Jahe
Jahe | |
---|---|
Aman
| |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | Z. officinale
|
Nama binomial | |
Zingiber officinale |
Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron.
Jahe termasuk suku Zingiberaceae (temu-temuan). Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani zingiberi, dari Bahasa Sanskerta, singaberi.
Sejarah
Jahe diperkirakan berasal dari India. Namun ada pula yang mempercayai jahe berasal dari Republik Rakyat Tiongkok Selatan. Dari India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah. Kemudian pada zaman kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan segera menjadi komoditas yang populer di Eropa.
Botani dan Sistematika
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama Zingiber berasal dari bahasa Sansekerta “singabera” (Rosengarten 1973) dan Yunani “Zingiberi” (Purseglove et al. 1981) yang berarti tanduk, karena bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin (officina) yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Janson 1981).
Jahe dikenal dengan nama umum (Inggris) ginger atau garden ginger. Nama ginger berasal dari bahasa Perancis:gingembre, bahasa Inggris lama:gingifere, Latin: ginginer, Yunani (Greek): zingiberis (ζιγγίβερις). Namun kata asli dari zingiber berasal dari bahasa Tamil inji ver. Istilah botani untuk akar dalam bahasa Tamil adalah ver, jadi akar inji adalah inji ver. Di Indonesia jahe memiliki berbagai nama daerah. Di Sumatra disebut halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Di Jawa, jahe dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). Di Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia (Makassar), dan pace (Bugis). Di Nusa Tenggara, disebut jae (Bali), reja (Bima), alia (Sumba), dan lea (Flores). Di Kalimantan (Dayak), jahe dikenal dengan sebutan lai, di Banjarmasin disebut tipakan. Di Maluku, jahe disebut hairalo (Amahai), pusu, seeia, sehi (Ambon), sehi (Hila), sehil (Nusalaut), siwew (Buns), garaka (Ternate), gora (Tidore), dan laian (Aru). Di Papua, jahe disebut tali (Kalanapat) dan marman (Kapaur). Adanya nama daerah jahe di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan penyebaran jahe meliputi seluruh wilayah Indonesia. Karena jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis, penanamannya hanya bisa dilakukan di daerah katulistiwa seperti Asia Tenggara, Brasil, dan Afrika. Saat ini Equador dan Brasil menjadi pemasok jahe terbesar di dunia. Dalam sistematika tumbuhan, tanaman jahe termasuk dalam kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi: Spermatophyta, Divisi: Magnoliophyta/Pteridophyyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Liliopsida-Monocotyledoneae, Subkelass: Zingiberidae, Ordo: Zingiberales, Suku/Famili: Zingiberaceae, Genus: Zingiber P. Mill. Species: Zingiber officinale (Roscoe, 1817) (US National Plant Database 2004). Sinonim nama jahe adalah : Amomum angustifolium Salisb., dan Amomum zingiber L. Ada sekitar 47 genera dan 1.400 jenis tanaman yang termasuk dalam dalam suku Zingiberaceae, yang tersebar di seluruh daerah tropis dan sub tropis. Penyebaran Zingiber terbesar di belahan timur bumi, khususnya Indo Malaya yang merupakan tempat asal sebagian besar genus Zingiber (Lawrence 1951: Purseglove 1972). Di Asia Tenggara ditemukan sekitar 80-90 jenis Zingiber yang diperkirakan berasal dari India, Malaya dan Papua. Namun hingga saat ini, daerah asal tanaman jahe belum diketahui. Jahe kemungkinan berasal dari China dan India (Grieve 1931; Vermeulen 1999) namun keragaman genetik yang luas ditemukan di Myanmar (Jatoi et al. 2008) dan India, yang diduga merupakan pusat keragaman jahe (Ravindran et al. 2005). Jahe memiliki jumlah kromosom 2n=2x=22, namun beberapa kultivar jahe diketahui sebagai poliploid (Kubitzki, 1998). Darlington dan Ammal (1945) dalam Peter et al. (2007) melaporkan terdapat jenis Z. officinale yang memiliki jumlah kromosom sebanyak 28. Darlington dan Wylie (1955) juga menyatakan bahwa pada jahe terdapat 2 kromosom B. Rachmandran (1969) melakukan analisis sitologi pada 5 spesies Zingiber dan menemukan pada seluruh spesies memiliki jumlah kromosom 2n=22. Ratnabal (1979) mengidentifikasi kariotipe 32 kultivar jahe (Z. officinale) dan menemukan seluruh kultivar jahe memiliki kromosom somatik berjumlah 22 dan ditemukan pula adanya kromosom asimetris (kromosom B) pada seluruh kultivar kecuali kultivar Bangkok dan Jorhat. Beltram dan Kam (1984) dalam Peter et al. (2007) mengobservasi 9 Zingiber spp. dan menemukan bahwa Z. officinale bersifat aneuploid (2n=24), polyploid (2n=66) dan terdapat B kromosom (2n= 22+2B). Tetapi Etikawati dan Setyawan (2000), Z. officinale kultivar jahe putih kecil (emprit), gajah dan merah memiliki jumlah kromosom 2n=32. Eksomtramage et al. (2002) mengamati jumlah kromosom 3 spesies Z. officinale asal Thailand dan menemukan 2n=2x=22. Yulianto (2010) menyatakan jumlah kromosom jahe putih dan jahe merah yakni 2n=24=22+2B. Rachmandran (1969) melakukan analisis sitologi pada 5 spesies Zingiber, selain menemukan jumlah khromosom pada seluruh spesies 2n=22 juga membuktikan adanya struktur pindah silang akibat peristiwa inversi. Observasi pada fase metaphase mitosis menemukan bahwa jahe diploid (2n=2x=22) memiliki panjang kromosom rata-rata 128.02 μm dan lebar 5.82 μm. Rasio lengan kromosom terpanjang dan terpendek adalah 2.06:1, hampir 45,5% kromosom memiliki 2 lengan dan terdapat 2 kromosom yang berbeda (Zhi-min et al. 2006). Adanya variasi pada jumlah kromosom merupakan suatu mekanisme adaptasi dan pembentukan spesies pada tanaman. Hal ini juga menjadi penyebab terjadinya variasi genetik pada jahe. Selain itu ditemukannya struktur pindah silang diduga menjadi penyebab rendahnya fertilitas tepung sari yang menyebabkan pembentukan buah dan biji pada jahe jarang terjadi.
Ciri morfologis
Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus.
Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua.
Pengolahan dan pemasaran
Rimpang jahe, terutama yang dipanen pada umur yang masih muda tidak bertahan lama disimpan di gudang. Untuk itu diperlukan pengolahan secepatnya agar tetap layak dikonsumsi. Untuk mendapatkan rimpang jahe yang berkualitas, jahe dipanen pada umur tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua.
Jahe segar Selain dipasarkan dalam bentuk olahan jahe, juga dipasarkan dalam bentuk jahe segar, yaitu setelah panen, jahe dibersihkan dan dijual kepasaran.
Terdapat beberapa hasil pengolahan jahe yang terdapat di pasaran, yaitu:
- Jahe kering
- Awetan jahe
- Jahe bubuk
- Minyak jahe
- Oleoresin jahe
Jahe kering
Merupakan potongan jahe yang dikeringkan dengan irisan memotong serat irisan tipis (digebing). Jenis ini sangat populer di pasar tradisional.
Awetan jahe
Merupakan hasil pengolahan tradisional dari jahe segar. Yang paling sering ditemui di pasaran adalah, tingting jahe (permen jahe), acar, asinan, sirup, dan jahe instan. Beberapa jenis olahan jahe ini disukai konsumen dari daerah Asia dan Australia.
Bubuk jahe
Merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari jahe menggunakan teknologi industri, jahe dikeringkan selanjutnya digiling dengan kehalusan butiran bubuk yang ditentukan. Bubuk jahe diperlukan untuk keperluan farmasi, minuman, alkohol dan jamu. Biasanya menggunakan bahan baku jahe kering.
Oleoresin jahe
Adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe. Warnanya cokelat dengan kandungan minyak asiri 15 hingga 35%.
Habitat
Jahe tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500 hingga 950 meter.
Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan 2500 hingga 3000 mm per tahun, kelembapan 80% dan tanah lembap dengan PH 5,5 hingga 7,0 dan unsur hara tinggi. Tanah yang digunakan untuk penanaman jahe tidak boleh tergenang.
Varietas
Terdapat tiga jenis jahe yang populer di pasaran, yaitu:
Jahe gajah/jahe badak
Merupakan jahe yang paling disukai di pasaran internasional. Bentuknya besar gemuk dan rasanya tidak terlalu pedas. Daging rimpang berwarna kuning hingga putih.
Jahe kuning
Merupakan jahe yang banyak dipakai sebagai bumbu masakan, terutama untuk konsumsi lokal. Rasa dan aromanya cukup tajam. Ukuran rimpang sedang dengan warna kuning.
Jahe merah
Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan kulit warna merah, serat lebih besar dibanding jahe biasa.
Produk jahe
Di masyarakat barat, ginger ale merupakan produk yang digemari. Sementara Jepang dan Tiongkok sangat menyukai asinan jahe. Sirup jahe disenangi masyarakat Tiongkok, Eropa dan Jepang.
Di Indonesia, sekoteng, bandrek, dan wedang jahe merupakan minuman yang digemari karena mampu memberikan rasa hangat di malam hari, terutama di daerah pegunungan.
Referensi
- ^ "Zingiber officinale information from NPGS/GRIN". www.ars-grin.gov. Diakses tanggal 2008-03-03.
Bacaan lanjutan
- Harmono, STP dan Drs Agus Andoko, Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe, Penerbit Agromedia Pustaka, 2005.