyclopedia Britannica mengomentari: “Kredo itu baru dikenal oleh Gereja Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5... Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan dan Spanyol pada abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira tidak lama setelah itu di Roma.”

Pengertian Pribadi dalam Tritunggal

Allah di dalam Alkitab menyatakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai Bapa, Firman (Anak), dan Roh Kudus. Umat Krisitiani mengenal Allah sedemikian rupa dan membentuk istilah Allah Tritunggal: Allah (Bapa), Allah (Anak), dan Allah (Roh Kudus) merupakan inti ajaran Kristen. Ketiga Pribadi adalah sama, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya. Ketiganya satu dalam esensi dan memiliki sifat (bahasa Inggris: attribute) yang sama. Ke-mahakuasa-an, ke-tidak-berubah-an, ke-mahasuci-an, ke-tidak-tergantung-an, dimiliki oleh masing-masing Pribadi Allah.

Yohanes Calvin menjelaskan bahwa ketiga Pribadi tersebut tidak dapat dipisahkan menjadi tiga sosok yang terpisah.[12] Masing-masing Pribadi adalah Allah, dan mereka disembah dalam Keesaan, bukan dalam tiga Pribadi yang terpisah ketika orang memanggil-Nya di dalam doa atau ketika Allah mewujudkan karya-Nya bagi penciptaan dan pemeliharaan manusia dan alam semesta. Allah Bapa bukan Allah Putra; Allah Putra bukan Allah Roh Kudus; dan Allah Roh Kudus bukan Allah Bapa. Ketiganya dapat dibedakan, tetapi di dalam esensi tidak terpisahkan. Ketiga gelar atau sebutan tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa ada kekhasan dalam cara Allah turun ke dunia ini, meskipun dalam satu pekerjaan.[12]

Para teolog Nicea kuno menyatakan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh Tritunggal dilakukan oleh Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus dalam satu kesatuan dan satu kehendak. Ketiga pribadi Tritunggal selalu bekerja tidak terpisahkan, karena karya itu selalu merupakan karya satu Allah. Karena adanya kesatuan kehendak ini, kehendak Sang Putra tidak dapat berbeda dengan kehendak Sang Bapa, karena kehendak itu merupakan kehendak satu Allah. Hubungan perintah dan ketaatan antara Allah Bapa dan Putra, merupakan kenyataan bahwa kehendak mereka tidak dapat berbeda sebagai suatu Tritunggal.[13] Untuk hal ini St. Basilius Agung mengamati "Ketika Ia berkata, "Aku tidak berbicara mengenai diri-Ku sendiri", dan lagi, "Seperti Bapa mengatakan kepada-Ku, demikianlah yang Aku katakan", dan "Perkataan yang kalian dengarkan bukanlah perkataan-Ku, melainkan [dari Bapa] yang mengutus Aku", dan di tempat lain, "Seperti Bapa telah memberikan perintah ini kepada-Ku, demikianlah Aku memberikannya", ini bukan karena Ia kekurangan kebebasan berhendak atau inisiatif, atau juga bukan karena Ia harus menunggu suatu ucapan yang sudah diatur sebelumnya (preconcerted key-note), sehingga Ia menggunakan bahasa semacam itu. Tujuan-Nya adalah untuk membuat menjadi jelas bahwa kehendak-Nya sendiri dikaitkan dalam persatuan tak terceraikan dengan Bapa. Jadi, janganlah kita memahami apa yang disebut sebagai suatu "perintah" adalah suatu mandat yang disampaikan (peremptory mandate) dengan organ tubuh untuk berbicara, dan memberikan perintah kepada Sang Putra, seperti kepada bawahan, mengenai apa yang harus dikerjakan-Nya. Namun, marilah kita memahaminya sebagai penyampaian kehendak, sebagaimana sepatutnya Sang Allah, seperti suatu refleksi benda di depan cermin, disampaikan tanpa perbedaan waktu dari Bapa kepada Putra."[14] Demikianlah ketiga Pribad dalam Tritunggal ini saling memberikan kesaksian satu sama lain:

  • Dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."[15]

"Roh Kudus" memberi kesaksian dalam rupa burung merpati; "Allah Bapa" memberi kesaksian dalam wujud suara dari langit yang menyebut "Anak-Ku (= Putra-Ku)" untuk menyatakan "Allah Putra".

  • "Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang melakukan pekerjaan-Nya.”[16]

"Allah Putra", yaitu Yesus Kristus, memberi kesaksian tentang "Allah Bapa" dengan menyatakan bahwa perkataan-Nya merupakan perkataan "Bapa".

Kesaksian satu sama lain dari tiga Pribadi ini memberikan suatu pengesahan terhadap pernyataan dan pengajaran Yesus Kristus:

  • "Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar."[17] (Kesaksian Allah Putra didukung oleh kesaksian Allah Bapa)
  • "Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah."[18] (Kesaksian Allah Bapa dan Allah Putra bersama-sama)
  • "Ini adalah untuk ketiga kalinya aku datang kepada kamu: Baru dengan keterangan dua atau tiga orang saksi suatu perkara sah"[19] (Paulus mengingatkan hukum pengesahan kesaksian menurut Taurat dan Injil, yaitu harus ada dua atau tiga saksi untuk mengesahkan)

Allah Bapa

Allah sebagai Bapa yang memelihara, yang memberikan kasih seorang Bapa Sejati yang sangat mesra, begitu penyayang dan begitu tertib penuh ketegasan (disiplin). Bapa Sorgawi tidak pernah sama dengan para bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini dalam hal kasih dan karakter yang tidak dapat terbandingi dengan kasih dan karakter Bapa Sorgawi. Allah sebagai Bapa Sorgawi merupakan Bapa yang sempurna dari segala bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini yang adalah gambaran dan rupa (duplikat dan bayangan) dari Sang Bapa Sorgawi yang murni.

Kepribadian Bapa tidaklah lebih tinggi daripada Anak maupun dengan Roh Kudus.

Allah Anak

Allah sebagai teladan dengan Ia merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia dan mengenakan nama Yesus yang adalah Kristus (Allah yang datang sebagai manusia), taat pada semua hukum yang telah Ia tetapkan, mati di kayu salib, dikuburkan, lalu bangkit pada hari yang ketiga, dan naik ke surga dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Ia adalah teladan iman sejati dan sumber kehidupan bagi orang Kristen. Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang terbesar dengan menjadi Anak yang mati di kayu salib. Ini adalah berita Injil yang adalah kekuatan Allah. Alkitab menyatakan bahwa Anak merupakan yang "Anak Sulung" Allah dari semua anak-anak Allah dimaksudkan bahwa Anak pun merupakan "Sahabat Sejati" yang rela mengorbankan Nyawa-Nya dan tidak menyayangkannya sama sekali untuk manusia dapat diterima sebagai anak-anak Allah.

Kepribadian Anak ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Anak.

Allah Roh Kudus

Allah sebagai Pembimbing, Pendamping, Penolong, Penyerta, dan Penghibur yang tidak terlihat, namun berada dalam hati setiap manusia yang mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan hidup di dalam-Nya.

Roh Kudus bukanlah tenaga aktif. Roh Kudus bukanlah kebijaksanaan (pikiran) tertinggi dari seluruh alam jagad kosmik. Roh Kudus bukanlah manusia tokoh pendiri suatu agama baru. Roh Kudus tidak pernah berbau hal yang mistik. Memang benar bahwa Allah itu Maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu bukan sekadar kuasa atau kekuatan, tetapi Roh Kudus adalah Allah, sebab Allah itu Roh. Dengan demikian Roh Kudus adalah Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Allah.

Kepribadian Roh Kudus tidak pernah lebih rendah daripada Bapa maupun Anak.

Dasar-dasar Alkitabiah Tritunggal

  • Pada saat penciptaan dalam Kitab Kejadian Allah berkata: "Marilah Kita ...", kata "Kita" merupakan subjek jamak. (Kejadian 1:26)
  • Saat Yesus dibaptis di sungai Yordan, Ia menunjukkan kepribadian-Nya pada saat yang sama dan bermunculan bersama-sama dengan Roh Kudus (dalam manifestasi burung merpati) turun ke atas Anak, dan Bapa berfirman dengan lantang penuh kasih. (Lukas 3:22)
  • Saat penciptaan, dimana Bapa mencipta, Anak berfirman, dan Roh Kudus yang memulihkan (melayang-layang) sempurna. (Kejadian 1:2)
  • Saat Pencurahan Pentakosta, dimana Bapa mengutus, Anak yang memberikan Roh Kudus, dan Roh Kudus tercurah pada murid-murid Yesus yang ada di atas loteng. (Kisah Para Rasul 2)
  • Saat Yesus berada di atas gunung, setelah Ia meneladani manusia dengan berdoa, Ia menunjukkan kemuliaan-Nya dan menampakkan kepribadian-Nya dengan wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang, kemudian Roh Kudus turun, dan awan yang terang menaungi 3 orang murid Yesus. Bapa dari dalam awan itu memperdengarkan suara-Nya dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." (Matius 3:17)

Antitritunggal

Tidak ada pemeluk Kristen yang menolak konsep Tritunggal, tetapi ada sebagian yang menganggap hal itu tidak begitu penting untuk dijadikan sebuah doktrin. Seseorang atau satu komunitas yang berasal dari agama lain berada pada posisi menyebut diri mereka sebagai "Antitritunggal", namun alasan mereka menolak Tritunggal bervariasi dan lebih disesuaikan dengan bagaimana mereka mendeskripsikan Tuhan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Tertullian, Against Praxeas, chapter II
  2. ^ The Oxford Dictionary of the Christian Church (Oxford University Press, 2005 ISBN 978-0-19-280290-3), article Trinity, doctrine of the
  3. ^ Lewis and Short: trinitas
  4. ^ Lewis and Short: trinus
  5. ^ Liddell & Scott, A Greek-English Lexicon. entry for Τριάς, retrieved December 19, 2006
  6. ^ Theophilus of Antioch, To Autolycus, II.XV (retrieved on December 19, 2006).
  7. ^ W.Fulton in the "Encyclopedia of Religion and Ethics"
  8. ^ Theandros, an online Journal of Orthodox Christian Theology and Philosophy, vol. 3, Fall 2005. http://www.theandros.com/htrinity.html "In like manner also the three days which were before the luminaries, are types of the Trinity Τριάδος, of God, and His Word, and His wisdom. And the fourth is the type of man, who needs light, that so there may be God, the Word, wisdom, man."
  9. ^ Against Praxeas, chapter 3
  10. ^ Against Praxeas, bab 2 and in other chapters
  11. ^ History of the Doctrine of the Trinity.
  12. ^ a b (Indonesia)Yohanes Calvin. 1980. Institutio. Jakarta:PT BPK Gunung Mulia.
  13. ^ Phillip Cary, Priscilla Papers Vol. 20, No. 4, Autumn 2006
  14. ^ "Basil the Great, De Spiritu Sancto, NPNF, Vol 8". Ccel.org. 13 July 2005. Diakses tanggal 2 January 2012. 
  15. ^ Lukas 3:22
  16. ^ Yohanes 14:10
  17. ^ Yohanes 5:31
  18. ^ Yohanes 8:17
  19. ^ 2 Korintus 13:1

Pranala luar

Umum

Tritunggal

Anti-Tritunggal